tag:blogger.com,1999:blog-37544166557974556792024-02-20T13:12:31.583-08:00PERPUSTAKAAN DIGITAL TARTO YOGYAKARTASebuah gagasan muncul untuk menjawab kegelisahan Mahasiswa, Pemperhati Perpustakaan Sekolah, Perguruan Tinggi dan Perpustakaan LSM. Untuk menemukan informasi di dunia perpustakaan. Membantu Sistem Otomasi Perpustakaan Indonesia. Hubungi Tarto Tlp 081904042823 atau email: tarto_ipi@yahoo.comPERPUSTAKAAN DIGITAL TARTO JOGJAKARTAhttp://www.blogger.com/profile/11340625320119067674noreply@blogger.comBlogger119125tag:blogger.com,1999:blog-3754416655797455679.post-40421826704193451372008-02-06T12:04:00.000-08:002008-02-06T12:07:04.549-08:00PELESTARIAN, MACAM SIFAT BAHAN PUSTAKA, DAN LATAR BELAKANG SEJARAHNYAPELESTARIAN, MACAM SIFAT BAHAN PUSTAKA, DAN LATAR BELAKANG SEJARAHNYA <br /><br /><br />Pengantar, Tujuan dan Fungsi Pelestarian <br /><br />Bahan pustaka adalah salah satu unsur penting dalam sebuah sistem perpustakaan, sehingga harus dilestarikan mengingat nilainya yang mahal. Bahan pustaka di sini berupa terbitan buku, berkala (surat kabar dan majalah), dan bahan audiovisual seperti audio kaset, video, slide dan sebagainya. <br /><br />Pelestarian bahan pustaka tidak hanya menyangkut pelestarian dalam bidang fisik, tetapi juga pelestarian dalam bidang informasi yang terkandung di dalamnya. <br /><br />Maksud pelestarian ialah mengusahakan agar bahan pustaka yang kita kerjakan tidak cepat mengalami kerusakan. Bahan pustaka yang mahal, diusahakan agar awet, bisa dipakai lebih lama dan bisa menjangkau lebih banyak pembaca perpustakaan. <br /><br />Tujuan pelestarian bahan pustaka dapat disimpulkan sebagai berikut: <br /><br />menyelamatkan nilai informasi dokumen <br /><br />menyelamatkan fisik dokumen <br /><br />mengatasi kendala kekurangan ruang <br /><br />mempercepat perolehan informasi<br /><br />Pelestarian bahan pustaka memiliki beberapa fungsi sebagai berikut: <br /><br />melindungi <br /><br />pengawetan <br /><br />kesehatan <br /><br />pendidikan <br /><br />kesabaran <br /><br />sosial <br /><br />ekonomi <br /><br />keindahan<br /><br />Berbagai unsur penting yang perlu diperhatikan dalam pelestarian bahan pustaka adalah: <br /><br />manajemen <br /><br />tenaga yang merawat bahan pustaka <br /><br />laboratorium <br /><br />dana<br /><br />Sejarah Bahan Pustaka dan Cara Perawatannya <br /><br />Bahan pustaka terdiri atas berbagai jenis dan bermacam sifat yang dimilikinya. Dari sejarahnya, manusia menggunakan berbagai medium untuk merekam hasil karya mereka. Bahan yang dipergunakan sesuai dengan pengetahuan manusia serta teknologi pada zamannya. <br /><br />Bahan yang dikenal sebagai medium perekam hasil budaya manusia adalah: (1) tanah liat, (2) papyrus, (3) kulit kayu, (4) daun tal atau lontar, (5) kayu, (6) gading, (7) tulang, (8) batu, (9) logam (metal), (10) kulit binatang, (11) pergamen (parchmental) dan vellum, (12) leather (kulit), (13) kertas, (14) papan, (15) film, (16) pita magnetik, (17) disket, (18) video disk dan lain-lain. Semua bahan di atas bisa digolongkan sebagai bahan pustaka. <br /><br />Pustakaan dewasa ini terbuat dari kertas. Sedangkan di masa mendatang mungkin isi sebuah perpustakaan berupa kumpulan disket, karena teknologi komputer memungkinkan demikian. <br /><br />Kertas bisa dibuat dari berbagai serat yaitu: <br /><br />serat binatang <br /><br />serat bahan mineral <br /><br />serat sintetis <br /><br />serat keramik <br /><br />serat tumbuh-tumbuhan.<br /><br />Kekuatan kertas tergantung dari kekuatan serat sebagai bahan dasarnya. <br /><br />Bahan pustaka yang lain ialah bahan non-buku yang juga disebut bahan audiovisual, media teknologi, alat peraga dan sebagainya. Materi bahan non-buku begitu bervariasi. Karena itu dalam memelihara bahan non-buku diperlukan berbagai keahlian dan keterampilan khusus. Kita harus memahami apa yang disebut dengan hardware atau perangkat keras dan software atau perangkat lunak. Harus kita fahami cara meng-operasikan peralatan, cara memperbaiki kalau ada kerusakan, dan bisa memeliharanya sehingga bahan-bahan tersebut awet dan lestari. <br /><br />Macam Perusak Bahan Pustaka <br /><br />Selain manusia dan hewan, debu, jamur, zat kimia dan alam semesta juga bisa merusak bahan pustaka. Agar bahan pustaka tidak lekas rusak, setiap pustakawan harus mengetahui cara-cara merawat bahan pustaka. Karena itu, setiap pustakawan hendaknya mengetahui cara menyusun kembali dan mengangkut buku untuk dikembalikan ke rak, cara mengontrol buku yang dikembalikan oleh pembaca apakah pembaca merusakkan buku atau tidak. Mencegah masuknya binatang mengerat dan serangga ke perpustakaan juga merupakan hal penting yang harus diketahui seorang pustakawan. Begitu pula cara menghindari debu masuk ke perpustakawan cara, mengontrol suhu dan kelembaban ruangan. <br /><br />Tempatkan kapur barus dan akar “loro setu” di antara buku-buku agar serangga segan menghampirinya. Yang paling baik ialah menyediakan ruangan khusus untuk perbaikan bahan pustaka dengan petugasnya sekaligus, sehingga kalau diperlukan perbaikan bahan pustaka, dapat dikerjakan dengan cepat. Jangan menunggu kerusakan menjadi lebih berat. <br /><br />Cepatlah bertindak, jagalah selalu kebersihan dan kerapihan sehingga mengundang pembaca untuk memakai perpustakaan dengan baik, dan bagi pustakawan sendiri akan semakin senang bekerja dengan baik. <br /><br />Perbaikan Bahan Pustaka dan Restorasi <br /><br />Sebagai pustakawan kita harus dapat memperbaiki dokumen yang rusak, baik itu kerusakan kecil maupun kerusakan berat. Perpustakaan sebaiknya memiliki ruangan khusus untuk melakukan pekerjaan ini. Menambah buku berlubang oleh larva kutu buku atau sebab lainnya, menyambung kertas yang robek, atau menambal halaman buku yang koyak adalah pekerjaan yang mesti dapat dikerjakan. Mengganti sampul buku yang rusak total, menjilid kembali, atau mengencangkan penjilidan yang kendur adalah pekerjaan yang harus dikuasai oleh seorang restaurator. Berbagai macam kerusakan yang lain yang mungkin terjadi, tidak boleh ditolak oleh bagian pelestarian ini. Peralatan yang diperlukan, serta bahan dan cara mengerjakan perbaikan ini harus dipelajari benar-benar oleh seorang pustakawan atau teknisi bagian pelestarian. <br /><br />PENCEGAHAN KERUSAKAN BAHAN PUSTAKA <br /><br />Mencegah Kerusakan Bahan Pustaka <br /><br />Setiap pustakawan harus dapat mencegah terjadinya kerusakan bahan pustaka. Kerusakan itu dapat dicegah jika kita mengetahui faktor-faktor yang menjadi penyebabnya. <br /><br />Faktor-faktor penyebab kerusakan bahan pustaka bermacam-macam bisa oleh manusia, oleh tikus, oleh serangga, dan lain-lain. Penggunaan sistem pengumpanan, peracunan buku, penuangan larutan racun ke dalam lubang rayap, memberikan lapisan plastik pada lantai dan menempatkan kapur barus di rak merupakan cara untuk dapat mencegah kerusakan bahan pustaka. Tentu saja pencegahan yang berhasil akan memberikan dampak ekonomi yang positif bagi perpustakaan. <br /><br />Dalam kegiatan belajar 2 dibicarakan cara mencegah kerusakan bahan pustaka yang disebabkan oleh jamur,oleh banjir,oleh api, dan oleh debu. Dalam mencegah kerusakan bahan pustaka yang disebabkan oleh jamur disarankan agar kelembaban udara ruangan harus dijaga tidak lebih dari 60% RH. <br /><br />Kapur sirih,arang ,silicagel atau mesin penyerap uap air yang bernama DEHUMIDIFIER dapat digunakan untuk menyerap uap air. Pemeriksaan kelembaban udara ruangan dan pembubuhan obat anti jamur pada buku merupakan salah satu cara mencegah kerusakan bahan pustaka. <br /><br />Pencegahan kerusakan bahan pustaka karena banjir dapat dilakukan dengan cara membersihkan lumpur dan pengeringan bahan pustaka. Hendaknya bahaya banjir bisa diantisipasi. Kerusakan oleh api dapat dicegah dengan menghindari kebakaran di antaranya dengan memeriksa kondisi kabel listrik secara rutin, penyediaan alat pemadam kebakaran, serta adanya aturan yang ketat misalnya dilarang merokok. <br /><br />FUMIGASI, DEASIDIFIKASI, DAN LAMINASI <br /><br />Fumigasi <br /><br />Agar bahan pustaka bebas dari penyakit, kuman, serangga, jamur, dan lainnya, bahan pustaka perlu diasapkan dengan bahan kimia tertentu yang disebut dengan fumigasi. Dalam mengadakan fumigasi pustakawan harus memperhitungkan jumlah bahan yang akan difumigasi dan luas ruang yang diperlukan. Dengan memperhatikan ruang yang ada maka dipilih pula fumigant yang akan dipergunakan, jenis-jenis fumigant, jumlah yang diperlukan serta lama fumigasi. <br /><br />Pustakawan juga harus memperhatikan bahaya dari pemakai zat-zat kimia untuk fumigasi. Tidak satu pun bahan kimia dapat dipakai tanpa alat pengaman, atau tanpa supervisi oleh orang yang berpengalaman dalam bidang ini. <br /><br />Menghilangkan Keasaman pada Kertas <br /><br />Keasaman yang terkandung dalam kertas menyebabkan kertas itu cepat lapuk, terutama kalau kena polusi. Bahan pembuat kertas merupakan bahan organik yang mudah bersenyawa dengan udara luar. Agar pengaruh udara tersebut tidak berlanjut, maka bahan pustaka perlu dilaminasi. Agar laminasi efektif, sebelum dikerjakan, bahan pustaka dihilangkan atau diturunkan tingkat keasamannya. Ada dua cara menghilangkan keasaman pada bahan pustaka, yaitu cara kering dan cara basah. Sebelum ditentukan cara yang mana yang tepat, maka perlu diukur tingkat keasaman pada dokumen. Ada berbagai alat pengukur tingkat keasaman dokumen yang dibicarakan dalam bahan pustaka ini, sehingga pustakawan dapat memilih cara mana yang paling mungkin untuk dikerjakan sesuai dengan kondisinya. <br /><br />Tinta yang dipergunakan untuk menulis bahan pustaka sangat menentukan apakah bahan pustaka akan dihilangkan keasamannya secara basah, atau secara kering. Kalau tinta bahan pustaka luntur, maka cara keringlah yang paling cocok. Kalau menggunakan cara basah, harus diperhatikan cara pengeringan bahan pustaka yang ternyata cukup sukar dan harus hati-hati. Kalau hanya sekedar mengurangi tingkat keasaman kertas dan tidak akan dilaminasi, kiranya cara kering lebih aman, sebab tidak ada kekhawatiran bahan pustaka robek. Cara kering ini dapat diulang setiap enam bulan, sampai bahan pustaka dimaksud sudah kurang keasamannya dan dijamin lebih awet. <br /><br />Laminasi dan Enkapsulasi <br /><br />Setelah kertas dihilangkan atau dikurangi sifat asamnya, maka untuk memperpanjang umur bahan pustaka perlu diadakan pelapisan atau laminasi, terutama bahan pustaka yang lapuk atau robek sehingga menjadi tampak kuat atau utuh kembali. Ada 2 cara laminasi yaitu laminasi dengan mesin dan dengan cara manual. <br /><br />Pertimbangan yang perlu diambil dalam melaminasi suatu bahan adalah bahan tersebut harus bersih dan dikurangi tingkat keasamannya. Cara lain selain laminasi adalah enkapsulasi. Enkapsulasi adalah salah satu cara melindungi kertas dari kerusakan fisik misalnya rapuh karena umur. Yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan enkapsulasi adalah kertas harus bersih, kering dan bebas asam. <br /><br />PENJILIDAN <br /><br />Mengenal Bahan Jilidan <br /><br />Buku bukan merupakan tumpukan kertas yang berdiri sendiri, tapi merupakan struktur yang satu sama lain saling terikat. Struktur buku terdiri atas: segi, foredge, kertas hujungan, badan buku, papan jilidan, ikatan timbul, groove, tulang pita kapital dan sebagainya. Agar struktur itu tidak lepas satu sama lainnya, maka buku perlu dijilid. <br /><br />Perlengkapan penjilidan meliputi: pisau, palu, pelubang, gunting, tulang pelipat, penggaris besi, kuas, gergaji, jarum, benang, pengepres, pemidang jahit, mesin potong dan sebagainya. <br /><br />Mutu kualitas jilid selain ditentukan oleh kemahiran dalam bekerja juga ditentukan oleh bahan yang digunakan. <br /><br />Bahan penjilid meliputi kertas, kain linen, perekat, benang dan kawat jahit. Arah serat kertas merupakan hal yang penting bagi pekerjaan penjilidan. Arah serat yang salah akan mengakibatkan jilidan tidak rapi dan lemah. <br /><br />Menyiapkan Penjilidan dan Jenis-jenis Penjilidan <br /><br />Sebelum dijilid, buku perlu dipersiapkan secara baik. Kekeliruan atau kekurangan dalam persiapan, dapat berakibat fatal dan mengecewakan. Juga merupakan pemborosan jika harus dijilid ulang. Persiapan penjilidan meliputi dua hal yaitu: (1) penghimpunan kertas-kertas atau bahan pustaka, (2) penggabungan. Penghimpunan harus dikerjakan secara teliti, jangan salah mengurutkan nomor halaman. Kalau majalah, jangan salah mengurutkan nomor penerbitannya. Panjang-pendek, serta lebar kertas harus disamakan. Rapihkan sisi sebelah kiri agar pemotongan dan perapihan dapat dikerjakan untuk ketiga sisi yang lain. Petunjuk penjilidan harus disertakan, agar hasilnya sesuai dengan yang kita kehendaki. <br /><br />Dalam melakukan penggabungan kita harus melihat jilidan macam apa yang dikendaki sesuai dengan slip petunjuk penjili dan. <br /><br />Ada lima macam jilidan yang dapat dipilih: (1) jilid kaye, (2) signature binding, (3) jilid lem punggung, (4) jilid spiral, (5) jilid lakban. <br /><br /><br />PETA, SLIDE, FOTO KOPI DAN TINTA <br /><br />Pelestarian Koleksi Peta <br /><br />Peta merupakan salah satu sumber informasi untuk menunjang penelitian, pendidikan, maupun untuk keperluan bisnis. Karena itu ada bermacam-macam jenis peta, misalnya peta geografis, peta perdagangan, peta bahasa, peta navigasi, peta hasil bumi dan sebagainya. <br /><br />Pelestarian koleksi peta merupakan pengetahuan yang harus dimiliki oleh petugas perpustakaan maupun oleh petugas bagian pelestrian. Peta adalah bahan pustaka yang unik, sebab bentuk dan ukuran, serta informasi yang terkandung di dalamnya begitu beraneka ragam. Dengan banyaknya bentuk dan ukuran tersebut maka diperlukan ruang penyimpanan yang beragam pula. <br /><br />Berbagai jenis kerusakan pada peta antara lain kerusakan karena faktor kimiawi dan kerusakan karena faktor mekanis. <br /><br />Slide <br /><br />Slide merupakan salah satu jenis bahan audio-visual yang banyak dipergunakan di perpustakaan terutama untuk mendukung pengajaran dan penelitian. <br /><br />Slide juga memerlukan pemeliharaan secara hati-hati. Tempat penyimpanan harus bebas dari cahaya langsung dari luar, debu serta kelembaban. Slide yang berserakan akan mudah rusak karena kena debu serta goresan. <br /><br />Slide tidak dapat dibaca dengan mata telanjang. Untuk membaca slide, harus menggunakan alat yang disebut proyektor. Karena itu proyektor harus selalu dirawat agar slidenya dapat dimanfaatkan setiap saat. <br /><br />Foto Kopi dan Tinta <br /><br />Dewasa ini banyak perpustakaan menggunakan foto kopi terutama untuk melestarikan koleksinya yang sudah rusak dan langka, sehingga bisa dipinjamkan pada pemakai. Tetapi foto copi sebagai sarana pelestarian dokumen masih kontroversi. <br /><br />Tinta ternyata merupakan komponen pembuat buku yang sangat penting dan beraneka ragam. Sejak 2.500 tahun Sebelum Masehi tinta sudah dikenal oleh bangsa Mesir dan bangsa Cina. Sampai ditemukannya mesin cetak pada pertengahan abad ke-15, tinta tulis memiliki peranan yang paling penting dalam produksi buku. Setelah mesin cetak diketemukan, bentuk tintanyapun menyesuaikan dengan keperluan percetakan. Tentu saja banyak variasi soal kualitas, warna dan harganya. Tiga macam jenis tinta ialah: 1) tinta tulis, 2) tinta ball point dan 3) tinta cetak. <br /><br />Tinta juga dapat meningkatkan keasaman pada kertas, sehingga dengan jenis tinta tertentu misalnya iron gall dapat merusak kertas dengan cepat. <br /><br /><br />PELESTARIAN NILAI INFORMASI <br /><br /><br />Bentuk Mikro <br /><br />Dalam mengatasi kekurangan tempat atau ruangan di perpustakaan dan juga melestarikan informasi dari buku-buku yang sudah lapuk, maka diperlukan alih bentuk dokumen. Alih bentuk yang terkenal ialah bentuk mikro atau lazim disebut mikrofilm. Kelebihan bentuk mikro adalah: hemat ruang, aman dari pencurian, mudah direproduksi dan murah, mudah diakses, akurat dan ekonomis. <br /><br />Kekurangan bentuk mikro, misalnya harus memakai alat baca yang harganya cukup mahal, dan selalu berubah mutu serta semakin mahalnya alat baca menjadi kendala bagi perpustakaan. Membaca dengan alat baca yang kaku mengurangi kenyamanan pembacanya. Untuk mengatasi hal tersebut diberikan alternatif membuat hard copy yang dapat dibaca dan dibawa sekehendak pembacanya. <br /><br /><br />CD-ROM (Compact Disk-Read Only Memory) <br /><br />Teknologi video disk, yang semula dicobakan untuk pelestarian di The Library of Congress tahun 1982, ternyata telah berkembang lebih maju untuk penyimpanan, pengolahan, dan penemuan informasi yang handal dewasa ini. <br /><br />Sebagai pustakawan di zaman modern ini kiranya tidak salah kalau Anda mempunyai gambaran mengenai teknologi informasi yang memberikan banyak harapan bagi produksi, pengolahan, pemakaian dan pelestarian informasi. Kemudahan untuk menemukan kembali informasi yang telah disimpan dalam disk, misalnya dalam bentuk CD-ROM inilah yang memberikan prospek cerah bagi perkembangan layanan perpustakaan. <br /><br />Sesuai dengan namanya, data atau informasi digital yang sudah direkam di dalam CD-ROM tidak dapat dihapus atau ditambah pemakai, tetapi hanya dapat dibaca saja oleh pemakai. <br /><br />Beberapa keunggulan dari CD-ROM: <br /><br />merupakan sarana penyimpanan informasi berkapasitas tinggi <br /><br />memudahkan penelusuran literatur <br /><br />tahan terhadap gangguan elektromagnetis <br /><br />bagi perpustakaan CD-ROM memudahkan pembuatan katalog <br /><br />mempercepat penerbitan<br /><br /><br />--------------------------------------------------------------------------------<br /><br /><br />PELESTARIAN BAHAN PUSTAKA DI BERBAGAI NEGARA <br /><br /><br />Keadaan Pelestarian Bahan Pustaka di Inggris <br /><br />Tokoh kawakan Languell yang menerbitkan bukunya tahun 1957 memberikan gagasan tentang perlunya pelestarian bahan perpustakaan pada masa itu. Melalui diskusi dan pertemuan tahunan dari asosiasi perpustakaan di Inggris, mereka semakin yakin bahwa bagian pelestarian makin diperlukan. Dengan bukunya yang baru terbit tahun 1991 John Feather melukiskan bahwa kegiatan pelestarian bahan pustaka tidak dapat dipisahkan dengan kegiatan manajemen koleksi perpustakaan. Buku ini semakin memberikan kepercayaan bagi pustakawan di Inggris, bahwa bagian pelestarian sangat diperlukan. Berbagai masalah yang mereka hadapi, misalnya tentang mahalnya buku dan terbatasnya anggaran perpustakaan mengharuskan pustakawan untuk berpaling kepada pelestarian. <br /><br />Faktor pendukung yang ada di Inggris, misalnya lengkapnya jenis bahan kimia untuk menghilangkan berbagai musuh bahan pustaka, tersedianya pengusaha komersial dalam bidang penjilidan atau dalam bidang pelestarian, memberikan kesempatan kepada para pustakawan untuk memilih cara terbaik dalam pelestarian bahan pustaka yang sesuai dengan kondisi di tempat mereka. Banyaknya perpustakaan rujukan yang telah berhasil melakukan program pelestarian seperti The British Library atau Universitas Cambridge, merupakan tempat yang baik bagi para pustakawan di Inggris untuk belajar langsung ke lapangan. <br /><br /><br />Keadaan Pelestarian di USA <br /><br />Banyaknya faktor pendukung menyebabkan sistem pelestarian di Amerika Serikat sangat maju. Faktor pendukung tersebut di antaranya, para pakar yang dengan rajin memberikan konsultasi dan menuliskan pengalaman mereka pada majalah profesional maupun dalam bentuk buku yang jelas dan mudah diikuti. Persaingan sehat antara para pakar menimbulkan gairah kerja bagi mereka para pustakawan bagian pelestarian. Faktor pendukung yang lain ialah adanya penyangga dana dari yayasan atau pemerintah federal untuk proyek atau program pelestarian yang baik. <br /><br />Faktor selanjutnya ialah adanya laboratorium yang dimiliki oleh perpustakaan besar, dan percobaan-percobaan yang mereka lakukan demi kemajuan bidang pelestarian. Adanya kepeloporan yang tangguh dalam menciptakan tenaga pelestarian terdidik, dari waktu ke waktu dan dari tingkat yang paling rendah sampai tingkat yang paling tinggi. <br /><br />Faktor pendukung lainnya ialah kesediaan bekerja sama antara perpustakaan yang satu dengan yang lain baik dari suatu daerah lokal, regional, sampai tingkat nasional. Sistem komunikasi yang mudah dan murah mendukung terselenggaranya kerja sama dalam pelestarian tersebut. <br /><br /><br />Keadaan Pelestarian di Puerto Rico (Amerika Latin) <br /><br />Iklim daerah tropis sangat tidak mendukung pelestarian bahan pustaka. Haydee Munoz Sola memberikan gambaran program pelestarian yang ada di kampus Medical Services University of Puerto Rico di Rico Piedras. Sebelum masuk kepada permasalahannya ia menceritakan sedikit tentang sejarah perpustakaan dan sejarah pelestarian. Iklim tropis dengan berbagai ciri-cirinya yang dapat merusakkan koleksi perpustakaan dan banyaknya kendala yang harus dihadapi oleh perpustakaan di daerah tropis termasuk kurangnya anggaran untuk menyelenggarakan program pelestarian. Kemudian ia menceritakan letak geografis Puerto Rico yang banyak bencana alam seperti badai, banjir, angin puyuh dan sebagainya. <br /><br />Perpustakaan kesehatan Puerto Rico memiliki koleksi khusus yang disebut The Ashford Collection, yang memiliki 3000 dokumen yang berupa buku dan korespondensi. Dokumen ini sangat penting untuk penelitian penyakit di daerah tropis. Karena itu perlu diawetkan. <br /><br /><br />ORGANISASI, LEMBAGA RISET, DAN LEMBAGA PENDIDIKAN BIDANG PELESTARIAN <br /><br />Organisasi Lokal, Nasional, dan Internasional <br /><br />Organisasi Bidang Pengawetan sangat berjasa dalam mengembangkan bidang ini. Mereka menyelenggarakan seminar, workshop dan pertemuan atau diskusi lainnya. Banyak buku petunjuk dibuat untuk disebarluaskan oleh organisasi ini. Begitu pula latihan keterampilan banyak diberikan oleh para organisasi tersebut. <br /><br />Ada tiga macam organisasi bidang pelestarian yaitu: (1) organisasi lokal, (2) organisasi nasional, (3) organisasi internasional. <br /><br />Yang dimaksud dengan organisasi lokal ialah organisasi yang sifatnya hanya berlaku lokal, menurut daerah-daerah tertentu. Di Indonesia tidak ada organisasi semacam ini. <br /><br />Organisasi pelestarian yang bersifat nasional di Indonesia juga belum ada. <br /><br /><br />Lembaga Riset, dan Pendidikan Teknisi/Profesional <br /><br />Lembaga riset penting untuk mendukung kehidupan dan perkembangan suatu profesi. Karena itu, kita sering menemukan R & D yang artinya Research & Development, sepasang kata yang bergandengan sebagai suatu sebab akibat dari suatu kegiatan. Penelitian diadakan untuk mencapai suatu perkembangan. Begitu pula dalam profesi pelestarian dan pengawetan dokumen, perlu diadakan berbagai penelitian untuk memperoleh perkembangan dalam bidang tersebut. Saat ini di Indonesia belum memiliki lembaga riset bidang pelestarian. <br /><br />Jurusan ilmu perpustakaan Fakultas Sastra UI memberikan pendidikan pelestarian sebagai satu mata kuliah saja berjudul: Pelestarian dan Pemeliharaan Bahan Perpustakaan untuk program S1, S2 dan S0 perpustakaan dan D III Kearsipan. <br /><br />Ada tiga jenis tenaga dalam bidang pelestarian yaitu: <br /><br />Pustakawan untuk pelestarian, yang mengepalai Bagian Pelestarian di perpustakaan. <br /><br />Konservator, yaitu orang yang langsung bertanggung jawab untuk memperbaiki dokumen. <br /><br />Teknisi Bidang Konservasi.<br /><br /><br />Rencana Pembentukan Bagian Pelestarian untuk Perpustakaan <br /><br />Dalam menentukan kebijakan program pelestarian, kita harus selalu melihat kepada keadaan fisik bahan perpustakaan. Ini dipergunakan sebagai titik tolak perbaikan, menentukan lama, dan skala prioritas pelestarian. Bagian pelestarian tidak kalah penting dengan bagian-bagian lain di perpustakaan. Bagian ini memang sangat penting untuk dimiliki karena dapat meningkatkan mutu pelayanan perpustakaan. Dengan adanya <br /><br />bagian ini diharapkan sewaktu-waktu buku diperlukan sudah tersedia di rak. Kalau ada kerusakan cepat dapat diperbaiki. <br /><br />Selanjutnya faktor-faktor lain yang harus diperhatikan ialah keadaan koleksi perpustakaan, apakah koleksi tersebut sudah memenuhi kebutuhan pembaca, apakah koleksi tersebut banyak rusak atau koleksi tersebut tidak perlu dilestarikan. Faktor kedua adalah penggunaan koleksi secara padat atau tak pernah digunakan sama sekali. Faktor selanjutnya ialah tuntutan pemakai yang selalu menghendaki koleksi yang rapih. Faktor bangunan dan ruangan tempat menyimpan buku juga diperhatikan. Dalam melestarikan koleksi ada tiga hal yang diperhatikan yaitu: 1) Bahan apa saja yang perlu dilestarikan?, 2) Untuk berapa lama bahan dilestarikan?, 3) Alat-alat apa yang dipergunakan untuk melestarikan? Dalam melestarikan bahan pustaka kita harus melihat: 1) subjek, 2) format, 3) usia bahan, 4) penggunaan bahan. <br /><br />Mengenai lama bahan dilestarikan itu tergantung dari keperluan perpustakaan. Pembentukan suatu program pelestarian di suatu perpustakaan dapat dimulai setelah semua fihak dari bagian-bagian lain perpustakaan menyetujuinya. <br /><br />Sesudah semuanya jelas, maka dapat disusun pedoman tentang kebijakan pelestarian yang dapat dipakai oleh pihak pimpinan untuk membentuk program pelestarian di perpustakaan tersebut untuk kepentingan pelestarian. <br /><br />Program pelestarian bahan perpustakaan di suatu perpustakaan tidak akan sama dengan program pelestarian yang dimiliki perpustakaan lain. Karena itu suatu model yang paling canggih pun tidak akan dapat memenuhi keperluan bagi semua perpustakaan <br /><br /><br />Sumber : http://massofa.wordpress.com/2008/02/03/pelestarian-macam-sifat-bahan-pustaka-dan-latar-belakang-sejarahnya/PERPUSTAKAAN DIGITAL TARTO JOGJAKARTAhttp://www.blogger.com/profile/11340625320119067674noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3754416655797455679.post-48226676659134562952008-02-06T11:51:00.000-08:002008-02-06T11:53:12.032-08:00Bahan Rujukan bagi PerpustakaanDitulis pada Januari 18, 2008 oleh pakdesofa <br />Bahan Rujukan bagi Perpustakaan<br /><br /><br />Pengawasan Bibliografi <br /><br />Keadaan ‘banjir informasi’ mengakibatkan melimpahnya informasi dalam bentuk tercetak maupun tidak tercetak dalam berbagai bidang ilmu pun perpustakaan yang mampu memiliki semua informasi itu, tidak ada satu orang pun yang mampu membaca ada, bahkan bidang sesempit apa pun. Untuk membantu orang dapat mencari dan memilih informasi yang paling sesuai yang dibutuhkan kiranya diperlukan pencatatan yang sistematis namun menyeluruh. Pencatatan ini yang dikenal dengan pengawasan bibliografi, yang tidak dapat dilakukan oleh satu orang, atau satu lembaga atau bahkan satu negara pun. Karena itu tiap negara perlu melakukan pencatatan baik tingkat nasional berupa Pengawasan Bibliografi Nasional. Jika tiap negara melakukan dengan baik, kemudian usaha ini dikoordinasikan secara bersama pada tingkat internasional maka lahirlah apa yang di sebut UBC (Universal Bibliographic Control). Adanya UBC akan bermanfaat banyak bagi umat manusia, khususnya yang perlu mencari dan memilih informasi yang cukup dan yang diperlukan. <br /><br /><br />Pengawasan Bibliografi Indonesia <br /><br />Pengawasan bibliografi di Indonesia memang belum berjalan dengan baik. Hal ini karena perangkat atau persyaratan yang diperlukan belum lama dimiliki oleh bangsa Indonesia. Pada zaman kolonial Belanda memang sudah ada usaha-usaha ke arah kegiatan pengawasan bibliografi, namun belum berjalan dengan lancar karena kondisi yang kurang mendukung. Faktor lain, adalah karena kesadaran para penerbit dan penulis belum merata hingga ini kurang mendukung kelancaran kegiatan ini. <br /><br />Tahun 1990 merupakan tahun penting dalam kaitan program pengawasan bibliografi di Indonesia, karena pada tahun itulah keluar undang-undang yang paling mutakhir mengenai serah simpan hasil karya penerbitan. Beberapa tahun sebelumnya diresmikan Perpustakaan Nasional RI. Lembaga ini merupakan persyaratan lain demi lancarnya kegiatan pengawasan bibliografi, yaitu sebagai pusat deposit atau penyimpanan dokumen yang berhasil dikumpulkan berdasarkan undang-undang tersebut. <br /><br />1. Bibliografi Indonesia <br /><br />Menurut istilahnya ada perbedaan antara Bibliografi Nasional Indonesia dan Bibliografi Indonesiana. Pengertian Bibliografi Indonesiana mencakup bahan rujukan diterbitkan mengenai Indonesia, baik yang diterbitkan di Indonesia maupun di luar negeri. <br /><br />Sudah banyak publikasi diterbitkan yqang dapat digolongkan ke dalam bibliografi Indonesiana. Mulai dari zaman kolonial Belanda hingga kita merdeka sampai sekarang ini. Makin lama makin banyak publikasi yang diterbitkan. Pada awalnya kebanyakan terbitan kita belum sempurna dalam cara penyusunan entri dan sarana temu-baliknya. Dalam hal ini yang dimaksud adalah cara pengindeksannya. Tetapi setelah banyak bibliografi Indonesiana diterbitkan di luar negeri, khususnya di Negeri Belanda, dengan teknik penyajian yang cukup baik, maka dewasa ini terbitan kita pun semakin baik, termasuk bibliografi yang diterbitkan oleh Perpustakaan Nasional. <br /><br /><br />2. Bibliografi Nasional Indonesia <br /><br />Bibliografi Nasional Indonesia adalah daftar yang memuat judul-judul publikasi yang diterbitkan di Indonesia yang mengenai Indonesia. Sejak Indonesia merdeka semakin banyak diterbitkan bibliografi, bukan saja oleh Perpustakaan Nasional RI yang memang antara lain tugasnya menangani secara langsung pengawasan bibliografi nasional, tetapi juga oleh perpustakaan lain atau lembaga yang bergerak dalam bidang tertentu. Lembaga ini biasanya menerbitkan bibliografi subjek khusus sesuai dengan bidang gerak lembaga itu. Bahkan perorangan pun sudah banyak yang berani menyusun bibliografi, baik untuk tujuan komersial maupun untuk tujuan lain. Untuk mengumpulkan angka ke kredit bagi pustakawan fungsional misalnya. <br /><br />Bibliografi pun tampil semakin beragam, baik dari segi fisik penampilan, kelengkapan informasi dan istilah atau nama yang digunakan. Perubahan ini tentunya sesuai dengan perkembangan atau kemajuan kebutuhan manusia akan informasi. <br /><br /><br />3. Indeks <br /><br />Indeks diperlukan untuk mengetahui terbitan apa saja yang sudah ada. Perlunya indeks semakin terasa karena dewasa ini ada fenomena yang disebut sebagai ledakan informasi. Maksudnya adalah begitu banyak informasi literatur dihasilkan, sehingga tidak seorang pun yang dapat membaca semua terbitan, bahkan dalam bidang yang sempit sekalipun. Untuk itu diperlukan sarana pemilihan literatur. Agar orang dapat mengetahui terbitan dalam bidang tertentu, untuk kemudian menentukan literatur apa yang perlu dibaca dari sekian banyak literatur dan dimana didapatkan bahan rujukan indeks memberi petunjuk untuk itu. Ada dua jenis indeks. Ada yang terbit sebagai satu kesatuan berupa monograf. Ada pula yang berupa majalah indeks. <br /><br /><br />4. Abstrak <br /><br />Dalam banyak hal abstrak sama dengan indeks. Jadi keduanya dapat berbentuk monograf ataupun majalah. Maka pada keduanya dikenal majalah abstrak dan indeks, atau yang berbentuk monograf. Di Indonesia terdapat beberapa masalah yang menghambat perkembangan penerbitan abstrak, khususnya majalah abstrak. Masalah ini adalah kelangkaan orang yang sekaligus menguasai teknik mengabstrak dan memahami subjek yang mau dibuat abstraknya. Masalah lain tentu dana untuk penerbitan. Selain itu memang kurang tersedia literatur dalam bahasa Indonesia yang mau dibuat abstraknya secara berkesinambungan <br /><br /><br />5. Kamus Umum Indonesia <br /><br />Sejarah perkembangan kamus di Indonesia dimulai dengan masuknya Belanda ke Indonesia. Kebanyakan penyusun kamus adalah orang-orang Belanda. Pada mulanya tujuannya adalah agar mereka mudah berkomunikasi dengan penduduk pribumi. Hampir semua bahasa daerah di Nusantara dibuat kamus dua bahasanya dengan bahasa Belanda. Baru pada awal abad ke-20 putra Indonesia asli berhasil menyusun kamus Indonesia. Selanjutnya, perkembangan kamus berbahasa Nusantara mulai semarak. Terutama oleh penyusun-penyusun kamus yang terkenal seperti Poerwadarminta, Sutan Mohammad Zain, R. Satjadibrata, E. St. Harahap, Hasan Shadily, J.S. Badudu, dan sebagainya. <br /><br /><br />6. Jenis dan Contoh Kamus Indonesia <br /><br />Sejarah perkembangan kanus umum dan kamus bahasa di Indonesia tidak berbeda dengan perkembangan kamus pada umumnya. Perbedaan pembahasan disini dilakukan hanya untuk memberi ruang yang cukup bagi uraian sejarah bagi kamus. Kamus umum dan kamus bahasa sesungguhnya sama saja. Perbedaannya di sini hanya diberikan pada penekanan perhatiannya saja. Kalau kamus umum berarti penekanan pada informasi dalam entri kamus itu. Sedangkan pada kamus bahasa yang kita perhatikan adalah bahasa dari kamus itu. Dalam hal ini akan bahas dalam bahasa apa kamus disajikan. Dengan kata lain, jenis kamusnya adalah jenis kamus alih bahasa. Karena menguraikan makna kata dari satu bahasa ke satu atau beberapa bahasa yang lain. <br /><br /><br />7. Ensiklopedi Indonesia<br /><br />Ensiklopedi umum dan ensiklopedi khusus/subjek belum mempunyai sejarah yang lama di Indonesia. Meskipun bahan rujukan bentuk kamus, yang merupakan bahan rujukan yang tidak dapat dipisahkan dengan ensiklopedi, sudah lama terbit di Indonesia. Pada peralihan abad ke-19 ke abad ke-20, baru terbit suatu buku yang dapat dikategorikan sebagai ensiklopedi. Ensiklopedi nasional perlu diterbitkan oleh setiap negara. Hal ini karena perlunya masyarakat suatu bangsa membaca dan memperoleh informasi yang penting dan mendasar tentang berbagai hal, sesuai dengan ideologi dan sudut pandang negara itu. Seiring dengan perkembangan dan kemajuan, serta karena makin meningkatnya kebutuhan orang akan informasi, maka banyak terbit ensiklopedi dalam bentukan yang semakin menarik. <br /><br /><br />8, Grey Literatur dan Terbitan Pemerintah<br /><br />Ada dua jenis rujukan yang sering orang lupakan dalam menjawab pertanyaan rujukan, yaitu jenis grey literature dan terbitan pemerintah. Mengapa hal ini sering terjadi ? Karena memang kedua jenis terbitan ini tidak mudah didapatkan secara bebas. Perpustakaan harus punya hubungan tertentu dengan produsen bahan pustaka tersebut untuk dapat memiliki jenis bahan ini. Memang ada jenis terbitan pemerintah yang dapat dijual di pasaran yaitu yang sudah diterbitkan ulang oleh pihak swasta. Tetapi jumlahnya tidak banyak. Hanya judul-judul tertentu saja. Sedangkan untuk jenis grey literature lebih sulit lagi, karena sering hanya terbit dalam jumlah yang sangat terbatas. Bahkan ada yang hanya dicetak beberapa eksemplar. Padahal isinya sering sangat penting. Bahkan adakalanya informasi yang dimuat tidak bisa didapatkan dalam terbitan lainnya.<br /><br />Banyak lembaga di Indonesia yang menerbitkan dokumen. Sebenarnya ada Departemen Penerangan Republik Indonesia yang mempunyai tugas memberi informasi tentang kegiatan pemerintah. Salah satunya dalam bentuk penerbitan. Terbitan departemen ini jelas merupakan terbitan pemerintah. Bagian HUMAS dari setiap departemen pun banyak menerbitkan dokumen mengenai departemen mereka. Selain itu ada lembaga atau instansi khusus yang bergerak dalam bidang tertentu yang juga menerbitkan dokumen. Semua terbitan mereka tergolong terbitan pemerintah. Sayang sekali pencatatan mengenai jenis ini sangat minim, sehingga dapat dikatakan bahwa pengawasan bibliografi terbitan ini di Indonesia tidak sebaik jenis terbitan lain.<br /><br />Pembuatan bibliografi untuk jenis terbitan pemerintah selain dilakukan oleh Perpustakaan Nasional juga dilakukan oleh Departemen Penerangan dan Kantor Sekretariat Negara. Daftar yang mereka keluarkan merupakan sarana pengawasan bibliografi untuk jenis terbitan ini.<br /><br /><br />9. Bahan Rujukan Indonesia Lain<br /><br />Naskah dokumen kuno mengenai Indonesia sebenarnya cukup banyak. Di antaranya tersimpan dengan baik dan rapih di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Jakarta. Kebanyakan naskah itu diterbitkan di Negeri Belanda. Bahkan ditulis oleh orang Belanda. Namun sudah adapula beberapa yang disusun oleh orang pribumi, jadi oleh putera Indonesia. Bentuk naskah itu memang sangat beragam. Terbitan ini merupakan bukti sejarah bahwa sejak dahulu sudah ada usaha menyimpan dan menyebarkan informasi mengenai Indonesia. Usaha ini makin berkembang sejak Indonesia merdeka, sehingga semakin banyak dan beragam bentuk terbitan, termasuk terbitan yang dapat dikelompokkan sebagai bahan rujukan berupa buku petunjuk dan buku pedoman.<br /><br />Di Indonesia banyak terdapAt organisasi, lembaga maupun institusi, baik milik pemerintah ataupun milik swasta atau masyarakat, yang pada setiap akhir tahun atau awal tahun berikut, menerbitkan suatu buku yang disebut laporan tahunan. Biasanya laporan seperti itu memuat berbagai aktivitas kegiatan lembaga serta hasil-hasilnya. Selain itu dalam buku tahuan di muat pula latar belakang organisasi, di mana letak kantor pusat dan kantor cabangnya, siapa pejabat-pejabatnya, bergerak dalam bidang apa lembaga itu; melakukan kerja sama dengan siapa, dan lain-lain informasi yang kiranya berkaitan dengan lembaga itu, termasuk angka-angka statistik. Maksud penerbitan buku seperti itu selain sebagai sarana publikasi dan promosi untuk menunjukkan apa yang telah dicapai lembaga itu. Buku seperti ini sangat bermanfaat bagi pengguna yang mencari informasi mengenai suatu lembaga atau suatu masalah. Selain itu dikenal bahan rujukan berupa direktori. Kandungan buku jenis ini hampir sama dengan laporan tahunan lembaga, namun penekannya pada informasi penunjukan alamat. <br /><br /><br />Sumber Buku Bahan Rujukan Indonesia Karya Mastini Hardjoprakoso<br /><br />http://massofa.wordpress.com/2008/01/18/bahan-rujukan-bagi-perpustakaan/PERPUSTAKAAN DIGITAL TARTO JOGJAKARTAhttp://www.blogger.com/profile/11340625320119067674noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3754416655797455679.post-91414314319791213662008-02-06T11:48:00.000-08:002008-02-06T11:50:30.055-08:00Pelayanan Bahan Pustaka bagian pertamaDitulis pada Februari 3, 2008 oleh pakdesofa <br />Pelayanan Bahan Pustaka <br /><br />Bag 1<br /><br />Sistem Peminjaman Kuno <br /><br />Sistem peminjaman yang paling awal ialah menggunakan buku catatan. Pencatatan buku-buku yang dipinjam dan nama peminjam ditulis dari hari ke hari dalam sebuah buku catatan. Sistem ini dikembangkan menjadi sistem ledger. Pencatatan buku yang dipinjam ada pada halaman di mana nama seorang peminjam berada. Ini juga masih menggunakan buku. Perkembangan selanjutnya ialah sistem dummy. Buku-buku yang dipinjam digantikan oleh dummy yang memberikan catatan nomor peminjam dan bilamana buku harus dikembalikan. Sistem ini dianggap kurang praktis, dan digantikan sistem slip. Sistem ini kemudian berkembang menjadi sistem kartu dan muncullah Sistem Peminjaman Browne. Walaupun penciptanya orang Amerika, tetapi disukai di Inggris. <br /><br />Sistem Peminjaman Browne ditemukan oleh Nina E. Browne, pustakawan Library Bureau di Boston, Massachussette, awal abad ke-20. Sistem peminjaman ini digunakan oleh banyak perpustakaan di Inggris. Dalam sistem pelayanan hastawi (manual) sistem ini memiliki kecepatan yang tinggi dibandingkan sistem hastawi yang lain. <br /><br />Sistem Peminjaman Browne terdesak oleh datangnya sistem peminjaman berkomputer, seperti VTLS (Virginia Tech Library System), daru USA, SISPUKOM (Sistem Perpustakaan Berkomputer) dari Malaysia. <br /><br />Sistem Peminjaman (Nework Changing System) <br /><br />Sistem Peminjaman Newark mulai dipakai pada tahun 1900 oleh Perpustakaan Umum Newark New Jersey, semasa dipimpin oleh John Cotton Dana. Sistem Peminjaman Newark memiliki beberapa keuntungan dan kekurangan. <br /><br />Keuntungan sistem ini adalah: <br /><br />masing-masing peminjam bisa mengetahi buku macam apa yang sering dipinjamnya, <br /><br />setiap saat bisa diketahui buku ada di mana, siapa yang meminjam, dan bilamana harus dikembalikan, <br /><br />jika ada perbedaan waktu peminjaman, bisa dicatat dengan mudah, <br /><br />buku-buku yang dipesan bisa diketahui di mana adanya, <br /><br />petugas nonprofesional bisa mengerjakan pekerjaan ini dengan baik, <br /><br />dalam sebuah perpustakaan besar dengan banyak cabangnya, kartu peminjaman bisa, dipergunakan di cabang mana saja, dan <br /><br />penyiangan bisa dikerjakan dengan baik.<br /><br />Sedang kekurangan Sistem Peminjaman Newark adalah: <br /><br />pekerjaan rutin lambat, memakan banyak waktu dan membosankan, <br /><br />sangat mudah terjadi kesalahan dalam mencatat nomor panggil buku ke dalam kartu anggota, <br /><br />pada jam-jam sibuk, meja peminjaman bisa berantakan, karena begitu banyak transaksi yang harus diselesaikan, <br /><br />memerlukan dua jajaran pendaftaran. Satu, jajaran nama anggota perpustakaan yang disusun menurut abjad, lengkap dengan alamat mereka masing-masing. Kedua, jajaran nomor pendaftaran, <br /><br />tiap buku memerlukan tiga kartu yang menuntut waktu dalam mengerjakannya, yaitu kartu buku, kantong kartu buku, dan batas waktu peminjaman, dan <br /><br />lembaran batas waktu tanggal kembali ditempelkan di bagian belakang buku yang membuat buku menjadi kelihatan kotor.<br /><br /><br />Sistem Peminjaman Sendiri Detroit(Detroit Self-Charging System) <br /><br />Sistem Peminjaman Sendiri Detroit ditemukan tahun 1929 oleh Ralph A. Ulveling, Pustakawan Perpustakaan Umum Detroit, Amerika Serikat. Sistem peminjaman ini menjadi sangat terkenal pada zamannya, sebagai sebuah sistem peminjaman yang bagus, efektif, dan disukai oleh peminjam perpustakaan sendiri. <br /><br />Cara peminjaman ini berdasarkan kepada kerja sama yang baik antara pembaca dan petugas perpustakaan. Sistem ini hampir sama dengan sistem Peminjaman Browne. <br /><br />Berbagai jenis alat diperlukan untuk penyelenggaraan Sistem Peminjaman Sendiri Detroit. Alat-alat itu adalah jajaran pendaftaran anggota, kartu jati diri peminjam, kartu buku, kartu tanggal kembali, kantong kartu buku, stempel dan bantalannya, kotak tempat menjajarkan kartu buku, slip denda, kertas statistik sirkulasi, kartu pos pemberitahuan, dan pensil. <br /><br />Sistem Peminjaman Sendiri Detroit mengenal beberapa proses, yaitu peminjaman, pengembalian buku, perpanjangan waktu peminjaman, lewat waktu peminjaman, pemesan peminjaman buku, dan statistik sirkulasi. Sistem inipun mempunyai keuntungan dan kekurangannya. <br /><br />Melalui berbagai kemajuan teknologi diperoleh berbagai sistem peminjaman yang bisa disebut sebagai sistem yang modern. Misalnya sistem peminjaman dengan kartu berlubang, sistem peminjaman dengan fotografi, sistem peminjaman dengan alat elektronik, dan sistem peminjaman dengan komputer. <br /><br />Sistem Peminjaman Islington merupakan variasi dan penyempurnaan Sistem Peminjaman Browne. Sistem Browne hanya terbatas pada tiket yang diberikan, sementara pada sistem Islington dapat dibuatkan duplikasi tiket, sehingga bisa meminjam buku sebanyak-banyaknya. <br /><br />Sistem peminjaman dengan komputer sebenarnya sudah agak lama dipergunakan di perpustakaan. Makin hari sistem peminjaman jenis ini semakin bertambah bagus dan hebat. <br /><br />Sistem peminjaman modern yang cukup dikenal adalah Sistem Peminjaman Plessey Pen. Sistem ini mengenal sejumlah proses, seperti mendaftar peminjaman, cara pengembalian, perpanjangan peminjaman, lewat batas waktu pinjam, dan pesan peminjaman. <br /><br /><br />LAYANAN RUJUKAN <br />Sumber dan Berbagai Jenis Buku Rujukan <br /><br />Tujuan bagian Rujukan atau Referensi ialah untuk mendapatkan, memelihara, dan menyediakan pengetahuan rekaman oleh manusia dan mempergunakan di perpustakaan. <br /><br />Pelayanan Rujukan merupakan bagian yang cukup penting dalam suatu sistem perpustakaan. Bagus tidaknya suatu perpustakaan dapat diukur dari koleksi dan pelayanan rujukan pada perpustakaan tersebut. <br /><br />Makin lengkap buku rujukan yang dimiliki oleh perpustakaan, makin mampulah pustakawan menjawab pertanyaan yang diajukan oleh pengunjung. <br /><br />Ciri-ciri buku rujukan (”R”) adalah: <br /><br />Buku “R” umumnya mahal <br /><br />Tak perlu dibaca seluruhnya <br /><br />Tak boleh keluar dari perpustakaan <br /><br />Untuk layanan “R” diperlukan ruang baca dan mesin foto kopi.<br /><br />Penulis terkenal buku rujukan adalah Bill Katz. Menurut William Katz buku rujukan dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu <br /><br />Direction Type. <br /><br />Source Type. <br /><br />Government Documents & AV Material.<br /><br />Jenis-jenis Buku Rujukan <br /><br />Yang termasuk jenis-jenis Buku Rujukan adalah sebagai berikut: <br /><br />Bibliografi <br /><br />Kamus <br /><br />Ensklopedi <br /><br />Buku Tahunan <br /><br />Buku Petunjuk <br /><br />Sumber Biografi <br /><br />Indeks <br /><br />Terbitan Berseri <br /><br />Buku pegangan <br /><br />Direktori <br /><br />Sumber Geografi <br /><br />Terbitan Pemerintah <br /><br />Sumber-sumber AV<br /><br />Cara Menjawab Berbagai Pertanyaan Rujukan<br /><br />Menjawab pertanyaan yang diajukan oleh penanya tidaklah mudah. Pustakawan rujukan harus memiliki banyak pengalaman, banyak membaca dan mengetahui isi setiap buku rujukan yang dimiliki <br /><br />Selanjutnya kita dapat mempertimbangkan buku rujukan yang mana yang akan kita pakai dalam menjawab pertanyaan yang diajukan. <br /><br />DIarsipkan di bawah: Pembinaan Perpustakaan <br /><br />Sumber :<br />http://massofa.wordpress.com/2008/02/03/pelayanan-bahan-pustaka-bag-1/PERPUSTAKAAN DIGITAL TARTO JOGJAKARTAhttp://www.blogger.com/profile/11340625320119067674noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3754416655797455679.post-72159753887877219802008-02-06T11:46:00.000-08:002008-02-06T11:47:55.862-08:00Pelayanan PerpustakaanDitulis pada Januari 20, 2008 oleh pakdesofa <br />Pelayanan Perpustakaan<br /><br />Bag 2<br /><br /><br />Layanan Literatur <br /><br />Menurut Cabeceiras, tahun 2002 perpustakaan akan berfungsi sebagai mediator antara ilmuwan atau pembaca dengan pangkalan data. Karena itu pustakawan diharapkan paham cara menelusuri informasi dari pangkalan data. Dia harus mampu mengoperasikan komputer Boolean Logic and, or and not dalam memilih informasi yang tepat dan akurat. Lebih dari itu pengetahuan tentang tajuk subjek dan tesaurus harus mahir <br /><br />Menurut Lancaster, pustakawan harus mengajari ilmuwan bagaimana mencari informasi dari sebuah pangkalan data. Ilmuwan bisa memilih informasi yang diperlukan sesuai minatnya. Pustakawan juga harus bisa memberi informasi yang berasal dari siaran. radio, televisi, faksimili, dan dari berbagai sumber informasi lainnya. Pustakawan harus berprestasi yang pasti agar memperoleh pengakuan dari masyarakat dan menjadi lahan yang basah. Perpustakaan sebagai tempat menyimpan dokumen. Informasi data bibliografi saja tidak cukup. Naskahnya harus tersedia agar peneliti bisa berbuat banyak. Tempat naskah-naskah tersebut adalah di perpustakaan. Agar perpustakaan memiliki kemampuan yang besar dalam menghadapi pangkalan data yang menyediakan data bibliografi tersebut maka diperlukan kerja sama antarperpustakaan. Naskah tidak perlu dari perpustakaan sendiri, tetapi dari perpustakaan orang lain. Kerja sama ini harus didukung oleh adanya alat komunikasi yang baik seperti telepon, pos, dan faksimili. <br /><br />Komputer memiliki kemampuan yang digeluti oleh pustakawan yaitu mencari, menyimpan, dan menemukan kembali informasi. Karena itu pustakawan juga harus memanfaatkan komputer sebaik-baiknya. Pustakawan harus memahami teknologi CD-ROM (Compact Disk Read Only Memory) karena bahan terbitan banyak dalam bentuk ini. <br /><br />Sistem pengolahan bahan pustaka melalui sistem yang dipraktikkan oleh OCLC akan lebih cepat. Begitu pula, pelayanan perpustakaan akan lebih berhasil jika dilaksanakan berkomputer. <br /><br />Teknologi CD-ROM paling cocok untuk Indonesia karena alasan geografis. Teknologi ini tidak begitu sulit. Kita harus pula bisa memantau berbagai pangkalan data dan ilmu yang ditawarkannya agar para peneliti tetap bisa mengikuti perkembangan. <br /><br /><br />Jenis Literatur <br /><br />Jenis Literatur: <br /><br />Literatur Primer: bahan orisinal oleh pengelola perorangan atau kelompok berdasarkan penelitian atau pemikiran kreatif. <br /><br />Majalah, surat kabar, laporan disertasi, paten, manuskrip <br /><br />Sejarah lokal<br /><br />Literatur Sekunder: modifikasi dari literatur primer dengan susunan baru untuk maksud tertentu: <br /><br />Koleksi nonfiksi. <br /><br />kebanyakan bahan “R” ensiklopedi, yearbook (buku tahunan), almanak, indeks, dan sebagainya<br /><br />Literatur Tertier: Literatur yang sudah diubah 3x dari literatur primer. <br /><br />Buku ajar (text book) <br /><br />Diktat (text local)<br /><br />Selain layanan referensi yang disebutkan di atas ada lagi jenis layanan: <br /><br />Information referral (I & R) yaitu layanan perpustakaan yang diberikan kepada pengunjung, dengan menunjuk atau me-refer kepada lembaga lain. Hal ini dikerjakan karena perpustakaan tidak memiliki sarana untuk menjawab pertanyaan tersebut. <br /><br />Selective Dissemination of Information (SDI), yaitu penyebaran informasi kepada orang yang sudah terpilih oleh perpustakaan, karena bidang yang diminta sudah jelas. <br /><br />Current Awareness Service (CAS), ialah layanan perpustakaan kepada pembaca mengenai informasi yang baru datang ke perpustakaan. <br /><br />Current Contents (CC), ialah layanan informasi dari isi majalah terbaru, yang diberikan oleh majalah Current Contents (AS). <br /><br />Layanan Minat Baca<br /><br />Peningkatan minat baca adalah suatu hal yang sangat peting tetapi seolah dilupakan orang. Kita mempercayakan pembinaan ini kepada sekolah, tetapi ternyata sekolah tidak berhasil. Mutu sekolah dari berbagai tingkatan terus merosot. Orang tua sebenarnya juga harus ikut meningkatkan minat baca anak di rumah. <br /><br />Bacaan anak lelaki tidak sama dengan anak perempuan, jangan kita paksa anak remaja membaca buku seperti yang kita inginkan. Membaca mendorong kita untuk berpikir. Selain itu kita juga memperoleh pengalaman yang tidak terhingga. Dengan bacaan kita bisa mengetahui bagaimana orang-orang Indian di AS dibantai, bagaimana Pangeran Dipenegoro menghadapi peluru tentara Belanda. <br /><br />Cara meningkatkan minat baca bagi orang AS ialah dengan jalan menyediakan buku-buku di perpustakaan. Terutama di perpustakaan sekolah. Alternatif lain ialah perpustakaan umum. Kedua jenis perpustakaan ini hidup dengan baik karena pajak. <br /><br />Dari perpustakaan kita bisa memperoleh banyak ide. Tetapi di negara kita, perpustakaan belum membudaya. Memang zaman Belanda sudah ada perpustakaan, tetapi itu untuk kepentingan mereka. Rakyat di pedesaan belum mengerti apakah perpustakaan itu. <br /><br /><br />Pendapat Para Ahli tentang Membaca <br /><br />I Dewa Gde Alit Udayana mengemukakan bahwa kegemaran membaca pada anak-anak harus dikembangkan melalui orang tua atau guru. Orangtua dan guru diminta untuk memberikan contoh membaca. Bacaan anak hendaknya memiliki kualitas yang baik dan harganya terjangkau. Ternyata membaca ada berbagai tingkatan dan jenis. Hanya perpustakaanlah yang mampu menyediakan bacaan banyak dan berkualitas. <br /><br />Eduard Kimman, seorang peneliti Barat mengelompokkan minat baca orang Indonesia menjadi empat dari tingkat rendah hingga tingkat tinggi. <br /><br />Mantan Presiden Soeharto pernah mengatakan di Kongres IKAPI ke-25 di Istana Negara bahwa kebiasaan membaca harus dipupuk sebagai kebutuhan hidup kita sehingga mendarah daging, sekaligus merupakan kebutuhan sehari-hari seperti makan dan minum. <br /><br />Pater Drost S. J mengatakan bahwa kebiasaan membaca orang tua akan menurun kepada anak-anaknya. Sayangnya masih banyak orang tua yang tidak membaca, apalagi di desa-desa. <br /><br />Perpustakaan mendidik orang untuk bisa mandiri. Hasilnya terlihat pada tokoh Adam Malik, yang sempat menduduki kursi Wakil Presiden. Walaupun pendidikan formalnya rendah, tetapi ia terkenal sebagai kutu buku. <br /><br />Belajar di sekolah dibatasi oleh waktu, sedangkan belajar di perpustakaan tidak. Kita bisa belajar sepanjang masa. Untuk menumbuhkan semangat sepanjang patriotisme perlu membaca buku sejarah. <br /><br /><br />Kemampuan dan Teknik Membaca <br /><br />Teknik membaca, menentukan keberhasilan belajar. Ada lima teknik membaca yaitu: <br /><br />membaca mencari arah, <br /><br />membaca secara global, <br /><br />membaca untuk mencari suatu hal yang penting, <br /><br />membaca untuk belajar, dan <br /><br />membaca dengan sikap.<br /><br />Membaca memberi arah adalah yang paling mudah. Teknik ini ialah membaca judul dan mencoba apakah kiranya isi buku tersebut. Untuk mendapat kesan umum dari sebuah buku, kita harus membaca secara global. Dengan membaca secara global, isi pokok dari buku tersebut dapat diketahui. Yang dimaksud membaca untuk mencari adalah membaca untuk menentukan kata-kata, angka-angka, nama-nama atau pemikiran penting yang terkandung dalam bahan bacaan. Teknik membaca untuk belajar harus dikuasai dengan baik oleh pembaca, terutama para pelajar dan mahasiswa yang sedang mempelajari sesuatu. Secara global buku dibaca, dan teknik membaca mencari arah kita kerjakan, kita dapat menentukan apakah suatu bahan-bahan perlu dipelajari secara mendalam. Teknik membaca yang paling sukar adalah teknik membaca dengan sikap kritis. Banyak orang tidak sampai kepada teknik membaca ini, berhenti kepada membaca untuk belajar, atau teknik membaca lain <br /><br />Sumber : http://massofa.wordpress.com/2008/01/20/pelayanan-perpustakaan-bag-2/PERPUSTAKAAN DIGITAL TARTO JOGJAKARTAhttp://www.blogger.com/profile/11340625320119067674noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3754416655797455679.post-35992742304255205202008-02-06T11:43:00.000-08:002008-02-06T11:46:00.050-08:00Pengadaan Bahan Pustaka bagian ke duaDitulis pada Januari 20, 2008 oleh pakdesofa <br />Pengadaan Bahan Pustaka <br /><br />Bag 2<br /><br />Macam-macam Bahan Nonbuku dan Pemanfaatannya <br /><br />Akibat adanya perkembangan teknologi, maka bahan pustaka tersedia dalam berbagai format, di antaranya bahan pandang dengar, bahan grafis, bahan kartografi, dan bahan elektronik yang terbacakan mesin. Dengan adanya berbagai macam bentuk format ini maka seyogianyalah perpustakaan juga bisa menganekaragamkan koleksinya untuk menunjang kebutuhan pemakainya. Untuk itu pustakawan hendaknya memiliki pengetahuan tentang bahan-bahan tersebut, serta dapat mengelolanya secara baik. <br /><br />Di negara yang sudah maju penggunaan bahan nonbuku sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Hal ini disebabkan karena bahan ini memberi kemungkinan masyarakat untuk memperoleh informasi dengan cepat dan lengkap. <br /><br />Di Indonesia bahan baku nonbuku belum dimanfaatkan secara maksimal, tetapi penggunaan bahan tersebut sudah mulai dicoba pemanfaatannya sebagai sarana pendidikan, misalnya melalui televisi maupun radio untuk program pendidikan bagi murid tingkat lanjutan, ataupun untuk tingkat pendidikan tinggi. Beberapa perpustakaan telah mulai menggunakan perangkat lunak seperti CD-ROM baik untuk penelusuran informasi ataupun pengelolaan manajemen perpustakaan. Di samping itu sudah dilakukan penelusuran secara on line dengan pangkalan data di luar negeri. <br /><br />Selain bahan pustaka di atas penggunaan bentuk mikro sudah banyak dilakukan, karena sangat berguna dalam hal pelestarian atau untuk tujuan lain, misalnya menangani masalah ruangan, karena dengan ruangan yang kecil dapat menyimpan informasi yang banyak. <br /><br />Dengan adanya berbagai bahan pustaka ini perlu dipikirkan pemeliharaan bahan pustaka tersebut, karena bahan pustaka tersebut sensitif dan pada umumnya mahal harganya. <br /><br /><br />Proses Pengadaan Bahan Non-Buku <br /><br />Bahan nonbuku merupakan bahan pustaka yang perlu penanganan khusus dalam pengelolaannya mulai dari pemilihan, pengadaan, pengolahan, penyimpanan, maupun dalam pelayanannya. <br /><br />Untuk melakukan pengadaan bahan nonbuku diperlukan seleksi terlebih dahulu. Dalam melakukan seleksi, bahan pustaka tersebut perlu dievaluasi mana yang baik isi maupun fisik bahan pustaka tersebut. Ada beberapa kriteria umum yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan seleksi bahan nonbuku yaitu : <br /><br />kualitas isi, <br /><br />kualitas teknis, <br /><br />kualitas fisik, dan <br /><br />distributor/produser.<br /><br />Untuk melakukan seleksi diperlukan alat bantu seleksi baik yang berfungsi sebagai alat seleksi, di mana terdapat tinjauannya ataupun berfungsi sebagai alat verifikasi dan identifikasi. <br /><br />Ada bermacam-macam alat bantu seleksi yang khusus digunakan untuk menyeleksi bahan tertentu misalnya kaset musik ataupun kaset nonmusik, film yang biasanya berguna, slide dan filmstrip, video, dan bahan pustaka lainnya. <br /><br />Alat bantu seleksi yang dicontohkan pada umumnya berasal dari luar negeri yaitu Inggris dan Amerika. Hal ini disebabkan di Indonesia belum ada pengawasan bibliografi untuk bahan nonbuku. <br /><br />Setelah kita melakukan seleksi berdasarkan kriteria yang telah ditentukan dengan alat bantu, maka langkah selanjutnya adalah melakukan pengadaan. Seperti halnya buku atau majalah pengadaan dapat dilakukan dengan cara pertukaran pembelian dan hadiah. <br /><br />Pembelian bahan nonbuku pada umumnya melalui produsen ataupun distributor, karena belum banyak terdapat jobber atau penyalur seperti pada pembelian buku. Sistem pemesanan ada yang dilakukan dengan approval plan, blanket order, ataupun standing order. <br /><br />Untuk pengadaan film impor harus ada izin terlebih dahulu dari Departemen Luar Negeri serta lulus sensor dari Badan Sensor Film. <br /><br />Inventarisasi Koleksi Bahan Pustaka <br /><br />Pemesanan dan penerimaan bahan pustaka merupakan kegiatan awal yang harus dilakukan dari serangkaian kegiatan di perpustakaan. Bahan pustaka terdiri dari bermacam-macam yaitu buku, reprint, laporan penelitian, majalah, slide, video, film skrip, mikrofish, mikrofilm. <br /><br />Bahan pustaka yang diterima oleh perpustakaan dapat berasal dari pembelian, tukar-menukar maupun sebagai hadiah dari perpustakaan/lembaga atau organisasi lain. <br /><br />Penerimaan merupakan kegiatan pemeriksaan terhadap fisik bahan pustaka yang diterima agar benar-benar sesuai dengan pesanan perpustakaan, baik mengenai judul, pengarang, jumlah buku, kondisi fisik, ada tidaknya yang sobek dan lain-lain. <br /><br />Sedangkan inventarisasi adalah kegiatan pencatatan data-data fisik buku ke dalam sarana pencatatan, yang dapat berupa lembaran lepas, kartu maupun buku, dan sering disebut sebagai buku induk. Setiap eksemplar bahan pustaka mempunyai satu nomor induk. Adapun informasi lain yang perlu dicatat dalam buku induk, adalah judul, pengarang, asal perolehan, nomor induk, bahasa, jumlah eksemplar, dan judul, serta harga. <br /><br />Pada modul ini, akan dipelajari tahapan penerimaan dan pencatatan untuk buku, majalah dan bahan bukan buku, yang sedikit banyak mempunyai perbedaan. <br /><br />Inventarisasi Buku, Majalah dan Bahan Non-buku <br /><br />Dalam kegiatan belajar dua ini kita melihat proses penerimaan dan pencatatannya dalam buku induk mempunyai perbedaan. <br /><br />Buku induk untuk buku di antaranya berfungsi sebagai daftar inventaris koleksi perpustakaan, mengetahui jumlah koleksi buku pada tahun tertentu, membantu mengetahui buku-buku yang hilang. Pencatatan buku selalu berdasarkan kronologis, yaitu menurut tanggal penerimaan, dan setiap buku induk mempunyai satu nomor induk. Pembagian kolom-kolom buku induk disesuaikan dengan kebutuhan perpustakaan, hal ini berkaitan dengan informasi apa saja yang dibutuhkan perpustakaan yang dapat diperoleh dari buku induk. <br /><br />Pencatatan majalah dalam daftar pencatatan mempunyai beberapa sistem, yaitu sistem register, buku besar, dua kartu, tiga kartu, kardeks dan sistem Ing-griya. Seperti buku induk adalah untuk mengetahui riwayat suatu majalah, memastikan nomor-nomor yang benar-benar datang, dan lain-lain. <br /><br />Sedangkan tata cara pencatatan bahan nonbuku dalam buku induk pada prinsipnya sama dengan pencatatan buku, di sini hanya berbeda dalam pembentukan nomor induk. Dalam hal ini, nomor induk menjadi nomor tempat penempatan bagi bahan nonbuku. Nomor induk dibentuk dari huruf yang diambil dari huruf pertama bahannya, ditambah dengan nomor urut. Sebagai contoh untuk bahan slide diberi kode S dan seterusnya. <br /><br />Jadi secara garis besar buku induk yang digunakan untuk mencatat buku, majalah dan bahan nonbuku, mempunyai informasi mengenai tanggal penerimaan, judul, pengarang, penerbit, bahasa, nomor induk, jumlah eksemplar, dan jilid. <br /><br />Stock Opname <br /><br />Stock opname secara harfiah merupakan suatu kegiatan penghitungan kembali koleksi bahan pustaka yang dimiliki perpustakaan. Secara lebih rinci, dari kegiatan ini dapat diketahui jumlah bahan pustaka menurut golongan ilmunya, dapat diketahui buku-buku yang hilang, dapat diperolehnya susunan buku yang rapi (tepat susunan penempatannya), juga diketahuinya kondisi fisik buku, apakah ada yang rusak/tidak lengkap. <br /><br />Kegiatan ini sifatnya menyeluruh, dalam arti selain menyangkut fisik buku juga jajaran kartu katalognya. Dengan demikian diperlukan waktu yang cukup lama, agar tujuan di atas dapat dipenuhi. Sebelum melakukan kegiatan stock opname, perlu dipertimbangkan dahulu apakah pelayanan yang akan dibutuhkan dan kapan waktu yang tepat untuk melakukan stock opname, agar tidak mengganggu pelayanan yang disediakan oleh perpustakaan kepada penggunanya. <br /><br />Dalam kegiatan belajar ini telah kita pelajari pula metode-metode yang digunakan untuk melakukan stock opname seperti daftar pengadaan (accession list), daftar/register uji, shelf list dan lain-lain. <br /><br />PERAWATAN DAN PENYIANGAN BAHAN PUSTAKA<br />Perawatan Bahan Pustaka <br /><br />Perawatan dan pelestarian bahan pustaka dilakukan dengan tujuan melestarikan kandungan informasi bahan pustaka. Pada dasarnya perawatan dan pelestarian itu bisa dilakukan dengan alih bentuk menggunakan media lain, atau melestarikan bentuk aslinya selengkap mungkin. <br /><br />Perawatan dan pelestarian bahan pustaka meliputi kegiatan: reproduksi bahan pustaka, penjilidan dan laminasi, dan pencegahan faktor-faktor perusak koleksi. Setiap kegiatan perawatan dan pelestarian bahan pustaka itu diberlakukan pada suatu kondisi tertentu, tergantung pada keadaan bahan pustaka itu sendiri dan keadaan perpustakaan. <br /><br />Organisasi Perawatan Bahan Pustaka dan Penyiangan <br /><br />Dalam rangka melaksanakan kegiatan perawatan dan pelestarian bahan pustaka, maka diperlukan tenaga untuk merealisasikan kegiatan itu. Dalam kedinasan tentunya tenaga-tenaga itu harus berada dalam suatu struktur organisasi. Berdasarkan jenis dan besar kecilnya (ukuran) perpustakaan, maka dikemukakan beberapa model organisasi perawatan dan pelestarian bahan pustaka. <br /><br />Perawatan dan pelestarian bahan pustaka di Indonesia masih mengalami berbagai kendala, seperti kurangnya tenaga pelestarian, belum adanya lembaga pendidikan yang mengkhususkan daripada bidang keahlian ini, belum jelasnya tingkat pendidikan yang dibutuhkan untuk keahlian ini. Di samping itu banyak pimpinan serta pemegang kebijakan belum memahami pentingnya pelestarian bahan pustaka, sehingga mengakibatkan kurangnya dana, perhatian, dan fasilitas yang tersedia. <br /><br />Kebutuhan pengguna perpustakaan akan berubah dari waktu ke waktu. Di samping itu dengan makin berkembangnya ilmu dan teknologi, maka beberapa bahan pustaka menjadi usang isinya. Untuk menjaga agar koleksi perpustakaan dapat bermanfaat bagi penggunanya, maka selain koleksi itu perlu ditambah, koleksi itu perlu pula disiangi. Peraturan tertulis mengenai penyiangan perlu dimiliki oleh sebuah perpustaperpustakaan, agar pelaksanaan penyiangan konsisten dari waktu ke waktu. <br /><br />DIarsipkan di bawah: Pembinaan Perpustakaan<br />sumber :http://massofa.wordpress.com/2008/01/20/pengadaan-bahan-pustaka-bag-2/PERPUSTAKAAN DIGITAL TARTO JOGJAKARTAhttp://www.blogger.com/profile/11340625320119067674noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3754416655797455679.post-10798490885707456282008-02-06T11:42:00.000-08:002008-02-06T11:43:30.539-08:00Ditulis pada Januari 20, 2008 oleh pakdesofa <br />Pengadaan Bahan Pustaka <br /><br />Bag 1<br /><br />Mengenal Jenis Bahan Pustaka <br /><br />Dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi maka makin berkembang pula jenis dan bahan pustaka, sehingga untuk membangun koleksi perpustakaan perlu dilakukan seleksi, karena tidak mungkin sebuah perpustakaan bagaimanapun besarnya akan menghimpun semua bahan pustaka yang ada. <br /><br />Ada beberapa jenis bahan pustaka yang tercakup dalam koleksi perpustakaan yaitu (1) karya cetak, (2) karya noncetak; (3) bentuk mikro; dan (4) karya dalam bentuk elektronik. <br /><br />Pada prinsipnya semua jenis bahan pustaka merupakan hasil karya seseorang atau sekelompok orang, ataupun sebuah instansi yang diterbitkan dan digandakan oleh penerbit serta disebarluaskan melalui berbagai saluran di antaranya adalah pedagang buku. Konsumen adalah pembeli ataupun pembaca yang hanya dapat meminjam saja di perpustakaan. <br /><br />Salah satu cara yang dilakukan oleh perpustakaan untuk mendapatkan bahan pustaka tersebut adalah dengan cara pembelian baik melalui penerbit, toko buku ataupun agen yang dinamakan jobber. <br /><br />Penerbit berusaha untuk memberitahukan kepada pustakawan tentang adanya terbitan baru atau terbitan yang akan terbit melalui berbagai cara, di antaranya dengan mengirimkan lembaran pemberitahuan atau yang berbentuk katalog tercetak. <br /><br />Dengan semakin banyaknya jenis serta jumlah bahan pustaka maka menjadi suatu tantangan bagi pustakawan untuk bisa memilih bahan pustaka mana yang paling cocok untuk memenuhi kebutuhan pemakainya. <br /><br /><br />Pengembangan Koleksi <br /><br />Tugas utama setiap perpustakaan adalah membangun koleksi yang kuat demi kepentingan pemakai perpustakaan. Dalam pengelolaan koleksi salah satu kegiatan yang penting adalah pengembangan koleksi yang mencakup semua kegiatan untuk memperluas koleksi yang ada di perpustakaan, terutama dalam aspek seleksi dan evaluasi. <br /><br />Pustakawan yang diberi tugas di bidang pengembangan koleksi, harus tahu betul apa tujuan perpustakaan tempat mereka bekerja dan siapa pemakainya, serta apa kebutuhannya. <br /><br />Pada dasarnya tujuan atau fungsi perpustakaan adalah: <br /><br />menunjang program pendidikan, penelitian dan pendidikan orang dewasa, <br /><br />memenuhi kebutuhan akan informasi, <br /><br />memenuhi kebutuhan sosial, <br /><br />memenuhi kebutuhan kultural dan spiritual masyarakat, <br /><br />memenuhi kebutuhan akan rekreasi, <br /><br />berfungsi sebagai repository atau perpustakaan deposit.<br /><br />Tujuan atau fungsi suatu perpustakaan akan tergantung dari jenis perpustakaan, tetapi perpustakaan yang sejenis pun tidak selalu mempunyai tujuan pokok yang benar-benar sama. Ada beberapa tipe perpustakaan yaitu: <br /><br />Perpustakaan Umum, masyarakat pemakainya sangat heterogen, <br /><br />Perpustakaan Perguruan Tinggi, masyarakat pemakainya homogen, <br /><br />Perpustakaan Sekolah, masyarakat pemakainya terbatas untuk sekolah yang bersangkutan, <br /><br />Perpustakaan Khusus, masyarakat pemakainya terbatas di lingkungan lembaga induknya, <br /><br />Perpustakaan Nasional, dan <br /><br />Perpustakaan Daerah.<br /><br />Setiap perpustakaan tersebut mempunyai tujuan yang berbeda, dan pemakainya berbeda pula, sehingga pustakawan harus mengenal lebih dalam masyarakat yang akan dilayaninya. <br /><br />Kajian pemakai sangat diperlukan untuk mengetahui profil pemakai yang akan dilayani. Untuk mengadakan kajian tersebut harus membuat perencanaan yang matang, siapa yang akan melakukan kajian, apa yang akan diteliti, metode apa yang akan dipakai, untuk apa data digunakan? <br /><br />Untuk mencapai sasaran, perpustakaan perlu meletakkan dasar-dasar kebijakan dalam pengembangan koleksi. Kebijakan pengembangan koleksi yang tertulis berfungsi sebagai: <br /><br />pedoman bagi para selektor untuk bekerja lebih terarah. <br /><br />sarana komunikasi untuk memberitahu pada para pemakai, administrator, dewan pembina dan fihak lain, apa cakupan dan ciri-ciri koleksi yang telah ada dan rencana untuk pengembangaan selanjutnya. <br /><br />sarana perencanaan untuk membantu dalam proses alokasi dana.<br /><br />Meskipun kita telah membuat sebuah perencanaan yang baik untuk kegiatan pengembangan koleksi, tetapi tetap menghadapi berbagai kendala, di antaranya terdapatnya prosedur pembelian bahan pustaka dari luar negeri yang sangat rumit dan juga sarana pengawasan bibliografi yang sangat kurang. Hal ini merupakan tantangan bagi pustakawan dalam memberikan layanan yang terbaik bagi pemakai perpustakaan yang bersangkutan. <br /><br />Untuk melihat apakah tujuan perpustakaan sudah tercapai dan bagaimana kualitas koleksi yang telah dikembangkan tersebut sudah memenuhi standar, perlu diadakan suatu analisis dan evaluasi koleksi. Banyak cara untuk melakukan evaluasi koleksi, di antaranya dengan cara pendekatan terhadap koleksi perpustakaan dan pengguna perpustakaan. <br /><br /><br />Proses Seleksi <br /><br />Proses seleksi tergantung dari tipe perpustakaan, dan organisasi intern perpustakaan yang bersangkutan. Pada dasarnya personil yang berhak melakukan seleksi adalah: pustakawan, spesialis subjek termasuk guru, toko buku, anggota komisi perpustakaan, dan sebagainya. <br /><br />Ada beberapa pandangan terhadap prinsip dasar seleksi yaitu pandangan tradisional yang mengutamakan nilai intrinsik bahan pustaka, pandangan liberal yang mengutamakan popularitas, dan pandangan pluralistik yang berusaha menemukan keseimbangan antarkedua pandangan tersebut. <br /><br />Pada dasarnya pustakawan yang bertugas di bidang pengembangan koleksi sudah memahami betul pedoman dasar untuk melakukan seleksi yaitu: <br /><br />mengetahui berbagai jenis bahan pustaka yang ada di pasaran, <br /><br />memahami tujuan dan fungsi perpustakaan tempat ia bekerja, <br /><br />mengenal kebutuhan masyarakat yang dilayani, <br /><br />mengenal prinsip-prinsip seleksi, <br /><br />mengenal dan mampu menggunakan alat-alat bantu seleksi, dan <br /><br />memahami berbagai kendala yang ada.<br /><br />Di samping itu pustakawan perlu memahami perbedaaan antara seleksi dan evaluasi. Dalam melakukan seleksi berarti pustakawan menentukan apakah bahan pustaka tersebut sesuai dengan kebutuhan pemakai, sedangkan evaluasi adalah pertimbangan nilai intrinsik bahan pustakanya. <br /><br />Untuk melakukan seleksi ada sarana yang dapat membantu dalam proses tersebut yaitu alat bantu seleksi. Ada dua jenis alat bantu seleksi yaitu alat bantu seleksi yang merupakan tinjauan dan alat bantu seleksi yang berbentuk daftar judul untuk tipe perpustakaan tertentu, subjek tertentu atau kelompok tertentu, dan ada alat identifikasi dan verifikasi seperti bibliografi, katalog penerbit dan sebagainya. <br /><br />Pustakawan diharapkan dapat mengenal, mengetahui ciri-cirinya, serta dapat menggunakan alat bantu seleksi tersebut dengan tepat. <br /><br /><br />PENGADAAN BUKU <br />Pengadaan Buku melalui Pembelian <br /><br />Pada kegiatan Belajar 1, dibahas mengenai pengadaan buku melalui pembelian. Pembelian buku dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu membeli langsung ke toko buku, dan penerbit maupun agen baik di dalam negeri atau luar negeri. Cara pembelian yang dipilih sangat bergantung pada berbagai hal, misalnya ketersediaan dan kesesuaian judul-judul subjek yang diperlukan, besarnya dana pembelian serta persyaratan yang menyertainya dan lain-lain. Dalam hal ini perpustakaan swasta, persyaratan pembelian dan penyediaan dana umumnya lebih lancar dibandingkan pada perpustakaan pemerintah. <br /><br />Untuk negara berkembang seperti Indonesia, banyak dijumpai persoalan dalam hal pengadaan buku. Misalnya dalam hal pengadaan buku dari luar negeri mempunyai prosedur yang berbelit-belit, baik dalam pembayaran maupun pengiriman bukunya. Karena itu pustakawan yang menangani pengadaan buku ini harus memiliki pengetahuan yang luas mengenai bibliografi, bahasa, manajemen, penerbitan dan perdagangan buku. <br /><br /><br />Pengadaan Buku melalui Pertukaran dan Hadiah <br /><br />Dalam kegiatan belajar dua ini kita sudah melihat bagaimana potensi pertukaran bahan pustaka, dalam mengembangkan koleksi suatu perpustakaan. Kegiatan pertukaran mempunyai potensi yang cukup besar, mengingat dana pengadaan yang terbatas, dan adanya terbitan yang tidak dapat dibeli di toko buku, serta pertukaran merupakan kegiatan yang dapat mengembangkan kerja sama yang baik antarperpustakaan. Selain itu dengan melakukan pertukaran akan memberi kesempatan perpustakaan mengeluarkan bahan-bahan duplikat yang tidak dibutuhkan. <br /><br />Sebelum melakukan kesepakatan tukar-menukar bahan pustaka dengan perpustakaan lain, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan, yaitu apakah bahan pustaka yang ditawarkan oleh perpustakaan lain subjeknya sesuai dengan subjek yang dicakup oleh perpustakaan kita, serta perlu disiapkannya bahan pustaka yang akan digunakan sebagai penukarnya, karena pada umumnya perbandingan publikasi adalah 1:1 dengan tidak memandang berat, tebal/tipis publikasi, harga maupun bahasa. Bahan penukar yang perlu disiapkan dapat berasal dari bahan duplikat yang berlebih, atau merupakan terbitan sendiri. Selain dari itu perlu diidentifikasi lebih dahulu, perpustakaan atau lembaga mana saja yang dapat melakukan kerja sama dalam pertukaran bahan pustaka. <br /><br /><br />PENGADAAN TERBITAN BERSERI <br /><br />Terbitan Berseri dan Seleksi Majalah <br /><br />Ada 4 jenis utama terbitan berseri. Salah satunya yang berkembang dengan pesat adalah majalah. Diperkirakan pada saat ini ada 100.000 sampai 200.000 judul majalah diterbitkan di dunia. Karena sifat penerbitannya yang berkala, maka majalah memerlukan penanganan khusus. <br /><br />Pengadaan terbitan berseri mencakup kegiatan seleksi atau pemilihan pengadaan melalui pembelian, tukar menukar, hadiah, dan penerbitan sendiri (oleh perpustakaan). Karena sifatnya yang khusus itu, maka masalah seleksi dan pengadaan melalui pembelian hanya dibahas untuk majalah. Seleksi dan pengadaan melalui pembelian untuk jenis terbitan berseri yang lain berlaku ketentuan dan proses yang sama dengan buku. <br /><br />Pada Kegiatan Belajar 1 ini baru dibahas mengenai pihak yang berwenang melakukan seleksi, prinsip dan prosedur seleksi majalah, beberapa alat-bantu seleksi majalah dan prosedur seleksi majalah. <br /><br /><br />Pengadaan Majalah melalui Pembelian, Tukar-Menukar dan Hadiah <br /><br />Kegiatan Belajar 2, merupakan kelanjutan dari Kegiatan Belajar l dalam mata rantai pengadaan terbitan berseri. Pada bagian ini dibahas mengenai pengadaan majalah melalui pembelian, pengadaan terbitan berseri melalui pertukaran, hadiah, dan penerbitan sendiri. <br /><br />Pengadaan majalah melalui pembelian berlangganan dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti melanggan langsung pada penerbit di dalam dan luar negeri, melanggan melalui penyalur agen/penyalur setempat atau toko buku, dan sebagainya. Berbagai macam masalah dihadapi pustakawan dalam mengurus langganan majalah. <br /><br />Pertukaran dengan instansi lain merupakan salah satu sumber dalam pengadaan terbitan berseri. Terbitan berkala merupakan sumber yang sangat potensial sebagai bahan pertukaran. Terbitan berseri dapat diperoleh pula sebagai hadiah dari instansi lain, baik atas permintaan maupun tidak atas permintaan. Perpustakaan sebagai pusat penyimpanan semua publikasi yang diterbitkan oleh lembaga induk, juga merupakan salah satu cara untuk menambah khasanah koleksi perpustakaan <br /><br />DIarsipkan di bawah: Pembinaan Perpustakaan <br /><br />Sumber : http://massofa.wordpress.com/2008/01/20/pengadaan-bahan-pustaka-bag-1/PERPUSTAKAAN DIGITAL TARTO JOGJAKARTAhttp://www.blogger.com/profile/11340625320119067674noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3754416655797455679.post-38873326723005405872008-02-06T11:37:00.000-08:002008-02-06T11:39:54.492-08:00Pengantar Psikologi PerpustakaanDitulis pada Februari 6, 2008 oleh pakdesofa <br />Pengantar Psikologi Perpustakaan <br /><br />Pengertian Psikologi <br /><br />Menurut asal katanya, psikologi berasal dari kata Yunani ‘psyche’ yang berarti jiwa dan ogos’ yang berarti ilmu. Jadi secara harfiah psikologi berarti ilmu jiwa. Namun pengertian jiwa tidak pernah ada kesepakatan dari sejak dahulu. Di antara pendapat para ahli, jiwa bisa berarti ide, karakter atau fungsi mengingat, persepsi akal atau kesadaran. Psikologi adalah ilmu yang sedang berkembang dan pada hakikatnya psikologi dapat diterapkan pada setiap bidang dan segi kehidupan. Oleh karena itu cabang cabang psikologi bertambah dengan pesat, sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan aktivitas kehidupan. Cabang cabang psikologi dapat digolongkan berdasarkan kekhususan bidang studinya, baik ilmu dasar (teoritis), maupun yang bersifat terapan (praktis). Penerapan psikologi berkembang ke berbagai aspek kehidupan manusia, demikian juga titik singgung dengan ilmu ilmu lain juga semakin banyak, misalnya dengan ilmu manajemen, ilmu ekonomi, ilmu perpustakaan, ilmu sosial dan sebagainya <br /><br /><br />Sejarah Perkembangan Psikologi <br /><br />Di zaman Yunani Kuno para ahli falsafat mencoba mempelajari jiwa, seperti Plato menyebut jiwa sebagai ide, Aristoteles menyebut jiwa sebagai fungsi mengingat. Pada abad 17 filsuf Perancis Rene Descartes berpendapat bahwa jiwa adalah akal .atau kesadaran, sedangkan John Locke (dari Inggris) beranggapan bahwa jiwa adalah kumpulan idea yang disatukan melalui asosiasi. Sedangkan ilmuwan lain pada abad 18 mengaitkan jiwa dengan ilmu pengetahuan (faal), mereka berpendapat dengan jiwa yang dikaitkan dengan proses sensoris/motoris, yaitu pemrosesan rangsangan yang diterima oleh syaraf-syaraf indera (sensoris) di otak sampai terjadinya reaksi berupa gerak otot-otot (motorik). <br /><br /><br />MANUSIA DAN KEPRIBADIANNYA <br /><br />Mengenal Manusia <br /><br />Tidaklah mudah untuk memahami pengertian manusia. Dari aspek biologis manusia adalah makhluk mamalia yang tergolong dalam kelompok primata. Namun ternyata bahwa manusia bukan sekedar salah satu jenis hewan tertentu, melainkan mempunyai ciri-ciri khas manusia yang tidak dimiliki oleh hewan. Oleh karena itu kita akan salah kalau meninjau definisi manusia hanya dari aspek biologis saja. Hal ini mengharuskan pada kita untuk memahami manusia dari aspek agama. Salah satu pengertian manusia dari aspek agama, menyebutkan bahwa manusia adalah makhluk yang terpilih dan dilengkapi dengan akal dan kekuatan untuk membuat pilihan. Karena manusia memiliki kekuatan akal dan kekuatan untuk bisa menentukan pilihan, maka ia ditunjuk untuk patuh kepada kehendak-kehendak Allah serta patuh kepada hukum-hukum-Nya. Dengan akal yang merupakan hidayah Allah, manusia dapat memilih apakah ia akan terbuai dalam lumpur endapan yang terdapat dalam dirinya ataukah ia akan meningkatkan dirinya menuju ke kutub mulia yakni menyerahkan diri kepada Allah. Dalam menentukan kehendak itu, terjadilah pertarungan terus-menerus dalam diri manusia. <br /><br /><br />Memahami Kepribadian Manusia <br /><br />Untuk dapat memahami kepribadian tidak mudah karena kepribadian merupakan masalah yang kompleks. Kepribadian itu sendiri bukan hanya melekat pada diri seseorang, tetapi lebih merupakan hasil suatu pertumbuhan yang lama dalam suatu lingkungan budaya. Para ahli menyebutkan bahwa kepribadian adalah kesan yang ditimbulkan oleh sifat-sifat lahiriah seseorang, seperti cara berpakaian, sifat jasmaniah, daya pikat dan sebagainya. Disebutkan juga bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis dalam individu sebagai makhluk yang bersifat psikofisik yang menentukan penyesuaian dirinya secara unik terhadap lingkungan. Ahli lain mengklasifikasikan seluruh ranah kepribadian dalam enam tipe yang sangat menonjol, yaitu tipe realistik, tipe penyelidik atau investigatif, tipe artistik, tipe sosial, tipe perintis atau enterpristing dan tipe konvensional. Kepribadian seseorang akan tumbuh dan berkembang sesuai dengan pengalaman pribadi masing-masing. Beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan kepribadian antara lain: perasaan bersalah, benci, cemas, kepercayaan yang diemban, harapan yang dicamkan dan kasih sayang yang diterima dari lingkungan. Dengan kita mencoba mengenal dan kemudian memahami istilah kepribadian, maka kemudian diharapkan akan mempermudah mengenal diri sendiri, baik kekuatan atau kelemahan yang ada. Dengan kita sudah mengenal diri sendiri akan sangat bermanfaat bagi diri pribadi dan lingkungan, terutama memperlancar tugas profesional kita. <br /><br /><br />PERSEPSI DAN INTERAKSI SOSIAL <br /><br />Pemahaman Tentang Persepsi <br /><br />Persepsi mempunyai dua pengertian, yaitu menunjuk kepada proses dan mengacu pada hasil proses itu sendiri. Persepsi bermula dari penginderaan, diolah ke alam pikiran dan berakhir dengan penafsiran. Persepsi dibedakan atas persepsi tentang benda dan persepsi sosial. Persepsi sosial banyak mengandung unsur-unsur subjektif. Persepsi diri berhubungan dengan konsepsi diri, harga diri, dan kepercayaan diri seseorang. Penilaian terhadap diri sendiri sangat menentukan sikap dan perilaku individu. Untuk membangun konsep diri yang positif dan harga diri yang kuat perlu pengenalan dan pengembangan diri. <br /><br />Interaksi Sosial <br /><br />Faktor penting yang menentukan terjadinya interaksi sosial adalah persepsi kita terhadap diri kita sendiri dan lingkungan. Daya tarik antarpribadi menjadi faktor yang menentukan juga untuk terwujudnya interaksi sosial. Yang mempengaruhi daya tarik antarpribadi, di antaranya ialah kesempatan untuk berinteraksi, baik yang berhubungan jarak fisik maupun jarak psikologis. Pendekatan untuk mengetahui daya tarik antar- pribadi, dapat dilakukan melalui pendekatan kognitif dan pendekatan formulasi pada hukum-hukum belajar. <br /><br /><br />MEMAHAMI MOTIVASI KERJA <br /><br />Teori Kebutuhan dan Motivasi <br /><br />Kebutuhan dan motivasi manusia sangat berpengaruh terhadap produktivitas manusia tersebut. Menurut Maslow kebutuhan manusia, diklasifikasikan ke dalam lima tingkat yang berbeda yaitu: <br /><br />Fisiologis <br /><br />Keamanan <br /><br />Sosial <br /><br />Ego/harga diri <br /><br />Perwujudan diri <br /><br />Dengan mengetahui tingkat-tingkat kebutuhan tersebut maka seorang pemimpin suatu lembaga dapat memotivasi bawahannya berdasarkan tingkat kebutuhan karyawan yang bersangkutan secara individual. <br /><br />Motivasi sendiri mempunyai pengertian suatu dorongan psikologis dari dalam diri seseorang yang menyebabkan ia berperilaku secara tertentu terutama di dalam lingkungan ia bekerja. <br /><br />Dikenal ada tiga model motivasi yaitu: <br /><br />model tradisional <br /><br />model hubungan manusia <br /><br />model sumber daya manusia <br /><br /><br />Masalah Insentif <br /><br />Insentif merupakan salah satu hal yang dapat menggerakkan karyawan. Insentif sendiri dapat berbentuk bermacam-macam, namun yang paling populer dan paling banyak digunakan adalah berbentuk uang atau materi. <br /><br />Memimpin merupakan tugas yang cukup kompleks karena seorang pemimpin bertugas mempengaruhi para karyawan agar mereka mau melaksanakan tugas-tugas yang diberikan kepadanya secara efisien dan efektif sehingga tujuan organisasi dapat dicapai. <br /><br />Salah satu faktor yang mempengaruhi maju mundurnya suatu organisasi atau lembaga adalah kualitas pemimpinnya. Pemimpin disini didefinisikan sebagai seorang yang mempergunakan wewenang dan kepemimpinannya mengarahkan bawahan untuk mengerjakan sebagian pekerjaannya dalam mencapai tujuan organisasi. Sedangkan kepemimpinan merupakan cara seorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahannya. <br /><br />Ada tiga tipe kepemimpinan yaitu: <br /><br />kepemimpinan otoriter <br /><br />kepemimpinan partisipatif <br /><br />kepemimpinan delegatif <br /><br />Konflik biasanya muncul bila dua orang/kelompok atau lebih saling berinteraksi. Konflik biasanya muncul dari faktor individu, dari faktor interaksi itu sendiri, dan faktor kondisi organisasi. <br /><br />Dalam menghadapi konflik maka ada tiga sikap yang dapat kita lakukan yaitu: bersikap pasif, bersikap menekan, dan mengatur atau memanajemeni konflik tersebut. <br /><br /><br />MEMAHAMI PERANAN KOMUNIKASI DALAM PERPUSTAKAAN <br /><br />Dasar-dasar Komunikasi Untuk Perpustakaan <br /><br />Komunikasi adalah suatu proses penyampaian dan penerimaan berita, pesan atau informasi dari seseorang ke orang lain. Suatu komunikasi yang tepat tidak bakal terjadi, kalau tidak ada sumber (penyampai atau komunikator) berita (pesan) menyampaikan secara tepat dan penerima berita (komunikan) menerimanya tidak dalam bentuk yang salah karena adanya gangguan. Namun demikian, komunikasi dalam kenyataannya tidak seperti yang dikatakan itu. Masih terdapat sejumlah kemungkinan penghalang, dan penyaring di dalam saluran komunikasi. Pengirim (komunikator) mencoba untuk mengkodekan berita, pesan atau buah pikirannya kedalam suatu bentuk yang dianggapnya paling tepat. Kemudian kode-kode tersebut dikirimkan, dan penerima (komunikan) berusaha memahami kode tersebut. Tetapi di dalam proses perjalanan berita tadi banyak terdapat serangkaian persepsi atau gangguan yang dapat mengurangi kejelasan dan ketepatan pesan atau berita. Halangan paling besar untuk mencapai komunikasi yang efektif adalah jika terjadi aneka macam persepsi atau gangguan. Misalnya, komunikator menyampaikan pesan dengan tidak jelas dan menggunakan saluran transmisi yang salah mungkin si komunikan sedang memikirkan hal lain pada saat ia harus menerima pesan tersebut. Dalam kondisi seperti itu ia hanya mendengar tetapi mungkin tidak tahu tentang isi pesannya. <br /><br /><br />Peranan Komunikasi dalam Perpustakaan <br /><br />Termasuk dalam manusia berorganisasi seperti di lingkungan perpustakaan. Lewat komunikasi manusia dapat menyampaikan keinginan cita-cita, perencanaan pada orang lain. Makin jelas dan efektif berlangsungnya komunikasi makin banyak pula informasi yang dibutuhkan. Oleh karena itu keberadaan perpustakaan sebagai unit pengelola informasi sangat penting untuk mendukung terjadinya komunikasi yang efektif di masyarakat. <br /><br />Komunikasi memainkan peranan yang sangat penting sebagai sarana hubungan antar- individu dan kelompok masyarakat untuk mengembangkan saling pengertian dan kerja sama antarmanusia yang lebih baik. <br /><br />Kemajuan pada bidang informasi dan komunikasi tidak hanya disebabkan oleh adanya penemuan-penemuan teknologi baru, namun juga disebabkan oleh semakin tumbuhnya kesadaran orang atau individu dan bangsa akan adanya kesempatan dan kebutuhan sosial, ekonomi, politik dan kebudayaan, termasuk kebutuhan akan adanya informasi. Jadi dapat dikatakan bahwa informasi merupakan bagian dari komunikasi. Tanpa informasi proses komunikasi tidak akan bisa berjalan dengan baik. Dengan demikian maka kehadiran perpustakaan sebagai pengelola informasi menjadi pendukung dan pelancar proses komunikasi. Demikian pula sebaliknya bahwa perpustakaan sebagai organisasi membutuhkan bentuk komunikasi yang efektif dan efisien untuk berjalannya organisasi tersebut dengan baik. <br /><br /><br />MASYARAKAT INFORMASI DAN PROFESIONALITAS PUSTAKAWAN <br /><br />Memahami Masyarakat Informasi <br /><br />Kalau kita amati dengan cermat, maka untuk dapat hidup efektif, harus hidup dengan cukup informasi. Oleh karena itu komunikasi dan informasi merupakan bagian yang sangat penting bagi kehidupan manusia, karena manusia merupakan bagian dari masyarakat. Kenyataan seperti ini tidak dapat diingkari kebenarannya. Sebab hanya orang, masyarakat atau bangsa yang mempunyai banyak informasi yang dapat berkembang pesat. Dengan informasi orang dapat mengetahui apa yang telah, sedang, dan akan terjadi. Dan dengan informasi pula orang dapat mengetahui apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki hidupnya. Revolusi industri ditandai oleh adanya perkembangan yang pesat di bidang Iptek. Dan dengan teknologi manusia menciptakan sarana informasi yang sifatnya elektronis, seperti radio, televisi, film, video, penerbitan, dan teknologi informasi yang lain. Setelah lewat masa perkembangan era industri kemudian berkembang era pasca industri. Era pasca industri inilah yang dikenal dengan era informasi, atau era globlisasi informasi, yang ditandai dengan makin berperannya informasi di hampir semua sektor kehidupan masyarakat. <br /><br />Sekarang ini banyak orang berbicara tentang globalisasi informasi ataupun ciri-ciri masyarakat informasi, baik dalam bentuk seminar atau diskusi yang membahas masalah ini. Globalisasi ini menunjukan pada pengertian pembauran atau kesamaan dalam hampir segala aspek kehidupan manusia yang meliputi bidang Iptek, ekonomi, politik, sosial, dan budaya. <br /><br />Pendekatan Psikologis Dalam Peningkatan Pelayanan Perpustakaan <br /><br />Menjadi seorang yang profesional bukanlah sesuatu yang mudah. Kita dilahirkan tidak dengan menyandang predikat profesional. Oleh karena itu kita semua ingin sukses dalam berkarier atau bekerja. Kita perlu ketekunan dan terus-menerus bekerja keras untuk dapat berhasil atau sukses dalam bekerja. <br /><br />Untuk mengembangkan layanan perpustakaan dituntut adanya sikap profesional dari petugas perpustakaan atau pustakawan. Tanpa sikap profesional bagaimanapun modern, lengkap dan canggihnya perpustakaan tersebut akan kurang berarti. Sehingga perlu dikembangkan dengan baik upaya-upaya peningkatan profesionalitas pustakawan dalam rangka peningkatan layanan perpustakaan. <br /><br />Sumber Buku Psikologi Perpustakaan Karya Toha Nursalam <br /><br />http://massofa.wordpress.com/2008/02/06/pengantar-psikologi-perpustakaan/PERPUSTAKAAN DIGITAL TARTO JOGJAKARTAhttp://www.blogger.com/profile/11340625320119067674noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3754416655797455679.post-25385207358716905572008-02-06T11:29:00.000-08:002008-02-06T11:36:43.502-08:00Pengantar PerpustakaanPengantar Perpustakaan<br /><br />Bag 1 <br /><br /><br />Definisi Perpustakaan <br /><br />Pustaka atau buku atau kitab merupakan kumpulan kertas atau bahan sejenis berisi hasil tulisan atau cetakan, dijilid menjadi satu agar mudah membacanya serta berjumlah sedikitnya 48 halaman. Dari kata pustaka terbentuklah kata turunan antara lain perpustakaan, pustakawan, kepustakawanan, kepustakaan, dan ilmu perpustakaan. <br /><br />Perpustakaan adalah kumpulan buku atau bangunan fisik tempat buku dikumpulkan, disusun menurut sistem tertentu untuk kepentingan pemakai. <br /><br />Pustakawan adalah orang yang bekerja di perpustakaan dan memiliki pendidikan perpustakaan (minimal D2 dalam bidang Ilmu Perpustakaan). <br /><br />Kepustakawanan adalah penerapan Ilmu Perpustakaan dalam hal pengadaan, pengolahan, pendayagunaan dan penyebaran bahan pustaka di perpustakaan. <br /><br />Fungsi perpustakaan adalah: penyimpanan, pendidikan, penelitian, informasi, dan kultural. <br /><br />Sedangkan kepustakaan adalah: bahan perpustakaan yang digunakan untuk menyusun karangan, makalah, artikel, laporan dan sejenisnya. <br /><br /><br />Hubungan Ilmu Perpustakaan, Dokumentasi dan Arsip <br /><br />Dalam kegiatan belajar dua ini, kita melihat bahwa di samping kegiatan perpustakaan, ada pula kegiatan bidang lain yang mirip bahkan tumpang tindih dengan kegiatan perpustakaan. Kedua bidang itu adalah dokumentasi dan arsip. <br /><br />Dokumentasi merupakan kegiatan yang semula tumbuh akibat tumbuhnya majalah ilmiah, sementara perpustakaan tidak dapat menangani informasi yang muncul dari majalah ilmiah. Hal ini nampak jelas di Eropa Barat sehingga di samping kegiatan perpustakaan, muncul pula kegiatan dokumentasi yang mengkhususkan diri pada pengolahan isi majalah. Salah satu negara Eropa Barat yang mengalami munculnya dokumentasi ialah Belanda. Karena Belanda pernah menjajah Indonesia, maka Belanda pun memperkenalkan sistem dokumentasi yang ada di negeri Belanda pada Indonesia. Karena di negeri Belanda kegiatan dokumentasi berbeda dengan kegiatan perpustakaan, maka hal tersebut nampak pula pengaruhnya di Indonesia. Hingga kini di Indonesia masih ada perbedaan antara dokumentasi dengan perpustakaan. <br /><br />Perbedaan tersebut kurang nampak di AS karena penanganan isi majalah dilakukan oleh pustakawan yang bekerja di perpustakaan khusus sehingga di Amerika Serikat makna dokumentasi identik dengan kegiatan perpustakaan. <br /><br />Dalam perkembangan selanjutnya definisi dokumentasi, seperti yang dinyatakan oleh Federasi Dokumentasi dan Informasi Nasional (FID), mencakup sedemikian rupa sehingga isinya luas sekali. Karena itu untuk memudahkan pembahasan, diberikan tabel perbedaan kegiatan dokumentasi dan perpustakaan. <br /><br />Perkembangan perpustakaan dimulai dengan pengumpulan berbagai berkas niaga, pahatan, tulisan tangan dan sejenisnya. Dengan dikenalnya teknik pembuatan buku, maka perpustakaan mulai memusatkan diri pada kegiatan pengadaan, pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, temu balik, dan pendayagunaan buku. Sebagai sebuah pranata masyarakat, perpustakaan juga menghasilkan berbagai berkas, manuskrip, namun seringkali kedua bahan tersebut tidak dianggap sebagai cakupan perpustakaan. Maka di bagian tersebut muncullah kearsipan. Dibandingkan dengan kegiatan dokumentasi, maka kegiatan perpustakaan jelas berbeda dibandingkan dengan kegiatan arsip. Hal ini dibeberkan secara jelas pada tabel dalam modul. <br /><br />Sejarah Perpustakaan di Dunia Barat <br /><br />Kapan perpustakan mulai berdiri tidak pernah diketahui dengan pasti. Namun berdasarkan penelitian arkeologis, perpustakaan telah dikenal sejak peradaban Sumeria sekitar 5.000 tahun Sebelum Masehi. Perkembangan perpustakaan tersebut segera ditiru negara tetangganya seperti Babilonia. Pada waktu itu orang-orang purba menggunakan bahan tulis berupa tanah liat. Mula-mula tanah liat diempukkan, kemudian dibuat lempengan. Sewaktu masih lunak, tanah liat ditulisi, kemudian dikeringkan. <br /><br />Kerajaan Pergamum berusaha mengembangkan perpustakaan sebagaimana halnya dengan raja-raja Mesir. Karena waktu itu belum ditemukan mesin cetak, maka pembuatan naskah dilakukan dengan cara menyalin. Usaha menyalin naskah dikembangkan oleh kerajaan Pergamum dengan menggunakan bahan tulis berupa papirus. Untuk mencegah agar perpustakaan Pergamum tidak menjadi saingan perpustakaan Iskandaria yang berada di Mesir, maka Mesir menghentikan ekspor papirus ke Pergamum. <br /><br />Guna menggantikan papirus, Pergamum mengembangkan bahan tulis berupa kulit binatang yang dikeringkan, kemudian ditulis. Kulit yang digunakan terbuat dari kulit domba, sapi disebut parchmen. Parchmen yang baik disebut vellum merupakan bahan tulis hingga abad menengah. <br /><br />Kegiatan menyalin naskah ini dilakukan pula di pertapaan, sampai pertapaan menyediakan tempat khusus untuk menulis dan menyalin naskah disebut scriptorium. Pertapaan bahkan mengembangkan naskah yang dihiasi dengan gambar miniatur, menggunakan huruf indah disertai dengan warna merah, biru dan emas. Lukisan pada naskah kuno dengan hiasan dan warna-warni itu disebut iluminasi. <br /><br />Orang-orang Eropa menemukan mesin cetak sekitar abad ke-15. Pada awal penemuan mesin cetak, buku dicetak dengan teknik sederhana. Buku yang dicetak dengan teknik pencetakan sederhana, dicetak antara tahun 1450-1500, disebut incunabula, merupakan buku langka yang banyak dicari orang. <br /><br /><br />Sejarah Perpustakaan di Indonesia <br /><br />Perkembangan Perpustakaan pada zaman Hindia Belanda: <br /><br />Perpustakaan Gereja: Perpustakaan Gereja adalah jenis perpustakaan yang pertama kali berdiri pada zaman ini. Perpustakaan gereja yang pertama didirikan sekitar tahun 1643. <br /><br />Perpustakaan Penelitian: Perpustakaan penelitian tumbuh seiring dengan dikeluarkannya kebijakan Tanam Paksa. Akibat dari Tanam Paksa ini banyak berdiri lembaga penelitian yang membutuhkan informasi tentang tanaman. <br /><br />Perpustakaan Sekolah: Pada zaman penjajahan Belanda banyak sekolah-sekolah yang dilengkapi dengan perpustakaan. Pada masa ini pemakai perpustakaan sekolah tidak hanya siswa dan guru tetapi juga masyarakat umum. <br /><br />Perpustakaan Umum: Perpustakaan umum pada masa ini hanya memberi perhatian pada bahasa daerah dengan menyediakan koleksi dalam bahasa daerah setempat. Sebelum pemerintah Hindia Belanda mendirikan Perpustakaan Umum, pihak swasta telah mendirikan ruang baca untuk umum. Masyarakat dapat membaca koleksi yang ada, secara cuma-cuma. Selain ruang baca umum pada masa ini juga berkembang Perpustakaan Sewa.<br /><br />Perkembangan Perpustakaan pada Zaman Jepang <br /><br />Pada masa ini perpustakaan di Indonesia mengalami kehancuran, karena Jepang melarang semua buku yang ditulis dalam bahasa Inggris, Perancis dan Belanda. Mereka juga menangkapi semua orang Belanda termasuk Perpustakaan Belanda. <br /><br />Perkembangan Perpustakaan setelah Kemerdekaan <br /><br />Perpustakaan Negara: Pada tahun 1948 pemerintah Republik Indonesia mendirikan Perpustakaan Negara yang pertama. <br /><br />Perpustakaan Umum: Perpustakaan Umum pada masa ini dikenal dengan nama Taman Pustaka Rakyat. <br /><br /><br />Prinsip kepustakaan <br /><br />Prinsip Kepustakaan adalah: <br /><br />Perpustakaan diciptakan oleh masyarakat.<br />Berdasarkan penelitian sejarah, diketahui bahwa tujuan perpustakaan selalu berkaitan dengan tujuan masyarakat.<br />Perpustakaan selalu berusaha untuk menyimpan dan menyebarkan karya dan pengetahuan masyarakat. <br /><br />Perpustakaan dilestarikan oleh masyarakat.<br />Karena perpustakaan diciptakan oleh masyarakat, maka masyarakat pulalah yang melestarikannya. <br /><br />Perpustakaan bertujuan menyimpan dan menyebarluaskan pengetahuan. Selama ini perpustakaan selalu merupakan gudang ilmu pengetahuan tempat menyimpan hasil karya dari para cerdik pandai. Selain itu perpustakaan juga menyebarluaskan ilmu pengetahuan tersebut dengan cara meminjamkan buku-buku yang dimilikinya pada masyarakat umum. <br /><br />Perpustakaan merupakan pusat kekuatan. <br /><br />Perpustakaan terbuka bagi siapa saja.<br />Perpustakaan umum telah ada sejak abad 7 sebelum Masehi. <br /><br />Perpustakaan harus tumbuh berkembang. <br /><br />Perpustakaan selalu berkembang dari waktu ke waktu, tidak hanya dari segi bangunan saja, tetapi juga jumlah koleksi dan jenis pelayanannya. <br /><br />Perpustakaan Nasional harus berisi semua literatur nasional, dengan tambahan literatur nasional negara lain. <br /><br />Setiap buku selalu berguna. <br /><br />Setiap pustakawan haruslah manusia yang berpendidikan.<br />Pustakawan sejak zaman dahulu adalah orang-orang cerdik. <br /><br />Peranan seorang pustakawan hanya dapat menjadi penting bilamana peranan tersebut sepenuhnya diintegrasikan ke dalam sistem sosial dan politik yang berlaku. <br /><br />Seorang pustakawan memerlukan pendidikan, pelatihan dan magang. <br /><br />Tugas pustakawan untuk menambah koleksi perpustakaannya. <br /><br />Sebuah perpustakaan harus disusun menurut aturan tertentu, dan harus dibuatkan daftar koleksinya. <br /><br />Perpustakaan merupakan gudang pengetahuan, maka koleksi perpustakaan harus disusun menurut subjek. <br /><br />Kemampuan praktis akan menentukan bagaimana subjek-subjek dikelompokkan di perpustakaan. <br /><br />Perpustakaan harus memiliki katalog subjek.<br /><br />Pustakawan Sebagai Tenaga Profesional <br /><br />Profesi bermakna lain dengan pekerjaan. Profesi memerlukan syarat pendidikan dan pelatihan berdasarkan batang tubuh ilmu pengetahuan yang diakui oleh bidang yang bersangkutan. <br /><br />Konsep profesi secara ilmiah mulai dibahas pada abad 17 bersamaan dengan terjadinya Revolusi Industri. Revolusi Industri yang terjadi di Inggris ternyata melahirkan berbagai profesi baru, tidak dikenal sebelumnya. Sebelum itu hanya ada empat profesi tradisional yaitu pendeta atau biarawan, dokter, pengacara dan perwira angkatan darat. Kini profesi semakin bertambah. <br /><br />Untuk dapat memenuhi syarat sebuah profesi maka harus ada beberapa tolok ukur yang harus dipenuhi yaitu: <br /><br />adanya asosiasi <br /><br />pendidikan <br /><br />isi intelektual <br /><br />orientasi pada jasa <br /><br />kode etik <br /><br />tingkat kemandirian <br /><br />status<br /><br />Pustakawan memenuhi syarat sebagai tenaga profesional karena keenam unsur tersebut di atas dapat dipenuhi. Pustakawan mengenal organisasi profesi, mengenal tingkat pendidikan pada universitas mulai dari program sarjana, magister hingga doktor, di dalam pendidikan diberikan bermacam-macam pelajaran baik teori maupun praktik, sebahagian di antaranya berlandaskan teori yang semakin berkembang; orientasi pustakawan adalah memberikan jasa tanpa mengharapkan imbalan uang; ada tingkat kemandirian sebagai sebuah organisasi profesi dan statusnya sebagai tenaga fungsional telah diakui pemerintah RI. <br /><br />Dalam pembagian pekerjaan, dikenal tugas profesional dan non-profesional. Tugas profesional dilakukan oleh pustakawan sedangkan tugas non-profesional dilakukan oleh mereka yang tidak memperoleh pendidikan khusus kepustakawanan. <br /><br />Pemisahan tugas antara profesional dengan non-profesional terlihat dalam berbagai pekerjaan perpustakaan seperti pada administrasi umum, manajemen kepegawaian, hubungan masyarakat, pemilihan bahan perpustakaan, pengadaan bahan perpustakaan, penyiangan, pengkatalogan, klasifikasi, penerbitan, pelestarian, tugas informasi, bimbingan pembaca serta tugas peminjaman. Pada kesemua tugas tersebut terdapat perbedaan jelas antara tugas profesional dengan tugas non-profesional. <br /><br /><br />Organisasi Profesi <br /><br />Organisasi pustakawan telah lama ada di Inggris maupun Amerika Serikat. Pada kedua negara itu organisasi pustakawan telah berdiri sejak tahun 1876. Karena usia yang cukup tua itu, maka kedua organisasi pustakawan berhasil memperjuangkan hak-hak pustakawan; termasuk pengakuan pustakawan sebagai tenaga profesional serta ketentuan tentang gaji. Kedua organisasi itu juga menerbitkan majalah yang dibagi-bagikan secara cuma-cuma untuk anggotanya. <br /><br />Di samping organisasi pustakawan umum, ada pula organisasi pustakawan yang bekerja di perpustakaan khusus dan biro organisasi. Di Inggris, organisasi itu dikenal dengan nama ASLIB, singkatan dari Association of Special Libraries and Information Bureaux, sedangkan di AS bernama Special Library Association. <br /><br />Di samping organisasi yang berskala nasional, ada pula organisasi berskala lokal, terutama di AS. Di negara tersebut, setiap negara bagian memiliki organisasi lokal. Hal demikian tidak terdapat di Inggris. Berbagai organisasi pustakawan membentuk federasi organisasi. <br /><br /><br />JENIS-JENIS PERPUSTAKAAN <br />Mengapa Terjadi Berbagai Jenis Perpustakaan <br /><br />Adanya berbagai jenis perpustakaan terjadi karena timbulnya berbagai jenis media seperti media tercetak (buku, majalah, laporan, surat kabar) dan media grafis/elektronik seperti film, foto, mikrofilm, video, pertumbuhan literatur yang cepat dan banyak, pertumbuhan subjek dalam arti terjadi fusi berbagai subjek artinya satu subjek pecah menjadi beberapa subjek dan sebaliknya beberapa subjek melebur menjadi subjek baru. Alasan lain, karena kebutuhan pemakai yang berlainan, misalnya keperluan informasi seorang anak SD akan berbeda dengan seorang peneliti kawakan walaupun objeknya sama, misalnya tentang keruntuhan Majapahit. <br /><br />Karena hal-hal tersebut di atas maka muncullah berbagai jenis perpustakaan seperti perpustakaan internasional, perpustakaan nasional, perpustakaan sekolah, perpustakaan perguruan tinggi, perpustakaan khusus dan perpustakaan umum. Masing-masing perpustakaan memiliki ciri tersendiri, khalayak ramai yang dilayaninya jelas berbeda, terkecuali perpustakaan umum. Karena itu perpustakaan umum memegang peranan penting dalam pemberian jasa bagi umum sehingga Unesco (sebuah badan PBB) perlu mengeluarkan Manifesto Perpustakaan Umum. Dalam manifesto tersebut dinyatakan bahwa perpustakaan umum terbuka bagi siapa saja tanpa membeda-bedakan ras, kedudukan, warna kulit, agama, kepercayaan, usia, jenis kelamin. <br /><br /><br />Badan Lain yang Bergerak dalam Bidang Informasi <br /><br />Di samping perpustakaan, masih ada pranata lain yang bergerak dalam bidang pengadaan, pengolahan dan pemencaran informasi. Kegiatan lembaga tersebut tidak selalu terpisah dari perpustakaan, malahan bekerja sama memenuhi kebutuhan informasi pemakai. <br /><br />Lembaga lain di samping perpustakaan yang bergerak dalam bidang informasi adalah pusat informasi, pusat analisis informasi; pusat dokumentasi, pusat referal, clearing house. Di samping itu masih ada pula focal point, national focal point dan bank data. Pada bank data, tekanan utama lebih banyak pada penyediaan data, bukannya informasi maupun dokumen. Sebagai contoh sebuah buku membahas tentang produksi padi Indonesia dari tahun 1969-1993. Keterangan tentang dokumen itu disebut informasi dokumen sedangkan data diambil dari dokumen itu. Jadi bank data menyajikan data tentang panen padi di Indonesia, namun tidak menyediakan informasi tentang dokumen yang memuat data tersebut. <br /><br /><br />--------------------------------------------------------------------------------<br />sumber :http://massofa.wordpress.com/2008/01/26/pengantar-perpustakaan-bag-1/PERPUSTAKAAN DIGITAL TARTO JOGJAKARTAhttp://www.blogger.com/profile/11340625320119067674noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3754416655797455679.post-75209084715986063662008-02-06T11:16:00.001-08:002008-02-06T11:28:45.300-08:00Perpustakaan Pribadi, Harta Sulit DiwariskanSabtu, 19 November 2005 <br /> <br /> <br /> <br /><br />Perpustakaan Pribadi, Harta Sulit Diwariskan <br /><br /><br />Oleh Nova Christina<br /><br />Kecintaan seseorang pada buku memang kerap kali tidak terbendung. Membeli dan mengoleksinya merupakan jalan terbaik. Namun, tatkala keinginan tersebut terpenuhi, bagaimanakah masa depan tumpukan koleksi tersebut? Bisa jadi, semua akan musnah sejalan dengan pudarnya kehidupan sang empunya.<br /><br />Ancaman semacam ini disadari ataupun tidak menjadi kekhawatiran para pengoleksi buku. Awalnya, koleksi pribadi memang semata-mata milik pribadi, sebagai pemuas kebutuhan pribadi. Pengalaman Yongki Wardiman Gunawan, arsitek yang juga dikenal sebagai pengamat komik, menarik disimak. Dari hasil pendataan tiga tahun yang lalu, tak kurang 4.500 komik tersimpan di beberapa rak buku di kediamannya. Mulai dari bundelan komik Put On sekitar tahun 1960-an, karya Kho Wang Gie yang diterbitkan di surat kabar Sin Po hingga komik superhero mancanegara maupun lokal ia miliki. Komik-komik tersebut ia kumpulkan sejak ia masih duduk di tingkat sekolah menengah pertama. Maklum, saat itu tidak ada seorang pun yang memengaruhi Yongki muda untuk mulai menyimpan komik-komik yang ia beli. Keinginan untuk membaca berulang-ulang komik-komik yang dibeli dan dianggap menarik sematalah yang memotivasi untuk mulai menyimpan.<br /><br />Koleksi komik-komik miliknya terus bertambah. Jika perlu ia tak segan mengunjungi berbagai pasar buku bekas. Pasar buku bekas di Pasar Senen Jakarta, di wilayah Ancol, ataupun Palasari dan Cikapundung di Bandung sering ia datangi untuk berburu komik. Menurut pengakuan Yongki, setiap dua hari sekali secara rutin ia selalu mengunjungi toko buku.<br /><br />Gila Buku<br /><br />Contoh lain, orang yang memiliki kegilaan dalam mempertahankan buku-buku secara kontinu juga dapat dilihat dari pengalaman Murti Bunanta, pemerhati sastra anak Indonesia yang juga motor Kelompok Pencinta Bacaan Anak (KPA). Di kediamannya di wilayah pemukiman Permata Hijau, Jakarta, hingga kini telah terkumpul sekitar 30.000 buku-buku yang berkaitan dengan sastra anak. Tak main-main, buku-buku yang disimpan tersebut tak jarang didatangi bahkan oleh para peneliti dan pemburu naskah dari luar negeri. Lembaga-lembaga seperti KITLV milik Pemerintah Belanda, Universitas Leiden maupun dari perpustakaan Library Congress. Menurut Murti Bunanta, koleksi bahan-bahan literatur miliknya digolongkan sangat lengkap oleh lembaga-lembaga asing yang banyak menyimpan naskah maupun buku tentang Indonesia tersebut.<br /><br />Kesukaan menyimpan buku dilakukan Murti Bunanta sejak ia masih kecil. Buku-buku bacaan yang dibelikan untuk saya waktu kecil selalu saya simpan, ia menjelaskan. Tak disangka, dari kecintaannya membaca sejak kecil ia kemudian justru menekuni sastra anak dan terus mengumpulkan berbagai bahan literatur tentang anak. Murti Bunanta mengamati buku anak-anak sering kali ditelantarkan setelah dibaca, bahkan dibuang. Jika diketahui ada orang yang hendak membuang buku-buku anak, tak segan-segan dirinya menghubungi dan meminta buku-buku tersebut. Sayang kan kalau dibuang? Murti Bunanta menegaskan.<br /><br />Mirip dengan dua perilaku di atas, tokoh besar seperti Mohammad Hatta pun sangat menghargai buku-buku yang dimiliki dari sejak berusia 19 tahun. â€Terutama sejak ia masuk ke sekolah dagang, Meuthia Hatta sang putri yang kini menjabat sebagai Menteri Urusan Perempuan menjelaskan. Menurut Meuthia Hatta, ayahnya demikian menghargai buku yang dimiliki. Sang ayah bahkan seperti sedang melakukan ritual khusus ketika membaca. Hatta selalu mengajarkan pada anak-anaknya untuk menghargai buku dan proses membaca. Membaca harus duduk dan buku-buku tidak boleh dilipat apalagi dicoret-coret, kenang Meuthia.<br /><br />Koleksi yang dimiliki tersebut hingga kini masih dijaga oleh anak-anak Bung Hatta. Untuk menjaga dan merawat buku-buku milik Bung Hatta tersebut, keluarga menyerahkan kepercayaan kepada Andono yang sejak berusia 18 tahun telah mengabdi kepada Bung Hatta. Hingga kini koleksi Bung Hatta dinilai selayaknya sebuah harta warisan dari sang ayah yang dibanggakan. Perpustakaan pribadi milik Bung Hatta di tempatkan di sebuah ruangan khusus yang dilengkapi dengan pendingin. Andono secara rutin membersihkan buku-buku dari debu-debu yang menempel. Diakui oleh Meuthia, dengan mengetahui buku-buku yang dibaca dan disimpan oleh Bung Hatta ia menjadi merasa bangga akan sosok sang ayah. Seseorang itu dapat kita nilai dari buku-buku yang dibaca, kata Meuthia Hatta.<br /><br />Biaya Besar<br /><br />Namun, persoalannya, menyimpan dan merawat buku-buku dalam jangka waktu lama bukanlah sesuatu yang mudah. Iklim yang lembab seperti Indonesia membuat buku-buku yang disimpan menuntut untuk dijaga sedemikian rupa. Proses pendinginan secara terus-menerus, pembersihan dari debu hingga pembasmian rayap dan jamur dibutuhkan untuk mempertahankan buku-buku yang disimpan. Untuk mampu memenuhi syarat perawatan seperti ini, tak sedikit biaya yang harus dikeluarkan.<br /><br />Sebagai contoh, perpustakaan pribadi milik seorang tokoh besar seperti Bung Hatta saja hingga kini hanya mampu menyediakan pendingin, pembersihan dari debu dan pemberian kamper pada buku-buku yang sebagian besar berumur di atas seratus tahun tersebut. Koleksi tertua milik Bung Hatta adalah History of Java karya Sir Stamford Raffles yang dicetak tahun 1812. Literatur yang berkaitan dengan Jawa tempo dulu yang sudah berusia hampir dua abad ini disimpan sama dengan buku-buku lainnya. Dananya besar untuk mampu memenuhi seluruh syarat perawatan buku-buku tersebut, Meuthia Hatta mengakui.<br /><br />Pengakuan yang sama pun dilontarkan oleh Murthi Bunanta dengan 30.000 koleksi bacaan anak-anak miliknya. Untuk pendinginan selama 24 jam akan mengeluarkan dana yang besar, kami tak sanggup memenuhinya, Murthi Bunanta menjelaskan. Apalagi, para pemilik perpustakaan pribadi cukup sadar bahwa tak mungkin mengharapkan bantuan dari lembaga-lembaga seperti Perpustakaan Nasional maupun beberapa pusat dokumentasi untuk menyimpan buku-buku mereka. Tak dapat memang kita menutup mata jika lembaga seperti Perpustakaan Nasional maupun Arsip Nasional pun mengeluhkan persoalan yang sama soal perawatan buku-buku ini.<br /><br />Sebagai sebuah perpustakaan, tentu saja syarat utama buku-buku yang dikumpulkan harus mencapai kuantitas yang tergolong besar. Untuk itu, proses kelanjutan dari pengumpulan buku-buku adalah pengatalogisasian. Buku-buku tersebut didata, dikelompokkan dan diberi nomor berdasarkan kriteria-kriteria tertentu seperti subyek, penulis, judul buku, tahun penerbitan, dan sebagainya. Hal ini akan mempermudah pemilik perpustakaan atau siapa pun yang hendak mencari buku.<br /><br />Yongki Wardiman dengan 4.500 komik miliknya, misalnya, mengaku telah mencoba mengelompokkan berdasarkan judul. Beruntung ia mempunyai seorang karyawan yang terkadang membantu dalam mendata dan mengategorikan komik-komik miliknya.Ya, meski kami mengaturnya masih agak kacau, Yongki menjelaskan. Namun, sesederhana apa pun pendataan maupun pengategorian ini dilakukan, para pemilik perpustakaan pribadi rupa-rupanya sudah berusaha untuk menunjukkan keseriusan mereka terhadap buku-buku yang dimiliki.<br /><br />Digitalisasi<br /><br />Jika Yongki Wardiman masih mengaku belum merasa telah benar mengatur buku-buku yang dimiliki, lain hal dengan yang diupayakan oleh M Dawam Raharjo. Untuk mengatur 15.000 buku miliknya, ia dibantu oleh dua kemenakannya. Mereka tidak hanya membantu mengatalogisasikan buku-buku, juga membantu dalam pengadaan buku-buku untuk perpustakaan pribadi miliknya. Bahkan, tentang masa depan perpustakaan pribadi miliknya, Dawam Raharjo telah merancang proses katalogisasi secara digital. Sehingga orang-orang bisa mengakses perpustakaan milik saya secara on line, ujarnya.<br /><br />Untuk mewujudkan rencananya ini, Dawam Raharjo bahkan sudah meminta bantuan seorang yang ia anggap mampu untuk membuat katalog digital tersebut. Dawam Raharjo yang mengaku terinspirasi mengumpulkan buku dari seorang kerabat dekat ini memang memiliki rencana besar terhadap perpustakaan pribadi miliknya. Ia tak pernah membatasi anggaran untuk pengadaan buku-buku. Ia memiliki visi akan kehadiran begitu banyak perpustakaan milik para pecinta buku yang bisa diakses oleh sekian banyak orang yang membutuhkan secara on line. Asyik, kan? Dawam Rahardjo membayangkan.<br /><br />Berbeda dengan Dawam Rahardjo, beberapa pemilik lain mengaku masih bingung akan nasib harta berharga yang sangat disayangi tersebut. Mengenai koleksi buku-buku milik Bung Hatta, misalnya, Meuthia Hatta sampai saat ini menginginkan lembaga seperti Perpustakaan Nasional mau membuat katalog digital sehingga banyak orang dapat memanfaatkan buku-buku. Jadi, kami anak dan cucu-cucu Bung Hatta yang merawat dan menyimpan, namun mereka membantu dalam pengembangan selanjutnya demikian Meuthia Hatta mengungkap keinginannya. Ia mengatakan pernah menawarkan ide ini pada pihak Perpustakaan Nasional, namun hingga kini belum mendapat sambutan.<br /><br />Dengan demikian, satu pertanyaan besar mengenai perpustakaan pribadi adalah bagaimana kelanjutan perkembangannya? Serba dilematis memang. Sebenarnya, langkah teraman membiarkan milik pribadi berubah fungsi menjadi milik umum. Namun, hal demikian tidak menutup terjadinya persoalan lain, terutama terkait pada siapa atau lembaga mana yang memang mampu menampung semua ini.<br /><br />Yongki Wardiman dengan tak kurang dari 4.500 komik, misalnya, mengaku hingga kini tidak tahu akan diapakan koleksinya tersebut. Ia memang tak berniat untuk menjual komik-komik miliknya pada lembaga asing yang tak mustahil akan sangat berminat dan mampu membayar mahal. Namun, ia juga belum mampu membayangkan akan dikemanakan buku-buku miliknya jika ia meninggal nanti. Anak perempuannya yang masih duduk di bangku SMP memang sudah menunjukkan minat yang sama dengan dirinya. Namun, ia tak ingin memaksa sang anak untuk menjaga dan merawat komik-komik miliknya nanti. Dari sekarang saja sudah terlihat minat yang berbeda dari bagaimana dia memilih jenis komik yang disukai, Yongki Wardiman menjelaskan. Akankah buku-buku tersebut tersimpan hingga lapuk dan hancur dimakan waktu tanpa akan ada yang bisa memanfaatkannya? <br /><br />(umi, wen/Litbang Kompas)<br /> http://kompas.com/kompas-cetak/0511/19/pustaka/2221362.htmPERPUSTAKAAN DIGITAL TARTO JOGJAKARTAhttp://www.blogger.com/profile/11340625320119067674noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3754416655797455679.post-78453379874791697972008-02-06T11:16:00.000-08:002008-02-06T11:28:41.272-08:00Perpustakaan Pribadi, Harta Sulit DiwariskanSabtu, 19 November 2005 <br /> <br /> <br /> <br /><br />Perpustakaan Pribadi, Harta Sulit Diwariskan <br /><br /><br />Oleh Nova Christina<br /><br />Kecintaan seseorang pada buku memang kerap kali tidak terbendung. Membeli dan mengoleksinya merupakan jalan terbaik. Namun, tatkala keinginan tersebut terpenuhi, bagaimanakah masa depan tumpukan koleksi tersebut? Bisa jadi, semua akan musnah sejalan dengan pudarnya kehidupan sang empunya.<br /><br />Ancaman semacam ini disadari ataupun tidak menjadi kekhawatiran para pengoleksi buku. Awalnya, koleksi pribadi memang semata-mata milik pribadi, sebagai pemuas kebutuhan pribadi. Pengalaman Yongki Wardiman Gunawan, arsitek yang juga dikenal sebagai pengamat komik, menarik disimak. Dari hasil pendataan tiga tahun yang lalu, tak kurang 4.500 komik tersimpan di beberapa rak buku di kediamannya. Mulai dari bundelan komik Put On sekitar tahun 1960-an, karya Kho Wang Gie yang diterbitkan di surat kabar Sin Po hingga komik superhero mancanegara maupun lokal ia miliki. Komik-komik tersebut ia kumpulkan sejak ia masih duduk di tingkat sekolah menengah pertama. Maklum, saat itu tidak ada seorang pun yang memengaruhi Yongki muda untuk mulai menyimpan komik-komik yang ia beli. Keinginan untuk membaca berulang-ulang komik-komik yang dibeli dan dianggap menarik sematalah yang memotivasi untuk mulai menyimpan.<br /><br />Koleksi komik-komik miliknya terus bertambah. Jika perlu ia tak segan mengunjungi berbagai pasar buku bekas. Pasar buku bekas di Pasar Senen Jakarta, di wilayah Ancol, ataupun Palasari dan Cikapundung di Bandung sering ia datangi untuk berburu komik. Menurut pengakuan Yongki, setiap dua hari sekali secara rutin ia selalu mengunjungi toko buku.<br /><br />Gila Buku<br /><br />Contoh lain, orang yang memiliki kegilaan dalam mempertahankan buku-buku secara kontinu juga dapat dilihat dari pengalaman Murti Bunanta, pemerhati sastra anak Indonesia yang juga motor Kelompok Pencinta Bacaan Anak (KPA). Di kediamannya di wilayah pemukiman Permata Hijau, Jakarta, hingga kini telah terkumpul sekitar 30.000 buku-buku yang berkaitan dengan sastra anak. Tak main-main, buku-buku yang disimpan tersebut tak jarang didatangi bahkan oleh para peneliti dan pemburu naskah dari luar negeri. Lembaga-lembaga seperti KITLV milik Pemerintah Belanda, Universitas Leiden maupun dari perpustakaan Library Congress. Menurut Murti Bunanta, koleksi bahan-bahan literatur miliknya digolongkan sangat lengkap oleh lembaga-lembaga asing yang banyak menyimpan naskah maupun buku tentang Indonesia tersebut.<br /><br />Kesukaan menyimpan buku dilakukan Murti Bunanta sejak ia masih kecil. Buku-buku bacaan yang dibelikan untuk saya waktu kecil selalu saya simpan, ia menjelaskan. Tak disangka, dari kecintaannya membaca sejak kecil ia kemudian justru menekuni sastra anak dan terus mengumpulkan berbagai bahan literatur tentang anak. Murti Bunanta mengamati buku anak-anak sering kali ditelantarkan setelah dibaca, bahkan dibuang. Jika diketahui ada orang yang hendak membuang buku-buku anak, tak segan-segan dirinya menghubungi dan meminta buku-buku tersebut. Sayang kan kalau dibuang? Murti Bunanta menegaskan.<br /><br />Mirip dengan dua perilaku di atas, tokoh besar seperti Mohammad Hatta pun sangat menghargai buku-buku yang dimiliki dari sejak berusia 19 tahun. â€Terutama sejak ia masuk ke sekolah dagang, Meuthia Hatta sang putri yang kini menjabat sebagai Menteri Urusan Perempuan menjelaskan. Menurut Meuthia Hatta, ayahnya demikian menghargai buku yang dimiliki. Sang ayah bahkan seperti sedang melakukan ritual khusus ketika membaca. Hatta selalu mengajarkan pada anak-anaknya untuk menghargai buku dan proses membaca. Membaca harus duduk dan buku-buku tidak boleh dilipat apalagi dicoret-coret, kenang Meuthia.<br /><br />Koleksi yang dimiliki tersebut hingga kini masih dijaga oleh anak-anak Bung Hatta. Untuk menjaga dan merawat buku-buku milik Bung Hatta tersebut, keluarga menyerahkan kepercayaan kepada Andono yang sejak berusia 18 tahun telah mengabdi kepada Bung Hatta. Hingga kini koleksi Bung Hatta dinilai selayaknya sebuah harta warisan dari sang ayah yang dibanggakan. Perpustakaan pribadi milik Bung Hatta di tempatkan di sebuah ruangan khusus yang dilengkapi dengan pendingin. Andono secara rutin membersihkan buku-buku dari debu-debu yang menempel. Diakui oleh Meuthia, dengan mengetahui buku-buku yang dibaca dan disimpan oleh Bung Hatta ia menjadi merasa bangga akan sosok sang ayah. Seseorang itu dapat kita nilai dari buku-buku yang dibaca, kata Meuthia Hatta.<br /><br />Biaya Besar<br /><br />Namun, persoalannya, menyimpan dan merawat buku-buku dalam jangka waktu lama bukanlah sesuatu yang mudah. Iklim yang lembab seperti Indonesia membuat buku-buku yang disimpan menuntut untuk dijaga sedemikian rupa. Proses pendinginan secara terus-menerus, pembersihan dari debu hingga pembasmian rayap dan jamur dibutuhkan untuk mempertahankan buku-buku yang disimpan. Untuk mampu memenuhi syarat perawatan seperti ini, tak sedikit biaya yang harus dikeluarkan.<br /><br />Sebagai contoh, perpustakaan pribadi milik seorang tokoh besar seperti Bung Hatta saja hingga kini hanya mampu menyediakan pendingin, pembersihan dari debu dan pemberian kamper pada buku-buku yang sebagian besar berumur di atas seratus tahun tersebut. Koleksi tertua milik Bung Hatta adalah History of Java karya Sir Stamford Raffles yang dicetak tahun 1812. Literatur yang berkaitan dengan Jawa tempo dulu yang sudah berusia hampir dua abad ini disimpan sama dengan buku-buku lainnya. Dananya besar untuk mampu memenuhi seluruh syarat perawatan buku-buku tersebut, Meuthia Hatta mengakui.<br /><br />Pengakuan yang sama pun dilontarkan oleh Murthi Bunanta dengan 30.000 koleksi bacaan anak-anak miliknya. Untuk pendinginan selama 24 jam akan mengeluarkan dana yang besar, kami tak sanggup memenuhinya, Murthi Bunanta menjelaskan. Apalagi, para pemilik perpustakaan pribadi cukup sadar bahwa tak mungkin mengharapkan bantuan dari lembaga-lembaga seperti Perpustakaan Nasional maupun beberapa pusat dokumentasi untuk menyimpan buku-buku mereka. Tak dapat memang kita menutup mata jika lembaga seperti Perpustakaan Nasional maupun Arsip Nasional pun mengeluhkan persoalan yang sama soal perawatan buku-buku ini.<br /><br />Sebagai sebuah perpustakaan, tentu saja syarat utama buku-buku yang dikumpulkan harus mencapai kuantitas yang tergolong besar. Untuk itu, proses kelanjutan dari pengumpulan buku-buku adalah pengatalogisasian. Buku-buku tersebut didata, dikelompokkan dan diberi nomor berdasarkan kriteria-kriteria tertentu seperti subyek, penulis, judul buku, tahun penerbitan, dan sebagainya. Hal ini akan mempermudah pemilik perpustakaan atau siapa pun yang hendak mencari buku.<br /><br />Yongki Wardiman dengan 4.500 komik miliknya, misalnya, mengaku telah mencoba mengelompokkan berdasarkan judul. Beruntung ia mempunyai seorang karyawan yang terkadang membantu dalam mendata dan mengategorikan komik-komik miliknya.Ya, meski kami mengaturnya masih agak kacau, Yongki menjelaskan. Namun, sesederhana apa pun pendataan maupun pengategorian ini dilakukan, para pemilik perpustakaan pribadi rupa-rupanya sudah berusaha untuk menunjukkan keseriusan mereka terhadap buku-buku yang dimiliki.<br /><br />Digitalisasi<br /><br />Jika Yongki Wardiman masih mengaku belum merasa telah benar mengatur buku-buku yang dimiliki, lain hal dengan yang diupayakan oleh M Dawam Raharjo. Untuk mengatur 15.000 buku miliknya, ia dibantu oleh dua kemenakannya. Mereka tidak hanya membantu mengatalogisasikan buku-buku, juga membantu dalam pengadaan buku-buku untuk perpustakaan pribadi miliknya. Bahkan, tentang masa depan perpustakaan pribadi miliknya, Dawam Raharjo telah merancang proses katalogisasi secara digital. Sehingga orang-orang bisa mengakses perpustakaan milik saya secara on line, ujarnya.<br /><br />Untuk mewujudkan rencananya ini, Dawam Raharjo bahkan sudah meminta bantuan seorang yang ia anggap mampu untuk membuat katalog digital tersebut. Dawam Raharjo yang mengaku terinspirasi mengumpulkan buku dari seorang kerabat dekat ini memang memiliki rencana besar terhadap perpustakaan pribadi miliknya. Ia tak pernah membatasi anggaran untuk pengadaan buku-buku. Ia memiliki visi akan kehadiran begitu banyak perpustakaan milik para pecinta buku yang bisa diakses oleh sekian banyak orang yang membutuhkan secara on line. Asyik, kan? Dawam Rahardjo membayangkan.<br /><br />Berbeda dengan Dawam Rahardjo, beberapa pemilik lain mengaku masih bingung akan nasib harta berharga yang sangat disayangi tersebut. Mengenai koleksi buku-buku milik Bung Hatta, misalnya, Meuthia Hatta sampai saat ini menginginkan lembaga seperti Perpustakaan Nasional mau membuat katalog digital sehingga banyak orang dapat memanfaatkan buku-buku. Jadi, kami anak dan cucu-cucu Bung Hatta yang merawat dan menyimpan, namun mereka membantu dalam pengembangan selanjutnya demikian Meuthia Hatta mengungkap keinginannya. Ia mengatakan pernah menawarkan ide ini pada pihak Perpustakaan Nasional, namun hingga kini belum mendapat sambutan.<br /><br />Dengan demikian, satu pertanyaan besar mengenai perpustakaan pribadi adalah bagaimana kelanjutan perkembangannya? Serba dilematis memang. Sebenarnya, langkah teraman membiarkan milik pribadi berubah fungsi menjadi milik umum. Namun, hal demikian tidak menutup terjadinya persoalan lain, terutama terkait pada siapa atau lembaga mana yang memang mampu menampung semua ini.<br /><br />Yongki Wardiman dengan tak kurang dari 4.500 komik, misalnya, mengaku hingga kini tidak tahu akan diapakan koleksinya tersebut. Ia memang tak berniat untuk menjual komik-komik miliknya pada lembaga asing yang tak mustahil akan sangat berminat dan mampu membayar mahal. Namun, ia juga belum mampu membayangkan akan dikemanakan buku-buku miliknya jika ia meninggal nanti. Anak perempuannya yang masih duduk di bangku SMP memang sudah menunjukkan minat yang sama dengan dirinya. Namun, ia tak ingin memaksa sang anak untuk menjaga dan merawat komik-komik miliknya nanti. Dari sekarang saja sudah terlihat minat yang berbeda dari bagaimana dia memilih jenis komik yang disukai, Yongki Wardiman menjelaskan. Akankah buku-buku tersebut tersimpan hingga lapuk dan hancur dimakan waktu tanpa akan ada yang bisa memanfaatkannya? <br /><br />(umi, wen/Litbang Kompas)<br /> http://kompas.com/kompas-cetak/0511/19/pustaka/2221362.htmPERPUSTAKAAN DIGITAL TARTO JOGJAKARTAhttp://www.blogger.com/profile/11340625320119067674noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3754416655797455679.post-521881599190590262008-02-06T11:13:00.000-08:002008-02-06T11:16:19.043-08:00Pengembangan Jaringan Perpustakaan Digital Menuju Perpustakaan Perguruan Tinggi Bertaraf InternasionalPengembangan Jaringan Perpustakaan Digital <br />Menuju Perpustakaan Perguruan Tinggi Bertaraf Internasional <br /><br />Di Hotel Inna Garuda, Jogjakarta,<br /><br />29 – 30 November 2007<br /><br />By: Ramadiani<br /><br /><br /><br />Kriteria world class university menurut Times: <br /><br />* Academic Reputation <br /><br />* Student Selectivity<br /><br />* Faculty resources<br /><br />* Research derived from:<br /><br />1) citation in academic journals as tracked by the Journal Citation Index, <br /><br />2) articles in peer-reviewed journals, <br /><br />3) papers presented in international conferences, <br /><br />4) published books, <br /><br />5) research funding, <br /><br />6) graduate students<br /><br />* Financial resources: <br /><br />1) total spending per students, <br /><br />2) library spending per students<br /><br /><br /><br />Salah satu tugas Perpustakaan Digital adalah sebagai sarana pengelolaan dan penyebaran informasi ilmiah. Berdasarkan alasan tersebut, maka pembangunan jaringan perpustakaan berbasis elektronik yang memungkinkan kerjasama setiap perpustakaan dapat saling bertukar informasi melalui jaringan global. Dengan tetap menyepakati peraturan tentang keamanan data, hak milik intelektual/hak cipta dan hak akses.<br /><br />Masing-masing Perpustakaan Digital Perguruan Tinggi diharapakan dapat memfasilitasi pertukaran dan pemindahan data, dengan tidak menghilangkan kualitas kandungan informasinya. Dari segi telekomunikasi, setiap pengembangan Perpustakaan Digital Perguruan Tinggi telah memakai standar dan protokol yang memungkinkan pertukaran data secara mudah, terutama untuk hal-hal yang sudah disepakati.<br /><br />Sebagai salah satu solusi akan dibentuk Katalog Induk. Masing-masing Perpustakaan Digital Perguruan Tinggi diharapkan untuk menyiapkan format pertanggungjawaban dalam penggunaan koleksi digital serta membuat kesepakatan internal, bilateral, maupun multilateral.<br /><br />Terus menerus berkomunikasi dan berbagi-pengalaman, mengadakan pertemuan teknis untuk membahas kemungkinan pengembangan teknologi distributed retrieving dan harvesting, segera membuat server katalog induk bersama. Mengusulkan kepada DIKTI agar pengembangan Perpustakaan Digital diberikan tempat khusus dalam kerangka proyek INHERENTS dan dalam pengembangannya dimasukkan penelitian atau percobaan yang berkaitan dengan teknologi retrieval.<br /> <br /> Sumber :<br />http://e-lib.unmul.ac.id/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=3&artid=10PERPUSTAKAAN DIGITAL TARTO JOGJAKARTAhttp://www.blogger.com/profile/11340625320119067674noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3754416655797455679.post-27844314184369536032008-02-06T11:11:00.000-08:002008-02-06T11:13:39.749-08:00PROGRAM PENGEMBANGAN PERPUSTAKAAN BERBASIS KOMPETISIPROGRAM PENGEMBANGAN PERPUSTAKAAN BERBASIS KOMPETISI<br />Gagasan Awal<br />Oleh: <br />A.C. Sungkono Hadi *)<br /><br /><br />Pengembangan perpustakaan itu wajib hukumnya. Pengembangan itu harus dilakukan secara terus menerus dan berkelanjutan. Namun pendanaan untuk pengembangan perpustakaan itu langka kenyataannya. Oleh karena itu, pendekatannya adalah sistem bergilir berdasarkan kinerja pendekatannya. Maka program hibah kompetisi itu caranya. Dengan adanya kompetisi, maka diperlukan program hibah kompetisi dengan cara proposal dan penilaian proposal, dan Tim Penilai proposal yang selain menilai dokumen proposal, mungkin juga perlu melakukan penilaian lapangan (site evalution). Penilaian lapangan ini dimaksudkan untuk mencocokkan apa yang tertulis dalam dokumen proposal dengan apa yang senyatanya ada di lapangan, dengan maksud untuk mendapatkan kepastian bahwa perpustakaan yang akan diberi dana hibah adalah perpustakaan yang memiliki potensi untuk berkembang dan mampu memanfaatkan dana tersebut sebaik-baiknya.<br /><br />Jadi pustakawan harus memiliki kemampuan untuk melakukan evaluasi diri atas kondisi dan kemampuan perpustakaannya. Selain itu, juga harus memiliki kemampuan untuk menyusun program pengembangan yang berbasis kompetisi. Sementara itu pada tingkat instansi penyandang dana yang dikompetisikan juga harus tersedia pustakawan (Madya dan Utama) yang memiliki kemampuan untuk menilai dan menyeleksi proposal secara transparan.<br /><br />Tulisan singkat ini dimaksudkan sebagai lontaran gagasan awal yang mungkin dapat dipertimbangkan oleh para pengambil kebijakan dalam pengembangan perpustakaan di negeri tercinta ini. Jika diperlukan penjelasan atau uraian yang lebih teknis dan lengkap maka penjelasan itu akan dituangkan dalam artikel atau makalah berikutnya.<br /><br />Program Hibah (grants) bagi Pengembangan Perpustakaan<br /> <br />Jika dilakukan penelusuran atas dokumen atau kepustakaan tentang program hibah (grants) bagi pengembangan perpustakaan, maka akan diketemukan cukup banyak cantuman dalam internet. Salah satunya adalah Negara Bagian Missouri (Missouri State Government) yang menawarkan berbagai kesempatan kepada perpustakaan-perpustakaan di negara ini untuk meningkatkan layanannya melalui penggunaan anggaran federal bagi Library Services and Technology Act (LSTA) funds. Hibah anggaran ini didasarkan pada prioritas dalam Missouri Five Year State Plan 2003-2008 atau Rencana Lima Tahun Negara Bagian Missouri 2003-2008¹. Hibah ini terbuka untuk perpustakaan umum, perpustakaan perguruan tinggi, perpustakaan khusus, dan perpustakaan sekolah, di Missouri, sekalipun tidak semua jenis hibah tersedia bagi setiap jenis perpustakaan. Untuk itu, pengelola perpustakaan harus mengajukan proposal pengembangannya kepada Secretary of State, melalui LSTA Grant Office. <br />_____________________<br /><br />*) Pustakawan Madya Universitas Cendrawasih, Jayapura<br /><br /><br />Program hibah atau Grant Program ini dapat diakses secara terbuka oleh para pengelola perpustakaan melalui situs http//www.sos.mo gov/library/development/grants.asp. Dengan kata lain, hibah benar-benar tersedia untuk diperebutkan secara bebas.<br /><br />LSTA Grant Program juga disediakan oleh State Library of North Carolina. Pada seksi Ovieviews dalam situsnya, didaftarkan program-program hibah yang akan disediakan untuk tahun 2007-2008 dan dijelaskan secara singkat jenis-jenis perpustakaan apa saja yang boleh mengikuti setiap program, serta jadwal kegiatan 2007-2008 yang terkait dengan proses penyusunan dan pengajuan proposal. Formulir pengajuan dan petunjuk penulisan proposal juga disediakan di situs, pada seksi Applications and Guidelines (http://statelibrary.dcr.state.nc.us/Ista/2007-2008Grants.htm#Guidelines). Dengan begitu program ini benar-benar terbuka untuk di kompetisikan secara bebas oleh para pengelola perpustakaan yang boleh mengikuti progam (eligible)². <br /><br />Petunjuk penggunaan dana hibah pada State Library of North Carolina tersebut tersedia dalam situs dengan alamat http://statelibrary.dcr.state.nc.us/gates/gates.htm. Dijelaskan, bahwa sesuai dengan foundation guidelines, 75% dari total dana hibah boleh digunakan dalam dua cara, yakni: (1) pembelian/pengadaan komputer untuk akses internet bagi umum, dan (2) pembelian khusus yang diperlukan untuk meningkatkan kecepatan koneksi internet pada lokasi khusus yang diijinkan. Sedangkan 25% sisanya boleh digunakan untuk meningkatkan pengelolaan komputerisasi untuk akses publik, seperti peningkatan kapasitas server, pengadaan antivirus, dan pembelian lisensi perangkat lunak untuk komputerisasi bagi akses publik, dan lain-lain.<br /><br />Dua contoh di atas memberi gambaran bahwa pengembangan perpustakaan berbasis hibah kompetisi merupakan hal yang biasa, bahkan di Negara-negara maju sekalipun. Di Negara tercinta ini memang belum lumrah, kecuali untuk pengembangan perpustakaan perguruan tinggi yang merupakan bagian dari pengembangan institusi induknya. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas pernah membuka peluang bagi unit perpustakaan perguruan tinggi untuk memperebutkan dana hibah melalui program Technical and Professional Supports Devolopment Program (TPSDP), Devolopment for Undergraduate Education (DUE), DUE-Like, dan SP4 Plus³. Untuk memenangkan hibah tersebut, unit perpustakaan, yang dimasukkan dalam kelompok/kategori Institusional Support System (ISS) atau University Wide Programs atau Program Cakupan Perguruan Tinggi (PCPT), harus menyusun proposal pengembangan yang didasarkan pada hasil evaluasi diri atas kondisi dan kemajuan hingga saat disusunnya proposal tersebut. Melalui program SP4 Plus, misalnya sebuah unit perpustakaan dapat memperoleh hibah dana pengembangan maksimal sebesar Rp 250.000.000,- per tahun selama 2 tahun anggaran. Pada tahun 2006 yang lalu, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas secara khusus juga meluncurkan Program Hibah Kompetisi Peningkatan Mutu Pendidikan (PHK PMP) bagi perguruan tinggi swasta (PTS), untuk pengembangan laboratorium dan perpustakaan.<br /><br /><br /><br /><br />Evaluasi Diri <br /> <br />Suatu institusi dalam menyusun rencana pengembangan, harus melakukan evaluasi diri (self evaluation) untuk mengetahui kondisi perkembangan dan kemajuan pada saat ini (state of the art review). Dalam evaluasi diri ini beberapa pendekatan dapat dilakukan, antara lain pendekatan analisis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman (KKPA, atau SWOT: strength, weakness, opportunity, dan threat). Analisis ini penting, karena dana hibah yang relatif terbatas itu harus benar-benar dapat dimanfaatkan dengan baik, dan hanya perpustakaan yang memiliki kekuatan dan potensi untuk berkembanglah yang seyogyanya memperoleh dana hibah tersebut.<br /><br />Analisis KKPA juga dapat dilaksanakan menurut aspek-aspek tertentu yang dianggap penting dalam menilai penyelenggaraan perpustakaan. Sebagai contoh, dalam konteks pengembangan berbasis kompetisi ini, menurut hemat penulis, dapat ditetapkan aspek-aspek pengembangan yang dapat diakronimkan sebagai SO CURELY, dengan penjabaran sebagai berikut:<br /><br />- Scientific Orientation, perpustakaan harus berorientasi kepada pengembangan suasana keilmuan, yang tercermin dari komprehensivitas bidang ilmu yang di koleksikannya, kemuktahiran, kerelevansian dan pemanfaatan kemajuan pengetahuan dan teknologi, terutama teknologi komunikasi dan informasi, baik dalam pengelolaan aset maupun dalam penyelenggaraan layanan.<br /> <br />- Comprehensiveness, perpustakaan selalu mengupayakan agar koleksinya mencakup seluruh bidang ilmu secara proporsional; selain itu, juga ada komitmen untuk menyediakan sumber-sumber informasi dalam berbagai media, sehingga informasi benar-benar tersedia secara komprehensif.<br /><br />- Uptodateness, perpustakaan selalu mengupayakan agar koleksinya mutakhir, antara lain ditandai dengan mudanya tahun penerbitan. <br /><br />- Relevancy, perpustakaan selalu mengupayakan agar koleksinya sesuai dengan kebutuhan pengguna, baik atas dasar kebijakan pengadaan yang ditetapkan maupun berdasarkan studi identifikasi kebutuhan yang dilaksanakan secara berkala. <br /><br />- Efficiency and effectiveness, perpustakaan selalu mengupayakan agar dalam pengelolaan dan penyelenggaraan layanannya dilaksanakan secara efisien dan efektif, mendayagunakan seluruh sumber daya yang ada secara cost-effective.<br /><br />- Leadership, pengelolaan dan penyelenggaraan layanan perpustakaan harus didasarkan pada sistem manajemen yang jelas, dengan kepemimpinan yang kuat berdasarkan perencanaan yang strategis; kepemimpinan di sini bukan hanya kepemimpinan individual yang disandang oleh para pejabat struktural, namun juga kepemimpian kolektif yang dapat dilihat dari kekompakan, hubungan baik antara pimpinan dan staf, kerjasama, dan kebulatan-tekad (commitment) seluruh karyawan dalam perpustakaan untuk meningkatkan kualitas pengelolaan dan pelayanan perpustakaan. Dalam rumusan lain, aspek ini mungkin dapat disebut sebagai budaya organisasi yang mengutamakan kekompakan kerjasama, dan komunikasi yang baik dan produktif antar semua karyawan. <br />- Trendy, perpustakaan harus senantiasa mengikuti tuntutan kemajuan iptek, mengikuti trend atau kecenderungan terbaru sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.<br /><br />Tentu saja sangat dimungkinkan untuk menetapkan aspek-aspek pengembangan lain yang dianggap paling dibutuhkan, atau yang memiliki tingkat prioritas tinggi.<br /><br />Proposal Pengembangan<br /><br />Jika suatu perpustakaan dapat melakukan evaluasi diri secara lengkap, kemudian hasil evaluasi diri-nya secara jelas dapat menemukenali aspek-aspek kekuatan dan kelemahan internal, serta aspek-aspek peluang dan tantangan eksternal, maka perpustakaan itu akan dapat menemukenali masalah-masalah dan akar permasalahannya yang perlu ditangani. Hasil ini menjadi dasar bagi perencanaan program pengembangan ke depan berdasarkan skala prioritas dan urgensinya. Program pengembangan yang direncanakan seyogyanya didasarkan pada cara pendekatan atau strategi menggunakan kekuatan untuk mengatasi kelemahan (strategi SW), memanfaatkan peluang untuk mengatasi kelemahan (strategi OW), menggunakan kekuatan untuk menghadapi ancaman (strategi ST), dan memanfaatkan peluang untuk menghadapi ancaman (strategi OT). Kesemuanya itu dituangkan dalam sebuah proposal pengembangan yang dikompetisikan.<br /><br />Agar kesempatan mengajukan proposal pengembangan ini terbuka secara adil kepada setiap perpustakaan dalam kategori yang sama, maka seyogyanya dikembangkan suatu pedoman atau guideline untuk penyusunan proposal yang diharapkan. Dalam guideline tersebut selain dikemukakan sistematika proposal, juga perlu dijelaskan langkah-langkah penyusunannya, termasuk langkah-langkah dalam melakukan evaluasi diri (termasuk aspek-aspek penting yang harus dievaluasi), menyusun laporannya, serta cara-cara menggunakan laporan hasil evaluasi diri tersebut dalam penyusunan proposal pengembangan.<br /><br />Selain itu, guideline juga harus menjelaskan bentuk-bentuk program/kegiatan pengembangan yang dapat diusulkan (eligible), berikut rincian dananya untuk setiap program. Program hibah pada Negara bagian Missouri di atas, misalnya menyediakan berbagai bentuk program hibah yang disediakan. Salah satu di antaranya adalah Career Development Grant. Program hibah ini menyediakan bantuan finansial bagi staf perpustakaan dan badan pengelola perpustakaan umum untuk mengikuti pendidikan lanjutan dan/atau pelatihan, manakala anggaran lokal tidak mencukupi untuk membiayai seluruhnya. Kegiatan yang diijinkan meliputi lokakarya baik tingkat regional, tingkat Negara bagian, maupun tingkat nasional; konferensi, seminar atau program pengembangan karier lainnya yang ditawarkan oleh asosiasi profesi, atau badan layanan umum non-profit lainnya. Kegiatan lainnya yang bisa diikuti adalah kursus berbasis web (Web-based instructional courses), dan pelatihan teknis atau pelatihan khusus yang ditawarkan oleh penyedia layanan non-profit.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Dalam kaitan dengan prinsip SO CURELY di atas, maka bentuk program/kegiatan pengembangan yang dapat diusulkan, antara lain:<br /><br />1. Pengembangan koleksi, yang sekaligus mencakup peningkatan Scientific Orientation, Comprehensiveness, Up-to-dateness, dan Relevancy; namun, jika anggaran rutin untuk pengembangan koleksi sudah cukup besar, sebaiknya dana hibah ini digunakan untuk pengembangan lainnya yang tidak bisa didanai dari anggaran rutin. <br /> <br />2. Pengembangan sistem pengelolaan dan pelayanan, yang mencakup aspek efficiency and effectiveness serta aspek trendy; dalam era pemanfaatan teknologi informasi dewasa ini, pengembangan sistem jaringan merupakan tuntutan pengembangan yang mendesak.<br /><br />3. Pengembangan ketenagaan, baik melalui pendidikan gelar maupun pendidikan non-gelar yang tentunya terkait dengan peningkatan kualitas Leadership kepemimpinan kolektif dalam penyelenggaraan perpustakaan.<br /><br />Dalam setiap program pengembangan tersebut dapat dicakup berbagai kegiatan atau sub-program yang terkait. Dalam pengembangan koleksi misalnya, dapat diusulkan pengadaan jenis-jenis koleksi tertentu, perawatan/perbaikan, dan pelestarian (alih media). Dalam pengembangan sistem dapat diusulkan pengembangan layanan baru, pengadaan perangkat sistem otomasi, atau pendidikan pengguna. Dan dalam pengembangan ketenagaan dapat diusulkan pengiriman tenaga untuk mengikuti diklat, penyelenggaraan kursus/pelatihan internal, studi banding, atau juga pengiriman tenaga untuk studi lanjut bidang perpustakaan. Namun jika masa berlangsungnya program hibah ini memungkinkan untuk mendukung pembiayaan program pendidikan gelar, maka seyogyanya dana hibah digunakan hanya untuk program-program pendidikan non-gelar, termasuk penyelenggaraan lokakarya dengan mendatangkan tenaga ahli dari institusi perpustakaan yang lebih maju.<br /><br />Penyandang Dana<br /><br />Jika semua pihak mematuhi ketentuan tentang Perpustakaan Nasional RI, maka jelaslah bahwa penanggung jawab atas semua upaya pengembangan perpustakaan di negeri ini adalah Perpustakaan Nasional RI sebagai lembaga pemerintah non departemen (LPND). Apalagi jika nanti Undang-Undang tentang Perpustakaan telah disahkan, maka Perpustakaan Nasional RI sebagai LPND bidang perpustakaan jelas menjadi penanggung jawab atas semua upaya pengembangan perpustakaan pada tataran nasional. Oleh karena itu, penyandang dana untuk pengembangan perpustakaan berbasis hibah kompetisi ini semestinya juga Perpustakaan Nasional RI.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Dalam bagian pendahuluan telah disebutkan bahwa dana untuk pengembangan perpustakaan termasuk kategori langka, bukan hanya terbatas. Maka pada tahap pertama Perpustakaan Nasional RI dapat menetapkan pengembangan perpustakaan berbasis hibah kompetisi ini hanya berlaku bagi perpustakaan umum saja. Bahkan, jika ternyata ada beberapa tataran kondisi perkembangan dan kemajuan perpustakaan umum di seluruh wilayah negeri ini, maka Perpustakaan Nasional RI bisa menetapkan kompetisi ini hanya terbuka bagi perpustakaan umum tipe atau kondisi tertentu, misalnya: yang koleksinya kurang dari sekian ribu, atau yang terletak di luar jawa, atau pembatasan yang lainnya. Dengan pembatasan demikian maka perpustakaan yang tidak termasuk kategori yang ditetapkan tidak akan diperbolehkan mengikuti kompetisi.<br /><br />Dengan penetapan semacam itu, maka pihak penyandang dana telah dapat merencanakan kebutuhan anggaran pengembangan yang akan di kompetisikan, misalnya untuk sekian perpustakaan masing-masing sekian juta, untuk sekian tahun anggaran. Dengan demikian diharapkan bahwa dana yang disediakan/dianggarkan bukan hanya dibagi rata ( karena mungkin pembagiannya menjadi relatif kecil) tanpa ada jaminan pasti bahwa dana itu bermanfaat secara cost-effective bagi pengembangan perpustakaan, melainkan diberikan kepada perpustakaan yang memang memiliki kemampuan dan kekuatan untuk berkembang.<br /><br />Program pengembangan perpustakaan berbasis hibah kompetisi ini mungkin merupakan hal baru, kecuali bagi perpustakaan perguruan tinggi. Oleh karena itu, jika program ini benar-benar akan dilaksanakan, pihak penyandang dana juga perlu melakukan pelatihan dan sosialisasi secukupnya. Hal itu penting, agar maksud dan tujuan program ini benar-benar tercapai.<br /><br />Jika Gayung Bersambut … <br /><br />Sebagaimana dikemukakan dalam judul di atas, lontaran ide pengembangan perpustakaan berbasis hibah kompetisi ini masih bersifat gagasan awal. Gagasan ini, sejujurnya, dikembangkan berdasarkan pengalaman penulis mengikuti dan menjadi reviewer atas program pengembangan perguruan tinggi berbasis kompetisi yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Depdiknas. Penulis melihat bahwa sistem hibah kompetisi tersebut sangat bagus, memotivasi dan menantang institusi perguruan tinggi untuk berkompetisi secara sehat. Budaya kompetisi yang sehat seperti itu memang perlu terus di kembangkan, agar pendanaan yang relatif tidak cukup besar dapat digunakan secara cost effective oleh institusi yang memang mempunyai kemampuan dan kekuatan untuk memanfaatkannya. <br /><br />Jika gagasan tersebut bersambut, tentu saja diperlukan tindak lanjut yang mencakup berbagai tahapan persiapan/perencanaan. Untuk itu pihak Perpustakaan Nasional RI, khususnya Biro Perencanaan, perlu melakukan sejumlah kegiatan kaji-tindak, antara lain penyusunan guideline, sosialisasi, dan pengangkatan sejumlah reviewer untuk menilai proposal yang akan masuk. <br /><br />Semoga melalui pola pengembangan berbasis hibah kompetisi ini tingkat kemajuan dan perkembangan perpustakaan di negeri ini semakin tinggi dan merata. Dengan demikian misi utama perpustakaan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sungguh-sungguh dapat dilaksanakan dengan relatif mudah dan cepat.<br />Daftar Sumber :<br /><br />¹Diturunkan dari http://www.sos.mo.gov/library/Ista_03-08.pdf<br /> <br />²Diturunkan dari http://statelibrary.dcr.state.nc.us/gates.htm<br /><br />³Diringkaskan dari informasi pada http://dikti.org/phk/<br /><br /><br /> http://pustakawan.pnri.go.id/uploads/media/PROGRAMPENGEMBANGANPERPUSTAKAANBERBASISKOMPETISI.docPERPUSTAKAAN DIGITAL TARTO JOGJAKARTAhttp://www.blogger.com/profile/11340625320119067674noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3754416655797455679.post-51087368314199079482008-02-06T11:08:00.000-08:002008-02-06T11:10:54.919-08:00Perpustakaan Perguruan Tinggi menghadapi Perubahan paradikma informasiPerpustakaan Perguruan Tinggi <br />menghadapi Perubahan Paradigma Informasi<br /><br />oleh Arif Surachman (05140051)<br /><br />Latar Belakang<br />Perpustakaan Perguruan Tinggi di Indonesia pada saat ini belum mengalami perkembangan yang menggembirakan, terutama dalam mewujudkan perpustakaan yang dapat selalu memenuhi kebutuhan penggunanya. Berbagai macam kendala baik dari dalam maupun luar perpustakaan menjadi salah satu alasan yang mengemuka. Selain itu perdebatan antara pengembangan perpustakaan tradisional dan perpustakaan digital/elektronik semakin sering dilakukan. Namun demikian, ternyata perkembangan selanjutnya telah “mengalahkan” perpustakaan tradisional sebagai sebuah perpustakaan yang perlu dikembangkan. Pelaku perpustakaan asyik melakukan berbagai usaha untuk “memenangkan persaingan” dengan melakukan focus pengembangan terhadap perpustakaan digital elektronik. Hal ini tentu membawa ke sebuah ketimpangan dan pola pengembangan perpustakaan yang “sehat”. <br />Perpustakaan sebagai “jantung” perguruan tinggi haruslah dapat menjadi sebuah “roh” bagi perguruan tinggi untuk meningkatkan mutu lulusan dan civitas akademikanya. Untuk itu dukungan dari berbagai pihak perlu dilakukan agar perpustakaan dapat difungsikan sesuai dengan apa yang diharapkan. Disini penulis berusaha untuk sedikit mengemukakan beberapa hal terkait pengembangan perpustakaan perguruan tinggi di masa yang akan datang.<br /><br />Kendala-kendala<br />Berbagai kendala pengembangan perpustakaan perguruan tinggi secara umum antara satu perpustakaan dengan perpustakaan lain di Indonesia khususnya memiliki banyak persamaan (Sulistyo-Basuki, 1994), diantaranya adalah:<br />a. Masalah sentralisasi dan desentralisasi<br />Masalah sentralisasi dan desentralisasi seakan menjadikan momok bagi perpustakaan perguruan tinggi untuk berkembang. Para “penganut” sentralisasi menganggap bahwa sentralisasi memungkinkan kemudahan dalam kontrol pengadaan, perlengkapan, pengolahan, dan peminjaman, sedangkan pelaku “desentralisasi” menganggap bahwa desentralisasi memberikan keuntungan akan penempatan koleksi/informasi yang lebih seseuai dengan kebutuhan pemakai dan memudahkan dalam pengelompokkan koleksi yang akan membawa dampak kemudahan pada pemakai. Permasalahan ini tidak akan pernah selesai untuk dijadikan kendala dalam perpustakaan. Menurut hemat penulis, jalan keluarnya adalah mengkolaborasikan dan mensinergikan antara kelemahan dan kelebihan kedua konsep tersebut sehingga pilihan desentralisasi atau sentralisasi tidak lagi dijadikan isyu penting dalam menentukan pengembangan perpustakaan perguruan tinggi.<br />b. Masalah tenaga pengelola<br />Masalah ini adalah masalah yang banyak dihadapi oleh perpustakaan perguruan tinggi. Keterbatasan tenaga pengelola terutama yang ahli dan mempunyai pendidikan khusus bidang perpustakaan menjadi kendala tersendiri. Bahkan tidak sedikit yang “hanya” memanfaatkan tenaga lulusan sekolah menengah, sehingga ada keterbatasan dalam penguasaan permasalahan-permasalahan di perpustakaan. Bersyukur saat ini pendidikan bidang perpustakaan cukup menjamur di berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Ke depan perpustakaan perguruan tinggi harus dapat menyediakan tenaga pengelola yang professional dan mempunyai pendidikan yang cukup dalam bidang perpustakaan. Paling tidak secara rutin harus dipikirkan untuk selalu memberikan semacam bimbingan, pendidikan dan pelatihan bagi tenaga pengelola perpustakaan.<br />c. Anggaran<br />Anggaran adalah permasalahan yang sampai saat ini selalu menjadi alasan tidak dapat berkembangnya sebuah perpustakaan perguruan tinggi. Memang pada kenyataannya anggaran perpustakaaan perguruan tinggi saat ini masih ditopang oleh universitas sebagai lembaga induknya. Namun yang jadi permasalahan adalah masih minimnya perhatian universitas terhadap anggaran perpustakaan, bahkan masih banyak terdapat perpustakaan yang mempunyai alokasi dana jauh dari 5-10% anggaran universitas sesuai dengan standard yang seharusnya ada. Sudah saatnya ke depan, anggaran perpustakaan menjadi syarat mutlak bagi para calon pemimpin universitas dalam menyampaikan visi kepemimpinannya. Tentu hal ini tidaklah mudah, perlu perjuangan keras dari para pengelola perpustakaan. Disisi lain, usaha inovatif dari pengelola perpustakaan dalam mendapatkan dana juga perlu dipertimbangkan.<br />d. Koleksi<br />Koleksi adalah salah satu hal yang selalu menjadi sorotan pengguna perpustakaan di perguruan tinggi. Tidak sedikit pengguna yang selalu mengeluh bahwa koleksi perpustakaan tidak pernah berkembang dan koleksi sudah ketinggalan jaman. Sebenarnya ini adalah salah satu akibat dari seretnya anggaran dana yang diberikan universitas kepada perpustakaan. Salah satu solusi yang mungkin adalah melakukan usaha-usaha kerjasama dengan perpustakaan lain, sehingga ada usaha saling menguntungkan antara perpustakaan perguruan tinggi. Hal lain yang perlu dilakukan adalah mengadakan survey dan seleksi pengadaan koleksi yang lebih baik, sehingga anggaran dana yang minim dapat digunakan semaksimal mungkin. Hal ini untuk menghindari pemborosan, karena pembelian koleksi yang asal-asalan akan mengakibatkan ketidakmanfaatan pada koleksi yang ada. Pada berbagai perpustakaan sering kita temui koleksi yang tidak pernah digunakan sama sekali oleh pengguna selama bertahun-tahun. Tentu hal-hal semacam ini ke depan harus dapat dihilangkan.<br />e. Sikap para pemakai<br />Pemakai atau pengguna perpustakaan sering menjadi permasalahan tersendiri. Banyaknya pemakai yang tidak tahu cara memakai fasilitas perpustakaan, pemakai tidak tahu cara menelusur informasi, pemakai yang melakukan perusakan terhadap buku, dan seterusnya merupakan serentetan sikap pemakai yang menjadikan perpustakaan semakin terpuruk. Disini perlu ada kerjasama antara pemakai dan petugas perpustakaan, perlu adanya pendidikan pemakai dan promosi perpustakaan yang baik. Hal ini penting karena dengan begitu pemakai akan lebih bisa menghargai keberadaan perpustakaan dan juga bagaimana cara menggunakan atau memanfaatkan perpustakaan yang benar.<br />Berdasarkan pengalaman penulis, dari beberapa kendala yang disampaikan Sulistyo-Basuki tersebut dapat ditambahkan kendala-kendala lain diantaranya adalah:<br />f. Perkembangan Teknologi Informasi<br />Perkembangan teknologi informasi (TI) membawa dampak tersendiri bagi perpustakaan. Perpustakaan dituntut untuk dapat mengikuti perkembangan teknologi informasi apabila tidak ingin ketinggalan dalam menggapai informasi dan memberikan pelayanan yang prima terhadap penggunanya. Perpustakaan akan memerlukan anggaran yang lebih besar untuk memenuhi tuntutan pengembangan TI ini, staf / tenaga perpustakaan dituntut untuk meningkatkan kemampuannya dalam bidang TI, dan pemakai perpustakaan juga mau tidak mau harus dapat menyesuaikan diri dengan fasilitas TI yang ada di perpustakaan. Sehingga ternyata apabila tidak ditangani dengan baik, perkembangan teknologi informasi ini akan menjadi kendala tersendiri bagi perpustakaan.<br />g. Masalah Kepemimpinan<br />Masalah kepemimpinan juga merupakan masalah yang tidak dapat ditinggalkan begitu saja. Seringkali dalam beberapa perpustakaan pengangkatan atau penunjukkan pimpinan perpustakaan tidak didasarkan pada kompetensinya dalam bidang perpustakaan tetapi lebih pada factor politis. Hal ini jelas akan sangat mengganggu perkembangan perpustakaan. Karena seringkali perpustakaan menjadi terbengkalai dan dinomorduakan, akhirnya perpustakaan menjadi bagian yang hidup enggan mati tak mau. Untuk itu ke depan perpustakaan perguruan tinggi selalu memerlukan pimpinan yang mempunyai komitmen dan dedikasi tinggi terhadap pengembangan perpustakaan.<br />Pergeseran Paradigma <br />Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka perpustakaan dan pusat informasi juga mengalami pergeseran paradigma dalam sumber-sumber informasinya, layanannya, dan pada orientasi penggunanya, dan tanggungjawab staf/pekerja dalam layanan dan system di dalamnya. Menurut Stuert (2002), saat ini pergeseran paradigma informasi yang berakibat pada perubahan pola kerja dan orientasi institusi yang bergerak dalam bidang ilmu pengetahuan seperti perpustakaan dapat dilihat dalam bagan sebagai berikut:<br />INFORMATION<br />PARADIGM SHIFT<br /><br />Resources<br /><br />Services<br /><br />Users<br /><br /><br />(Stuert, Robert: Library and Information Center Management, 2002)<br />Bagan di atas menekankan pada tiga hal fundamental dalam sebuah institusi perpustakaan atau pusat informasi yakni:<br />a. Resources / sumber daya<br />Ada perubahan dan pergeseran dalam pemanfaatan sumber daya. Apabila pada awalnya sumber daya hanya dimiliki dan dimanfaatkan sendiri dan media yang digunakan sangat terbatas, maka pada saat ini sumber daya harus dipikirkan untuk dapat di-sharing dalam wadah yang lebih luas dan berorientasi pada pemanfaatan multiple media atau berbagai ragam media. Hal ini penting karena ada keterbatasan pada tiap-tiap organisasi/institusi perpustakaan dalam menyediakan sumber dayanya. Untuk itu mau tidak mau perpustakaan harus dapat meningkatkan kerjasama baik melalui forum-forum kerjasama maupun hubungan secara langsung. Hal lain tentunya perpustakaan harus dapat memanfaatkan kemajuan teknologi informasi yang memudahkan perpustakaan untuk melakukan sharing informasi melalui apa yang disebut sebagai virtual library. <br />b. Services / Layanan<br />Cara pelayanan dalam bidang informasi atau perpustakaan ini juga mengalami perubahan sesuai dengan tuntutan jaman. Pelayanan tidak lagi hanya hanya berorientasi pada pelayanan di dalam saja (internal) tetapi harus mempunyai pandangan yang lebih universal bagi akses informasi, kolaborasi, dan sharing sumberdaya dan layanan. Konsep cara pelayanannya pun sudah harus lebih bervariasi seperti halnya supermarket, bahkan mungkin hypermarket. Perpustakaan dan pusat informasi diharuskan dapat memberikan berbagai pelayanan yang dibutuhkan oleh pengguna yang terus berkembang dari waktu ke waktu. Seperti layaknya supermarket, maka perpustakaan atau pusat informasi yang dapat memberikan pelayanan lebih bervariasi, murah dan cepat akan memuaskan pengguna dan mendatangkan pengguna lebih banyak lagi.<br />c. Users / Pengguna<br />Perlakuan terhadap pengguna dan perilaku tenaga perpustakaan/pusat informasi juga hendaknya mengalami perubahan. Sudah saatnya staf perpustakaan tidak hanya sebagai “penjaga buku” atau koleksi dan menunggu datangnya pengguna tanpa melakukan usaha apapun untuk mendatangkan pengguna. Sudah saatnya perpustakaan melakukan promosi dan memberikan gambaran-gambaran kepada pengguna mengenai bagaimana perpustakaan dapat menjawab kebutuhan informasi mereka. Pengguna juga perlu diberdayagunakan, dididik dan dimanfaatkan untuk perkembangan perpustakaan. Perpustakaan perlu lebih terbuka terhadap kemauan dan keinginan pengguna serta dapat memberikan pengetahuan mengenai pemanfaatan perpustakaan semaksimal mungkin.<br />Akhirnya diharapkan dari perubahan ini maka akan terjadi sinergitas antara pengguna dan petugas perpustakaan. Keduanya akan saling mendukung dalam pengelolaan dan pengembangan perpustakaan.<br />Untuk itu perpustakaan, khususnya perpustakaan perguruan tinggi ke depannya harus dapat pula menjawab tantangan bagi perubahan paradigma di atas. Hal ini penting agar perpustakaan perguruan tinggi selalu dapat mengikuti perubahan-perubahan di dunia ilmu pengetahuan yang kadangkala tidak dapat diprediksi, dihentikan dan dikontrol.<br />Peranan “Liaison Librarian” <br />Salah satu hal yang saat ini belum penulis lihat cukup berperan dalam sebuah perpustakaan terutama perpustakaan perguruan tinggi adalah adanya “Liaison Librarian” atau dapat juga disebut sebagai pustakawan penghubung. Yang dimaksudkan dengan “Liaison Librarian” disini adalah orang yang bertugas membantu pengguna perpustakaan dalam memanfaatkan segala macam sumber informasi dalam sebuah bidang tertentu yang terdapat di perpustakaan. <br />Dari beberapa kunjungan yang dilakukan oleh penulis dalam beberapa perguruan tinggi di Indonesia, ternyata penulis belum melihat adanya informasi mengenai liaison librarian ini. Hal ini cukup mengherankan, karena melalui liaison librarian inilah visi perpustakaan dalam memberikan total quality services dapat terpenuhi. Liaison librarian sendiri memang membutuhkan seorang tenaga yang menguasai dalam bidang tertentu. Misal, untuk bidang social maka dapat ditangani oleh satu orang liaison librarian, kemudian juga untuk bidang teknik dapat ditangani oleh satu orang liaison librarian. Bahkan liaison librarian ini tidak hanya sebagai penghubung, tapi juga berfungsi sebagai pembimbing, pendidik, pemberi informasi dan penasehat terhadap sebuah informasi yang dibutuhkan oleh pengguna perpustakaan. Liaison librarian ini sangat berperan dalam penemuan informasi yang tepat dan akurat bagi pengguna perpustakaan.<br />Perpustakaan perguruan tinggi ke depan harus mampu menyediakan liaison librarian sebagai salah satu garda terdepan pelayanan di perpustakaan. Sehingga pengguna perpustakaan akan semakin merasakan manfaatnya ketika datang ke perpustakaan.<br />Konsep Perpustakaan “Hybrid” <br />“A hybrid library is a library where 'new' electronic information resources and 'traditional' hardcopy resources co-exist and are brought together in an integrated information service, accessed via electronic gateways available both on-site, like a traditional library, and remotely via the Internet or local computer networks.” (http://hylife.unn.ac.uk/toolkit/The_hybrid_library.html. Diakses 19 Oktober 2005)<br />Dari pengertian di atas dapat dilihat bahwa yang dimaksud dengan perpustakaan “hybrid” adalah merupakan bentuk perpaduan antara perpustakaan tradisional dan perpustakaan digital/elektronik.<br />Sebenarnya apabila dilihat, perpustakaan perguruan tinggi saat ini secara tidak sadar dan langsung telah mengembangkan sebuah konsep perpustakaan ini. Hanya saja hal itu masih kurang terasa dan terlihat berdiri sendiri-sendiri. Konsep perpustakaan hybrid ini tidak bisa dipisahkan. Artinya antara pengembangan resources dalam bentuk “tradisional” juga harus seimbang dan dipadukan dengan pengembangan resources “digital/elektronik”. Dalam beberapa sumber disebutkan bahwa perpustakaan harus dapat memadukan antara sumber-sumber yang berupa buku dengan sumber-sumber yang dapat diakses secara elektronik/digital. Perpustakaan harus mengembangkan sebuah konsep layanan informasi yang terintegrasi.<br />Jadi dalam perpustakaan hybrid ini, pengguna selain memanfaatkan koleksi yang tercetak juga dapat memanfaatkan koleksi yang dapat diakses secara elektronik atau virtual, baik melalui jaringan lokal maupun jaringan internet. Ada sinergitas antara koleksi tercetak dengan elektronik atau virtual, artinya konsep tradisional dan elektronik kedudukannya saling melengkapi satu dengan lainnya, tidak terpisah dan terintegrasi. Perpustakaan perguruan tinggi ke depan harus dapat menerapkan konsep perpustakaan hybrid ini secara lebih “benar” sehingga pengembangan perpustakaan lebih terarah dan tidak berdiri sendiri-sendiri dan terkesan hanya mengikuti trend belaka. Hal lain adalah perubahan paradigma informasi seperti yang disampaikan Stuert, akan dapat dijaga dengan penerapan yang benar terhadap apa yang dinamakan perpustakaan hybrid ini.<br />Penutup<br />Perpustakaan perguruan tinggi ke depan pada intinya harus dapat menjawab tantangan perubahan paradigma informasi. Perpustakaan harus dapat memberikan ruang akses yang lebih baik kepada sumber dayanya, penggunanya, dan layanannya. Perpustakaan juga perlu kembali mencermati kendala-kendala yang ada sehingga ke depan dapat mengatasi berbagai kendala dengan baik. Sudah saatnya bagi perpustakaan untuk memfokuskan diri pada mutu pelayanan dengan melibatkan pustakawan secara lebih aktif melalui apa yang disebut dengan liaison librarian dan juga menerapkan secara utuh dan lengkap konsep perpustakaan hybrid.<br /><br />Daftar Bacaan<br />Hutton, Angelina. 2001. The Hybrid Library. http://hylife.unn.ac.uk/toolkit/The_hybrid_library.html diakses tanggal 19 Oktober 2005.<br />Qalyubi, Syihabuddin dkk. 2003. Dasar-dasar Ilmu Perpustakaan dan Informasi. Cetakan 1, Yogyakarta: Jurusan Ilmu Perpustakaan dan Informasi, Fakultas Adab IAIN Sunan Kalijaga.<br />Stuert, Robert D. and Barbara B. Moran. 2002. Library and Information Center Management. 6th edition. Greenwood Village, Colorado: Libraries Unlimited.<br />Sulistyo-Basuki. 1991. Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama.<br />Sulistyo-Basuki. 1994. Periodisasi Perpustakaan Indonesia. Bandung: Penerbit Remaja Rosdakarya .<br />Zheng Ye (Lan) Yang. 2000. University’s Faculty Perception of a Library Liaison Program: A Case Study. The Journal of Academic Librarianship, Volume 26. Number 2, pages. 124-128. <br /><br />http://arifs.staff.ugm.ac.id/mypaper/permasdep.docPERPUSTAKAAN DIGITAL TARTO JOGJAKARTAhttp://www.blogger.com/profile/11340625320119067674noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3754416655797455679.post-8383633282460682912008-02-06T11:06:00.000-08:002008-02-06T11:08:27.936-08:00KEMUNGKINAN PENGEMBANGAN PERPUSTAKAAN ELEKTRONIK DI BPK PENABUR KPS JAKARTAKEMUNGKINAN PENGEMBANGAN PERPUSTAKAAN ELEKTRONIK DI BPK PENABUR KPS JAKARTA<br />Oleh : Drs. Maman Surahman<br />Makalah sebagai laporan dari kegiatan Temukarya Pengembangan Disain Perpustakaan Elektronik, yang diselenggarakan oleh PUSTEKKOM Dikbud bekerjasama dengan IDLN (Indonesian Distance Learning Network) di Hotel Griya Astoeti, Cisarua, Bogor, 22- 26 Februari 1999.<br /><br />Pendahuluan<br />Perkembangan teknologi informasi yang begitu cepat telah mempengaruhi segala aspek kehidupan manusia. Kecepatan memperoleh informasi juga menjadi salah satu ciri dari situasi ini. Tidak hanya kemudahan dalam memperoleh informasi, tapi juga harga atau modal yang mahal yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan informasi tersebut. <br /><br />BPK Penabur KPS Jakarta sebagai suatu institusi yang bergerak dalam bidang pelayanan pendidikan sangat diharuskan untuk membuat dan menyediakan sistem informasi yang baik. Kebutuhan akan informasi sangat dirasakan oleh setiap personalia yang ada di lingkungan BPK Penabur KPS Jakarta, baik pengurus, karyawan dan guru, serta tak terkecuali siswa sebagai peserta didik. Siswa sebagai salah satu aset institusi yang penting haruslah mendapatkan prioritas dalam mendapatkan informasi terutama yang berkaitan dengan kegiatan belajar mereka. <br /><br />Sekolah-sekolah BPK Penabur KPS Jakarta yang tersebar di berbagai komplek merupakan bagian dari suatu sistem informasi. Kegiatan belajar mengajar sebagai suatu proses komunikasi akan berjalan dengan baik jika ditunjang dengan unsur-unsur komunikasi yang baik pula, seperti sumber informasi, saluran informasi, dan penerima informasi. Perpustakaan sebagai salah satu sumber informasi akan sangat bermanfaat jika ternyata mampu menyediakan berbagai pesan yang dibutuhkan oleh user (pengguna), guru, siswa, karyawan sekolah, dan lain-lain. Penyediaan informasi yang lengkap melalui perpustakaan sekolah akan sangat membantu siswa dalam proses belajarnya. Selain itu gurupun dapat memanfaatkan perpustakaan terutama untuk memperoleh sumber-sumber pengetahuan baru yang sangat berguna bagi peningkatan kemampuannya, <br /><br />Pepustakaan yang berada di setiap sekolah dan tersebar di berbagai komplek merupakan aset yang sangat penting pula. Hanya kondisi perpustakaan yang ada saat ini masih bersifat konvensional. Tanpa kehadiran (user) pengguna di perpustakaan, informasi dari bahan pustaka tidak dapat diperoleh pengguna. Artinya pengelolaan dan pelayanan perpustakaan masih bersifat manual. Dengan perkembangan teknologi informasi yang terjadi dewasa ini, perpustakaan dapat diubah dalam segi penyediaan informasi, pengelolaan serta pelayanannya melalui perangkat elektronis yaitu komputer. Ini yang biasa disebut dengan elektronic library atau perpustakaan elektronik. Kecepatan dan kemudahan memperoleh informasi akan menjadi ciri sebuah perpustakaan elektronik, sehingga akan menghilangkan hambatan waktu, jarak dan ruang atau tempat. Hal ini merupakan perkembangan yang lebih jauh setelah teknologi informasi terutama internet telah menjadi pilihan di lingkungan institusi BPK Penabur KPS Jakarta. Namun sejauh mana dan persyaratan-persyaratan apa saja yang harus ada untuk sebuah perpustakaan elektronik baru merupakan sebuah pemikiran yang mudah-mudahan suatu saat akan terwujud. Mengenai apa dan bagaimana perpustakaan elektronik serta persyaratan apa yang harus ada, pengelolaan serta pelayanan yang bagaimana dalam sebuah perpustakaan elektronik akan diuraikan pada bahasan berikutnya. Selanjutnya berbagai kemungkinan membuat dan menyelenggarakan perpustakaan elektronik di lingkungan BPK Penabur KPS Jakarta serta upaya-upaya apa saja yang akan dilakukan sehubungan dengan hal ini akan menjadi bahasan serta kajian bersama dengan berbagai pihak yang terlibat dalam penyediaan informasi di lingkungan BPK Penabur KPS Jakarta. Semoga uraian dalam makalah ini akan bermanfaat bagi perkembangan BPK Penabur KPS Jakarta di masa yang akan datang, dan makalah ini juga sebagai laporan dari kegiatan Temukarya Pengembangan Disain Perpustakaan Elektronik yang telah dilaksanakan dan kebetulan penulis adalah salah satu peserta dari kegiatan tersebut.<br /><br />Lebih Jauh Tentang Electronic Library (Perpustakaan Elektronik)<br />Electronic Library atau perpustakaan elektronik atau juga dikenal dengan perpustakaan maya adalah sebuah sistem informasi yang terdiri dari perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software), pengelolaan, pelayanan serta penyediaan (akses) informasinya dilakukan dengan menggunakan perangkat elektronis yang berupa komputer. Jika dalam perpustakaan konvensional, bahan-bahan pustaka tersimpan dalam rak-rak penyimpanan dengan kodifikasi (DDC = Dewey Decimal Classification), tersedia meja/laci katalog untuk penelusuran bahan pustaka, ada bagian sirkulasi, ada ruang baca, dan lain-lain. Dalam perpustakaan elektronik, komponen-komponen tersebut tetap ada dalam pengertian tersedia tetapi tidak hadir dalam bentuk fisik (disebut maya) yang umumnya ada dalam perpustakaan konvensional. Perpustakaan elektronik merupakan provider atau penyedia informasi, transaksi atau layanan informasinya bersifat elektronik, serta menyediakan bahan-bahan pustaka (item) selain dalam bentuk data elektronik juga dalam bentuk yang lain seperti yang umumnya ada dalam perpustakaan konvensional.<br /><br />Perpustakaan elektronik merupakan salah satu alternatif dalam menyediakan sumber informasi untuk kegiatan pembelajaran jarak jauh (distance learning), mengingat user atau pengguna perpustakaan berada di tempat yang tidak diketahui keberadaannya. Ini dimungkinkan dengan adanya teknologi internet yang sudah berkembang dengan sangat pesat dewasa ini.<br /><br />User dalam memperoleh informasi, selain menggunakan saluran elektronis seperti melalui komputer dan telepon juga dapat memperolehnya melalui layanan lain seperti melalui jaringan layanan pos atau user juga bisa datang langsung ke tempat di mana sumber informasi tersebut berada.<br /><br />Dalam perpustakaan konvensional, organisasi perpustakaan biasanya terdiri dari kepala perpustakaan, bagian/divisi pengadaan, bagian pengolahan, bagian sirkulasi, bagian referensi, dan lain-lain. Pada perpustakaan elektronik bagian atau divisi umumnya masih seperti perpustakaan konvensional. Tetapi untuk sebuah perpustakaan elektronik, divisi atau bagian yang minimal harus ada adalah bagian yang mengurus tentang hardware (perangkat keras) dan software (perangkat lunak), divisi pengadaan, dan divisi/bagian pelayanan. Yang membedakan kedua perpustakaan itu adalah sifat pekerjaan dari masing-masing bagian/divisi yang ditanganinya. Untuk perpustakaan elektronik sesuai dengan ciri dari perpustakaan elektronik itu sendiri yang menyediakan data dan pelayanan elektronik, maka fungsi dari masing-masing bagianpun tidak akan terlepas dari perangkat elektronik. <br /><br />Untuk lebih memberikan gambaran lebih jelas lagi, perpustakaan elektronik sebagai suatu sistem informasi, bagaimana keterkaitan dan hubungan yang terjadi antar komponen dalam sebuah perpustakaan elektronik dapat digambarkan seperti berikut ini :<br /><br />Identifikasi data dan informasi yang dibutuhkan<br />Umumnya dalam pengembangan sebuah perpustakaan elektronik selalu bertitik tolak dari kondisi atau keadaan suatu perpustakaan konvensional. Ini disebabkan terutama dalam hal penyediaan data yang dibutuhkan oleh sebuah perpustakaan elektronik. Data yang umumnya tersedia dalam perpustakaan konvensional, mengalami perubahan format yaitu didisain kedalam format elektronik yang harus memiliki standar internasional sehingga dapat diakses oleh semua mesin pengakses (komputer).<br /><br />Data yang berhubungan dengan item pustaka (bahan pustaka) dapat dibuat identifikasinya seperti berikut ini :<br /><br />Buku <br />Majalah/buletin/jurnal <br />Juklak/juknis/form/SK. <br />Modul <br />Kertas kerja/laporan penelitian <br />Kliping <br />Brosur <br />Referensi <br />Audio visual <br />Sedangkan informasi yang dibutuhkan dari data-data di atas dapat dibuat kodifikasi atau penggolongan sesuai dengan kebutuhan atau yang berlaku di dalam perpustakaan pada umumnya, seperti :<br /><br />Karya umum (bibliografi, ensiklopedi umum, jurnal, penerbitan dan surat kabar, dll.) <br />Filsafat dan psikologi <br />Agama <br />Ilmu-ilmu sosial (pendidikan, statistik, politik, ekonomi & manajemen, dll.) <br />Bahasa <br />Ilmu-ilmu murni (Pasti/Alam) <br />Ilmu-ilmu terapan (Teknologi) <br />Kesenian, hiburaan, olahraga <br />Kesusasteraan <br />Sejarah umum dan geografi <br />Dalam mengembangkan perpustakaan elektronik, selain data item pustaka seperti yang telah diuraikan di atas, masih perlu dibuat informasi data mengenai keanggotan, transaksi, jenis-jenis layanan (public service) yang akan diberikan, juga data mengenai statistik layanan perpustakaan elektronik.<br /><br />Data yang berhubungan dengan keanggotaan, ini meliputi tipe / jenis keanggotaan serta biodata keanggotaannya. Tipe keanggotaan adalah bersifat terdaftar atau tidak terdaftar, individu atau atas nama instansi. Karakteristik dari anggota atau user, misalnya : siswa, mahasiswa, guru/dosen, karyawan departemen, peserta diklat, atau masyarakat umum. Sedangkan biodata yang dibutuhkan adalah seperti; nama, nomor ID, instansi/kantor, alamat rumah/kantor, kota, kode pos, telepon serta fax rumah/kantor, dan lain-lain sesuai dengan kebutuhan. <br />Data yang berhubungan dengan transaksi perpustakaan dimaksudkan adalah data yang berhubungan dengan sirkulasi misalnya tanggal peminjaman, tanggal pengembalian, denda, dan lain-lain sesuai dengan kebutuhan. <br />Data yang berhubungan dengan public service, yang dimaksud adalah data mengenai promosi serta pengembangan sumber daya manusia baik bagi user (anggota) maupun bagi pengelola perpustakaan elektronik itu sendiri, konsultasi, seminar, pelatihan, kemudahan memperoleh materi dari item pustaka misalnya bisa dibeli, dicopy, diantar, atau melalui fasilitas download melalui internet, e-mail, dan lain-lain. Sedangkan data yang berhubungan dengan pengembangan sumberdaya manusia untuk kebutuhan seminar/pelatihan seperti : nama kegiatan, waktu dan tempat kegiatan, jadwal acara, sponsor, biaya, dan lain-lain. <br />Data yang berhubungan dengan statistik adalah data yang bersifat output seperti data jumlah pengunjung, jumlah item yang dipinjam, jumlah item yang paling banyak dicari, jumlah item yang dicari tetapi tidak ada, dan lain-lain. Data ini dapat digunakan untuk membuat suatu laporan secara periodik atau berkala, misalnya grafik pengunjung (visitor), grafik peminjaman item pustaka, dan lain-lain. <br />Struktur data dan standar kepustakaan<br />Dari uraian dan identifikasi data di atas tadi, maka selanjutnya dibuatlah struktur dari masing-masing data ke dalam format pembuat database. Pada bagian ini prosesnya akan memakan waktu yang cukup banyak, karena akan melalui langkah-langkah yang berurutan yang harus dilakukan. Pekerjaan dimulai dengan pembuatan lembar kerja (worksheet), pengisian lembar kerja yaitu pemindahan semua data yang akan dibuat databasenya ke lembar ini, selanjutnya yang terakhir adalah pemasukan (input) ke dalam mesin (komputer) pembuat database. Ini semua bisa dilakukan setelah perangkat lunak (software) dipilih sesuai dengan kebutuhan. Berikut ini disajikan struktur database yang dirancang untuk kebutuhan katalog elektronik untuk item pustaka (klas) untuk jenis buku, maka field-field untuk database yang harus tersedia adalah sebagai berikut :<br /><br />Nomor panggil/ Nomor klas <br />Nomor ISBN <br />Nama pengarang <br />Judul <br />Impresum (tempat terbit, penerbit, dan tahun terbit) <br />Kolasi (jumlah halaman, ilustrasi, dimensi) <br />Keterangan seri <br />Catatan (umum, biblioggrafi, isi) <br />Tajuk subyek <br />Tajuk tambahan <br />Sumber/lokasi <br />Keyword (kata kunci) <br />Abstark <br />Untuk item klas selain bahan cetakan dapat dibuat field-field database sesuai dengan karakteristik masing-masing bahan pustaka, seperti untuk audio visual field database yang dibutuhkan adalah :<br /><br />Nomor panggil/ Nomor klas <br />Sutradara/penanggungjawab program <br />Produser <br />Judul <br />Durasi (waktu putar) <br />Copyright/hak cipta <br />Sumber/lokasi <br />Deskripsi fisik <br />Seri <br />Catatan <br />Tajuk subyek <br />Tajuk tambahan <br />Keyword (kata kunci) <br />Abstrak <br />Pelayanan<br />Dalam perpustakaan konvensional bagian sirkulasi adalah bagian yang paling bertanggung jawab terhadap proses penggunaan bahan pustaka. Pemakai (user) akan selalu melewati bagian ini untuk kebutuhan peminjaman dan permintaan salinan materi pustaka. Di bagian ini akan ditemui data mengenai jumlah pengunjung, jumlah koleksi yang dipinjam, jumlah koleksi yang paling banyak/sering dipinjam, jumlah koleksi yang belum kembali, data mengenai anggota yang mendapat denda, dan sebagainya. Pada perpustakaan elektronik hal-hal seperti ini tetap ada, hanya tidak akan tampak hiruk-pikuk seperti pada perpustakaan konvensional. Fungsi ini akan ditemukan di dalam perpustakaan elektronik pada bagian atau divisi statistik. <br /><br />Pada proses pelayanan yang digambarkan di atas ada sesuatu yang selalu dilalui oleh pemakai (user) yaitu yang disebut user interface. User interface merupakan jembatan antara user dengan sistem yang dijalankan sebuah perpustakaan elektronik. Proses dimulai dengan pertanyaan user, apa yang akan dilakukan user dan darimana user akan memulainya. Pada tingkat ini pengalaman dan pengetahuan user akan membantu proses interaksi antara user dengan sistem yang dijalankan oleh sebuah perpustakaan elektronik. Kondisi user dapat dibedakan antara yang sudah melek komputer atau mengerti tentang katalog dan user yang buta komputer serta belum memahami katalog.<br /><br />Dalam proses pencarian dan penelusuran informasi memang ada user yang sungguh-sungguh mencari sesuatu informasi, tetapi terkadang ada user yang hanya sekedar browsing untuk mengetahui berbagai fasilitas layanan yang diberikan. Untuk itu sistem yang dijalankan oleh sebuah perpustakaan elektronik harus dapat memberikan petunjuk dan informasi yang lengkap sebagai alat bantu (help). Berbagai program bantu saat ini banyak ditemui dalam bentuk quick tour. Yang harus disadari adalah bahwa suatu sistem yang dijalankan tidak mungkin akan menjawab semua kebutuhan user, untuk itu sebuah search engine yang baik harus meyediakan berbagai alternatif penelusuran misalnya hanya dengan memasukkan sebuah kata kunci (keyword).<br /><br />Pada pembahasan data dan informasi yang dibutuhkan di atas telah disinggung mengenai data-data untuk public service, maka pada pembahasan mengenai pelayanan akan dibahas mengenai berbagai fasilitas yang mungkin perlu disediakan seperti terlihat pada bagan di bawah ini :<br /><br />Jaringan dan sistem pengamanan<br />Sebuah jaringan yang baik akan menentukan sebuah sistem informasi berjalan dengan baik pula. Di sini belum dibicarakan mengenai perangkat keras dan perangkat lunak yang akan mendukung jaringan dalam suatu sistem informasi. Jaringan akan dibentuk sesuai dengan kebutuhan dan tentunya menyangkut anggaran biaya yang tersedia disamping kemauan institusi yang bersangkutan. Pada bagian ini akan diinformasikan sebatas pada hal-hal yang berhubungan dengan aspek pengamanan jika mau mengembangkan sebuah perpustakaan elektronik. Pengamanan mencakup lingkup pengamanan data yang berupa pengamanan data elektronik, fasilitas fisik, dan prosedur kerja.<br /><br />Pengamanan data elektronik mencakup disemua aspek seperti pada bagan di atas. Pada sistem yang dijalankan oleh sebuah perpustakaan elektronik hanya yang berwenang yang memiliki akses ke dalam data dengan fasilitas fastword yang dimilikinya. Campur tangan bagian lain yang bukan wewenangnya akan menjadikan keamanan data kurang dapat dijamin dengan baik.<br /><br />Pengamanan yang berhubungan dengan fasilitas fisik akan menjadikan sistem dan jaringan akan terpelihara dengan baik, dimana di dalamnya tersimpan data. Ini merupakan pengamanan terhadap seluruh investasi biaya yang telah dikeluarkan untuk menjalankan sebuah perpustakaan elektronik.<br /><br />Sedangkan pengamanan yang berhubungan dengan prosedur kerja seperti terlihat pada bagan di atas berlaku untuk pengelola sebuah perpustakaan elektronik. Ini terkait dengan manajemen yang akan dijalankan oleh perpustakaan elektronik tersebut. Dalam menjalankan perpustakaan elektronik akan banyak menemukan permasalahan hukum terutama dengan masalah hak cipta (copyright) yang hingga saat ini menjadi masalah yang terkadang kurang mendapat perhatian yang serius. Untuk ini perlu ditetapkan kode etik dan hukum untuk mengantisipasi langkah ke depan.<br /><br />Pengembangan sumber daya manusia <br />Pengembangan sebuah perpustakaan elektronik sangan membutuhkan sumber daya manusia yang handal dan teruji. Ini akan mencakup berbagai disiplin ilmu, seperti terlihat pada daftar berikut ini :<br /><br />Analis sistem (tim multidisiplin) <br />Software engineer <br />Programer <br />Database administrator <br />Network administrator <br />Teknisi <br />Operator <br />Seseorang yang mempunyai latar belakang pendidikan perpustakaan belum cukup handal untuk mengembangkan sebuah perpustakaan elektronik. Untuk menjadi seorang analis sistem, seorang pustakawan harus melengkapi dirinya dengan kemampuan di bidang komputer. Inipun harus ditunjang oleh beberapa ahli dari disiplin ilmu yang lain, seperti ahli komunikasi, ahli teknologi pendidikan, dan lain-lain.<br /><br />Kondisi Umum Perpustakaan Sekolah BPK Penabur KPS Jakarta<br />Sekolah-sekolah BPK Penabur KPS Jakarta yang tersebar di berbagai kompleks memiliki perpustakaan sendiri-sendiri. Dari data yang dikeluarkan bagian pendidikan, mulai jenjang SD hingga SLTA tidak semua sekolah memiliki perpustakaan dengan kategori baik. Masih ada beberapa sekolah yang memiliki perpustakaan dengan kategori kurang. Ini sesuai dengan perkembangan tiap-tiap sekolah yang ditinjau dari segi sarana dan perkembangan sumber daya manusianya. Untuk sekolah yang memiliki perpustakaan yang baik terutama jenjang SLTP dan SLTA, perlu ditinjau kembali sarana dan fasilitas yang tersedia di masing-masing perpustakaannya. Ini diperlukan terutama untuk mengetahui mengenai jumlah koleksi, sistem penyimpanan data, statistik, dan lain-lain.<br /><br />Berangkat dari kondisi umum perpustakaan sekolah-sekolah BPK Penabur KPS Jakarta yang masih bersifat konvensional, dipilih beberapa sekolah unggulan yang memiliki kemungkinan untuk pengembangan perpustakaannya. Yang cukup menggembirakan adalah bahwa hingga saat ini perpustakaan untuk jenjang SLTP dan SLTA sudah dilakukan komputerisasi administrasi perpustakaan. Setiap perpustakaan sudah memiliki database yang tersimpan di komputer masing-masing perpustakaan, seperti data koleksi, data anggota, dan data sirkulasi. Sekolah-sekolah yang sudah memiliki akses ke internet SLTPK 2, SMUK 1, dan SMUK 3. Kompleks sekolah yang sudah ada jaringan lokal (LAN) seperti kompleks Tanjung Duren, kompleks Kelapa Gading, dan Sunrise Garden. Ini sudah merupakan modal awal untuk tahap pengembangan sebuah perpustakaan elektronik. <br /><br />Upaya-upaya Kearah Pengembangan Perpustakaan Elektronik<br />Mendisain data elektronik :<br /><br />Langkah yang pertama adalah menata kembali disain Home Page BPK Penabur yang sudah online, kemungkinan dimasukkannya komponen perpustakaan yang bisa diakses melalui internet. <br />Pengembangan majalah elekronik yang saat ini sudah berada di Home Page BPK Penabur dan sudah dapat diakses melalui internet seperti Berita Penabur, Karya Wiyata, Widya Warta, dan Jelajah. <br />Pengembangan program CAI untuk jenjang SMU yang saat ini sudah ada seperti CAI Fisika dan Matematika untuk dilanjutkan dengan bidang studi yang lain. Ini cukup memungkinkan karena di semua sekolah jenjang SMU sudah memiliki fasilitas untuk presentasi multimedia. <br />Pembuatan database katalog dari koleksi (item pustaka) sebagai katalog elektronik di seluruh perpustakaan sekolah BPK Penabur KPS Jakarta sebagai upaya pengembangan koleksi perpustakaan. <br />Pembuatan resensi bahan pustaka (item pustaka) menjadi data elektronik sebagai informasi awal untuk penelusuran bagi pengguna perpustakaan sebelum memperoleh sumber yang asli di tempat penyimpanan perpustakaan. <br />Pembuatan jaringan perpustakaan di tingkat kompleks sekolah (intranet):<br />Untuk kompleks sekolah yang sudah memiliki jaringan (LAN) seperti kompleks Tanjung Duren, kompleks Sunrise Garden, dan kompleks Kelapa Gading fasilitas jaringan ditambah hingga ke ruang-ruang perpustakaan sekolah yang berada di areal komplek tersebut. Seperti untuk kompleks Tanjung Duren dapat dibuatkan koneksi jaringan dari perpustakaan SMUK 1, perpustakaan SMK 1 dan SMK 2, dan pepustakaan SMFK. <br />Untuk sekolah-sekolah yang berada dalam satu kompleks dapat dibuat kumpulan database dari setiap perpustakaan dan ditempatkan pada sebuah server sehinga dapat diakses oleh pemakai di kompleks tersebut. <br />Upaya akhir dari pengembangan perpustakaan elektronik adalah terbentuknya jaringan perpustakaan di lingkungan BPK Penabur KPS Jakarta. Jika ini terealisasi maka berbagai manfaat akan diperoleh dari upaya-upaya ini, seperti :<br /><br />Bagi Siswa :<br />Penyediaan sumber-sumber pengetahuan untuk pengerjaan tugas-tugas bidang studi. <br />Kemudahan informasi melaui internet <br />Kemudahan informasi dari koleksi buku (item pustaka) yang ada di perpustakaan antar sekolah BPK Penabur KPS Jakarta <br />Dapat langsung mencetak materi yang dibutuhkan dari sumber tersebut. <br />Bagi Guru :<br />Dapat meningkatkan wawasan pengetahuan guru bidang studi, akses ke internet, akses ke resensi buku (koleksi perpustakaan), dan lain-lain. <br />Mempermudah guru dalam mendisain media pembelajaran dengan tersedianya sumber-sumber materi yang mudah diperoleh melalui komputer.<br />Sumber :<br />http://www1.bpkpenabur.or.id/kps-jkt/p4/ava/elib/homepage.htmPERPUSTAKAAN DIGITAL TARTO JOGJAKARTAhttp://www.blogger.com/profile/11340625320119067674noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3754416655797455679.post-67265133178900806642008-02-06T10:55:00.000-08:002008-02-06T10:59:35.259-08:00PENGELOLAAN INVENTARIS MUHAMMADIYAHPENGELOLAAN INVENTARIS<br />MUHAMMADIYAH<br /><br />Oleh :<br />ISMET WIBOWO, BA<br /><br /><br />PENGELOLAAN INVENTARIS<br /><br /><br />I. PENDAHULUAN<br />Dalam Rangka meningkatkan pelaksanaan salah satu fungsi administrasi, yaitu mencatat secara rapi dan teratur pengadaan sarana berupa perlengkapan atau barang-barang yang menjadi hak milik persyarikatan memegang peranan yang sangat penting. Hal ini berkaitan dengan erat dari akibat dikeluarkan biaya untuk pembelian barang-barang yang menjadi inventaris/hak milik persyarikatan yang harus dipertanggungjawabkan pada tiap akhir tahun, sebagaimana tersebut pada ART Muhammadiyah pasal 29 ayat 3.<br />Pelbagai macam nama/jenis perlengkapan/barang baik yang dikelola oleh pimpinan persyarikatan termasuk majelis atau bagian maupun yang dikelola langsung oleh unit-unit amal usaha (sekolah-sekolah, panti asuhan, rumah sakit dll.) masih banyak yang belum diketahui secara langsung, karena belum terdapat tata pencatatan barang yang dianggap baik dan sama atau seragam.<br />Menyadari akan hal tersebut dan sambil menunggu pedoman dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DIY merasa perlu menyusun buku petunjuk pengelolaan inventaris/hak milik persyarikatan, bagi pimpinan Muhammadiyah, termasuk majelis, bagian dan unit amal usaha di DIY, sehingga dapat melaksanakan pencatatan atau pengadministrasian inventaris/hak milik persyarikatan secara mudah dan seragam.<br />Maksud dan tujuan Petunjuk Pengelolaan Inventaris/Hak Milik Persyarikatan adalah untuk menyeragamkan tata cara pengadministrasian pengelolaan inventaris di seluruh eselon pimpinan (ranting, cabang, daerah, wilayah) majelis, bagian maupun unit-unit amal usaha, yaitu sekolah-sekolah dari SD, SLTP, SLTA Muhammadiyah dan unit amal usaha lainnya.<br /><br />II. INVENTARISASI<br />A. PENGERTIAN<br />Yang dimaksud dengan inventarisasi adalah kegiatan melaksanakan pengurusan, penyelenggaraan, pengaturan, pencatatan dan pendaftaran barang inventaris/hak milik.<br />Daftar barang inventaris /hak milik adalah suatu dokumen berharga yang menunjukkan sejumlah barang milik persyarikatan Muhammadiyah dan dikuasai pimpinan persyarikatan; yang berada di majelis-majelis daan bagian maupun yang berada di seluruh unit amal usaha, bauk yang bergerak maupun yang tidak bergerak.<br />Adanya daftar inventaris yang lengkap, teratur dan berkelanjutan di semua tingkat eselon pimpinan persyarikatan mempunyai fungsi dan peranan yang sangat dihajatkan dalam rangka :<br />1. Tertib administrasi dan tertib barang/hak milik,<br />2. Pendaftaran, pengendalian dan pengawasan setiap hak milik,<br />3. usaha untuk memanfaatkan penggunaan setiap barang/hak milik secara maksimal dalam melancarkan pencapaian maksud dan tujuan persyarikatan,<br />4. Menunjang pelaksanaan Penyelenggaraan Pimpinan Persyarikatan.<br /><br />B. PELAKSANAAN INVENTARISASI<br />Dalam usaha tertib administrasi pengelolaan barang/hak milik persyarikatan, semua eselon pimpinan termasuk majelis dan bagian maupun pimpinan unit-unit amal usaha, melaksanakan pencatatan dengan mengggunakan buku sebagai berikut :<br />1. Kartu inventarisasi ruangan (format inventaris 1)<br />2. Kartu inventarisasi barang (format inventaris 2-1 s.d. 2.4)<br />3. Buku inventaris barang (format inventaris 4)<br />Pengertian masing-masing jenis kartu dan buku adalah sebagai berikut :<br />a. Kartu inventaris ruangan dibuat ditempatkan dalam setiap ruangan kantor persyarikatan atau amal usaha yang memuat segala jenis barang yang ada dalam ruangan itu.<br />b. Kartu inventaris barang adalah kartu yang berisi catatan barang inventaris yang terpisah atau kumpulan lengkap<br />c. Buku inventaris merupakan buku yang berisi semua catatan barang yang berasal dari format inventaris 1 dan format inventaris 2 secara lengkap dan terperinci<br /><br />C. MUTASI BARANG<br />Mutasi barang terjadi karena bertambah dan berkurang.<br />1. Bertambah, dapat disebabkan :<br />a. Pengadaan baru karena pembelian<br />b. Adanya sumbangan, wakaf atau hibah<br />c. Penyewaan<br />d. Perubahan peningkatan kuantitas<br />2. Berkurang, dapat disebabkan :<br />a. Rusak/hilang<br />b. Dihibahkan/atau disumbangkan atas keputusan rapat<br />c. Dijual atau ditukartambahkan atas dasar keputusan rapat pimpinan<br /><br /><br />D. APARAT PELAKSANA<br />Sebagaimana halnya dengan pengelolaan keuangan, maka pengelolaan inventaris/hak milik menganut sistem pengurusan umum/pengurusan unsur penguasaan/penanggung jawab dan pengurusan khusus (pengurusan bendaharawan) yaitu pengurusan yang mengandung kewajiban untuk menerima, mencatat, menyimpan, mengatur penggunaan, memelihara dan mempertanggungjawabkan inventaris yang dimiliki persyarikatan.<br />Pimpinan persyarikatan berwenang mengatur dan bertanggung jawab atas penyelenggaraan administrasi penggunaan dan perawatan barang-barang inventaris di tingkatnya masing-masing.<br /><br />E. PELAPORAN<br />Pimpinan persyarikatan masing-masing tingkat berkewajiban membuat laporan tahunan tentang kekayaan/kehartabendaan yang dimiliki termasuk yang dikelola majelis-majelis/bagian-bagian serta unit amal usaha dan disampaikan kepada pimpinan di atasnya dengan format inventaris 5<br />Mekanisme penyampaian inventarisasi barang dilaksanakan sebagai berikut :<br />F. KODE LOKASI DAN KODE BARANG<br />Semua barang inventaris yang dikuasai dan menjadi tanggung jawab pimpinan persyarikatan, majelis-majelis/bagian-bagian dan unit-unit amal usaha harus diberi tanda hak milik persyarikatan dengan kode lokasi dan kode barang seperti contoh :<br /><br /> Keterangan :<br />A : kode lokasi di kantor pimpinan persyarikatan<br />01 : tanah<br />00 : masih kosong (belum dimanfaatkan)<br />81 : tahun perolehan<br />01 : nomor register<br /><br />Pada dasarnya barang yang dimiliki atau dikuasai pimpinan persyarikatan, majelis-majelis, bagian dan unit amal usaha dibagai 10 bidang :<br />No. Urut Bidang Kode<br />1. Tanah 01<br />2. Bangunan Gedung 02<br />3. Alat-alat angkutan 03<br />4. Alat-alat kantor dan rumah tangga 04<br />5. Alat-alat studio 05<br />6. Alat-alat kedokteran 06<br />7. Alat-alat laboratorium 07<br />8. Buku perpustakaan 08<br />9. Alat kesenian dan kebudayaan 09<br />10. Tanda-tanda penghargaan 10<br /> <br />Kode Barang dan Kode Lokasi serta pengelompokannya disesuaikan dengan indeks surat-surat MUHAMMADIYAH YANG BERLAKU SEJAK 1 JANUARI 1969, contoh :<br /> Keterangan :<br /> E : Kode lokasi (milik PWM DIY) yang berada/dikelola oleh PWM Majelis P&K<br />03 : Kode barang berwujud Gedung<br />01 : Kode barang Gedung untuk Kantor<br />82 : Tahun perolehan/membangun<br />01 : Register/Nomor urut jumlah barang <br /><br />G. CARA MEMBERI LABEL DAN KODE BARANG<br />Setiap barang yang dikuasai oleh pimpinan persyarikatan, majelis atau bagian serta unit amal usaha diberi LABEL PEMILIK dan nomor kode. Nomor kode barang dan lokasi serta pengelompokannya disesuaikan dengan indek surat-surat Muhammadiyah yang berlaku sejak 1 Januari 1969.<br />Kode barang yang berada di unit-unit amal usaha (yang berada di sekolah, rumah sakit, panti asuhan dan sebagainya), dengan memberikan tambahan angka dibelakang kode organisasinya.<br /> Kode barang dan kode lokasi ditulis sebagai berikut :<br />A : Barang-barang yang dikelola dan ditempatkan di pimpinan persyarikatan (wilayah, daerah, cabang dan ranting)<br />B : Barang-barang yang dikelola dan ditempatkan di Majelis Tabligh<br />C : Barang-barang yang dikelola dan ditempatkan di MajelisTarjih<br />D : Barang-barang yang dikelola dan ditempatkan di Biro Hikmah<br />E : Barang-barang yang dikelola dan ditempatkan di Majelis Pendidikan dan Kebudayaan<br />E-1 : Barang-barang yang ada di Sekolah Dasar<br />E-2 : Barang-barang yang ada di SLTP/Tsanawiyah<br />E-3 : Barang-barang yang ada di SLTA/Aliyah<br />E-4 : Barang-barang yang ada di SLTA Kejuruan <br />E-5 : Barang-barang yang ada di Perguruan Tinggi<br />F : Barang-barang yang dikelola dan ditempatkan di Majelis Bagian PKU<br />G : Barang-barang yang dikelola dan ditempatkan di Majelis Pustaka<br />H : Barang-barang yang dikelola dan ditempatkan di Majelis Ekonomi<br /><br />III. PENGHAPUSAN<br />A. PENGERTIAN<br />Yang dimaksud dengan penghapusan ialah kegiatan meniadakan barang-barang milik persyarikatan , sehubungan dengan tidak berfungsinya barang-barang tersebut.<br /><br />B. PENGHAPUSAN<br />Pada prinsipnya barang dihapuskan disebabkan karena :<br />1. Rusak berat atau setidak-tidaknya sudah tidak bermanfaat lagi untuk kepentingan persyarikatan, misalnya : karena hilang, tidak diperlukan lagi, rusak berat, dan sudah waktunya dihapuskan.<br />2. Ketentuan penghapusan :<br />Berdasarkan keputusan Rapat Pimpinan Persyarikatan dan pelaksanaannya dilakukan dengan berita acara penghapusan. <br />Sumber :<br />http://fe.elcom.umy.ac.id/file.php/64/Draft_Pengelolaan_Inventaris_Muhammadiyah.docPERPUSTAKAAN DIGITAL TARTO JOGJAKARTAhttp://www.blogger.com/profile/11340625320119067674noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3754416655797455679.post-47616846959358559652008-02-06T10:31:00.002-08:002008-02-06T10:52:30.088-08:00PERPUSTAKAAN SEBAGAI SALAH SATU INDIKATOR UTAMA dalam mendukung Universitas Bertaraf internasionalPERPUSTAKAAN SEBAGAI SALAH SATU INDIKATOR UTAMA<br />DALAM MENDUKUNG UNIVERSITAS BERTARAF INTERNASIONAL<br />PENGANTAR<br />Istilah “World Class University” sedang sangat populer, khususnya di kalangan perguruan tinggi Indonesia. Istilah ini semakin bergema terutama sejak pemerintah mengeluarkan SK mengenai otonomi bagi beberapa perguruan tinggi negeri (UI, UGM, ITB, IPB). Hampir semua perguruan tinggi tersebut secara tegas maupun tersirat mencantumkan visinya menuju “World Class University” atau “Universitas Bertaraf Internasional”. Beberapa perguruan tinggi swasta, jelas-jelas ‘mengklaim’ dirinya sebagai universitas bertaraf internasional.<br />Menjadi ‘universitas berkelas internasional’ bukan persoalan teknis semata. Proses pembelajaran di perguruan tinggi bukanlah sebatas menghasilkan sejumlah lulusan bergelar sarjana, master dan doktor. Visi suatu perguruan tinggi menjadi ‘universitas bertaraf internasional’ memerlukan pemahaman dan kajian mendalam mengenai kondisi objektif, sehingga diharapkan dapat menciptakan strategi yang efektif untuk mewujudkan visi tersebut. Perlu diingat, bahwa dunia pendidikan tinggi juga tidak terlepas dari unsur sosial politik yang terjadi di masyarakat sehingga pengembangan universitas juga sangat terkait dengan kebijakan-kebijakan politik pemerintah. Jika Indonesia, melalui DIKTI ingin mewujudkan harapannya memiliki 25 universitas berkelas internasional, ada baiknya beranjak dari kenyataan dan fakta-fakta yang ada seputar dunia pendidikan tinggi kita. Hal ini otomatis berlaku untuk perpustakaan. Pembahasan mengenai perpustakaan perguruan tinggi akan selalu terkait dengan lembaganya, dalam hal ini universitas. Kita tidak mungkin membahas bagaimana mengembangkan perpustakaan A misalnya, dengan mengabaikan universitas A nya.<br />PERGURUAN TINGGI DI INDONESIA<br />Kondisi Objektif<br />Data statistik menunjukkan bahwa publikasi ilmiah Indonesia di tingkat internasional hanya menyumbang 0,012% dari total publikasi ilmiah dari seluruh dunia. Padahal, menurut versi Asiaweek, kategori hasil penelitian bernilai 25% dari keseluruhan kriteria yang digunakan dalam penentuan peringkat universitas. Data tersebut juga menunjukkan dengan jelas betapa tertinggalnya kita dibandingkan dengan negara-<br />1<br />negara ASEAN saja! Thailand misalnya, menyumbang 0,086%, Malaysia 0,064%, Singapura 0,179% dan Filipina 0,035%. Kontribusi terbesar tentu saja diduduki oleh negara-negara maju, seperti Amerika Serikat 30,8%, Jepang 8,2% Inggris 7,9%, Jerman 7,2%, dan Prancis 5,6%.<br />Sementara hasil penelitian tentang kualitas sistem pendidikan yang dilakukan oleh Political and Economic Risk Consultancy (PERC, 2001, dalam Mulyasana, 2002 : 4) terhadap 12 negara di Asia, menempatkan Indonesia pada urutan terakhir dari 12 negara yang diteliti! Menurut Kurniawan (2003 : 166) hasil ini harus dicermati dan dikritisi sehingga pemerintah tidak terlena dengan bongkar pasang terhadap teori dan kebijakan penyelenggaraan pendidikan, tetapi yang paling penting adalah menetapkan standar, filosofi dan dasar yang jelas untuk dijadikan sebagai garis haluan bagi semua jajaran pendidikan, dan diperlukan strategi yang tepat untuk mewujudkannya.<br />Khusus untuk kondisi perguruan tinggi di Indonesia, tahun 2001, laporan Asiaweek berjudul ''The Best Universities in Asia'' menyebutkan, UI peringkat ke-61, UGM ke-68, UNAIR ke-73 dan UNDIP ke-75. Sementara ITB (perguruan tinggi khusus teknologi) menduduki peringkat ke-20 atau merosot lima tingkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Peringkat ini bahkan menghilang tahun lalu. Artinya, tidak ada universitas dari Indonesia yang masuk rangking 100 universitas terbaik di Asia! Padahal akses informasi dan kesempatan untuk maju dengan memanfaatkan teknologi semakin terbuka lebar.<br />Data di atas juga menunjukkan bahwa perguruan tinggi kita sedang mengalami penurunan kualitas yang sangat signifikan. Signifikansi ini antara lain ditandai rendahnya publikasi ilmiah di tingkat internasional. Walaupun sudah banyak upaya yang dilakukan untuk meningkatkan mutu SDM dan sumber daya investasi, produktivitas penelitian dan publikasi di Indonesia tetap memprihatinkan. Menurut Kurniawan (2003 : 166) selain kelemahan individu peneliti, permasalahan yang dihadapi juga menyangkut insentif yang terlalu rendah, adanya kepincangan yang luar biasa antara gaji dosen di Indonesia dengan di negara-negara lain serta promosi karier yang tidak mendorong untuk melakukan penelitian di bidang masing-masing. Kelemahan lainnya berasal dari lingkungan kerja peneliti, seperti terbatasnya sumber daya dan sarana penelitian, keterbatasan informasi, situasi institusi yang tidak stabil, kekurangan tenaga pendukung, dan lain-lain. Hambatan-hambatan lain juga berasal<br />2<br />dari lingkungan yang sifatnya makro, seperti tidak adanya iklim dan tradisi ilmiah (baca: budaya akademik) yang mendukung, tidak adanya tuntutan untuk melakukan penelitian, sistem birokrasi yang terlalu kaku, minimnya investasi untuk melakukan penelitian, serta hambatan yang berasal dari sumber kebijakan dan politik. Hal ini merupakan indikasi yang banyak dijumpai di negara-negara berkembang pada umumnya, khususnya Indonesia.<br />Tantangan<br />Berbicara mengenai pendidikan tinggi dan outputnya adalah berbicara mengenai kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Tuntutan akan kualitas SDM tidak terlepas dari perkembangan pasar. Pada tahun 2002 lalu, kita sudah mulai berkompetisi dengan negara-negara di kawasan ASEAN (AFTA) dan paling lambat tahun 2010 kita harus memasuki pasar bebas negara-negara industri maju di kawasan Asia - Pasifik (APEC). Salah satu tantangan yang kini kita hadapi adalah meningkatkan kualitas pendidikan rata-rata penduduk. Tingkat pendidikan rata-rata penduduk harus meningkat sesuai dengan tuntutan kemajuan ekonomi dan industri pada saat itu. Pada periode tersebut, persaingan antarnegara sudah hampir tidak ada lagi. Kenyataan menunjukkan bahwa pada tahap ini kemampuan perguruan tinggi di Indonesia termasuk di dalamnya memproduksi dan mempublikasikan karya-karya ilmiah yang berkualitas sangat memprihatinkan. Pertumbuhan yang cukup lambat berhadapan dengan perubahan-perubahan sosio-kultural yang amat cepat.<br />Krisis multidimensional yang sedang melanda Indonesia saat ini disertai dengan berbagai perubahan di berbagai bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni telah menciptakan tantangan baru bagi perguruan tinggi. Karena itu reaksi perguruan tinggi seharusnya tidak hanya melalui berbagai kebijakan pada tingkat nasional, tapi yang amat penting dan strategis adalah pada tingkat perguruan tinggi itu sendiri. Di sinilah letak pentingnya visi perguruan tinggi secara matang direncanakan dan diimplementasikan.<br />Perguruan tinggi juga perlu memikirkan consumption value (sutau kondisi dimana konsumen mempersepsi kegunaan suatu produk, baik secara individual maupun kolektif yang digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam memutuskan memilih suatu produk) suatu perguruan tinggi atau universitas bagi mahasiswanya. Seperti<br />3<br />dikatakan Kotler & FA Fox dalam strategi pemasaran perguruan tinggi (1995: 5), masih banyak lembaga pendidikan yang menggunakan paradigma lama, bahwa pasar mereka sangat luas dan selalu ada sepanjang masa karena tiap tahun selalu muncul orang-orang yang membutuhkan perguruan tinggi sebagai tempat belajar. Perguruan tinggi tidak berpikir bahwa calon mahasiswa sebelum memutuskan memilih suatu universitas akan selalu mempertimbangkan apakah suatu universitas mempunyai consumption value baginya. Mereka akan mempertimbangkan nilai fungsional, nilai sosial, nilai emosional, nilai epistemik maupun nilai kondisional suatu perguruan tinggi.<br />Visi<br />Salah satu visi dan misi ilmiah masyarakat akademik di perguruan tinggi adalah menuangkan gagasan dan pemikirannya ke dalam bentuk publikasi karya ilmiah. Karya ilmiah dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, seperti makalah, laporan penelitian, buku-buku ilmiah, atau karya ilmiah lainnya yang dipublikasikan. Untuk melakukan kegiatan publikasi ilmiah, dapat ditempuh berbagai upaya, di antaranya membudayakan kegiatan keberaksaraan di kalangan masyarakat akademik perguruan tinggi.<br />Menurut Kurniawan (2002 :3) misi pendidikan dan pengajaran di perguruan tinggi saat ini harus ditransformasi agar keluaran (lulusan) perguruan tinggi di masa depan mampu menunjukkan profilnya sebagai manusia Indonesia baru. Sejalan dengan itu, visi perguruan tinggi di Indonesia harus dipusatkan pada optimalisasi kontribusi terhadap upaya peningkatan kualitas bangsa Indonesia, pengembangan ipteks, budaya, dan identitas bangsa secara keseluruhan. Perguruan tinggi harus tampil sebagai leader dalam pengembangan kemajuan dan peradaban bangsa, sehingga menjadi andalan seluruh bangsa ini. Kiprah ini meletakkan perguruan tinggi sebagai titik strategis pembangunan nasional dan sebagai aset nasional yang harus tumbuh dan berkembang terus.<br />Jika dicermati, selama ini sebagian besar kegiatan Tridharma perguruan tinggi lebih berorientasi pada misi pendidikan dan pengajaran. Sementara misi penelitian dan publikasi ilmiah masih diabaikan. Hal ini terbukti sejak diberlakukannya otonomi perguruan tinggi sebagaimana tertuang dalam PP No. 61 Tahun 1999, masing-masing<br />4<br />perguruan tinggi berlomba-lomba membuka sebanyak-banyaknya program baru, seperti : ekstension, kelas sore, dan lain-lain. Implikasinya, tradisi dan budaya meneliti apalagi mempublikasikan karya ilmiah di kalangan masyarakat akademik perguruan tinggi masih memprihatinkan.<br />Menurut laporan Dirjen Dikti yang dikutip oleh Kurniawan (2002 : 3), jumlah peneliti Indonesia saat ini baru mencapai rasio 1: 10.000. Artinya, satu peneliti untuk 10.000 penduduk. Dengan populasi penduduk Indonesia saat ini 210 juta jiwa, berarti baru terdapat sekitar 21.000 peneliti. Untuk mendongkrak jumlah peneliti di masa depan, rogram Pascasarjana di Indonesia diharapkan mampu mencetak lulusan setiap tahun sekitar 15.000 peneliti. Sinergi yang baik antara peneliti/penulis, penerbit, dan pembaca merupakan segi tiga tertutup bertimbal balik, dan akan menjadi lingkaran setan bila satu di antaranya tidak berfungsi sebagaimana yang diharapkan.<br />Peta penelitian dan publikasi ilmiah masyarakat akademik perguruan tinggi dapat dijadikan tolok ukur, indikator, serta barometer kualitas dan keunggulan perguruan tinggi yang bersangkutan, yang pada gilirannya perguruan tinggi di Indonesia dapat menyebut dirinya ‘universitas bertaraf internasional’.<br />UNIVERSITAS BERTARAF INTERNASIONAL<br />Dalam salah satu page di website CURTIN International College (http://www.cic.wa.edu.au/translations/indo_files/welcome.htm) tercantum kalimat seperti ini : “dengan lebih dari 33.000 siswa yang berasal dari lebih dari 100 negara, Curtin adalah sebuah universitas bertaraf internasional yang terkemuka. Curtin telah memiliki reputasi kelas dunia sebagai tempat pembelajaran yang dinamis dan merangsang daya pikir, dan sebagai unversitas Ilmu Pengetahuan dan Teknologi terkemuka Australia, Curtin merupakan salah satu tujuan yang paling populer di Australia bagi para siswa internasional.<br />Apakah istilah ‘taraf internasional’ merujuk pada cakupan wilayah atau kualitas?<br />Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata ‘internasional’ menyatakan bangsa-bangsa atau negeri-negeri seluruh dunia. Maka jelas, istilah ini merujuk pada cakupan wilayah. Namun dalam konteks universitas, taraf internasional tentu saja tidak hanya mencakup wilayah, tapi kualitas. Kualitas tidak hanya merujuk pada<br />5<br />mutu lulusan, tapi juga mutu layanan, fasilitas dan lain-lain. Ukuran kualitas dapat dilihat dari indikator yang digunakan untuk menentukan rangking universitas terbaik.<br />Penentuan rangking sebagai universitas terbaik umumnya menggunakan indikator sebagai berikut :<br />Criteria<br />Indicator<br />Code<br />Weight<br />Quality of Education<br />Alumni of an institution winning Nobel Prizes and Fields Medals<br />Alumni<br />10%<br />Quality of Faculty<br />Staff of an institution winning Nobel Prizes and Fields Medals<br />Highly cited researchers in 21 broad subject categories<br />Award<br />HiCi<br />20%<br />20%<br />Research Output<br />Articles published in Nature and Science*<br />Articles in Science Citation Index-expanded and Social Science Citation Index<br />N&S<br />SCI<br />20%<br />20%`<br />Size of Institution<br />Academic performance with respect to the size of an institution<br />Size<br />10%<br />Total<br />100%<br />Sumber : asiaweek.com<br />Selain faktor aksesabilitas dan cakupan yang luas, indikator di atas dapat dijadikan sebagai acuan untuk mencapai universitas bertaraf internasional.<br />PERPUSTAKAAN BERTARAF INTERNASIONAL<br />Pasal 40 PP tentang Pendidikan Tinggi menegaskan bahwa perpustakaan merupakan unsur penunjang pendidikan tinggi. Secara harafiah, unsur penunjang dapat diartikan<br />6<br />sebagai sesuatu yang harus ada untuk kesempurnaan yang ditunjang. Peran strategis ini juga terlihat jelas dalam proses akreditasi sebuah pendidikan tinggi, dimana perpustakaan merupakan unsur utama, walau bukan yang pertama. Jika suatu lembaga pendidikan tinggi ingin mendapatkan akreditasi resmi, maka perpusakaan dan segala isinya wajib ada. Artinya, akreditasi tidak akan diperoleh jika lembaga tersebut tidak memiliki perpustakaan. Secara teori, perpustakaan sebetulnya memiliki peran strategis dalam eksistensi pendidikan tinggi. Sebagai unsur penunjang penting, perpustakaan tidak dapat diabaikan, khususnya dalam hal pencapaian visi. Jika sebuah universitas ingin menjadi ‘universitas bertaraf internasional’, otomatis perpustakaan juga harus ikut menjadi ‘perpustakaan bertaraf internasional’.<br />Tahun lalu, website College Confidential mengangkat topik diskusi tentang rangking perpustakaan terbaik di dunia. Sama seperti penentuan universitas terbaik, indikator yang digunakan untuk penentuan perpustakaan terbaik juga berbeda-beda. Ada yang didasarkan pada jumlah koleksi, fasilitas dan kecanggihan teknologi yang digunakan.<br />Princeton Review Gourman melaporkan rangking 10 perpustakaan terbaik di Amerika dengan skala penilaian 1- 5 sebagai berikut :<br />1) Harvard : 4.94 2) Yale : 4.91 3) Illinois UC : 4.89 4) Columbia : 4.85 5) Cornell : 4.83 6) Michigan AA : 4.81 7) Berkeley : 4.77 8) Wisconsin Mad : 4.74 9) Stanford : 4.73 10) Ucla : 4.70<br />Sementara dari segi jumlah koleksi, urutan Perpustakaan terbaik adalah sebagai berikut:<br />1. Harvard University (16 million volumes) 2. Yale University (11 million volumes) 3. University of Illinois-Urbana Champaign (10 million volumes) 4. University of California-Berkeley (9 million volumes) 5. Columbia University (8 million volumes) 5. Stanford University (8 million volumes) 5. University of California-Los Angeles (8 million volumes) 5. University of Michigan-Ann Arbor (8 million volumes) 5. University of Texas-Austin (8 million volumes)<br />7<br />6. Cornell University 7 million volumes) 6. University of Chicago (7 million volumes) 7. Indiana University-Bloomington (6.5 million volumes) 7. University of Wisconsin-Madison (6.5 million volumes) 8. Princeton University (6 million volumes) 8. University of Minnesota-Twin Cities (6 million volumes) 8. University of Washington (6 million volumes) 9. Ohio State University-Columbus (5.5 million volumes) 9. University of North Carolina-Chapel Hill (5.5 million volumes) 10. Duke University (5 million volumes) 10. University of Arizona (5 million volumes) 10. University of Pennsylvania (5 million volumes) 10. Univiersity of Virginia (5 million volumes)<br />(Note : when those libraries list their volumes, they are refering to titles. Universities have several copies of each volume, depending on the demand for that volume and on the size of the university).<br />Berbagai kalangan di Amerika mengatakan bahwa indikator yang dapat digunakan untuk mencapai status ‘perpustakaan bertaraf internasional adalah :<br />1) Services and collections<br />2) Accessability<br />3) Variety of literary offerings.<br />4) Comfort and availlability of reading/studying spaces.<br />5) User Statisfaction<br />Indikator tersebut dapat dijadikan acuan untuk mencapai perpustakaan bertaraf internasional. Tentu saja tidak semua indikator dapat dicapai secara optimal dalam waktu yang bersamaan, karena setiap indikator tergantung pada kondisi objektif masing-masing perpustakaan. Untuk lebih memudahkan pemahaman, dibawah ini akan diuraikan faktor-faktor penentu yang perlu dikembangkan untuk mengoptimalkan indikator mencapai perpustakaan bertaraf internasional. Uraian didasarkan pada kondisi nyata yang terjadi di perguruan tinggi di Indonesia serta solusi yang dapat dijadikan alternatif pemecahan masalah.<br />a. Dana<br />Masalah dana sesungguhnya tidak hanya dihadapi perpustakaan perguruan tinggi di Indonesia. Perpustakaan di luar negeri, seperti Amerika pun tetap mengeluhkan masalah alokasi anggaran mereka. Hal ini terjadi karena investasi di perpustakaan memang tidak langsung memberikan benefit nyata bagi lembaga. Output dari<br />8<br />Perpustakaan bersifat intangible, tidak kasat mata : masyarakat cerdas dan kritis! Sementara bagi sebagian besar lembaga atau universitas, perpustakaan belum atau bukan prioritas utama untuk dikembangkan. Namun berbeda dengan di Indonesia, perpustakaan di luar negeri lebih memiliki dukungan dari pemerintah dan kebebasan dari lembaga dalam mencari dana.<br />Perpustakaan bertaraf internasional memiliki anggaran operasional pokok sebesar rata-rata 10 % dari total anggaran universitas.<br />Kendala<br />Solusi yang dapat ditempuh<br />Tidak semua perpustakaan mengetahui jumlah anggaran yang dialokasikan oleh lembaga untuk operasional perpustakaan<br />Pimpinan perpustakaan tidak memiliki akses informasi untuk mengetahui alokasi anggaran<br />Alokasi anggaran untuk perpustakaan umumnya untuk pengadaan koleksi<br />Pimpinan perpustakaan tidak memiliki kebebasan untuk memanfaatkan dana yang ada karena harus sesuai dengan program kerja universitas<br />Perpustakaan hanya mengandalkan dana/anggaran dari lembaga<br />Universitas harus menciptakan transparasi dan keterbukaan dalam hal anggaran.<br />Pimpinan perpustakaan harus memiliki posisi strategis di universitas, sehingga memiliki bargaining position yang bagus. Universitas perlu mengakomodir kebutuhan ini dalam bentuk SK dan penyusunan struktur organisasi yang tepat.<br />Perpustakaan harus dapat meyakinkan pimpinan universitas mengenai pentingnya pengembangan perpustakaan secara keseluruhan, tidak hanya pengadaan buku.<br />Universitas harus memberikan kebebasan yang bertanggung jawab dalam hal mengelola dana, termasuk efisiensi birokrasi yang seringkali menjadi penghambat bagi kelancaran kegiatan.<br />Ciptakan peluang-peluang untuk mendapatkan dana dengan cara-cara professional. Pustakawan harus memiliki jiwa entrepreneurship sehingga dapat mencari sumber dana dari luar lembaga. Cara-cara yang dapat ditempuh antara lain dengan mengadakan pelatihan2 di bidang kepustakawanan, menjalin kerja sama dengan instansi lain atau perusahaan-perusahaan yang berkaitan dengan perpustakaan (seperti penerbit, media massa, pengembang software, pengembangan otomasi perpustakaan, dan perusahaan yang bergerak dalam 9<br />pengadaan material perpustakaan)<br />Bentuk konsorsium antar perpustakaan.<br />b. Koleksi<br />Dalam ‘Buku Pedoman Perpustakaan Perguruan Tinggi’ edisi ketiga yang dikeluarkan oleh DIKTI, dikatakan bahwa : “Perpustakaan perguruan tinggi wajib menyediakan 80% dari bahan bacaan wajib mata kuliah yang ditawarkan di perguruan tinggi. Masing-masing judul bahan bacaan tersebut disediakan 3 eksemplar untuk tiap 100 mahasiswa….!”<br />Perguruan tinggi bertaraf internasional memiliki rasio antara pengguna dengan jumlah koleksi, minimal 1 : 50. Artinya, 50 judul koleksi untuk satu orang pengguna. Ini masih untuk kawasan Asia seperti National University of Singapore (NUS) dan Nanyang Technological University (NTU). Jika merujuk pada Harvard yang memiliki koleksi 16 milyar, maka dengan jumlah pengguna 1 juta saja, rationya sudah sangat tidak terjangkau : 1 : 16.000! Angka ini sebetulnya tidak mengherankan, mengingat setiap tahun universitas pasti membeli koleksi, sementara jumlah pengguna (baca : sivitas akademika) biasanya stabil atau hanya mengalami pertambahan yang tidak terlalu siginifikan, kecuali ada pembukaan program studi baru.<br />Perguruan tinggi di Indonesia masih sangat jauh dari ratio tersebut. Universitas Indonesia misalnya, dengan total jumlah koleksi kurang lebih 1 juta berbanding jumlah sivitas akademika hampir 50.000 orang, rationya masih 1 : 20. Persoalan koleksi seharusnya tidak hanya menyangkut kuantitas, tapi juga kualitas. Karena itu sangat penting mengadakan evaluasi terhadap koleksi. Hasil evaluasi juga dapat dijadikan acuan untuk menyusun kebijakan pengadaan koleksi.<br />Perpustakaan bertaraf internasional memiliki koleksi milyaran judul dengan ratio minimal 1 : 50 antara pengguna dan koleksi, serta langganan online database dari berbagai disiplin ilmu.<br />Kendala<br />Solusi yang dapat ditempuh<br />Perpustakaan tidak memiliki kebijakan pengembangan koleksi yang tepat.<br />Keterbatasan dana dan prosedur<br />Kebijakan pengembangan koleksi harus merujuk pada misi dan visi universitas. Koleksi Perpustakaan harus dapat mencerminkan ‘isi’ universitas.<br />Manfaatkan kerjasama dengan<br />10<br />(birokrasi) pengadaan koleksi terlalu rumit sehingga membatasi peluang mendapatkan koleksi berkualitas dan dalam waktu singkat.<br />Perpustakaan tidak memiliki peralatan yang memadai untuk perawatan koleksi<br />Kehilangan koleksi masih sering terjadi karena sistem yang tidak mendukung<br />Perpustakaan sering menjadi gudang penyimpanan buku karena pustakawan merasa ‘tidak tega’ menyingkirkan koleksi yang sudah tidak bermanfaat.<br />perpustakaan lain (seperti mengadakan inter library loan dan akses bersama).<br />Perawatan koleksi merupakan alternatif untuk mempertahankan jumlah dan kualitas koleksi. Perpustakaan harus memiliki jadwal dan fasilitas khusus untuk perawatan koleksi (misalnya : fumigasi, jilid ulang, dsb.)<br />Teknologi dapat dimanfaatkan untuk mencegah kehilangan koleksi. Penggunaan security system terbukti mampu menekan pencurian koleksi dari perpustakaan, khususnya perpustakaan yang menerapkan sistem layanan terbuka.<br />Perpustakaan harus memiliki wawasan yang luas mengenai perkembangan kurikulum di lingkungannya, sehingga mampu mengatakan: “kami tidak butuh koleksi seperti ini!” dengan alasan yang tepat.<br />c. SDM<br />Perkembangan teknologi telah menimbulkan kekuatiran tersendiri di kalangan pustakawan, dimana ada kecenderungan bahwa tugas-tugas manusia pada akhirnya akan tergantikan oleh komputer atau mesin. Persepsi ini tentu saja keliru mengingat kegiatan di perpustakaan adalah kegiatan ‘kemanusiaan’. Teknologi tidak dapat memahami pengguna perpustakaan sebagai ‘manusia seutuhnya’ dengan segala kebutuhan informasinya. Teknologi hanyalah alat bantu untuk mempermudah pekerjaan manusia. Namun untuk dapat memanfaatkan teknologi tersebut secara optimal, diperlukan sumber daya manusia yang kompeten. Sinergi antara manusia yang kompeten dan kecanggihan teknologi akan menghasilkan ‘manusia-manusia’ baru keluaran perpustakaan.<br />Masalah SDM di perpustakaan harus selalu mendapat perhatian serius dari universitas. Hal ini penting mengingat perpustakaan adalah sarana publik yang dimanfaatkan oleh seluruh sivitas akademika di universitas. Penempatan staf yang tidak kompeten di perpustakaan sebetulnya tidak mengatasi masalah SDM di suatu<br />11<br />universitas, melainkan justru mencoreng ‘wajah’ sendiri karena kualitas staf di perpustakaan menjadi salah satu indikator penilaian layanan prima di suatu universitas. Maka kompetensi menjadi persyaratan utama yang harus dipenuhi oleh sumber daya manusia di perpustakaan, karena kompetensi menawarkan suatu kerangka kerja yang efektif dan efisien dalam mendayagunakan sumber-sumber daya yang terbatas. Sumber daya manusia atau tenaga kerja yang memiliki kompetensi memungkinkan setiap jenis pekerjaan dapat dilaksanakan dengan optimal, efektif dan efisien.<br />Staf perpustakaan bertaraf internasional memiliki kompetensi profesional dan kompetensi individual. Menurut US Special Library Associations, kompetensi profesional terkait dengan pengetahuan pustakawan di bidang sumber-sumber informasi, teknologi, manajemen dan penelitian, serta pengetahuan kemampuan menggunakan pengetahuan tersebut sebagai dasar untuk menyediakan layanan perpustakaan dan informasi. Sementara kompetensi individual menggambarkan satu kesatuan ketrampilan, perilaku dan nilai yang dimiliki pustakawan agar dapat bekerja secara efektif, menjadi komunikator yang baik, selalu meningkatkan pengetahuan, dapat memperlihatkan nilai lebih serta dapat bertahan terhadap perubahan dan perkembangan dalam dunia kerjanya. (University of Philipine memiliki sertifikasi (ISO) pustakawan dari pemerintah).<br />Kendala<br />Solusi yang dapat ditempuh<br />Penempatan SDM di perpustakaan merupakan hak atau kebijakan universitas, yang seringkali tidak memahami kebutuhan dan kompetensi yang dibutuhan Perpustakaan.<br />Perpustakaan tidak memiliki kesempatan untuk mengembangkan stafnya.<br />Pustakawan tidak merasa memiliki ‘masalah’ dengan kompetensinya<br />Rekrutmen untuk staf perpustakaan harus melibatkan professional dari bidang Perpustakaan dan psikologi. Hal ini mutlak dilakukan mengingat staf perpustakaan akan berhadapan dengan multi karakter yang menuntut kemampuan berkomunikasi yang baik dan memiliki jiwa asertif. Perlu diingat bahwa tidak semua orang memiliki jiwa melayani.<br />Pengembangan staf dapat dilakukan secara internal, dengan memanfaatkan jaringan perpustakaan terdekat. Misalnya mengirim staf magang di perpustakaan terdekat yang lebih maju.<br />Terapkan sistem “the right man on the right place” berdasarkan analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat).<br />Tingkatkan kemampuan berkomunikasi pustawakan dengan memberi kursus 12<br />Pustakawan menganggap teknologi adalah ancaman atau ‘musuh’.<br />bahasa asing.<br />Kenalkan teknologi terhadap staf dengan cara persuasif. Sebelum menerapkan teknologi, perlu sosialisasi yang intens terhadap semua staf sehingga menimbulkan ‘trust’ terhadap teknologi. Proses ini dilakukan dengan tetap mengacu pada target. Pada kasus tertentu, perpustakaan perlu menempuh keputusan radikal :”take it or leave it!”<br />d. Layanan<br />Layanan perpustakaan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan informasi pengguna. Jenis layanan di perpustakaan seharusnya mengakomodir kebutuhan semua pengguna. Misalnya, perpustakaan tidak harus menghapuskan layanan konvensional seperti katalog kartu jika masih ada pengguna yang membutuhkan. Seluruh jenis layanan yang ada di perpustakaan harus berorientasi kepada kepuasan pengguna.<br />Perpustakaan bertaraf internasional memiliki beragam jenis layanan yang dapat mengakomodir kebutuhan semua jenis pengguna. Peningkatan mutu layanan menjadi prioritas dengan cara melakukan evaluasi rutin. (Perpustakaan Universiti Kebangsaan Malaysia melakukan sertifikasi (ISO) terhadap layanannya).<br />Kendala<br />Solusi yang dapat ditempuh<br />Perpustakaan tidak mengetahui layanan apa yang paling dibutuhkan pengguna<br />Lakukan evaluasi layanan secara reguler (minimal 1 kali setahun). Evaluasi dapat dilakukan dengan menyebarkan kuesioner sederhana mengenai layanan apa yang paling dibutuhkan pengguna.<br />e. Sistem dan teknologi<br />Sistem dalam konteks perpustakaan merupakan seperangkat aturan atau ketentuan yang ada di perpustakaan yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi-fungsi perpustakaan secara optimal. Sistem juga sangat berkaitan dengan teknologi yang digunakan. Pemanfaatan teknologi di perpustakaan bertujuan untuk meningkatkan jumlah dan mutu layanan, efektifitas dan efisiensi waktu serta sumber daya manusia serta ragam informasi yang dikelola. Penerapan teknologi di perpustakaan juga telah menciptakan berbagai konsep seperti otomasi perpustakaan dan digital library.<br />13<br />Teknologi juga memberi peluang untuk mengembangkan jaringan kerja sama dan resource sharing antar perpustakaan.<br />Perpustakaan bertaraf internasional tidak harus menggunakan teknologi mutakhir tetapi selalu memanfaatkan teknologi semaksimal mungkin untuk memuaskan pengguna dalam hal aksesabilitas.<br />Kendala<br />Solusi yang dapat ditempuh<br />Pustakawan terlalu kaku menerapkan aturan di perpustakaan, sementara sistem tidak memberi peluang untuk fleksibilitas.<br />Bagi universitas, investasi teknologi di perpustakaan sering dianggap sebagai cost yang tidak membawa benefit nyata.<br />Teknologi yang canggih tidak menjamin operasional perpustakaan selalu berjalan lancar.<br />Ciptakan sistem seluwes mungkin, sehingga tujuan utama untuk memenuhi kebutuhan informasi pengguna tetap tercapai tanpa menyalahi ketentuan.<br />Jalin kerjasama dengan pengembang sistem (vendor) atau manfaatkan sumber daya internal untuk membangun sistem (in house programme).<br />Pilih teknologi yang digunakan oleh banyak orang sehingga memudahkan dalam hal maintenance dan trouble shooting.<br />Gunakan teknologi secara bertahap.<br />Ingat bahwa teknologi hanyalah alat bantu untuk memudahkan pekerjaan. Kunci keberhasilan teknologi tetap pada sumber daya manusia!<br />f. Fasilitas<br />Fasilitas di perpustakaan menjadi salah satu indikator yang dijadikan pengguna untuk menilai atau mengukur kinerja perpustakaan. Layanan di perpustakaan akan berjalan secara optimal jika didukung dengan fasilitas yang tepat. Fasilitas di Perpustakaan tidak hanya ditujukan untuk pengguna, tapi juga untuk staf. Lembaga harus memfasilitasi staf dengan baik untuk menciptakan lingkungan kerja yang kondusif.<br />Perpustakaan bertaraf internasional tidak selalu memiliki fasilitas mewah, tapi lengkap dan selalu berfungsi optimal.<br />Kendala<br />Solusi yang dapat ditempuh<br />Gedung perpustakaan tidak dirancang sesuai kebutuhan jangka panjang, tapi dimanfaatkan sesuai keadaan gedung.<br />Pembangunan atau perancangan gedung perpustakaan harus direncanakan secermat mungkin dengan tetap berprinsip pada efisiensi dan efektifitas fungsi.<br />14<br />Anggaran pengadaan fasilitas seringkali mengabaikan maintenance.<br />Lakukan pemeliharaan fasilitas secara rutin dan cermat.<br />Manfaatkan tenaga out sourching untuk fasilitas-fasilitas mahal tapi tidak dibutuhkan untuk jangka panjang.<br />PENUTUP<br />Perpustakaan adalah salah satu indikator utama untuk mendukung universitas bertaraf internasional. Pemerinta, melalui DIKTI perlu lebih serius mengkaji beberapa langkah strategis yang dapat ditempuh untuk mencapai 25 perguruan tinggi bertaraf internasional. Sebagai langkah awal, adalah membenahi perpustakaan dengan tahap-tahap berikut :<br />1. Bentuk library board untuk tingkat Nasional<br /> Brainstorming dan bersinergi dengan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dan perguruan tinggi negeri dan swasta yang sudah dianggap cukup berhasil dalam mengembangkan perpustakaan.<br /> Manfaatkan pakar-pakar dari setiap perguruan tinggi untuk mengkaji dan memberikan masukan.<br />2. Tetapkan visi.<br /> Lakukan studi banding ke perpustakaan perguruan tinggi lain di luar negeri yang dapat dijadikan acuan dalam pengembangan perpustakaan bertaraf internasional. Studi banding dapat di breakdown berdasarkan bidang yang akan dikembangkan. Misalnya, fasilitas mengacu ke NUS, teknologi merujuk ke NTU, ISO layanan ke UKM, ISO pustakawan ke University of Philipine, dsb.<br />3. Kaji kebijakan.<br /> Review kebijakan yang ada sekarang menyangkut pengembangan perpustakaan perguruan tinggi.<br /> Libatkan pimpinan universitas untuk memikirkan mengenai copyright, karena hal ini menyangkut publikasi perpustakaan.<br /> Masukkan semua unsur-unsur tersebut di atas ke dalam pembahasan RUU Perpustakaan Nasional yang kini sedang dibahas di DPR.<br />15<br />4. Kembangkan secara bertahap.<br /> Pilih perguruan tinggi yang dapat dijadikan sebagai pilot project dengan jangka waktu tertentu.<br /> Bentuk konsorsium.<br /> Gunakan teknologi yang sudah ada.<br />5. Bentuk jaringan.<br /> Manfaatkan para pengusaha di bidang online database, pengembang software, penerbit, media dan pihak-pihak terkait sebagai sponsor.<br />16<br />DAFTAR PUSTAKA<br />Buku Pedoman Perpustakaan Perguruan Tinggi. 2004. Edisi Ketiga. Departemen Pendidikan Nasional RI, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Jakarta.<br />Kurniawan, Khaerudin. 2002. Visi Perguruan Tinggi di Era Pasar Bebas. www.balipost.co.id/balipostcetaK/2002/8/3/op1.htm - 26k (24 April 2006)<br />Kurniawan, Khaerudin. 2003. Transformasi Perguruan Tinggi Menuju Indonesia Baru. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, edisi Maret 2003, Tahun ke – 9 No. 041.<br />Rangking of the besat college libraries. 2005. http://www.collegeconfidential.com/ (24 April 2006)<br />The 100 best universities in Asia. http://www.asiaweek.com (24 April 2006)<br />17<br />BIODATA<br />Nama : Kalarensi Naibaho<br />Kelompok : Pustakawan<br />Tingkat Pendidikan : S2 Ilmu Perpustakaan<br />Pekerjaan : Humas<br />Alamat : Perpustakaan Pusat Universitas Indonesia – Depok 16424<br />No. Telp./Faks/HP : (021) 7864134 / (021) 7863469 / 0818 0801 9050<br />Email : cnaibaho@yahoo.com<br />: clara@ui.edu<br />Judul : “Perpustakaan Sebagai Salah Satu Indokator Utama dalam<br />Mendukung Universitas Bertaraf Internasional”.<br />18PERPUSTAKAAN DIGITAL TARTO JOGJAKARTAhttp://www.blogger.com/profile/11340625320119067674noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3754416655797455679.post-37835978064001816452008-02-06T10:31:00.000-08:002008-02-06T10:51:52.412-08:00PERPUSTAKAAN SEBAGAI SALAH SATU INDIKATOR UTAMA dalam mendukung Universitas Bertaraf internasionalPERPUSTAKAAN SEBAGAI SALAH SATU INDIKATOR UTAMA<br />DALAM MENDUKUNG UNIVERSITAS BERTARAF INTERNASIONAL<br />PENGANTAR<br />Istilah “World Class University” sedang sangat populer, khususnya di kalangan perguruan tinggi Indonesia. Istilah ini semakin bergema terutama sejak pemerintah mengeluarkan SK mengenai otonomi bagi beberapa perguruan tinggi negeri (UI, UGM, ITB, IPB). Hampir semua perguruan tinggi tersebut secara tegas maupun tersirat mencantumkan visinya menuju “World Class University” atau “Universitas Bertaraf Internasional”. Beberapa perguruan tinggi swasta, jelas-jelas ‘mengklaim’ dirinya sebagai universitas bertaraf internasional.<br />Menjadi ‘universitas berkelas internasional’ bukan persoalan teknis semata. Proses pembelajaran di perguruan tinggi bukanlah sebatas menghasilkan sejumlah lulusan bergelar sarjana, master dan doktor. Visi suatu perguruan tinggi menjadi ‘universitas bertaraf internasional’ memerlukan pemahaman dan kajian mendalam mengenai kondisi objektif, sehingga diharapkan dapat menciptakan strategi yang efektif untuk mewujudkan visi tersebut. Perlu diingat, bahwa dunia pendidikan tinggi juga tidak terlepas dari unsur sosial politik yang terjadi di masyarakat sehingga pengembangan universitas juga sangat terkait dengan kebijakan-kebijakan politik pemerintah. Jika Indonesia, melalui DIKTI ingin mewujudkan harapannya memiliki 25 universitas berkelas internasional, ada baiknya beranjak dari kenyataan dan fakta-fakta yang ada seputar dunia pendidikan tinggi kita. Hal ini otomatis berlaku untuk perpustakaan. Pembahasan mengenai perpustakaan perguruan tinggi akan selalu terkait dengan lembaganya, dalam hal ini universitas. Kita tidak mungkin membahas bagaimana mengembangkan perpustakaan A misalnya, dengan mengabaikan universitas A nya.<br />PERGURUAN TINGGI DI INDONESIA<br />Kondisi Objektif<br />Data statistik menunjukkan bahwa publikasi ilmiah Indonesia di tingkat internasional hanya menyumbang 0,012% dari total publikasi ilmiah dari seluruh dunia. Padahal, menurut versi Asiaweek, kategori hasil penelitian bernilai 25% dari keseluruhan kriteria yang digunakan dalam penentuan peringkat universitas. Data tersebut juga menunjukkan dengan jelas betapa tertinggalnya kita dibandingkan dengan negara-<br />1<br />negara ASEAN saja! Thailand misalnya, menyumbang 0,086%, Malaysia 0,064%, Singapura 0,179% dan Filipina 0,035%. Kontribusi terbesar tentu saja diduduki oleh negara-negara maju, seperti Amerika Serikat 30,8%, Jepang 8,2% Inggris 7,9%, Jerman 7,2%, dan Prancis 5,6%.<br />Sementara hasil penelitian tentang kualitas sistem pendidikan yang dilakukan oleh Political and Economic Risk Consultancy (PERC, 2001, dalam Mulyasana, 2002 : 4) terhadap 12 negara di Asia, menempatkan Indonesia pada urutan terakhir dari 12 negara yang diteliti! Menurut Kurniawan (2003 : 166) hasil ini harus dicermati dan dikritisi sehingga pemerintah tidak terlena dengan bongkar pasang terhadap teori dan kebijakan penyelenggaraan pendidikan, tetapi yang paling penting adalah menetapkan standar, filosofi dan dasar yang jelas untuk dijadikan sebagai garis haluan bagi semua jajaran pendidikan, dan diperlukan strategi yang tepat untuk mewujudkannya.<br />Khusus untuk kondisi perguruan tinggi di Indonesia, tahun 2001, laporan Asiaweek berjudul ''The Best Universities in Asia'' menyebutkan, UI peringkat ke-61, UGM ke-68, UNAIR ke-73 dan UNDIP ke-75. Sementara ITB (perguruan tinggi khusus teknologi) menduduki peringkat ke-20 atau merosot lima tingkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Peringkat ini bahkan menghilang tahun lalu. Artinya, tidak ada universitas dari Indonesia yang masuk rangking 100 universitas terbaik di Asia! Padahal akses informasi dan kesempatan untuk maju dengan memanfaatkan teknologi semakin terbuka lebar.<br />Data di atas juga menunjukkan bahwa perguruan tinggi kita sedang mengalami penurunan kualitas yang sangat signifikan. Signifikansi ini antara lain ditandai rendahnya publikasi ilmiah di tingkat internasional. Walaupun sudah banyak upaya yang dilakukan untuk meningkatkan mutu SDM dan sumber daya investasi, produktivitas penelitian dan publikasi di Indonesia tetap memprihatinkan. Menurut Kurniawan (2003 : 166) selain kelemahan individu peneliti, permasalahan yang dihadapi juga menyangkut insentif yang terlalu rendah, adanya kepincangan yang luar biasa antara gaji dosen di Indonesia dengan di negara-negara lain serta promosi karier yang tidak mendorong untuk melakukan penelitian di bidang masing-masing. Kelemahan lainnya berasal dari lingkungan kerja peneliti, seperti terbatasnya sumber daya dan sarana penelitian, keterbatasan informasi, situasi institusi yang tidak stabil, kekurangan tenaga pendukung, dan lain-lain. Hambatan-hambatan lain juga berasal<br />2<br />dari lingkungan yang sifatnya makro, seperti tidak adanya iklim dan tradisi ilmiah (baca: budaya akademik) yang mendukung, tidak adanya tuntutan untuk melakukan penelitian, sistem birokrasi yang terlalu kaku, minimnya investasi untuk melakukan penelitian, serta hambatan yang berasal dari sumber kebijakan dan politik. Hal ini merupakan indikasi yang banyak dijumpai di negara-negara berkembang pada umumnya, khususnya Indonesia.<br />Tantangan<br />Berbicara mengenai pendidikan tinggi dan outputnya adalah berbicara mengenai kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Tuntutan akan kualitas SDM tidak terlepas dari perkembangan pasar. Pada tahun 2002 lalu, kita sudah mulai berkompetisi dengan negara-negara di kawasan ASEAN (AFTA) dan paling lambat tahun 2010 kita harus memasuki pasar bebas negara-negara industri maju di kawasan Asia - Pasifik (APEC). Salah satu tantangan yang kini kita hadapi adalah meningkatkan kualitas pendidikan rata-rata penduduk. Tingkat pendidikan rata-rata penduduk harus meningkat sesuai dengan tuntutan kemajuan ekonomi dan industri pada saat itu. Pada periode tersebut, persaingan antarnegara sudah hampir tidak ada lagi. Kenyataan menunjukkan bahwa pada tahap ini kemampuan perguruan tinggi di Indonesia termasuk di dalamnya memproduksi dan mempublikasikan karya-karya ilmiah yang berkualitas sangat memprihatinkan. Pertumbuhan yang cukup lambat berhadapan dengan perubahan-perubahan sosio-kultural yang amat cepat.<br />Krisis multidimensional yang sedang melanda Indonesia saat ini disertai dengan berbagai perubahan di berbagai bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni telah menciptakan tantangan baru bagi perguruan tinggi. Karena itu reaksi perguruan tinggi seharusnya tidak hanya melalui berbagai kebijakan pada tingkat nasional, tapi yang amat penting dan strategis adalah pada tingkat perguruan tinggi itu sendiri. Di sinilah letak pentingnya visi perguruan tinggi secara matang direncanakan dan diimplementasikan.<br />Perguruan tinggi juga perlu memikirkan consumption value (sutau kondisi dimana konsumen mempersepsi kegunaan suatu produk, baik secara individual maupun kolektif yang digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam memutuskan memilih suatu produk) suatu perguruan tinggi atau universitas bagi mahasiswanya. Seperti<br />3<br />dikatakan Kotler & FA Fox dalam strategi pemasaran perguruan tinggi (1995: 5), masih banyak lembaga pendidikan yang menggunakan paradigma lama, bahwa pasar mereka sangat luas dan selalu ada sepanjang masa karena tiap tahun selalu muncul orang-orang yang membutuhkan perguruan tinggi sebagai tempat belajar. Perguruan tinggi tidak berpikir bahwa calon mahasiswa sebelum memutuskan memilih suatu universitas akan selalu mempertimbangkan apakah suatu universitas mempunyai consumption value baginya. Mereka akan mempertimbangkan nilai fungsional, nilai sosial, nilai emosional, nilai epistemik maupun nilai kondisional suatu perguruan tinggi.<br />Visi<br />Salah satu visi dan misi ilmiah masyarakat akademik di perguruan tinggi adalah menuangkan gagasan dan pemikirannya ke dalam bentuk publikasi karya ilmiah. Karya ilmiah dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, seperti makalah, laporan penelitian, buku-buku ilmiah, atau karya ilmiah lainnya yang dipublikasikan. Untuk melakukan kegiatan publikasi ilmiah, dapat ditempuh berbagai upaya, di antaranya membudayakan kegiatan keberaksaraan di kalangan masyarakat akademik perguruan tinggi.<br />Menurut Kurniawan (2002 :3) misi pendidikan dan pengajaran di perguruan tinggi saat ini harus ditransformasi agar keluaran (lulusan) perguruan tinggi di masa depan mampu menunjukkan profilnya sebagai manusia Indonesia baru. Sejalan dengan itu, visi perguruan tinggi di Indonesia harus dipusatkan pada optimalisasi kontribusi terhadap upaya peningkatan kualitas bangsa Indonesia, pengembangan ipteks, budaya, dan identitas bangsa secara keseluruhan. Perguruan tinggi harus tampil sebagai leader dalam pengembangan kemajuan dan peradaban bangsa, sehingga menjadi andalan seluruh bangsa ini. Kiprah ini meletakkan perguruan tinggi sebagai titik strategis pembangunan nasional dan sebagai aset nasional yang harus tumbuh dan berkembang terus.<br />Jika dicermati, selama ini sebagian besar kegiatan Tridharma perguruan tinggi lebih berorientasi pada misi pendidikan dan pengajaran. Sementara misi penelitian dan publikasi ilmiah masih diabaikan. Hal ini terbukti sejak diberlakukannya otonomi perguruan tinggi sebagaimana tertuang dalam PP No. 61 Tahun 1999, masing-masing<br />4<br />perguruan tinggi berlomba-lomba membuka sebanyak-banyaknya program baru, seperti : ekstension, kelas sore, dan lain-lain. Implikasinya, tradisi dan budaya meneliti apalagi mempublikasikan karya ilmiah di kalangan masyarakat akademik perguruan tinggi masih memprihatinkan.<br />Menurut laporan Dirjen Dikti yang dikutip oleh Kurniawan (2002 : 3), jumlah peneliti Indonesia saat ini baru mencapai rasio 1: 10.000. Artinya, satu peneliti untuk 10.000 penduduk. Dengan populasi penduduk Indonesia saat ini 210 juta jiwa, berarti baru terdapat sekitar 21.000 peneliti. Untuk mendongkrak jumlah peneliti di masa depan, rogram Pascasarjana di Indonesia diharapkan mampu mencetak lulusan setiap tahun sekitar 15.000 peneliti. Sinergi yang baik antara peneliti/penulis, penerbit, dan pembaca merupakan segi tiga tertutup bertimbal balik, dan akan menjadi lingkaran setan bila satu di antaranya tidak berfungsi sebagaimana yang diharapkan.<br />Peta penelitian dan publikasi ilmiah masyarakat akademik perguruan tinggi dapat dijadikan tolok ukur, indikator, serta barometer kualitas dan keunggulan perguruan tinggi yang bersangkutan, yang pada gilirannya perguruan tinggi di Indonesia dapat menyebut dirinya ‘universitas bertaraf internasional’.<br />UNIVERSITAS BERTARAF INTERNASIONAL<br />Dalam salah satu page di website CURTIN International College (http://www.cic.wa.edu.au/translations/indo_files/welcome.htm) tercantum kalimat seperti ini : “dengan lebih dari 33.000 siswa yang berasal dari lebih dari 100 negara, Curtin adalah sebuah universitas bertaraf internasional yang terkemuka. Curtin telah memiliki reputasi kelas dunia sebagai tempat pembelajaran yang dinamis dan merangsang daya pikir, dan sebagai unversitas Ilmu Pengetahuan dan Teknologi terkemuka Australia, Curtin merupakan salah satu tujuan yang paling populer di Australia bagi para siswa internasional.<br />Apakah istilah ‘taraf internasional’ merujuk pada cakupan wilayah atau kualitas?<br />Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata ‘internasional’ menyatakan bangsa-bangsa atau negeri-negeri seluruh dunia. Maka jelas, istilah ini merujuk pada cakupan wilayah. Namun dalam konteks universitas, taraf internasional tentu saja tidak hanya mencakup wilayah, tapi kualitas. Kualitas tidak hanya merujuk pada<br />5<br />mutu lulusan, tapi juga mutu layanan, fasilitas dan lain-lain. Ukuran kualitas dapat dilihat dari indikator yang digunakan untuk menentukan rangking universitas terbaik.<br />Penentuan rangking sebagai universitas terbaik umumnya menggunakan indikator sebagai berikut :<br />Criteria<br />Indicator<br />Code<br />Weight<br />Quality of Education<br />Alumni of an institution winning Nobel Prizes and Fields Medals<br />Alumni<br />10%<br />Quality of Faculty<br />Staff of an institution winning Nobel Prizes and Fields Medals<br />Highly cited researchers in 21 broad subject categories<br />Award<br />HiCi<br />20%<br />20%<br />Research Output<br />Articles published in Nature and Science*<br />Articles in Science Citation Index-expanded and Social Science Citation Index<br />N&S<br />SCI<br />20%<br />20%`<br />Size of Institution<br />Academic performance with respect to the size of an institution<br />Size<br />10%<br />Total<br />100%<br />Sumber : asiaweek.com<br />Selain faktor aksesabilitas dan cakupan yang luas, indikator di atas dapat dijadikan sebagai acuan untuk mencapai universitas bertaraf internasional.<br />PERPUSTAKAAN BERTARAF INTERNASIONAL<br />Pasal 40 PP tentang Pendidikan Tinggi menegaskan bahwa perpustakaan merupakan unsur penunjang pendidikan tinggi. Secara harafiah, unsur penunjang dapat diartikan<br />6<br />sebagai sesuatu yang harus ada untuk kesempurnaan yang ditunjang. Peran strategis ini juga terlihat jelas dalam proses akreditasi sebuah pendidikan tinggi, dimana perpustakaan merupakan unsur utama, walau bukan yang pertama. Jika suatu lembaga pendidikan tinggi ingin mendapatkan akreditasi resmi, maka perpusakaan dan segala isinya wajib ada. Artinya, akreditasi tidak akan diperoleh jika lembaga tersebut tidak memiliki perpustakaan. Secara teori, perpustakaan sebetulnya memiliki peran strategis dalam eksistensi pendidikan tinggi. Sebagai unsur penunjang penting, perpustakaan tidak dapat diabaikan, khususnya dalam hal pencapaian visi. Jika sebuah universitas ingin menjadi ‘universitas bertaraf internasional’, otomatis perpustakaan juga harus ikut menjadi ‘perpustakaan bertaraf internasional’.<br />Tahun lalu, website College Confidential mengangkat topik diskusi tentang rangking perpustakaan terbaik di dunia. Sama seperti penentuan universitas terbaik, indikator yang digunakan untuk penentuan perpustakaan terbaik juga berbeda-beda. Ada yang didasarkan pada jumlah koleksi, fasilitas dan kecanggihan teknologi yang digunakan.<br />Princeton Review Gourman melaporkan rangking 10 perpustakaan terbaik di Amerika dengan skala penilaian 1- 5 sebagai berikut :<br />1) Harvard : 4.94 2) Yale : 4.91 3) Illinois UC : 4.89 4) Columbia : 4.85 5) Cornell : 4.83 6) Michigan AA : 4.81 7) Berkeley : 4.77 8) Wisconsin Mad : 4.74 9) Stanford : 4.73 10) Ucla : 4.70<br />Sementara dari segi jumlah koleksi, urutan Perpustakaan terbaik adalah sebagai berikut:<br />1. Harvard University (16 million volumes) 2. Yale University (11 million volumes) 3. University of Illinois-Urbana Champaign (10 million volumes) 4. University of California-Berkeley (9 million volumes) 5. Columbia University (8 million volumes) 5. Stanford University (8 million volumes) 5. University of California-Los Angeles (8 million volumes) 5. University of Michigan-Ann Arbor (8 million volumes) 5. University of Texas-Austin (8 million volumes)<br />7<br />6. Cornell University 7 million volumes) 6. University of Chicago (7 million volumes) 7. Indiana University-Bloomington (6.5 million volumes) 7. University of Wisconsin-Madison (6.5 million volumes) 8. Princeton University (6 million volumes) 8. University of Minnesota-Twin Cities (6 million volumes) 8. University of Washington (6 million volumes) 9. Ohio State University-Columbus (5.5 million volumes) 9. University of North Carolina-Chapel Hill (5.5 million volumes) 10. Duke University (5 million volumes) 10. University of Arizona (5 million volumes) 10. University of Pennsylvania (5 million volumes) 10. Univiersity of Virginia (5 million volumes)<br />(Note : when those libraries list their volumes, they are refering to titles. Universities have several copies of each volume, depending on the demand for that volume and on the size of the university).<br />Berbagai kalangan di Amerika mengatakan bahwa indikator yang dapat digunakan untuk mencapai status ‘perpustakaan bertaraf internasional adalah :<br />1) Services and collections<br />2) Accessability<br />3) Variety of literary offerings.<br />4) Comfort and availlability of reading/studying spaces.<br />5) User Statisfaction<br />Indikator tersebut dapat dijadikan acuan untuk mencapai perpustakaan bertaraf internasional. Tentu saja tidak semua indikator dapat dicapai secara optimal dalam waktu yang bersamaan, karena setiap indikator tergantung pada kondisi objektif masing-masing perpustakaan. Untuk lebih memudahkan pemahaman, dibawah ini akan diuraikan faktor-faktor penentu yang perlu dikembangkan untuk mengoptimalkan indikator mencapai perpustakaan bertaraf internasional. Uraian didasarkan pada kondisi nyata yang terjadi di perguruan tinggi di Indonesia serta solusi yang dapat dijadikan alternatif pemecahan masalah.<br />a. Dana<br />Masalah dana sesungguhnya tidak hanya dihadapi perpustakaan perguruan tinggi di Indonesia. Perpustakaan di luar negeri, seperti Amerika pun tetap mengeluhkan masalah alokasi anggaran mereka. Hal ini terjadi karena investasi di perpustakaan memang tidak langsung memberikan benefit nyata bagi lembaga. Output dari<br />8<br />Perpustakaan bersifat intangible, tidak kasat mata : masyarakat cerdas dan kritis! Sementara bagi sebagian besar lembaga atau universitas, perpustakaan belum atau bukan prioritas utama untuk dikembangkan. Namun berbeda dengan di Indonesia, perpustakaan di luar negeri lebih memiliki dukungan dari pemerintah dan kebebasan dari lembaga dalam mencari dana.<br />Perpustakaan bertaraf internasional memiliki anggaran operasional pokok sebesar rata-rata 10 % dari total anggaran universitas.<br />Kendala<br />Solusi yang dapat ditempuh<br />Tidak semua perpustakaan mengetahui jumlah anggaran yang dialokasikan oleh lembaga untuk operasional perpustakaan<br />Pimpinan perpustakaan tidak memiliki akses informasi untuk mengetahui alokasi anggaran<br />Alokasi anggaran untuk perpustakaan umumnya untuk pengadaan koleksi<br />Pimpinan perpustakaan tidak memiliki kebebasan untuk memanfaatkan dana yang ada karena harus sesuai dengan program kerja universitas<br />Perpustakaan hanya mengandalkan dana/anggaran dari lembaga<br />Universitas harus menciptakan transparasi dan keterbukaan dalam hal anggaran.<br />Pimpinan perpustakaan harus memiliki posisi strategis di universitas, sehingga memiliki bargaining position yang bagus. Universitas perlu mengakomodir kebutuhan ini dalam bentuk SK dan penyusunan struktur organisasi yang tepat.<br />Perpustakaan harus dapat meyakinkan pimpinan universitas mengenai pentingnya pengembangan perpustakaan secara keseluruhan, tidak hanya pengadaan buku.<br />Universitas harus memberikan kebebasan yang bertanggung jawab dalam hal mengelola dana, termasuk efisiensi birokrasi yang seringkali menjadi penghambat bagi kelancaran kegiatan.<br />Ciptakan peluang-peluang untuk mendapatkan dana dengan cara-cara professional. Pustakawan harus memiliki jiwa entrepreneurship sehingga dapat mencari sumber dana dari luar lembaga. Cara-cara yang dapat ditempuh antara lain dengan mengadakan pelatihan2 di bidang kepustakawanan, menjalin kerja sama dengan instansi lain atau perusahaan-perusahaan yang berkaitan dengan perpustakaan (seperti penerbit, media massa, pengembang software, pengembangan otomasi perpustakaan, dan perusahaan yang bergerak dalam 9<br />pengadaan material perpustakaan)<br />Bentuk konsorsium antar perpustakaan.<br />b. Koleksi<br />Dalam ‘Buku Pedoman Perpustakaan Perguruan Tinggi’ edisi ketiga yang dikeluarkan oleh DIKTI, dikatakan bahwa : “Perpustakaan perguruan tinggi wajib menyediakan 80% dari bahan bacaan wajib mata kuliah yang ditawarkan di perguruan tinggi. Masing-masing judul bahan bacaan tersebut disediakan 3 eksemplar untuk tiap 100 mahasiswa….!”<br />Perguruan tinggi bertaraf internasional memiliki rasio antara pengguna dengan jumlah koleksi, minimal 1 : 50. Artinya, 50 judul koleksi untuk satu orang pengguna. Ini masih untuk kawasan Asia seperti National University of Singapore (NUS) dan Nanyang Technological University (NTU). Jika merujuk pada Harvard yang memiliki koleksi 16 milyar, maka dengan jumlah pengguna 1 juta saja, rationya sudah sangat tidak terjangkau : 1 : 16.000! Angka ini sebetulnya tidak mengherankan, mengingat setiap tahun universitas pasti membeli koleksi, sementara jumlah pengguna (baca : sivitas akademika) biasanya stabil atau hanya mengalami pertambahan yang tidak terlalu siginifikan, kecuali ada pembukaan program studi baru.<br />Perguruan tinggi di Indonesia masih sangat jauh dari ratio tersebut. Universitas Indonesia misalnya, dengan total jumlah koleksi kurang lebih 1 juta berbanding jumlah sivitas akademika hampir 50.000 orang, rationya masih 1 : 20. Persoalan koleksi seharusnya tidak hanya menyangkut kuantitas, tapi juga kualitas. Karena itu sangat penting mengadakan evaluasi terhadap koleksi. Hasil evaluasi juga dapat dijadikan acuan untuk menyusun kebijakan pengadaan koleksi.<br />Perpustakaan bertaraf internasional memiliki koleksi milyaran judul dengan ratio minimal 1 : 50 antara pengguna dan koleksi, serta langganan online database dari berbagai disiplin ilmu.<br />Kendala<br />Solusi yang dapat ditempuh<br />Perpustakaan tidak memiliki kebijakan pengembangan koleksi yang tepat.<br />Keterbatasan dana dan prosedur<br />Kebijakan pengembangan koleksi harus merujuk pada misi dan visi universitas. Koleksi Perpustakaan harus dapat mencerminkan ‘isi’ universitas.<br />Manfaatkan kerjasama dengan<br />10<br />(birokrasi) pengadaan koleksi terlalu rumit sehingga membatasi peluang mendapatkan koleksi berkualitas dan dalam waktu singkat.<br />Perpustakaan tidak memiliki peralatan yang memadai untuk perawatan koleksi<br />Kehilangan koleksi masih sering terjadi karena sistem yang tidak mendukung<br />Perpustakaan sering menjadi gudang penyimpanan buku karena pustakawan merasa ‘tidak tega’ menyingkirkan koleksi yang sudah tidak bermanfaat.<br />perpustakaan lain (seperti mengadakan inter library loan dan akses bersama).<br />Perawatan koleksi merupakan alternatif untuk mempertahankan jumlah dan kualitas koleksi. Perpustakaan harus memiliki jadwal dan fasilitas khusus untuk perawatan koleksi (misalnya : fumigasi, jilid ulang, dsb.)<br />Teknologi dapat dimanfaatkan untuk mencegah kehilangan koleksi. Penggunaan security system terbukti mampu menekan pencurian koleksi dari perpustakaan, khususnya perpustakaan yang menerapkan sistem layanan terbuka.<br />Perpustakaan harus memiliki wawasan yang luas mengenai perkembangan kurikulum di lingkungannya, sehingga mampu mengatakan: “kami tidak butuh koleksi seperti ini!” dengan alasan yang tepat.<br />c. SDM<br />Perkembangan teknologi telah menimbulkan kekuatiran tersendiri di kalangan pustakawan, dimana ada kecenderungan bahwa tugas-tugas manusia pada akhirnya akan tergantikan oleh komputer atau mesin. Persepsi ini tentu saja keliru mengingat kegiatan di perpustakaan adalah kegiatan ‘kemanusiaan’. Teknologi tidak dapat memahami pengguna perpustakaan sebagai ‘manusia seutuhnya’ dengan segala kebutuhan informasinya. Teknologi hanyalah alat bantu untuk mempermudah pekerjaan manusia. Namun untuk dapat memanfaatkan teknologi tersebut secara optimal, diperlukan sumber daya manusia yang kompeten. Sinergi antara manusia yang kompeten dan kecanggihan teknologi akan menghasilkan ‘manusia-manusia’ baru keluaran perpustakaan.<br />Masalah SDM di perpustakaan harus selalu mendapat perhatian serius dari universitas. Hal ini penting mengingat perpustakaan adalah sarana publik yang dimanfaatkan oleh seluruh sivitas akademika di universitas. Penempatan staf yang tidak kompeten di perpustakaan sebetulnya tidak mengatasi masalah SDM di suatu<br />11<br />universitas, melainkan justru mencoreng ‘wajah’ sendiri karena kualitas staf di perpustakaan menjadi salah satu indikator penilaian layanan prima di suatu universitas. Maka kompetensi menjadi persyaratan utama yang harus dipenuhi oleh sumber daya manusia di perpustakaan, karena kompetensi menawarkan suatu kerangka kerja yang efektif dan efisien dalam mendayagunakan sumber-sumber daya yang terbatas. Sumber daya manusia atau tenaga kerja yang memiliki kompetensi memungkinkan setiap jenis pekerjaan dapat dilaksanakan dengan optimal, efektif dan efisien.<br />Staf perpustakaan bertaraf internasional memiliki kompetensi profesional dan kompetensi individual. Menurut US Special Library Associations, kompetensi profesional terkait dengan pengetahuan pustakawan di bidang sumber-sumber informasi, teknologi, manajemen dan penelitian, serta pengetahuan kemampuan menggunakan pengetahuan tersebut sebagai dasar untuk menyediakan layanan perpustakaan dan informasi. Sementara kompetensi individual menggambarkan satu kesatuan ketrampilan, perilaku dan nilai yang dimiliki pustakawan agar dapat bekerja secara efektif, menjadi komunikator yang baik, selalu meningkatkan pengetahuan, dapat memperlihatkan nilai lebih serta dapat bertahan terhadap perubahan dan perkembangan dalam dunia kerjanya. (University of Philipine memiliki sertifikasi (ISO) pustakawan dari pemerintah).<br />Kendala<br />Solusi yang dapat ditempuh<br />Penempatan SDM di perpustakaan merupakan hak atau kebijakan universitas, yang seringkali tidak memahami kebutuhan dan kompetensi yang dibutuhan Perpustakaan.<br />Perpustakaan tidak memiliki kesempatan untuk mengembangkan stafnya.<br />Pustakawan tidak merasa memiliki ‘masalah’ dengan kompetensinya<br />Rekrutmen untuk staf perpustakaan harus melibatkan professional dari bidang Perpustakaan dan psikologi. Hal ini mutlak dilakukan mengingat staf perpustakaan akan berhadapan dengan multi karakter yang menuntut kemampuan berkomunikasi yang baik dan memiliki jiwa asertif. Perlu diingat bahwa tidak semua orang memiliki jiwa melayani.<br />Pengembangan staf dapat dilakukan secara internal, dengan memanfaatkan jaringan perpustakaan terdekat. Misalnya mengirim staf magang di perpustakaan terdekat yang lebih maju.<br />Terapkan sistem “the right man on the right place” berdasarkan analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat).<br />Tingkatkan kemampuan berkomunikasi pustawakan dengan memberi kursus 12<br />Pustakawan menganggap teknologi adalah ancaman atau ‘musuh’.<br />bahasa asing.<br />Kenalkan teknologi terhadap staf dengan cara persuasif. Sebelum menerapkan teknologi, perlu sosialisasi yang intens terhadap semua staf sehingga menimbulkan ‘trust’ terhadap teknologi. Proses ini dilakukan dengan tetap mengacu pada target. Pada kasus tertentu, perpustakaan perlu menempuh keputusan radikal :”take it or leave it!”<br />d. Layanan<br />Layanan perpustakaan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan informasi pengguna. Jenis layanan di perpustakaan seharusnya mengakomodir kebutuhan semua pengguna. Misalnya, perpustakaan tidak harus menghapuskan layanan konvensional seperti katalog kartu jika masih ada pengguna yang membutuhkan. Seluruh jenis layanan yang ada di perpustakaan harus berorientasi kepada kepuasan pengguna.<br />Perpustakaan bertaraf internasional memiliki beragam jenis layanan yang dapat mengakomodir kebutuhan semua jenis pengguna. Peningkatan mutu layanan menjadi prioritas dengan cara melakukan evaluasi rutin. (Perpustakaan Universiti Kebangsaan Malaysia melakukan sertifikasi (ISO) terhadap layanannya).<br />Kendala<br />Solusi yang dapat ditempuh<br />Perpustakaan tidak mengetahui layanan apa yang paling dibutuhkan pengguna<br />Lakukan evaluasi layanan secara reguler (minimal 1 kali setahun). Evaluasi dapat dilakukan dengan menyebarkan kuesioner sederhana mengenai layanan apa yang paling dibutuhkan pengguna.<br />e. Sistem dan teknologi<br />Sistem dalam konteks perpustakaan merupakan seperangkat aturan atau ketentuan yang ada di perpustakaan yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi-fungsi perpustakaan secara optimal. Sistem juga sangat berkaitan dengan teknologi yang digunakan. Pemanfaatan teknologi di perpustakaan bertujuan untuk meningkatkan jumlah dan mutu layanan, efektifitas dan efisiensi waktu serta sumber daya manusia serta ragam informasi yang dikelola. Penerapan teknologi di perpustakaan juga telah menciptakan berbagai konsep seperti otomasi perpustakaan dan digital library.<br />13<br />Teknologi juga memberi peluang untuk mengembangkan jaringan kerja sama dan resource sharing antar perpustakaan.<br />Perpustakaan bertaraf internasional tidak harus menggunakan teknologi mutakhir tetapi selalu memanfaatkan teknologi semaksimal mungkin untuk memuaskan pengguna dalam hal aksesabilitas.<br />Kendala<br />Solusi yang dapat ditempuh<br />Pustakawan terlalu kaku menerapkan aturan di perpustakaan, sementara sistem tidak memberi peluang untuk fleksibilitas.<br />Bagi universitas, investasi teknologi di perpustakaan sering dianggap sebagai cost yang tidak membawa benefit nyata.<br />Teknologi yang canggih tidak menjamin operasional perpustakaan selalu berjalan lancar.<br />Ciptakan sistem seluwes mungkin, sehingga tujuan utama untuk memenuhi kebutuhan informasi pengguna tetap tercapai tanpa menyalahi ketentuan.<br />Jalin kerjasama dengan pengembang sistem (vendor) atau manfaatkan sumber daya internal untuk membangun sistem (in house programme).<br />Pilih teknologi yang digunakan oleh banyak orang sehingga memudahkan dalam hal maintenance dan trouble shooting.<br />Gunakan teknologi secara bertahap.<br />Ingat bahwa teknologi hanyalah alat bantu untuk memudahkan pekerjaan. Kunci keberhasilan teknologi tetap pada sumber daya manusia!<br />f. Fasilitas<br />Fasilitas di perpustakaan menjadi salah satu indikator yang dijadikan pengguna untuk menilai atau mengukur kinerja perpustakaan. Layanan di perpustakaan akan berjalan secara optimal jika didukung dengan fasilitas yang tepat. Fasilitas di Perpustakaan tidak hanya ditujukan untuk pengguna, tapi juga untuk staf. Lembaga harus memfasilitasi staf dengan baik untuk menciptakan lingkungan kerja yang kondusif.<br />Perpustakaan bertaraf internasional tidak selalu memiliki fasilitas mewah, tapi lengkap dan selalu berfungsi optimal.<br />Kendala<br />Solusi yang dapat ditempuh<br />Gedung perpustakaan tidak dirancang sesuai kebutuhan jangka panjang, tapi dimanfaatkan sesuai keadaan gedung.<br />Pembangunan atau perancangan gedung perpustakaan harus direncanakan secermat mungkin dengan tetap berprinsip pada efisiensi dan efektifitas fungsi.<br />14<br />Anggaran pengadaan fasilitas seringkali mengabaikan maintenance.<br />Lakukan pemeliharaan fasilitas secara rutin dan cermat.<br />Manfaatkan tenaga out sourching untuk fasilitas-fasilitas mahal tapi tidak dibutuhkan untuk jangka panjang.<br />PENUTUP<br />Perpustakaan adalah salah satu indikator utama untuk mendukung universitas bertaraf internasional. Pemerinta, melalui DIKTI perlu lebih serius mengkaji beberapa langkah strategis yang dapat ditempuh untuk mencapai 25 perguruan tinggi bertaraf internasional. Sebagai langkah awal, adalah membenahi perpustakaan dengan tahap-tahap berikut :<br />1. Bentuk library board untuk tingkat Nasional<br /> Brainstorming dan bersinergi dengan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dan perguruan tinggi negeri dan swasta yang sudah dianggap cukup berhasil dalam mengembangkan perpustakaan.<br /> Manfaatkan pakar-pakar dari setiap perguruan tinggi untuk mengkaji dan memberikan masukan.<br />2. Tetapkan visi.<br /> Lakukan studi banding ke perpustakaan perguruan tinggi lain di luar negeri yang dapat dijadikan acuan dalam pengembangan perpustakaan bertaraf internasional. Studi banding dapat di breakdown berdasarkan bidang yang akan dikembangkan. Misalnya, fasilitas mengacu ke NUS, teknologi merujuk ke NTU, ISO layanan ke UKM, ISO pustakawan ke University of Philipine, dsb.<br />3. Kaji kebijakan.<br /> Review kebijakan yang ada sekarang menyangkut pengembangan perpustakaan perguruan tinggi.<br /> Libatkan pimpinan universitas untuk memikirkan mengenai copyright, karena hal ini menyangkut publikasi perpustakaan.<br /> Masukkan semua unsur-unsur tersebut di atas ke dalam pembahasan RUU Perpustakaan Nasional yang kini sedang dibahas di DPR.<br />15<br />4. Kembangkan secara bertahap.<br /> Pilih perguruan tinggi yang dapat dijadikan sebagai pilot project dengan jangka waktu tertentu.<br /> Bentuk konsorsium.<br /> Gunakan teknologi yang sudah ada.<br />5. Bentuk jaringan.<br /> Manfaatkan para pengusaha di bidang online database, pengembang software, penerbit, media dan pihak-pihak terkait sebagai sponsor.<br />16<br />DAFTAR PUSTAKA<br />Buku Pedoman Perpustakaan Perguruan Tinggi. 2004. Edisi Ketiga. Departemen Pendidikan Nasional RI, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Jakarta.<br />Kurniawan, Khaerudin. 2002. Visi Perguruan Tinggi di Era Pasar Bebas. www.balipost.co.id/balipostcetaK/2002/8/3/op1.htm - 26k (24 April 2006)<br />Kurniawan, Khaerudin. 2003. Transformasi Perguruan Tinggi Menuju Indonesia Baru. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, edisi Maret 2003, Tahun ke – 9 No. 041.<br />Rangking of the besat college libraries. 2005. http://www.collegeconfidential.com/ (24 April 2006)<br />The 100 best universities in Asia. http://www.asiaweek.com (24 April 2006)<br />17<br />BIODATA<br />Nama : Kalarensi Naibaho<br />Kelompok : Pustakawan<br />Tingkat Pendidikan : S2 Ilmu Perpustakaan<br />Pekerjaan : Humas<br />Alamat : Perpustakaan Pusat Universitas Indonesia – Depok 16424<br />No. Telp./Faks/HP : (021) 7864134 / (021) 7863469 / 0818 0801 9050<br />Email : cnaibaho@yahoo.com<br />: clara@ui.edu<br />Judul : “Perpustakaan Sebagai Salah Satu Indokator Utama dalam<br />Mendukung Universitas Bertaraf Internasional”.<br />18PERPUSTAKAAN DIGITAL TARTO JOGJAKARTAhttp://www.blogger.com/profile/11340625320119067674noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3754416655797455679.post-58378286860397183952008-02-06T10:28:00.000-08:002008-02-06T10:30:48.284-08:00SOFTWARE LIBRA OPEN SOURCE GRATISKlik http://www.getlibra.com/<br /><br />Previous | Image 1 of 4 | Next <br />Current Version: 0.9.2 (beta)<br />File Size: 4.32MB<br />Runs on Windows XP/VISTA.<br />Free for non-commercial use.<br /> <br />*Except for some office roaches, no animals have been hurt in the production of Libra. <br /><br />Libra is a library software to organize your stuff: Books, Audio CDs, Movies, & Games (for a start). And it does so beautifully, and at an amazing price ($0 for non-commercial use).<br /><br /><br /><br /><br /><br /> Turn your webcam into a barcode scanner<br />Hook up your webcam, and Libra turns it instantly into a barcode scanner. Point your webcam towards the barcode (in any orientation) on the back of your books, DVD's or CD's and Libra will auto-retrieve the product information automatically, and add it to your library. You can use a normal barcode scanner (including CueCats) too.<br /> <br />Lightning speed database<br />Based on a real SQL database engine, Libra enables you to browse, sort or search through your items in lightning speed. You can do sophisticated queries too, like "show me all the books & DVD's tagged with 'fiction' and 'kid's stuff' that are not on loan" (that's a mouthful, isn't it? :) ).<br /> <br /><br />sorting library items<br /> <br /> Track who borrowed your stuff<br />Keep track of what your friends borrowed from you, and never lose a single item again. Libra helps you keep detailed record of each loan and reminds you when it's due.<br /> <br />Print beautiful catalogs<br />Once you have built your library collection, print out beautiful pages of your collection to create a catalog. The catalog will serve as a master index of all your items, so that you can track & find your items easily.<br /> <br /> Share your collection online<br />Export your library to web pages, and upload them to your web host to share with friends & family. Your friends can now browse through your entire collection, and know if you have a title that they need.<br /> <br />Attention to detail.<br />We spent a great deal of effort in making things look pretty, and if you're running on Windows Vista (not absolutely required), you're in for a eye candy treat. From reflection on book shelves to glowing text on glass windows, we're pushing the limits of beauty on Windows, allowing you to show off your collection with great pride.<br /> <br /><br />books rendered with different skins<br /> <br /> Import existing collection<br />Libra comes with import plugins for a number of popular applications, including Microsoft Excel. If you already store your existing data in one of these applications, you can easily import your collection into Libra without re-entering all items. For applications that are not supported currently, keep a lookout in our development forum to see if anyone has implemented the required plugin.<br /> <br />Extensible & Flexible<br />We designed Libra to be a platform for all collectibles. As it is, Libra can already support books, video, music & games, but new item types can be added via XML files with Javascript. The import/export API are also made public to the hAxOrZ development community, so that your collection can be imported/exported freely from/to other applications.PERPUSTAKAAN DIGITAL TARTO JOGJAKARTAhttp://www.blogger.com/profile/11340625320119067674noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-3754416655797455679.post-41872934879236888762008-01-19T08:56:00.000-08:002008-01-19T09:00:13.028-08:00MODUL Administrasi Sistem LInuxAdministrasisistem Linux<br />R. AntonRaharja <anton@ngoprek.org><br />AfriYunianto <afri@ngoprek.org><br />WisesaWidyantoro<pondokbambu@yahoo.com><br />Editor: I MadeWiryana <mwiryana@rvs.uni-bielefeld.de><br />2001<br /><br />Daftar Isi<br />Kata Pengantar ii<br />Tentang penulis iii<br />Pernyataan iv<br />1 Manajemen userdan group 1<br />1.1 Pencatatan userdangroup . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1<br />1.2 Utilitasadministrasi user dangroup . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3<br />1.3 Direktorihome . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4<br />1.4 Quotaper userdangroup . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5<br />1.5 Kemudahanadministrasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5<br />2 Mengontroldan memonitorproses 6<br />3 Bootingdan processinit 9<br />3.1 Booting . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 9<br />3.2 Mekanisme logdan pesan sistem . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 10<br />4 Manajemen mediapenyimpan 13<br />4.1 Pengertian dasarharddisk . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 13<br />4.1.1 KonstruksiUtamaHarddisk . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 13<br />4.1.2 ProdukHardDriveyangStandar (ST412/ST506) . . . . . . . . . . . . . . . . . . 14<br />4.2 Filesystem diLinux . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 14<br />5 Bashscripting 17<br />5.1 Shell . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 17<br />5.2 File permission . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 17<br />5.3 File ownership. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 18<br />5.4 Akseseksekusi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 18<br />5.5 History . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 18<br />5.6 Promptstring . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 18<br />5.7 Flowcontrol . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 19<br />5.8 Prosedur . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 20<br />6 Kompilasikernel 21<br />6.1 Konfigurasi fasilitasdan service-servicedalamkernel . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 21<br />6.2 Pembentukan imagekernel . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 21<br />i<br /><br />AdministrasisistemLinux ii<br />6.3 Membentukmodul-modul yangdiperlukan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 22<br />6.4 Instalasi kernelimage . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 22<br />6.5 Booting . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 22<br />6.6 Update kernel . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 22<br />6.7 Patchingkernel . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 22<br />6.8 Meload modul kernel . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 23<br />6.9 File /etc/conf.modules . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 23<br />Daftar Pustaka 25<br />Anton,Afri ,dan Wisesa OpenSource Campus Agreement<br /><br />Kata Pengantar<br />Rasa syukur yang sangat mendalam, kami panjatkan kehadirat Allah SWT, sehingga melalui rahmat-Nya<br />yangtiada terkirarilis pertama dari modul LinuxBasicinidapat terselesaikan.<br />Pada mulanya kami menggunakan modul ini dalam rangka pelatihan Linux yang diadakan di Telem-<br />atics Indonesia. Seluruh rangkaian modul yang tersedia ada 3 versi, Basic, System Administrator dan<br />NetworkAdministrator. Modulinidirelease menggunakan lisensiOPL (OpenPublicLicense),yangbe-<br />rartisiapapun,dengantujuanapapun,bolehdansecaralegaldapatmembuatsalinan,dapatmemperbanyak,<br />dandapat mendistribusikannyakembalikemasyarakat.<br />Kami sadar dengan banyaknya keterbatasan yang kami miliki, modul ini jauh dari sempurna. Masih<br />butuh sentuhan tangan-tangan yang lebih expert dalam mengembangkannya. Kami mengharapkan input<br />dari semua masyarakat, terutama dari komunitas Linux di Indonesia, karena modul ini adalah sebagai<br />sedikitsumbangsih kamiuntuk komunitas.<br />SyaratuntukmempelajariLinuxSystemAdministratoradalahharusterlebihdahulumempelajariLin-<br />uxBasic,dantelahsetidak-tidaknyamempunyaisedikitpengetahuanmengenaimanajemensistem. Modul<br />iniberisikan hal-hal apa saja yangharus dilakukan oleh seorangadministrator sistem dalammengatur dan<br />memelihara sistem. Berikut adalahdeskripsi singkatper-Babdari modulsys-admin ini:<br /><br />BabIadalahmembahasmasalahmanajemenuserdangroup,ketikamula-mulaseorangadministrator<br />membuatuserbarudisistemnya, mengaturletakdaridirektorihomedaritiapuserhinggapenentuan<br />kuotauntuk masing-masinguser yangada disistem.<br /><br />Bab II, membahas memonitor process, pada bab ini akan dibahas definisi PID, Background dan<br />Foreground process, tool-tool yang berkaitan dengan proses, dan juga membahas sedikit mengenai<br />INITdanLog (sysklogd)beserta konfigurasinya.<br /><br />BabIIIberisikanmateritentangbagaimanaseorangadministratorsistemmengatursertamembackup<br />data-datasistem.<br /><br />Bab IV, secara sekilas membahas pemrograman Bash atau lebih dikenal dengan istilah Bash script-<br />ing beserta asesoris-asesoris yang dimiliki file. Ditambahkan pula sedikit aplikasi dari penggunaan<br />scriptinguntuk lebihmemudahkan dalammerawatdanmengelola sistem.<br /><br />Bab V adalah mengenai pekerjaan mengkompilasi kernel. Mulai dari konfigurasi kernel, building<br />kernel image, building modul, mengkonfigurasikan lilo.conf serta menginstallnya. Juga Updating<br />kernel,mem-patchnya,dancarauntukmeloadmodul-moduldalamkerneldanmengkonfigurasikan-<br />nya.<br />Penyusun<br /><br />RAnton Raharja<br /><br />AfriYunianto<br /><br />WisesaWidyantoro<br />iii<br /><br />Tentangpenulis<br />Anton Raharja, seorang anak muda. Perkenalannya dengan Linux menjadikan pe-<br />rubahan yang drastis pada dirinya sehingga kini menjadi aktif mengutak-atik sistem<br />dan melakukan kegiatan dengan giat tanpa kenal lelah. Siang malam dihabiskan un-<br />tuk melakukan pekerjaanmengoprek mesin-mesin komputer, baik milik teman ataupun<br />milik sendiri. Dapat dikontakdenganemail: anton@ngoprek.org<br />Afri Yunanto, seorang anak muda. Perkenalannya dengan Linux menjadikan peruba-<br />han yang drastis pada dirinya sehingga kini menjadi aktif mengutak-atik sistem dan<br />melakukan kegiatan dengan giat tanpa kenal lelah. Siang malam dihabiskan untuk<br />melakukan pekerjaanmengoprek mesin-mesinkomputer,baik milik teman ataupun mi-<br />liksendiri. Dapatdikontakdenganemail : afri@ngoprek.org<br />Wisesa Widyantoro, seorang anak muda. Perkenalannya dengan Linux menjadikan<br />perubahan yang drastis pada dirinya sehingga kini menjadi aktif mengutak-atik sistem<br />dan melakukan kegiatan dengan giat tanpa kenal lelah. Siang malam dihabiskan un-<br />tuk melakukan pekerjaanmengoprek mesin-mesin komputer, baik milik teman ataupun<br />milik sendiri. Dapat dikontakdenganemail: pondokbambu@yahoo.com<br />I Made Wiryana SSi SKom MSc menamatkan S1 di jurusan Fisika FMIPA Univer-<br />sitas Indonesia pada bidang instrumentasi dan fisika terapan. Dengan beasiswa dari<br />STMIK Gunadarma juga menamatkan S1 Teknik Informatika di STMIK Gunadarma.<br />Melanjutkan studi S2 di Computer Science Department Edith Cowan University - Perh<br />dengan beasiswaADCSS dan STMIK Gunadarma pada bidang fuzzy system dan artifi-<br />cialneural networkuntukpengolahansuara. Menanganiperancangandanimplementasi<br />jaringan Internet di Universitas Gunadarma dengan memanfaatkan sistem Open Source<br />sebagai basisnya. Pernah mewakili IPKIN dalam kelompok kerja Standardisasi Profesi<br />TIuntukAsiaPasifik(SEARCC).SaatinidenganbeasiswadariDAADmelanjutkanstudidoktoraldiRVS<br />Arbeitsgruppe Universität Bielefeld Jerman di bawah bimbingan Prof. Peter B Ladkin PhD. Aktif men-<br />jadi koordinator beberapa proyek penterjemahan program Open Source seperti KDE, SuSE, Abiword dan<br />jugasebagai advisor pada Trustix Merdeka, distibusi Linux Indonesiayang pertama. Terkadang menyum-<br />bangkan tulisannya sebagai kolumnis pada media online DETIK.COM dan SATUNET. Juga kontributor<br />pada KOMPUTEK, MIKRODATA, ELEKTRO dan INFOLINUX. Kontribusi ke komunitas Open Source<br />seringdilakukan bersama-samakelompok TimPANDU. Star pengajar tetapUniversitasGunadarma.<br />iv<br /><br />Pernyataan<br />Beberapa merk dagang yang disebutkan pada buku ini merupakan merk dagang terdaftar dari perusahaan<br />tersebut, kecualibila disebutkanlain.<br />Pembuatanmodul inidisponsorioleh:<br />TELEMATICS INDONESIA<br />Jl. Adhyaksa Raya No.11<br />Bandung 40267<br />Homepage: http://www.telematicsindonesia.com<br />Email : support@telematicsindonesia.com<br />Proses pengeditandanpemformatandilakukan editor yangsecara tidaklangsungdisponsorioleh :<br /><br />DeutscherAkademischerAustauschdiesnt(DAAD)<br />Homepage: http://www.daad.de<br /><br />UniversitasGunadarma<br />Homepage: http://www.gunadarma.ac.id<br />Beberapa merk dagang yang disebutkan pada buku ini merupakan merk dagang terdaftar dari perusahaan<br />tersebut, kecualibila disebutkanlain.<br />v<br /><br />Bab 1<br />Manajemenuserdan group<br />Administrator sistem melakukanbeberapahalpenting berkaitan denganuser dangroup antaralain:<br /><br />Pendaftarannamalogin<br /><br />Pembekuannama login user<br /><br />Penghapusannamalogin user<br /><br />Pembuatangroup baru<br /><br />Pembagiangroup<br /><br />Pengaturandirektorihome<br /><br />Pengamananfile-file password<br />Dalamsistem Linux, namalogin dapatdiberikan pada :<br /><br />Userbiasa. Contoh: anton. wiwit,afri, pelatihan2000<br /><br />Aplikasi. Contoh: mysql,qmail,squid<br /><br />Device. Contoh: lp<br /><br />Service. Contoh: cron, ftp<br />Tujuan pemberian nama login adalah untuk memberikan identitas pada tiap entitas agar dapat memiliki<br />file, direktori dan proses sendiri. Jadi user belum berati seseorang pengguna. Dapat juga berupa program<br />ataupunpengguna. Bagiuserbiasa,namalogindapatdigunakanuntukmemasukisebuahshellyangdisiap-<br />kansistem melalui proses otentikasipassworddanmelakukanpekerjaan-pekerjaandalamsistem tersebut.<br />1.1 Pencatatan userdan group<br />Pada LinuxRedHat6.2, sebuahnama login dianggapsah dalam suatusistem apabila:<br /><br />Data-dataterdapat padafile/etc/passwd<br /><br />Passworddalambentukterenkripsiberada padafile/etc/shadow<br /><br />Namalogin beradapada groupyangterdapat di /etc/group<br />1<br /><br />AdministrasisistemLinux 2<br />Denganmenambah,merubahataumenghapusdata-datapadafile-filediatasmakaandatelahdapatmenam-<br />bah, merubah atau manghapus user atau group. Namun untuk memudahkan pekerjaan, sistem Linux telah<br />menyiapkanbeberapautilitasyangmerupakan utilitaspengubahfile-filediatas,utilitastersebutantaralain<br />:<br /><br />useradd,digunakan untuk menambahkan sebuahuser<br /><br />userdel,digunakan untuk menghapussebuah user<br /><br />usermod,digunakan untuk memodifikasidata-datauser<br /><br />passwd,digunakan untuk merubahpassword sebuahuser<br /><br />groupadd,digunakan untukmenambahsebuah group<br /><br />groupdel,digunakan untukmenghapus sebuah group<br /><br />groupmod,digunakan untukmemodifikasi data-datagroup<br />Isidari file/etc/passwd dapatdilihat sebagaiberikut :<br /># cat /etc/passwd<br />root:x:0:0:root:/root:/bin/bash<br />bin:x:1:1:bin:/bin:<br />daemon:x:2:2:daemon:/sbin:<br />adm:x:3:4:adm:/var/adm:<br />lp:x:4:7:lp:/var/spool/lpd:<br />sync:x:5:0:sync:/sbin:/bin/sync<br />shutdown:x:6:0:shutdown:/sbin:/sbin/shutdown<br />halt:x:7:0:halt:/sbin:/sbin/halt<br />mail:x:8:12:mail:/var/spool/mail:<br />news:x:9:13:news:/var/spool/news:<br />uucp:x:10:14:uucp:/var/spool/uucp:<br />operator:x:11:0:operator:/root:<br />games:x:12:100:games:/usr/games:<br />gopher:x:13:30:gopher:/usr/lib/gopher-data:<br />ftp:x:14:50:FTP User:/home/ftp:<br />nobody:x:99:99:Nobody:/:<br />xfs:x:43:43:X Font Server:/etc/X11/fs:/bin/false<br />gdm:x:42:42::/home/gdm:/bin/bash<br />anton:x:500:500:STT Telkom 97:/home/anton:/bin/bash<br />Bagian-bagian barisdalam/etc/passwd :<br />anton:x:500:500:user1:/home/anton:/bin/bash<br /><br />anton : nama login usertertentu<br /><br />x : password yangdienkripsi,disimpandifile/etc/shadow<br /><br />500 : nomor UID (UserID)<br /><br />500 : nomor GID (GroupID)<br /><br />user1 : komentar ataudeskripsinama login<br /><br />/home/anton : direktorihome untuk useranton<br />Anton,Afri ,dan Wisesa OpenSource Campus Agreement<br /><br />AdministrasisistemLinux 3<br /><br />/bin/bash : default shellyang digunakan<br /># cat /etc/shadow<br />root:$1$6qd6wJO2$aQ2c9TXPbMOZgLSqHMKXz/:11282:0:99999:7:-1:-1:134540356<br />bin:*:11282:0:99999:7:::<br />daemon:*:11282:0:99999:7:::<br />adm:*:11282:0:99999:7:::<br />lp:*:11282:0:99999:7:::<br />sync:*:11282:0:99999:7:::<br />shutdown:*:11282:0:99999:7:::<br />halt:*:11282:0:99999:7:::<br />mail:*:11282:0:99999:7:::<br />news:*:11282:0:99999:7:::<br />uucp:*:11282:0:99999:7:::<br />operator:*:11282:0:99999:7:::<br />games:*:11282:0:99999:7:::<br />gopher:*:11282:0:99999:7:::<br />ftp:*:11282:0:99999:7:::<br />nobody:*:11282:0:99999:7:::<br />xfs:!!:11282:0:99999:7:::<br />gdm:!!:11282:0:99999:7:::<br />anton:$1$qMXw5xf5$wCo9Zo9gqNYgj8L72K2pw.:11282:0:99999:7:-1:-1:134540308<br />Baris pada/etc/shadowmengandung serangkaiankarakter yangtidakdapat diartikan:<br />$1$qMXw5xf5$wCo9Zo9gqNYgj8L72K2pw.<br />Karakter-karakterdiatasadalahpasswordyangtelahdienkripsi. Angka-angkayangmengikutidibelakangnya<br />merupakan nilaisaat kedaluarsaataumasa aktif passworddannama login.<br /># cat /etc/group<br />root::0:root<br />bin::1:root,bin,daemon<br />daemon::2:root,bin,daemon<br />users::100:anton<br />Cukupmudahdipahami,pada/etc/grouphanyaterdapatnamagroup,GIDdanuser-useryangmenjadi<br />anggotagroup tersebut.<br />1.2 Utilitasadministrasi userdan group<br />Berikut ini adalah utilitas yang digunakan untuk memodifikasi /etc/passwd, /etc/shadow dan<br />/etc/group.<br />useradd<br />/usr/sbin/useradd<br />Fungsiutilitasiniadalah untuk menambahkan userkesistem. Sintaksnya :<br />useradd [-u uid [-o]] [-g group] [-G group,?]<br />[-d home] [-s shell] [-c comment] [-m [-k template]]<br />[-f inactive] [-e expire] [-p passwd] [-n] [-r] name<br />atau<br />useradd -D [-g group] [-b base] [-s shell]<br />[-f inactive] [-e expire]<br />Anton,Afri ,dan Wisesa OpenSource Campus Agreement<br /><br />AdministrasisistemLinux 4<br />Keterangan:<br />-u : nomor UID(User ID)<br />-g : nomor GID(Group ID)<br />-G :group tambahan<br />-d : direktorihomeuntuk user<br />-s : defaultshell (biasanya/bin/bash)<br />-c : info ataudeskripsinama login<br />-m : direktorihomeakan diciptakan bilabelum ada<br />-k : bersama-m memberi isidirektorihome<br />-f : jumlah hari sebelumaccount tersebutkedaluarsa(passwordlewatmasa berlakunya)<br />-e : tanggalnamalogin beakhir ataukedaluarsa(expired)<br />-p : passwordyangtelah dienkripsi<br />-D :menetapkankonfigurasidefault<br />name: namalogin<br />userdel<br />/usr/sbin/userdel<br />Fungsiutilitasiniuntuk menghapus userdari sistem,dengansintaks :<br />userdel [-r] name<br />Keterangan:<br />-r : biladisertakanparameter inimakadirektorihome userturutdi hapus<br />name: namalogin<br />passwd<br />/usr/bin/passwd<br />Fungsiutilitasiniuntuk merubah passworduser. Sintaksnya:<br />passwd [name]<br />Keterangan:<br />- name: nama loginuser<br />Untukusermod,groupadd,groupdel,groupmoddapatandaselidikisendiricarapenggunaan-<br />nya denganmengetikkanperintah berikut :<br /># man [item]<br />item : usermod, groupadd, groupdel, groupmod atau yang lain yang ingin anda ketahui manu-<br />alnya<br />1.3 Direktorihome<br />BilasebuahusermengaksessebuahsistemLinuxmelaluiproseslogin,usertersebutakandibawamemasuki<br />sebuah shell dengan direktori awal yaitu direktori home masing-masing. Direktori ini berisi semua file<br />yangsecaraekslusifdimilikihanyaolehusertersebut. Letakdirektorihomeinibiasanyadibawah/home.<br />Anton,Afri ,dan Wisesa OpenSource Campus Agreement<br /><br />AdministrasisistemLinux 5<br />Begitu sebuah userditambahkankesistem,makaiaakanmemilikidirektorihomedengannamalogin user<br />tersebut. Templateisidirektorihomeuntukmasing-masinguserdapatditentukanolehperintahuseradd,<br />namunsistem telahmemberi direktori/etc/skelsebagai defaulttemplatebagidirektorihome.<br /># ls -la /home/anton<br />total 5<br />drwx------ 4 anton anton 4096 Nov 21 13:58 .<br />drwxr-xr-x 3 root root 4096 Nov 21 13:58 ..<br />-rw-r--r-- 1 anton anton 24 Nov 21 13:58 .bash_logout<br />-rw-r--r-- 1 anton anton 230 Nov 21 13:58 .bash_profile<br />-rw-r--r-- 1 anton anton 124 Nov 21 13:58 .bashrc<br />Perhatikanlah bahwa ketiga file diatas merupakan file-file yang akan dijalankan apabila user login atau<br />logout keshellbash sebagai defaultshellLinux.<br /><br />.bash_logout,isi fileiniakandijalankan apabila userlogout<br /><br />.bash_profile,berisivariabel-variabelglobal yangakandieksport keenvirontmentsistem<br /><br />.bashrc,isifileiniakan dijalankan bilausermemasuki ataulogin keshell bash<br />1.4 Quota peruser dangroup<br />Untukmengaktifkanquotaperuserdan/ataugroupmakasebuahpartisiharusdiaktifkanataudimountden-<br />gan option usquota dan/atau grpquota pada /etc/fstab. Setelah diaktifkan maka kernel akan se-<br />caraperiodikmenginventarisirpenggunaanruangharddiskolehuser-useryangterdaftarpada/etc/passwd<br />melaluiutilitasquotacheck. Binaryquotacheckakanmencatathasilscanfilesystemataupartisiyang<br />diaktifkanquotanya dalambentukfileyaitu:<br /><br />quota.useruntuk catatanpenggunaanoleh user<br /><br />quota.groupuntuk catatanpenggunaanoleh group<br />Beberapa utilitasquotaberikutdapat digunakan untuk mengkonfigurasiquota, antaralain:<br /><br />quota,digunakan untuk melihat quotayangdimilikioleh userataugroup<br /><br />edquota,digunakan untuk mengeditquota userataugroup<br /><br />repquota, digunakan untuk melaporkan pemakaian ruang harddisk pada partisi yang diaktifkan<br />usrquotaatau grpquota.<br />Lakukan man pada perintah quota, edquota dan repquota untuk melihat opsi-opsi yang dimiliki<br />masing-masing binary.<br />1.5 Kemudahan administrasi<br />Linux RedHat 6.2 menyediakan perangkat bantu yang amat berguna untuk administrasi user dan group<br />yaitu userconf yang merupakan bagian dari perangkat bantu pengelolaan sistem atau perangkat bantu<br />administrasilinuxconf. Ketikkan salah satu perintah berikut untuk menjalankan administrasi user dan<br />group :<br /># userconf<br /># linuxconf<br />Anton,Afri ,dan Wisesa OpenSource Campus Agreement<br /><br />Bab 2<br />Mengontroldan memonitorproses<br />Ketika suatu sistem linux dijalankan, dan berbagai program dieksekusi, hal ini memerlukan suatu man-<br />agemen dalam mengontrol dan memonitor setiap proses. Proses di linux tercatat dalam bentuk bilangan<br />angka (PID), sehingga setiap proses dapat diamati dari memory yang dipakai, user yang menjalankannya<br />(process owner), lamanya proses tersebut dijalankan dan lain sebagainya. Proses yang berlangsung dapat<br />berupa daemon, aplikasipengguna, utilitasdanlainlain.<br />Prosesyangdijalankandiconsole,shell,xterm,danlain-lainnyadisebutsebagaiforegroundprocess.<br />sedangkanbackgroundprocessadalahproses yangdijalankansecara background danbiasanyadijalankan<br />denganmenambahkan "&" pada akhirdari baris perintah.<br />contoh:<br />$ ping 192.168.0.1 &<br />Perintah diatas akan mengakibatkan mesin akan melakukan ping ke sistem dengan ip 192.168.0.1<br />secara kontinyu dan bekerja di background (di belakang layar) Untuk memonitor proses-proses yang di-<br />jalankan oleh system dapat di gunakan perintah ps dan top. Sedankan untuk mengontrol proses dalam<br />dilakukan denganutilitaskill,yangakanmengirimsignal kepadasuatu proses.<br />ps<br />Utilitaspsinidigunakanuntukmelihatprosesapasajayangsedangdijalankansystem. optionyangumum<br />digunakan adalah "-aux", untuk option lengkapnya dapat dilihat dengan mengeksekusi "ps --help".<br />Sintaksdari utilitasini:<br />$ ps [option]<br />contoh:<br />antoro@drutz:˜$ ps aux<br />USER PID %CPU %MEM VSZ RSS TTY STAT START TIME COMMAND<br />root 1 0.0 0.4 1020 64 ? S 10:12 0:04 init [2]<br />root 2 0.0 0.0 0 0 ? SW 10:12 0:00 [kflushd]<br />root 3 0.0 0.0 0 0 ? SW 10:12 0:00 [kupdate]<br />root 4 0.0 0.0 0 0 ? SW 10:12 0:00 [kpiod]<br />root 5 0.0 0.0 0 0 ? SW 10:12 0:05 [kswapd]<br />root 149 0.0 1.5 1352 216 ? S 10:15 0:00 /sbin/syslogd<br />root 151 0.0 1.2 1396 164 ? S 10:15 0:04 /sbin/klogd<br />root 155 0.0 5.4 2156 740 ? S 10:15 0:02 /usr/sbin/named<br />disappea 159 0.0 0.0 1748 0 ? SW 10:15 0:00 [safe_mysqld]<br />root 160 0.1 11.5 7440 1572 ? SN 10:15 0:29 perl ./infobot<br />root 176 0.0 2.7 1060 368 ttyS0 S 10:15 0:01 /usr/sbin/gpm an-<br />toro@drutz:˜$<br />6<br /><br />AdministrasisistemLinux 7<br />Keterangan:<br />USER :pemilik proses<br />PID :proces ID(NomorProses)<br />%CPU :penggunaanCPU olehproses<br />%MEM :penggunaanMemory(dalam KB)oleh proses<br />VSZ :penggunaanvirtual memorydalam proses<br />RSS :penggunaanmemory yangresidentoleh proses<br />TTY :terminal (tty),tempatasal proses tsb dijalankan<br />STAT :keadaansuatu proses<br />- R :proses dalamkondisiRunning<br />- S :proses dalamkondisiSleeping<br />- I :proses dalamkondisiidle<br />- Z :proses Zombie<br />- D :uninterruptible sleep (biasanya IO)<br />- < : proses denganprioritas tinggi<br />- N :proses denganprioritas rendah<br />-dan lainlain<br />START :saat proses dijalankan<br />TIME :lamanproses dijalankan<br />COMMAND :Baris perintahyang dijalankan<br />top<br />Utilitas ini secara mendasar fungsinya sama seperti ps, hanya saja top lebih aktual karena setelah kita<br />eksekusi, top akan update proses yang dijalankan secara berkala. Juga top lebih spesifik dalam menje-<br />laskankeadaansistem. Kelemahannyaadalahprosestopinilebihmemakanbanyakmemory. Sintaksdari<br />utilitasini:<br />$ top<br />contoh:<br />antoro@drutz:˜$ top<br />3:37pm up 5:24, 3 users, load average: 0.05, 0.06, 0.00<br />34 processes: 33 sleeping, 1 running, 0 zombie, 0 stopped<br />CPU states: 3.6% user, 9.9% system, 0.0% nice, 86.3% idle<br />Mem: 13624K av, 12564K used, 1060K free, 8340K shrd, 380K buff<br />Swap: 62460K av, 11700K used, 50760K free 6012K cached<br />PID USER PRI NI SIZE RSS SHARE STAT LIB %CPU %MEM TIME COMMAND<br />689 antoro 14 0 1308 1308 700 R 0 8.0 9.6 0:22 top<br />176 root 6 0 372 368 316 S 0 4.3 2.7 0:02 gpm<br />1 root 0 0 108 64 48 S 0 0.0 0.4 0:04 init<br />2 root 0 0 0 0 0 SW 0 0.0 0.0 0:00 kflushd<br />3 root 0 0 0 0 0 SW 0 0.0 0.0 0:00 kupdate<br />4 root 0 0 0 0 0 SW 0 0.0 0.0 0:00 kpiod<br />5 root 0 0 0 0 0 SW 0 0.0 0.0 0:05 kswapd<br />149 root 0 0 264 216 152 S 0 0.0 1.5 0:00 syslogd<br />151 root 0 0 576 164 136 S 0 0.0 1.2 0:04 klogd<br />.... dst<br />Dari dua perintah ps dan top diatas dikenal sebutan proses zombie. Proses zombie adalah suatu proses<br />(biasanya proses anak) yang telah mati/dimatikan tetapi tetap ada. Hal ini dikarenakan proses ibunya<br />(parent process) tidak mematikan proses anaknya dengan sempurna. Proses zombie ini akan mati apabila<br />parent prosesnya mati.<br />Anton,Afri ,dan Wisesa OpenSource Campus Agreement<br /><br />AdministrasisistemLinux 8<br />kill<br />Setiap proses yang dijalankan dilinux dapat dideteksi dan kemudian di matikan, seperti telah dijelaskan<br />padaModul Linux Dasar dalamperintah-perintahdasar Linux.<br />Anton,Afri ,dan Wisesa OpenSource Campus Agreement<br /><br />Bab 3<br />Bootingdan processinit<br />3.1 Booting<br />Adabeberapatahapanprosesbootingdalamsystemoperasilinux. Pertamaliloakanmeloadkernel,kemu-<br />diankernelakanmemeriksasetiapdeviceyangadadimesin,danselanjutnyaakanmenjalankanscriptinit.<br />Init adalah proses pertama yang dijalankan oleh system, init sendiri kemudian menjalankan proses-proses<br />lain yang dijalankan pada saat booting. Init menjalankan semua proses berdasarkan /etc/inittab.<br />Dalam init dikenal istilah runlevel, dalam *nix dikenal runlevel 0-6 dan runlevel S. Masing-masing run-<br />level dijalankan berdasarkan keadaan system, runlevel 0,1 dan 6 sudah disiapkan secara default (0 untuk<br />halt, 1 untuk single-user, 6 untuk reboot system, 2,3,4,5 untuk multi user), selain itu dapat disesuaikan<br />dengankeinginandari administratorsistem.<br />Berikut adalah isidari file/etc/inittab:<br />-------------------------------------------------------------------<br /># /etc/inittab: init(8) configuration.<br /># $Id: inittab,v 1.8 1998/05/10 10:37:50 miquels Exp $<br /># The default runlevel.<br />id:2:initdefault:<br /># Boot-time system configuration/initialization script.<br /># This is run first except when booting in emergency (-b) mode.<br />si::sysinit:/etc/init.d/rcS<br /># What to do in single-user mode.<br />˜˜:S:wait:/sbin/sulogin<br /># /etc/init.d executes the S and K scripts upon change<br /># of runlevel.<br />#<br /># Runlevel 0 is halt.<br /># Runlevel 1 is single-user.<br /># Runlevels 2-5 are multi-user.<br /># Runlevel 6 is reboot.<br />l0:0:wait:/etc/init.d/rc 0<br />l1:1:wait:/etc/init.d/rc 1<br />l2:2:wait:/etc/init.d/rc 2<br />l3:3:wait:/etc/init.d/rc 3<br />l4:4:wait:/etc/init.d/rc 4<br />l5:5:wait:/etc/init.d/rc 5<br />l6:6:wait:/etc/init.d/rc 6<br /># Normally not reached, but fallthrough in case of emergency.<br />z6:6:respawn:/sbin/sulogin<br /># What to do when CTRL-ALT-DEL is pressed.<br />9<br /><br />AdministrasisistemLinux 10<br />#ca:12345:ctrlaltdel:/sbin/shutdown -t1 -a -r now<br />ca:12345:ctrlaltdel:/root/ctrlaltdel<br /># Action on special keypress (ALT-UpArrow).<br />kb::kbrequest:/bin/echo "Keyboard Request--<br />edit /etc/inittab to let this work."<br /># What to do when the power fails/returns.<br />pf::powerwait:/etc/init.d/powerfail start<br />pn::powerfailnow:/etc/init.d/powerfail now<br />po::powerokwait:/etc/init.d/powerfail stop<br /># /sbin/getty invocations for the runlevels.<br />#<br /># The "id" field MUST be the same as the last<br /># characters of the device (after "tty").<br />#<br /># Format:<br /># <id>:<runlevels>:<action>:<process><br />1:2345:respawn:/sbin/getty 38400 tty1<br />2:23:respawn:/sbin/getty 38400 tty2<br />3:23:respawn:/sbin/getty 38400 tty3<br />4:23:respawn:/sbin/getty 38400 tty4<br />5:23:respawn:/sbin/getty 38400 tty5<br />6:23:respawn:/sbin/getty 38400 tty6<br /># Example how to put a getty on a serial line (for a terminal)<br />#<br />#T0:23:respawn:/sbin/getty -L ttyS0 9600 vt100<br />#T1:23:respawn:/sbin/getty -L ttyS1 9600 vt100<br /># Example how to put a getty on a modem line.<br />#<br />#T3:23:respawn:/sbin/mgetty -x0 -s 57600 ttyS3<br />---------------------------------------------------------------------<br />Dalam Unix dikenalistilah single-user. Single-user biasanya digunakan pada saat perawatansistem. Saat<br />sistem diharuskandalamkondisitakmemilikigangguandari luar (network)ataupun userlainnya.<br />3.2 Mekanisme log danpesansistem<br />DidalamLinux dikenalduacaralogging,yaitu dengan<br /><br />syslogd<br /><br />klogd.<br />Syslogd digunakan olehberbagai macamprogramyangmenggunakan fungsi syslog() untuk mema-<br />sukkan catatan (log) ke dalam log file yang disediakan fasilitasnya oleh syslogd. File konfigurasi dari<br />syslogd terletak di /etc/syslog.conf, dari file ini administrator sistem dapat menentukan dimana<br />log file diletakkan. Secara default log file akan diletakkan di /var/log. Berikut adalah contoh dari file<br />/etc/syslog.conf<br />----------------------------------------------------------------<br /># /etc/syslog.conf Configuration file for syslogd.<br />#<br /># For more information see syslog.conf(5)<br /># manpage.<br />#<br /># First some standard logfiles. Log by facility.<br />Anton,Afri ,dan Wisesa OpenSource Campus Agreement<br /><br />AdministrasisistemLinux 11<br />#<br />auth,authpriv.* /var/log/auth.log<br />*.*;auth,authpriv.none -/var/log/syslog<br />#cron.* /var/log/cron.log<br />daemon.* -/var/log/daemon.log<br />kern.* -/var/log/kern.log<br />lpr.* -/var/log/lpr.log<br />mail.* /var/log/mail.log<br />user.* -/var/log/user.log<br />uucp.* -/var/log/uucp.log<br />#<br /># Logging for the mail system. Split it up so that<br /># it is easy to write scripts to parse these files.<br />#<br />mail.info -/var/log/mail.info<br />mail.warn -/var/log/mail.warn<br />mail.err /var/log/mail.err<br /># Logging for INN news system<br />#<br />news.crit /var/log/news/news.crit<br />news.err /var/log/news/news.err<br />news.notice -/var/log/news/news.notice<br />#<br /># Some ’catch-all’ logfiles.<br />#<br />*.=debug;\<br />auth,authpriv.none;\<br />news.none;mail.none -/var/log/debug<br />*.=info;*.=notice;*.=warn;\<br />auth,authpriv.none;\<br />cron,daemon.none;\<br />mail,news.none -/var/log/messages<br />#<br /># Emergencies are sent to everybody logged in.<br />#<br />*.emerg *<br />#<br /># I like to have messages displayed on the console, but only on a virtual<br /># console I usually leave idle.<br />#<br />#daemon,mail.*;\<br /># news.=crit;news.=err;news.=notice;\<br /># *.=debug;*.=info;\<br /># *.=notice;*.=warn /dev/tty8<br /># The named pipe /dev/xconsole is for the nsole’ utility. To use it,<br /># you must invoke nsole’ with the -file’ option:<br />#<br /># $ xconsole -file /dev/xconsole [...]<br />#<br /># NOTE: adjust the list below, or you’ll go crazy if you have a reasonably<br /># busy site..<br />#<br />daemon.*;mail.*;\<br />news.crit;news.err;news.notice;\<br />*.=debug;*.=info;\<br />#<br />*.emerg *<br />#<br /># I like to have messages displayed on the console, but only on a virtual<br />Anton,Afri ,dan Wisesa OpenSource Campus Agreement<br /><br />AdministrasisistemLinux 12<br /># console I usually leave idle.<br />#<br />#daemon,mail.*;\<br /># news.=crit;news.=err;news.=notice;\<br /># *.=debug;*.=info;\<br /># *.=notice;*.=warn /dev/tty8<br /># The named pipe /dev/xconsole is for the nsole’ utility. To use it,<br /># you must invoke nsole’ with the -file’ option:<br />#<br /># $ xconsole -file /dev/xconsole [...]<br />#<br /># NOTE: adjust the list below, or you’ll go crazy if you have a reasonably<br /># busy site..<br />#<br />daemon.*;mail.*;\<br />news.crit;news.err;news.notice;\<br />*.=debug;*.=info;\<br />#<br />*.emerg *<br />#<br /># I like to have messages displayed on the console, but only on a virtual<br /># console I usually leave idle.<br />#<br />#daemon,mail.*;\<br /># news.=crit;news.=err;news.=notice;\<br /># *.=debug;*.=info;\<br /># *.=notice;*.=warn /dev/tty8<br /># The named pipe /dev/xconsole is for the nsole’ utility. To use it,<br /># you must invoke nsole’ with the -file’ option:<br />#<br /># $ xconsole -file /dev/xconsole [...]<br />#<br /># NOTE: adjust the list below, or you’ll go crazy if you have a reasonably<br /># busy site..<br />#<br />daemon.*;mail.*;\<br />news.crit;news.err;news.notice;\<br />*.=debug;*.=info;\<br />*.=notice;*.=warn |/dev/xconsole<br />-------------------------------------------------------------------------<br />Setelahsyslogd hal yang perlu diketahui adalahklogd. Klogd adalah system daemon yangmencatat<br />segala aktifitaskernel dankemudianmendokumentasikannyakedalamfile.<br />Anton,Afri ,dan Wisesa OpenSource Campus Agreement<br /><br />Bab 4<br />Manajemenmedia penyimpan<br />Pada manajemen media penyimpan (storage) ini, kita akan mempelajari bagaimana suatu storage dalam<br />haliniharddiskkitaatur agardapatbekerjasecara optimal. Sekarang kitaakancobauntuk mengenallebih<br />dekattentangharddisk.<br />4.1 Pengertian dasarharddisk<br />Harddisk berfungsi sebagai tempat penyimpanan data. Tujuan utama harddisk adalah menyimpan infor-<br />masidanberdasarkanpermintaan,mengirimkembaliinformasiitu. Fungsiharddiskmiripdenganperekam<br />tapeaudio: keduanyamemakaipolamagnetisasidalamfilmberbahanmagnetisyangtipispadabahanpen-<br />dukung (disebutsubstrate)bagipenyimpanan informasi.<br />Dua teknologi berbeda dalam drive tape itu memakai lapisan bawah rekamannya sebagai potongan<br />plastikpanjangyangdilapisiolehkumparandanharddiskmemakaidiskmetalyangkeras. Perbedaanyang<br />lebih penting adalah bahwa tape audio menyimpan informasi dalam bentuk analog, yang berarti bahwa<br />sinyalmagnetissecaralangsungmeniruinformasiaudioyangdisimpan. Harddiskadalahperangkatdigital,<br />signalmagnetisnya dipakaiuntuk menyimpan kondisiyangmenunjukkandata yangdisimpan.<br />4.1.1 KonstruksiUtama Harddisk<br />Piringan dan Head<br />Akhir-akhirini,beberapapembuatdrivetelahmulaimembuatdriveharddiskyangmemakaipiringangelas.<br />Piringan gelas dapat dibuat lebih datar dan lebih halus dengan mudah, dan mempunyai kekakuan lebih<br />tinggi. Kualitas piringan gelas ini terutama penting dalam beberapa drive baru yang berputar lebih cepat<br />daripada driveyangbiasa.<br />Ketika disk tidak berubah (drive nonaktif), spring yang lemah menekan tiap head yang berhubungan<br />dengan permukaan piringan. Selagi disk berubah, head berombak dalam lingkaran yang dibuat oleh disk<br />yang berubah. Udara yang mengalir melewati head cukup kuat untuk mengangkat head dari permukaan,<br />meskihanya olehjarakyang sangatkecil.<br />Track dan Cylinder<br />Sepertihalnyaputarandisk,denganheadassemblyyangdikerjakandisatuposisi,setiapheadmelacakring<br />bundar di permukaan piringannya. Ring ini disebut track. Informasi yang direkam di ring tersebut disebut<br />sector.<br />Track tersebut tampak, bila anda dapat melihatnya, menyerupai alur di piringan hitam yang hampir<br />menyerupaitetapitidakmirip. Perbedaanpentingantaratrackdiharddiskdanalurdipiringanhitamadalah<br />bahwa track di harddisk berbentuk bundar dan terpisah. Piringan hitam biasanya hanya mempunyai satu<br />13<br /><br />AdministrasisistemLinux 14<br />alur, yang berulir dari luar ke bagian tengah. Saat memainkan piringan hitam, jarum berpindah terus-<br />menerusdari luar kebagian tengah. Tatkala membaca ataumenulisdata diharddisk, headtetap ada. Head<br />hanya berpindah ketika anda bergerak dari satu track ke track lain lalu pemindahan head terjadi antara<br />ledakanmembaca ataumenulis.<br />Trackdenganangkasama(semuatrackdiseluruhpermukaanuntuksatuposisiheadassembly)mem-<br />bentuk apa yang disebut cylinder. Jumlah cylinder (atau track per piringannya) yang dimiliki harddisk<br />tertentu tergantung pada lebar sempitnya track dan pada ukuran track, untuk melacak operasi yang di-<br />lakukan head aktuator. Harddisk yang sebenarnya memiliki sekitar beberapa ratus hingga beberapa ribu<br />silinder.<br />4.1.2 ProdukHardDriveyang Standar (ST412/ST506)<br />Rancangan model angka ini menggambarkan variasi interface harddisk, mengindikasikan secara rinci<br />bagaimanadiskdrivedan controllernyaberkomunikasisatu sama lain.<br />Spesifikasi dari interface ini (atau beberapa) memiliki beberapa aspek. Yang pertama menyangkut<br />deskripsikabeldimanacontrollerdandrivedapatmelakukankomunikasidanpenghubungpadaakhirkabel<br />tersebut. Yang berikutnya adalah elektris, memberikan level tegangan dan tanda waktu untuk tiap kawat.<br />Yanglainnya adalahaspek logis.<br /><br />ESDI. Suatu pembuat harddisk, Maxtor, mulai mendorong pembuatan standar ESDI (Enhanced<br />SmallDeviceInterface)padaawaltahun80-an. StandariniberkembangdariinterfaceST412/ST506.<br />Hanya sedikit perubahan kecil, namun penting, telah dibuat. Penyelesaian inimasih bekerjadengan<br />disk controller yang disambungkan ke bus PC dan dihubungkan ke drive dengan 2 kabel pita yang<br />sama,yangsatu dengan34kawatdan yangsatu dengan20kawat.<br /><br />SCSI.Small ComputerSystem Interface(SCSI) merupakan disk interfaceyang berbeda. Umum-<br />nya, SCSI bukan suatu disk interface sama sekali. Standar SCSI pertama kali dikembangkan pada<br />akhir tahun 1970 dibawah nama SASI (Shugart Associates System Interface). Sekitar 12 tahun<br />lalu, pembuat disk memanfaatkannyabeberapa kali. Banyak drive terbaru dan rancangan controller<br />mengikuti versi standar yang disebut SCSI-2. Tim yang menulis standar ini kini bekerja dengan<br />SCSI-3. SCSI berbeda dalam beberapa hal penting dibandingkan interface lain yang telah dije-<br />laskan. Hal terpentingnyaadalah interface memperkirakan hanya intelligent deviceyang dilekatkan<br />dengankabelpenghubungnya(busSCSI).Merekamungkinmenggunakani7SCSIslavedevicedan<br />SCSImasteryang salingberbagi suatu kabeltunggal.<br /><br />IDE/ATA. Pada masa sekarang harddisk interface terpopuler untuk PC dikenal sebagai drive IDE<br />(IntegratedDriveElectronics). Untukberhubungandengankomputer,driveIDEtakmenggunakan<br />sebuah slot bus,salah satu ciri atraktif IDE. Di samping itumereka menggunakan sebuah connector<br />khusus pada motherboard, yang sebenarnya adalah minislot yang membawa lintasan sinyal slot bus<br />yangdiperlukaninterfaceIDE.NamaresmiuntukjenisconnectoriniadalahATA(ATAttachment).<br />Standar ATA ini memerlukan 40 pin connector dari rancangan tertentu dengan sinyal yang diambil<br />daristandar PCinput/outputbus.<br />4.2 Filesystem di Linux<br />SistemOperasiLinux/UNIX denganDOSditinjau dari filesistemnya memilikibeberapa perbedaan:<br /><br />Linux/UNIX mendefinisikan daerah di disk dengan istilah block dan inodes, yang pengertiannya<br />samadengansektor dancluster(kumpulan daribeberapa sektor).<br /><br />Linux/UNIX menyimpan secara terpisah track dari ruang harddisk yang ditempati file dari setiap<br />pemakaisistem. Setiappemakaidibatasi padasejumlahfiledanjumlahmegabytedari totalpenyim-<br />pananterbebasdari apa yangdiambil pemakaipemakailain.<br />Anton,Afri ,dan Wisesa OpenSource Campus Agreement<br /><br />AdministrasisistemLinux 15<br /><br />UNIX mendefinisikan atribut lain yang dimiliki suatu file, seperti berbagai perijinan dan gagasan<br />untukmenghubungkanlebihdari satu namafilekedata yangsama.<br /><br />Linux/UNIX mendefinisikan dirty bit untuk sejumlah file. Bila penulisan file ke disk sedikit salah<br />dan entri direktori tidak diperbaiki dengan benar, maka sistem akan mengetahui kenyataan ini dan<br />menuntut anda untuk mengaktifkan fsck/e2fsck pada kesempatan berikutnya untuk memulai<br />sistem.<br />Aplikasi-aplikasi yangumum digunakan dalammanajemenstorage.<br />fsck<br />fsckdigunakan untuk memeriksadan memperbaikisecara optional satu atau lebihlinux filesistem. fsck<br />ini akan mencoba untuk menjalankan file sistem pada disk drive fisik yang berbeda secara paralel untuk<br />mengurangijumlah waktuyangdiperlukan dalammemeriksasemua filesistem yangada.<br />Perintah yangbisa digunakan :<br /># fsck <nama_dev><br />Contoh:<br /># fsck /dev/hda1<br />Untuk lebihjelasnya, anda dapatmembaca manualyangtersediadenganmengetikkan<br /># man fsck.<br />e2fsck<br />Aplikasi yang mirip seperti fsck namun lebih dikhususkan untuk file sistem yang bertipe extended dua.<br />Perintahyang bisadigunakan :<br /># e2fsck <nama_device><br />Contoh:<br /># e2fsck /dev/hda2<br />Seperti biasa,untuk melihat perintahlengkapnya silakananda ketikkan:<br /># man e2fsck<br />hdparm<br />hdparmmerupakanaplikasiyangumumdigunakanuntuk meningkatkankinerjaharddiskagardapatbek-<br />erjasecara optimal. hdparminimendukungharddiskIDE/ST 506. Aplikasiinimembutuhkanlinux kernel<br />versi 1.2.13 ke atas. Beberapa option tidak bisa bekerja pada kernel-kernel awal. Sebagai tambahan be-<br />berapa option didukung hanya untuk kernel yang memasukkan device IDE driver yang baru, seperti versi<br />2.0.10 keatas.<br />Perintah yangbisa digunakan :<br /># hdparm [options] <nama_device><br />Anton,Afri ,dan Wisesa OpenSource Campus Agreement<br /><br />AdministrasisistemLinux 16<br />Keteranganuntukoption-optionnyadapat andabaca dari manualhdparm.<br />Dibawah inimerupakan beberapacontohyangumum digunakan :<br />Melihat status 32BitI/O :<br /># hdparm -c /dev/hda<br />Untuk mengetahui kecepatanaksesdisk anda<br /># hdparm -t /dev/had<br />Untuk menset hardiskandayang16 bitmenjadi 32Bitdan mendukungDMA<br /># hdparm -c1 -d1 /dev/had<br />Untuk menjagaagarsettingandiatas tetapberlangsung, gunakanperintah :<br /># hdparm -k1 /dev/hda<br />Anton,Afri ,dan Wisesa OpenSource Campus Agreement<br /><br />Bab 5<br />Bash scripting<br />5.1 Shell<br />Shell adalah "Command Executive" artinya program yang menunggu instruksi user, memeriksa sintaks<br />dan menerjemahkan instruksi yang diberikan kemudian mengeksekusinya. Pada umumnya shell ditandai<br />dengancommand prompt, diLinuxuntuk userbiasa biasanya tanda$dan untuk superuserbiasanya tanda<br />#. Shell adabermacam-macam, diLinux biasa digunakan bash.<br />5.2 File permission<br />Perizinan filedandirektoridibagi atas 3macam akses,antara lain:<br /><br />READ(r). Membaca fileataudirektori<br /><br />WRITE(w). Menulisdan menciptafileataudirektori<br /><br />EXECUTE(x). Mengeksekusifileatau memasukidirektori<br />Kepemilikan filedandirektoridibagi atas 3macam kepemilikan,antaralain:<br /><br />Owner(u),yaituusertertentu.<br /><br />Group(g),yaitugroup pemilik.<br /><br />Others(o)selain Owner danGroup diatas.<br />Untuk mengubah perizinan fileataudirektoriini, gunakanperintah :<br /># chmod [ugoa] [= + -] [rwx] file_atau_direktori<br />atau<br /># chmod [angka_perizinan] file_atau_direktori<br />Keterangan:<br />u : user<br />g : group<br />o : other<br />a : all<br />17<br /><br />AdministrasisistemLinux 18<br />= : set sebagaisatu-satunya izinyangdimiliki<br />+ : penambahanizin<br />- : non-aktifkan suatuizin<br />r : aksesread<br />w : akseswrite<br />x : aksesexecute<br />angka_perizinan : Owner-group-others dengan akses rwx-rwx-rwx, tiap akses dimisalkan<br />denganbit’1’biladiberi aksesdan bit’0’bila tidakdiberiakses.<br />Contoh:<br /><br />Bilaownerdiberiseluruhakses, group hanya baca,otherstidakada aksessama sekali,maka<br />angka_perizinan nya: 111-100-000biner = 7-4-0 desimalditulis740<br /><br />Bilaownerdiberiseluruhakses, group baca-execute,others baca-execute,maka<br />angka_perizinannya : 111-101-101biner = 7-5-5 desimalditulis755<br />5.3 File ownership<br />Kepemilikan filedandirektoridapatdiubahdengan perintah:<br /># chown [-R] user[.group] file_atau_direktori<br />Keterangan:<br />-R: parameterinimenandakan perubahan rekursifuntuk direktori<br />user: userpemilik baru fileataudirektori<br />group : group pemilik baru fileataudirektori<br />5.4 Akses eksekusi<br />Agar file atau script dapat dieksekusi maka file atau script tersebut harus memiliki izin execute. Men-<br />gubah akses suatu file menjadi +x atau bit execute aktif dapat dilakukan dengan perintah chmod<br />diatas.<br />5.5 History<br />History diadaptasi dari C-shell (csh), yaitu pencatatan dari semua instruksi yang telah dilakukan. His-<br />tory dapat dipilih kembali dan perintah yang dipilih dapat dijalankan kembali. Variabel yang berkenaan<br />dengan besar history sistem adalah variabel HISTSIZE yang di-set dalam system wide environtment<br />(/etc/profile).<br />Bila anda bekerja dengan prompt shell, gunakan panah atas dan bawah untuk memanggil instruksi<br />yangtelah masukhistory.<br />5.6 Promptstring<br />Prompt String adalah kumpulan karakter yang setelah direpresentasikan oleh shell (/bin/bash) mem-<br />bentuktampilan promptyangsiap menunggu instruksi. Untuk membentuk promptstring lakukanperintah<br />berikut :<br />Anton,Afri ,dan Wisesa OpenSource Campus Agreement<br /><br />AdministrasisistemLinux 19<br /># PS1=’\u@\h \w $ ’<br /># export PS1<br />Keterangan:<br />PS1: adalahvariabel promptstring pertama<br />\u: menunjukpada namauser<br />@ : karakter@<br />\h: menunjuknama host<br />\w: menunjukworkingdirectory<br />Alias<br />Alias adalahsatu mekanismeuntuk memberi namaalias padasatu atausekelompokinstruksi.<br />Sintaksalias adalah :<br /># alias<br /># alias NamaAlias=’Kumpulan instruksi ?’<br />Contohpenggunaanalias :<br /># alias la=’ls -la’<br />FileDescriptor<br />Linuxberkomunikasidenganfilemelaluifiledescriptoryangdirepresentasikanmelaluiangkayangdimulai<br />dari 0,1,2danseterusnya.<br />3 buahfiledescriptor standaradalah:<br /><br />keyboard(standard input)<br /><br />layarmonitor(standard output)<br /><br />layarmonitoruntuk tampilanerror (standard error)<br />Denganmemanfaatkanpengalihan(redirection),kitadapatmemisahkanoutputsebenarnyadanoutputerror<br />padafile berbeda.<br />Contoh:<br /># find / 1> finddb 2> /var/log/finddb.error<br />dapatditulis:<br /># find / > finddb 2> /var/log/finddb.error<br />5.7 Flow control<br />BlokIF<br />if [ kondisi ]; then<br />else<br />fi<br />Anton,Afri ,dan Wisesa OpenSource Campus Agreement<br /><br />AdministrasisistemLinux 20<br />BlokCASE<br />case "$variabel" in<br />kondisi1)<br />perintah1<br />;;<br />kondisi2)<br />perintah2<br />;;<br />*)<br />perintah_lainnya<br />exit 1<br />esac<br />BlokFOR<br />for variabel in kelompok_item ; do<br />perintah $variabel<br />done<br />BlokWHILE<br />while kondisi ; do perintah ; done<br />until kondisi ; do perintah ; done<br />5.8 Prosedur<br />Kelompokperintahdapatdikumpulkansehinggadenganmemanggilsuatuprosedurtertentudapatmelakukan<br />beberapaperintah berurut. Sintaks:<br />NamaProsedur() {<br />Perintah1<br />Perintah2<br />?<br />}<br />Anton,Afri ,dan Wisesa OpenSource Campus Agreement<br /><br />Bab 6<br />Kompilasi kernel<br />Kernel merupakan dari suatu yang amat sangat penting dalam suatu struktur sistem operasi. Kernel yang<br />berartiintiadalahdasardarisistemoperasiyangmengaturkarakteristikdarisistemoperasitersebut. Kom-<br />pilasi kernel adalah cara untuk mengkonfigurasi kernel. Kali ini kita akan mempelajari bagaimana suatu<br />kerneldi konfigurasikan.<br />6.1 Konfigurasi fasilitasdan service-servicedalam kernel<br />Untuk mengkonfigurasifasilitasdanservice kernel,eksekusi perintahsebagai berikut:<br />* make config<br />(untuk mengkonfigurasikernel secara textmode)<br />* make menuconfig<br />(untuk mengkonfigurasikernel menggunakan ncursesinterface)<br />* make xconfig<br />(untuk mengkonfigurasikernel denganGUI yangdijalankan diX)<br />Setelah salah satu perintah diatas di eksekusi maka kita dapat memulai untuk mengkompilasi sebuah<br />kernellinux. Setiapversikernellinuxmempunyaidukunganterhadapdeviceyangberbeda-beda. Keteran-<br />gandalamsetiap fasilitasdanservice dalamsuatu kerneldapatdilihat denganmenekan tombol"F1".<br />6.2 Pembentukanimage kernel<br />Setelah kita mengkonfigurasi suatu kernel maka langkah selanjutnya adalah membuat image yang akan<br />digunakan dalamproses booting. Perintahyang dieksekusi adalah:<br />* make dep(untuk membuatdependencydari setiap fasilitasdanservice darikernel)<br />* make zImage (untuk membuat image dari kernel yang telah dikonfigurasi)sebagai tambahan<br />zImage dari kernel linux berukuran maksimum 500 KB, apabila fasilitas dan service yang di konfig-<br />urasikan banyak, maka tidak menutup kemungkinan bahwa besarnya suatu kernel image lebih besar dari<br />500KB.<br />Apabilalebihdari 500 KBmaka yangkitabentukadalahbzImage (big zImage).<br />21<br /><br />AdministrasisistemLinux 22<br />6.3 Membentuk modul-modulyang diperlukan<br />Module-module yang diperlukan dalamsuatu kernel dibentuk dandiletakkan di /lib/modules,modul<br />dalamkernel dibentukdenganmengeksekusi perintah berikut:<br />* make modules (untukmembentuk modul-modul)<br />* make modules_install (untuk menempatkan modul-modul yang sudah dibentuk ke dalam<br />/lib/modules)<br />6.4 Instalasikernel image<br />Setelah kernel selesai di bentuk dan modul-modul yang diperlukan telah diinstall, maka langkah selanjut-<br />nya adalahmenginstall kernelkedalamsystem. Langkah-langkahnya adalahsebagai berikut:<br />* Copykernel image(zImage ataubzImage) yangterletak di<br />/usr/local/src/linux/arch/i386/bootkedalam/boot dengannama vmlinuz<br />* Konfigurasililo.conf<br />Untuk mengaktifkankernelyangbarudidalamsystem,perlumengedit lilo.confdantambahkanbaris<br />sbb :<br />image=/boot/vmlinuz<br />label=linuxbaru<br />read-only<br />root=/dev/hdaX<br />(X disini adalah variabel, dimana kita install partisi linux). Setelah itu install lilo dengan mengetikkan<br />"lilo" diconsole<br />6.5 Booting<br />Setelahlilodiinstalldantidakdiadalagimasalah,makabootulangmesinanda. Pilihlinuxbaruketika<br />lilo prompt.<br />LILO:linuxbaru<br />6.6 Updatekernel<br />Linux Kerneladalahmerupakan kernel yangpaling cepat mengalami updating,dalam satu minggu2 versi<br />kernel dapat diluncurkan. Untuk mengupdate kernel maka kita dapat mendownload source dari kernel<br />tersebutdihttp://www.kernel.org. Setelahkitadapatkanversiterbarunyamakaproseskompilasi<br />kerneldiatas dapatkembali kitalakukan.<br />6.7 Patching kernel<br />Pathing kerneldiperlukan untuk mengubah ataumengkonfigurasisebagian kecildaristruktur kernel.<br />Untuk patchingkernel kitaperlu menjalankan langkah-langkahberikut :<br /><br />extract filepatchyang telahdidapat<br /># gunzip kernel-patch-xx.gz<br />Anton,Afri ,dan Wisesa OpenSource Campus Agreement<br /><br />AdministrasisistemLinux 23<br /><br />Copykanfilepatch ke/usr/src<br /><br />patchingkernelmasukkedirectory linux,kemudianjalankan barisdibawah<br /># patch -p0 ../kernel-patch-xx<br /><br />Lakukanproses kompilasiulang untuk mengaktifkanpatching<br />6.8 Meloadmodul kernel<br />Modul-modul dalam kernel agar dapat digunakan harus terlebih dahulu dimuatkan ke sistem. Beberapa<br />perintah yangperlu kitaketahuidalammemuatkan modulkernel.<br /><br />depmod.Memeriksadependencymodul-modulyangakandigunakanpada/etc/conf.modules,<br />denganoption"-a"makadepmodakanmemeriksasemuamoduledependancyyangadadi/etc/conf.modules.<br />syntax:<br /># depmod [option] module.o module1.o ...<br /><br />modprobe. Perintahmodprobeini akanmemuatkan modul kesistem. Sintaks:<br /># modprobe [option] module [irq=Y io=0xZZZ]<br /><br />insmod. Berguna untuk menambahkan suatu modul ke dalam /lib/modules agar nantinya<br />dapatdimuatkan kesistem<br /><br />rmmod. Berfungsi untuk menonaktifkanmodul dari system. Sintaksnya:<br /># rmmod [option] module<br /><br />lsmod. Berfungsi untuk melihat modul-modulapa saja yangtelahdi loadkesystem<br />6.9 File /etc/conf.modules<br />File ini adalah merupakan konfigurasi dari modul-modul yang akan dimuatkan ke kernel. Berikut adalah<br />contohdari isi/etc/modules.conf<br />--------------------------------------------------------------------<br /># alias net-pf-1 off # Unix<br /># alias net-pf-2 off # IPv4<br />alias net-pf-3 off # Raw sockets<br />alias net-pf-4 off # IPX<br />alias net-pf-5 off # DDP / appletalk<br />alias net-pf-6 off # Amateur Radio NET/ROM<br />alias net-pf-10 off # IPv6<br />alias net-pf-11 off # ROSE / Amateur Radio X.25 PLP<br />alias net-pf-19 off # Acorn Econet<br />alias char-major-10-130 softdog<br />alias char-major-10-175 agpgart<br />alias char-major-108 ppp_generic<br />alias /dev/ppp ppp_generic<br />alias tty-ldisc-3 ppp_async<br />alias tty-ldisc-14 ppp_synctty<br />alias ppp-compress-21 bsd_comp<br />alias ppp-compress-24 ppp_deflate<br />alias ppp-compress-26 ppp_deflate<br />Anton,Afri ,dan Wisesa OpenSource Campus Agreement<br /><br />AdministrasisistemLinux 24<br />alias loop-xfer-gen-0 loop_gen<br />alias loop-xfer-3 loop_fish2<br />alias loop-xfer-gen-10 loop_gen<br />alias cipher-2 des<br />alias cipher-3 fish2<br />alias cipher-4 blowfish<br />alias cipher-6 idea<br />alias cipher-7 serp6f<br />alias cipher-8 mars6<br />alias cipher-11 rc62<br />alias cipher-15 dfc2<br />alias cipher-16 rijndael<br />alias cipher-17 rc5<br />options ne io=0x300<br />alias parport_lowlevel parport_pc<br />alias char-major-10-144 nvram<br />----------------------------------------------------------------<br />Anton,Afri ,dan Wisesa OpenSource Campus Agreement<br /><br />Daftar Pustaka<br />[1] Sofyan,Ahmad(2000). MembangunLinux sebagaiIntranet/InternetServer. PenerbitYPTE, Jakarta.<br />[2] J.Kabir (2000). LinuxServerusingRed Hat 6.0.<br />[3] LinuxFundamental,INIXINDO<br />[4] Situshttp://NGELMU.DHS.ORG<br />[5] Situshttp://PANDU.DHS.ORG<br />[6] Milis linux-setup@linux.or.id<br />[7] Milis linux-admin@linux.or.id<br />[8] LinuxManual<br />[9] SystemAdministrationGuide.PERPUSTAKAAN DIGITAL TARTO JOGJAKARTAhttp://www.blogger.com/profile/11340625320119067674noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3754416655797455679.post-55169792914539340132008-01-19T08:43:00.001-08:002008-01-19T08:55:59.278-08:00Dasar dasar jaringan VOIPKuliah Berseri IlmuKomputer.Com<br />Copyright © 2003 IlmuKomputer.Com<br /><br />Dasar dasar jaringan VOIP<br /><br />M.Iskandarsyah H<br />iis_harahap@telkom.net<br /><br /><br />Lisensi Dokumen:<br />Copyright © 2003 IlmuKomputer.Com<br />Seluruh dokumen di IlmuKomputer.Com dapat digunakan, dimodifikasi dan<br />disebarkan secara bebas untuk tujuan bukan komersial (nonprofit), dengan syarat<br />tidak menghapus atau merubah atribut penulis dan pernyataan copyright yang<br />disertakan dalam setiap dokumen. Tidak diperbolehkan melakukan penulisan ulang,<br />kecuali mendapatkan ijin terlebih dahulu dari IlmuKomputer.Com.<br /><br /><br />1. Pendahuluan<br />Voice over Internet Protocol (VoIP) adalah teknologi yang mampu melewatkan trafik suara, video<br />dan data yang berbentuk paket melalui jaringan IP. Jaringan IP sendiri adalah merupakan jaringan<br />komunikasi data yang berbasis packet-switch, jadi dalam bertelepon menggunakan jaringan IP atau<br />Internet. Dengan bertelepon menggunakan VoIP, banyak keuntungan yang dapat diambil<br />diantaranya adalah dari segi biaya jelas lebih murah dari tarif telepon tradisional, karena jaringan IP<br />bersifat global. Sehingga untuk hubungan Internasional dapat ditekan hingga 70%. Selain itu, biaya<br />maintenance dapat di tekan karena voice dan data network terpisah, sehingga IP Phone dapat di<br />tambah, dipindah dan di ubah. Hal ini karena VoIP dapat dipasang di sembarang ethernet dan IP<br />address, tidak seperti telepon tradisional yang harus mempunyai port tersendiri di Sentral atau PBX.<br /><br />Gambar 1 Diagram VOIP<br /><br />Perkembangan teknologi internet yang sangat pesat mendorong ke arah konvergensi dengan<br />teknologi komunikasi lainnya. Standarisasi protokol komunikasi pada teknologi VoIP seperti H.323<br />telah memungkinkan komunikasi terintegrasi dengan jaringan komunikasi lainnya seperti PSTN.<br />1<br /><br />Kuliah Berseri IlmuKomputer.Com<br />Copyright © 2003 IlmuKomputer.Com<br /><br /><br />Jaringan komunikasi yang telah luas tergelar di Indonesia adalah jaringan PSTN yang dikelola oleh<br />PT Telkom. Untuk percangan jaringan tersebut perlu ditentukan posisi Network Operation Center<br />(NOC) , Point Of Presence (POP), Router , Gateway maupun pembangunan link antar kota – kota<br />yang strategis dan efisien.<br /><br />Dalam perancangan jaringan VoIP, yang di tekankan kali ini adalah masalah delay dan Bandwidth.<br />Delay didefiniskan sebagai waktu yang dibutuhkan untuk mengirimkan data dari sumber (pengirim)<br />ke tujuan (penerima), sedangkan bandwidth adalah kecepatan maksimum yang dapat digunakan<br />untuk melakukan transmisi data antar komputer pada jaringan IP atau internet.<br /><br />1.1 Delay<br />Dalam perancangan jaringn VoIP, delay merupakan suatu permasalahan yang harus diperhitungkan<br />karena kualitas suara bagus tidaknya tergantung dari waktu delay. Besarnya delay maksimum yang<br />direkomendasikan oleh ITU untuk aplikasi suara adalah 150 ms, sedangkan delay maksimum dengan<br />kualitas suara yang masih dapat diterima pengguna adalah 250 ms. Delay end to end adalah jumlah<br />delay konversi suara analog – digital, delay waktu paketisasi atau bisa disebut juga delay panjang<br />paket dan delay jaringan pada saat t (waktu)<br /><br />Beberapa delay yang dapat mengganggu kualitas suara dalam perancangan jaringan VoIP dapat<br />dikelompokkan menjadi :<br />• Propagation delay (delay yang terjadi akibat transmisi melalui jarak antar pengirim dan<br />penerima)<br />• Serialization delay (delay pada saat proses peletakan bit ke dalam circuit)<br />• Processing delay (delay yang terjadi saat proses coding, compression, decompression dan<br />decoding)<br />• Packetization delay (delay yang terjadi saat proses paketisasi digital voice sample)<br />• Queuing delay (delay akibat waktu tunggu paket sampai dilayani)<br />• Jitter buffer ( delay akibat adanya buffer untuk mengatasi jitter)<br /><br />Selain itu parameter – parameter lain yang mempengaruhi adalah Quality of Service (QoS), agar<br />didapatkan hasil suara sama dengan menggunakan telepon tradisional (PSTN). Beberapa parameter<br />yang mempengaruhi QoS antara lain :<br />• Pemenuhan kebutuhan bandwidth<br />• Keterlambatan data(latency)<br />• Packet loss dan desequencing<br />• Jenis kompresi data<br />• Interopabilitas peralatan(vendor yang berbeda)<br />• Jenis standar multimedia yang digunakan(H.323/SIP/MGCP)<br /><br />Untuk berkomunikasi dengan menggunakan tehnologi VoIP yang harus real time adalah jitter, echo<br />dan loss packet.<br /><br />Jitter merupakan variasi delay yang terjadi akibat adanya selisih waktu atau interval antar<br />kedatangan paket di penerima. Untuk mengatasi jitter maka paket data yang datang dikumpulkan<br />dulu dalam jitter buffer selama waktu yang telah ditentukan sampai paket dapat diterima pada sisi<br />penerima dengan urutan yang benar. Echo disebabkan perbedaan impedansi dari jaringan yang<br />menggunakan four-wire dengan two-wire. Efek echo adalah suatu efek yang dialami mendengar<br />suara sendiri ketika sedang melakukan percakapan. Mendengar suara sendiri pada waktu lebih dari<br />25 ms dapat menyebabkan terhentinya pembicaraan. Loss packet (kehilangan paket) ketika terjadi<br />peak load dan congestion (kemacetan transmisi paket akibat padatnya traffic yang harus dilayani)<br />dalam batas waktu tertentu, maka frame (gabungan data payload dan header yang di transmisikan)<br />suara akan dibuang sebagaimana perlakuan terhadap frame data lainnya pada jaringan berbasis IP.<br />Salah satu alternatif solusi permasalahan di atas adalah membangun link antar node pada jaringan<br />2<br /><br />Kuliah Berseri IlmuKomputer.Com<br />Copyright © 2003 IlmuKomputer.Com<br /><br />VoIP dengan spesifikasi dan dimensi dengan QoS yang baik dan dapat mengantisipasi perubahan<br />lonjakan trafik hingga pada suatu batas tertentu.<br /><br />1.2 Bandwidth<br />Telah di jelaskan diatas bahwa bandwidth adalah kecepatan maksimum yang dapat digunakan untuk<br />melakukan transmisi data antar komputer pada jaringan IP atau internet. Dalam perancangan VoIP,<br />bandwidth merupakan suatu yang harus diperhitungkan agar dapat memenuhi kebutuhan pelanggan<br />yang dapat digunakan menjadi parameter untuk menghitung jumlah peralatan yang di butuhkan<br />dalam suatu jaringan. Perhitungan ini juga sangat diperlukan dalam efisiensi jaringan dan biaya serta<br />sebagai acuan pemenuhan kebutuhan untuk pengembangan di masa mendatang. Packet loss<br />(kehilangan paket data pada proses transmisi) dan desequencing merupakan masalah yang<br />berhubugnan dengan kebutuhan bandwidth, namun lebih dipengaruhi oleh stabilitas rute yang<br />dilewati data pada jaringan, metode antrian yang efisien, pengaturan pada router, dan penggunaan<br />kontrol terhadap kongesti (kelebihan beban data) pada jaringan. Packet loss terjadi ketika terdapat<br />penumpukan data pada jalur yang dilewati dan menyebabkan terjadinya overflow buffer pada router.<br /><br /><br />2. Protokol-Protokol Penunjang Jaringan VOIP<br /><br />2.1 Protokol TCP/IP<br />TCP/IP (Transfer Control Protocol/Internet Protocol) merupakan sebuah protokol yang digunakan<br />pada jaringan Internet. Protokol ini terdiri dari dua bagian besar, yaitu TCP dan IP. Ilustrasi<br />pemrosesan data untuk dikirimkan dengan menggunakan protokol TCP/IP diberikan pada gambar<br />dibawah ini.<br /><br /><br />Application Application<br /><br /><br />TCP/UDP TCP/UDP<br /><br /><br />IP IP<br /><br />Physical Physical<br /><br /><br /><br /><br />Gambar Mekanisme protokol TCP/IP<br /><br /><br />2.1.1 Application layer<br />Fungsi utama lapisan ini adalah pemindahan file. Perpindahan file dari sebuah sistem ke sistem<br />lainnya yang berbeda memerlukan suatu sistem pengendalian untuk menangatasi adanya ketidak<br />kompatibelan sistem file yang berbeda – beda. Protokol ini berhubungan dengan aplikasi. Salah satu<br />contoh aplikasi yang telah dikenal misalnya HTTP (Hypertext Transfer Protocol) untuk web, FTP<br />(File Transfer Protocol) untuk perpindahan file, dan TELNET untuk terminal maya jarak jauh.<br /><br /><br />2.1.2 TCP (Transmission Control Protocol)<br />Dalam mentransmisikan data pada layer Transpor ada dua protokol yang berperan yaitu TCP dan<br />UDP. TCP merupakan protokol yang connection-oriented yang artinya menjaga reliabilitas<br />hubungan komunikadasi end-to-end. Konsep dasar cara kerja TCP adalah mengirm dan menerima<br />segment – segment informasi dengan panjang data bervariasi pada suatu datagram internet. TCP<br />menjamin realibilitas hubungan komunikasi karena melakukan perbaikan terhadap data yang rusak,<br />hilang atau kesalahan kirim. Hal ini dilakukan dengan memberikan nomor urut pada setiap oktet<br />3<br /><br />Kuliah Berseri IlmuKomputer.Com<br />Copyright © 2003 IlmuKomputer.Com<br /><br />yang dikirimkan dan membutuhkan sinyal jawaban positif dari penerima berupa sinyal ACK<br />(acknoledgment). Jika sinyal ACK ini tidak diterima pada interval pada waktu tertentu, maka data<br />akan dikirikmkan kembali. Pada sisi penerima, nomor urut tadi berguna untuk mencegah kesalahan<br />urutan data dan duplikasi data. TCP juga memiliki mekanisme fllow control dengan cara<br />mencantumkan informasi dalam sinyal ACK mengenai batas jumlah oktet data yang masih boleh<br />ditransmisikan pada setiap segment yang diterima dengan sukses.<br /><br />Dalam hubungan VoIP, TCP digunakan pada saat signaling, TCP digunakan untuk menjamin setup<br />suatu call pada sesi signaling. TCP tidak digunakan dalam pengiriman data suara pada VoIP karena<br />pada suatu komunikasi data VoIP penanganan data yang mengalami keterlambatan lebih penting<br />daripada penanganan paket yang hilang.<br /><br /><br />2.1.3 User Datagram Protocol (UDP)<br />UDP yang merupakan salah satu protocol utama diatas IP merupakan transport protocol yang lebih<br />sederhana dibandingkan dengan TCP. UDP digunakan untuk situasi yang tidak mementingkan<br />mekanisme reliabilitas. Header UDP hanya berisi empat field yaitu source port, destination port,<br />length dan UDP checksum dimana fungsinya hampir sama dengan TCP, namun fasilitas checksum<br />pada UDP bersifat opsional.<br /><br />UDP pada VoIP digunakan untuk mengirimkan audio stream yang dikrimkan secara terus menerus.<br />UDP digunakan pada VoIP karena pada pengiriman audio streaming yang berlangsung terus<br />menerus lebih mementingkan kecepatan pengiriman data agar tiba di tujuan tanpa memperhatikan<br />adanya paket yang hilang walaupun mencapai 50% dari jumlah paket yang dikirimkan.(VoIP<br />fundamental, Davidson Peters, Cisco System,163)<br />Karena UDP mampu mengirimkan data streaming dengan cepat, maka dalam teknologi VoIP UDP<br />merupakan salah satu protokol penting yang digunakan sebagai header pada pengiriman data selain<br />RTP dan IP. Untuk mengurangi jumlah paket yang hilang saat pengiriman data (karena tidak<br />terdapat mekanisme pengiriman ulang) maka pada teknolgi VoIP pengiriman data banyak dilakukan<br />pada private network.<br /><br /><br />2.1.4 Internet Protocol (IP)<br />Internet Protocol didesain untuk interkoneksi sistem komunikasi komputer pada jaringan paket-<br />switched. Pada jaringan TCP/IP, sebuah komputer diidentifikasi dengan alamat IP. Tiap-tiap<br />komputer memiliki alamat IP yang unik, masing-masing berbeda satu sama lainnya. Hal ini<br />dilakukan untuk mencegah kesalahan pada transfer data. Terakhir, protokol data akses berhubungan<br />langsung dengan media fisik. Secara umum protokol ini bertugas untuk menangani pendeteksian<br />kesalahan pada saat transfer data. Untuk komunikasi datanya, Internet Protokol<br />mengimplementasikan dua fungsi dasar yaitu addressing dan fragmentasi.<br /><br />Salah satu hal penting dalam IP dalam pengiriman informasi adalah metode pengalamatan pengirim<br />dan penerima. Saat ini terdapat standar pengalamatan yang sudah digunakan yaitu IPv4 dengan<br />alamat terdiri dari 32 bit. Jumlah alamat yang diciptakan dengan IPv4 diperkirakan tidak dapat<br />mencukupi kebutuhan pengalamatan IP sehingga dalam beberapa tahun mendatang akan<br />diimplementasikan sistim pengalamatan yang baru yaitu IPv6 yang menggunakan sistim<br />pengalamatan 128 bit.<br /><br />Untuk memahami konsep dasar TCP/IP lebih mendetail dapat membaca buku karangan Onno W<br />Purbo atau dapat mencari di internet yang membahas tentang TCP/IP.<br /><br /><br /><br /><br /><br />4<br /><br />Kuliah Berseri IlmuKomputer.Com<br />Copyright © 2003 IlmuKomputer.Com<br /><br />3. H.323<br />VoIP dapat berkomunikasi dengan sistem lain yang beroperasi pada jaringan packet-switch. Untuk<br />dapat berkomunikasi dibutuhkan suatu standar sistem komunikasi yang kompatibel satu sama lain.<br />Salah satu standar komunikasi pada VoIP menurut rekomendasi ITU-T adalah H.323 (1995-1996).<br />Standar H.323 terdiri dari komponen, protokol, dan prosedur yang menyediakan komunikasi<br />multimedia melalui jaringan packet-based. Bentuk jaringan packet-based yang dapat dilalui antara<br />lain jaringan internet, Internet Packet Exchange (IPX)-based, Local Area Network (LAN), dan Wide<br />Area Network (WAN). H.323 dapat digunakan untuk layanan – layanan multimedia seperti<br />komunikasi suara (IP telephony), komunikasi video dengan suara (video telephony), dan gabungan<br />suara, video dan data.<br /><br />Gambar 2 Terminal pada jaringan paket<br />Tujuan desain dan pengembangan H.323 adalah untuk memungkinkan interoperabilitas dengan tipe<br />terminal multimedia lainnya. Terminal dengan standar H.323 dapat berkomunikasi dengan terminal<br />H.320 pada N-ISDN, terminal H.321 pada ATM, dan terminal H.324 pada Public Switched<br />Telephone Network (PSTN). Terminal H.323 memungkinkan komunikasi real time dua arah berupa<br />suara , video dan data.<br />3.1 Arsitektur H.323<br />Standar H.323 terdiri dari 4 komponen fisik yg digunakan saat menghubungkan komunikasi<br />multimedia point-to-point dan point-to-multipoint pada beberapa macam jaringan :<br />A. Terminal<br />B. Gateway<br />C. Gatekeeper<br />D. Multipoint Control Unit (MCU)<br /><br />• Terminal, Digunakan untuk komunikasi multimedia real time dua arah . Terminal H.323<br />dapat berupa personal computer (PC) atau alat lain yang berdiri sendiri yang dapat<br />menjalankan aplikasi multimedia.<br />• Gateway digunakan untuk menghubungkan dua jaringan yang berbeda yaitu antara jaringan<br />H.323 dan jaringan non H.323, sebagai contoh gateway dapat menghubungkan dan<br />menyediakan komunikasi antara terminal H.233 dengan jaringan telepon , misalnya: PSTN.<br />Dalam menghubungkan dua bentuk jaringan yang berbeda dilakukan dengan<br />menterjemankan protokol-protokol untuk call setup dan release serta mengirimkan<br />informasi antara jaringan yang terhubung dengan gateway. Namun demikian gateway tidak<br />dibutuhkan untuk komunikasi antara dua terminal H.323.<br />• Gatekeeper dapat dianggap sebagai otak pada jaringan H.323 karena merupakan titik yang<br />penting pada jaringan H.323.<br />5<br /><br />Kuliah Berseri IlmuKomputer.Com<br />Copyright © 2003 IlmuKomputer.Com<br /><br />• MCU digunakan untuk layanan konferensi tiga terminal H.323 atau lebih. Semua terminal<br />yang ingin berpartisipasi dalam konferensi dapat membangun hubungan dengan MCU<br />yang mengatur bahan-bahan untuk konferensi, negosiasi antara terminal-terminal untuk<br />memastikan audio atau video coder/decoder (CODEC). Menurut standar H.323 , sebuah<br />MCU terdiri dari sebuah Multipoint Controller (MC) dan beberapa Multipoint Processor<br />(MP). MC menangani negoisasi H.245 (menyangkut pensinyalan) antar terminal – terminal<br />untuk menenetukan kemampuan pemrosesan audio dan video . MC juga mengontrol dan<br />menentukan serangkaian audio dan video yang akan multicast. MC tidak menghadapi<br />secara langsung rangkainan media tersebut. Tugas ini diberikan pada MP yang melakukan<br />mix, switch, dan memproses audio, video, ataupun bit – bit data. Gatekeeper, gateway, dan<br />MCU secara logik merupakan komponen yang terpisah pada standar H.323 tetapi dapat<br />diimplementasikan sebagai satu alat secara fisik.<br /><br />Gambar 3 Arsitektur H.323<br /><br />3.2 Protocol pada H.323<br />Pada H.323 terdapat beberapa protocol dalam pengiriman data yang mendukung agar data terkirim<br />real-time. Dibawah ini dijelaskan beberapa protocol pada layer network dan transport.<br />3.2.1 RTP(Real-Time Protocol)<br />Adalah protocol yang dibuat untuk megkompensasi jitter dan desequencing yang terjadi pada<br />jaringan IP. RTP dapat digunakan untuk beberapa macam data stream yang realtime seperti data<br />suara dan data video. RTP berisi informasi tipe data yang di kirim, timestamps yang digunakan<br />untuk pengaturan waktu suara percakapan terdengar seperti sebagaimana diucapkan, dan sequence<br />numbers yang digunakan untuk pengurutan paket data dan mendeteksi adanya paket yang hilang.<br />6<br /><br />Kuliah Berseri IlmuKomputer.Com<br />Copyright © 2003 IlmuKomputer.Com<br /><br /><br />Gambar 3 Komponen RTP header<br /><br />RTP didesain untuk digunakan pada tansport layer, namun demikian RTP digunakan diatas UDP,<br />bukan pada TCP karena TCP tidak dapat beradaptasi pada pengerimiman data yang real-time dengan<br />keterlambatan yang relatif kecil seperti pada pengiriman data komunikasi suara.<br />Dengan menggunakan UDP yang dapat mengirimkan paket IP secara multicast, RTP stream yang di<br />bentuk oleh satu terminal dapat dikirimkan ke beberapa terminal tujuan.<br /><br /><br />3.2.2 RTCP(Real-Time Control Protocol)<br />Merupakan suatu protocol yang biasanya digunakan bersama-sama dengan RTP. RTCP digunakan<br />untuk mengirimkan paket control setiap terminal yang berpartisipasi pada percakapan yang<br />digunakan sebagai informasi untuk kualitas transmisi pada jaringan.<br /><br />Terdapa dua komponen penting pada paket RTCP, yang pertama adalah sender report yang<br />berisikan informasi banyaknya data yang dikirimkan, pengecekan timestamp pada header RTP dan<br />memastikan bahwa datanya tepat dengan timestamp-nya. Elemen yang kedua adalah receiver report<br />yang dikirimkan oleh penerima panggilan. Receiver report berisi informasi mengenai jumlah paket<br />yang hilang selama sesi percakapan, menampilkan timestamp terakhir dan delay sejak pengiriman<br />sender report yang terakhir.<br /><br /><br />3.2.3 RSVP(Resource Reservation Protocol)<br />RSVP bekerja pada layer transport. Digunakan untuk menyediakan bandwidth agar data suara yang<br />dikirimkan tidak mengalami delay ataupun kerusakan saat mencapai alamat tujuan unicast maupun<br />multicast.<br /><br />RSVP merupakan signaling protocol tambahan pada VoIP yang mempengaruhi QoS. RSVP bekerja<br />dengan mengirimkan request pada setiap node dalam jaringan yang digunakan untuk pengiriman<br />data stream dan pada setiap node RSVP membuat resource reservation untuk pengiriman data.<br />Resource reservation pada suatu node dilakukan dengan menjalankan dua modul yaitu admission<br />control dan policy control.<br /><br />Admission control digunakan untuk menentukan apakah suatu node tersebut memiliki resource yang<br />cukup untuk memenuhi QoS yang dibutuhkan. Policy control digunakan untuk menentukan apakah<br />user yang memiliki ijin administratif (administrative permission) untuk melakukan reservasi. Bila<br />terjadi kesalahan dalam aplikasi salah satu modul ini, akan terjadi RSVP error dimana request tidak<br />akan dipenuhi. Bila kedua modul ini berjalan dengan baik, maka RSVP akan membentuk parameter<br />packet classifier dan packet scheduler. Packer Clasiffier menentukan kelas QoS untuk setiap paket<br />data yang digunakan untuk menentukan jalur yang digunakan untuk pengiriman paket data<br />berdasarkan kelasnya dan packet scheduler berfungsi untuk menset antarmuka (interface) tiap node<br />agar pengiriman paket sesuai dengan QoS yang diinginkan.<br />7<br /><br />Kuliah Berseri IlmuKomputer.Com<br />Copyright © 2003 IlmuKomputer.Com<br /><br />4. Standar Kompresi Data Suara<br />ITU-T (International Telecommunication Union – Telecommunication Sector) membuat beberapa<br />standar untuk voice coding yang direkomendasikan untuk implementasi VoIP. Beberapa standar<br />yang sering dikenal antara lain:<br /><br />4.1 G.711<br />Sebelum mengetahui lebih jauh apa itu G.711 sebelumnya diberikan sedikit gambaran singkat fungsi<br />dari kompresi. Sebuah kanal video yang baik tanpa di kompresi akan mengambil bandwidth sekitar<br />9Mbps. Sebuah kanal suara (audio) yang baik tanpa di kompresi akan mengambil bandwidth sekitar<br />64Kbps. Dengan adanya teknik kompresi, kita dapat menghemat sebuah kanal video menjadi sekitar<br />30Kbps dan kanal suara menjadi 6Kbps (half-duplex), artinya sebuah saluran Internet yang tidak<br />terlalu cepat sebetulnya dapat digunakan untuk menyalurkan video dan audio sekaligus. Tentunya<br />untuk kebutuhkan konferensi dua arah dibutuhkan double bandwidth, artinya minimal sekali kita<br />harus menggunakan kanal 64Kbps ke Internet. Dengan begitu suara / audio akan memakan<br />bandwidth jauh lebih sedikit di banding pengiriman gambar / video.<br /><br />G.711 adalah suatu standar Internasional untuk kompresi audio dengan menggunakan teknik Pulse<br />Code Modulation (PCM) dalam pengiriman suara. Standar ini banyak digunakan oleh operator<br />Telekomunikasi termasuk PT. Telkom sebagai penyedia jaringan telepon terbesar di Indonesia.<br /><br />PCM mengkonversikan sinyal analog ke bentuk digital dengan melakukan sampling sinyal analog<br />tersebut 8000 kali/detik dan dikodekan dalam kode angka. Jarak antar sampel adalah 125 µ detik.<br />Sinyal analog pada suatu percakapan diasumsikan berfrekuensi 300 Hz – 3400 Hz. Sinyal tersampel<br />lalu dikonversikan ke bentuk diskrit. Sinyal diskrit ini direpresentasikan dengan kode yang<br />disesuaikan dengan amplitudo dari sinyal sampel. Format PCM menggunakan 8 bit untuk<br />pengkodeannya. Laju transmisi diperoleh dengan mengkalikan 8000 sampel /detik dengan 8<br />bit/sampel, menghasilkan 64.000 bit/detik . Bit rate 64 kbps ini merupakan standar transmisi untuk<br />satu kanal telepon digital.<br /><br />Percakapan berupa sinyal analog yang melalui jaringan PSTN mengalami kompresi dan pengkodean<br />menjadi sinyal digital oleh PCM G.711 sebelum memasuki VoIP gateway . Pada VoIP gateway, di<br />bagian terminal, terdapat audio codec melakukan proses framing (pembentukan frame datagram IP<br />yang dikompresi) dari sinyal suara terdigitasi (hasil PCM G.711) dan juga melakukan rekonstruksi<br />pada sisi receiver. Frame - frame yang merupakan paket – paket informasi ini lalu di transmisikan<br />melalui jaringan IP dengan suatu standar komunikasi jaringan packet – based . Standar G.711<br />merupakan teknik kompresi yang tidak effisien, karena akan memakan bandwidth 64Kbps untuk<br />kanal pembicaraan. Agar bandwidtrh yang digunakan tidak besar dan tidak mengesampingkan<br />kualitas suara, maka solusi yang digunakan untuk pengkompresi diguanakan standar G.723.1.<br /><br />4.2 G.723.1<br />Pengkode sinyal suara G.723.1 adalah jenis pengkode suara yang direkomendasikan untuk terminal<br />multimedia dengan bit rate rendah. G.723.1 memiliki dual rate speech coder yang dapat di-switch<br />pada batas 5.3 kbit/s dan 6.3 kbit/s. Dengan memiliki dual rate speech coder ini maka G.723.1<br />memiliki fleksibilitas dalam beradaptasi terhadap informasi yang dikandung oleh sinyal suara.<br />G.723.1 dilengkapi dengan fasilitas untuk memperbagus sinyal suara hasil sintesis. Pada bagian<br />encoder G.723.1 dilengkapi dengan formant perceptual weighting filter dan harmonic noise shaping<br />filter sementara di bagian decoder-nya G.723.1 memiliki pitch postfilter dan formant postfilter<br />sehingga sinyal suara hasil rekonstruksi menjadi sangat mirip dengan aslinya. Sinyal eksitasi untuk<br />bit rate rendah dikodekan dengan Algebraic Code Excited Linier Prediction (ACELP) sedangkan<br />untuk rate tinggi dikodekan dengan menggunakan Multipulse Maximum Likelihood Quantization<br />(MP-MLQ). Rate yang lebih tinggi menghasilkan kualitas yang lebih baik. Masukan bagi G.723.1<br />adalah sinyal suara digital yang di-sampling dengan frekuensi sampling 8.000 Hz dan dikuantisasi<br />dengan PCM 16 bit. Delay algoritmik dari G.723.1 adalah 37.5 msec (panjang frame ditambah<br />8<br /><br />Kuliah Berseri IlmuKomputer.Com<br />Copyright © 2003 IlmuKomputer.Com<br /><br />lookahead), delay pemrosesannya sangat ditentukan oleh prosesor yang mengerjakan perhitungan-<br />perhitungan pada algoritma G.723.1. Dengan menggunakan DSP priosesor maka delay pemrosesan<br />dapat diperkecil. Selain itu kompresi data suara yang direkomendasikan ITU adalah G.726,<br />merupakan teknik pengkodean suara ADPCM dengan hasil pengkodean pada 40, 32, 24, dan 16<br />kbps. Biasanya juga digunakan pada pengiriman paket data pada telepon publik maupun peralatan<br />PBX yang mendukung ADPCM. G.728, merupakan teknik pengkodean suara CELP dengan hasil<br />pengkodean 16 kbps. G.729 merupakan pengkodean suara jenis CELP dengan hasil kompresi pada<br />8kbps.<br /><br />Berikut ini adalah tabel perbandingan beberapa teknik kompresi standar ITU-T.<br /> <br />Teknik Kompresi Bit Rate (Kbps) Sample size (ms) MOS<br />G.711 PCM 64 0,125 4,1<br />G.726 ADPCM 32 0,125 3,85<br />G.728 LD-CELP 16 0,625 3,61<br />G.729 CS-ACELP 8 10 3,92<br />G.723.1 MP-MLQ 6,3 30 3,9<br />G.723.1 ACELP 5,3 30 3,65<br />Sumber : Cisco Labs<br />Tabel 2 . 1 Perbandingan Teknik – teknik Kompresi Standar ITU – T<br /><br /><br />5. Perhitungan Besar Datagram IP<br /><br />Sekarang kita coba menghitung kebutuhan bandwith minimum untuk transmisi paket - paket data<br />VoIP pada jaringan packet – switch seperti jaringan IP. Pembahasan perhitungan kebutuhan<br />bandwith pada perancangan kali ini menggunakan teknik kompresi G .723.1 . Dua mode bit rate<br />G.723.1 adalah 6,3 Kbps dan 5,3 Kbps. Bit rate tersebut adalah angka keluaran dari coder dan belum<br />termasuk overhead transpor seperti header RTP/UDP/IP sebesar 40 byte. Durasi sampling G.723.1<br />adalah 30 ms . Berdasarkan referensi, bit rate keluaran G.723.1 dapat dihitung sebagai berikut :<br /><br />Compression Bit Sample MOS<br />Method Rate(kbps) Size (ms) Score<br />G.711 PCM 64 0.125 4.1<br />G.726 ADPCM 32 0.125 3.85<br />G.728 LD-CELP 15 0.625 3.61<br />G.729 CS-ACELP 8 10 3.92<br />G.729a CS- 8 10 3.7<br />ACELP<br />G.723.1 MP-MLQ 6.3 30 3.9<br />G.723.1 ACELP 5.3 30 3.65<br />Sumber : Olivier Hersent, ”IP Telephony “, halaman 343<br />Tabel 3.1 Perhitungan G.723.1<br />• Sedang pada bit rate 5,3 Kbps, besar payload data adalah (5300 bit x 0,03 detik) = 159 bit =<br />19,875 byte. Untuk mempermudah perhitungan dibulatkan menjadi 20 byte. Dalam setiap paket<br />IP dapat membawa 4 frame data payload. Jadi besar total data payload dalam satu paket IP<br />adalah 80 byte.<br />9<br /><br />Kuliah Berseri IlmuKomputer.Com<br />Copyright © 2003 IlmuKomputer.Com<br /><br />• Perhitungan besar payload data dengan bit rate 6,3 Kbps dengan durasi sampling 30 ms adalah<br />(6300 bit x 0,03 detik) = 189 bit = 23,625 byte. Untuk mempermudah perhitungan dibulatkan<br />menjadi 24 byte. Dalam setiap paket IP terdapat 4 frame data payload. Jadi besar total data<br />payload dalam satu paket IP adalah 96 byte.<br />• Pada sebuah datagram IP terdapat header overhead (IPv4+UDP+IP) sebesar 40 byte.<br />• Sebelum datagram IP ditransmisikan melalui physical layer akan di-enkapsulasi pada ethernet<br />dan ditambahkan header sejumlah 26 byte (berdasarkan model frame IEEE 802.3) .<br />• Total overhead header dalam setiap datagram yang telah dikodekan dan dienkapsulasi adalah 66<br />byte.<br />• Dapat dihitung besar sebuah paket IP berisi data suara yang telah dikodekan G.723.1 dengan bit<br />rate 5,3 Kbps adalah 146 byte atau 162 byte dengan bit rate 6 ,3 Kbps.<br />Untuk pembahasan lebih lanjut akan dikemukakan lebih mendetail faktor-faktor yang diakibatkan<br />oleh delay, dan juga penghitungan delay dengan menggunakan protokol H.323 dan kompresi suara<br />menggunakan G.723.1.<br /><br />Daftar Pustaka<br />1. Davidson, Jonathan “ Voice Over IP Fundamentals,” Cisco Press, 2000<br />2. Sungkono, Edy “Perangkat Lunak Kebutuhan Bandwidth untuk Link antar Kota,”<br />STTTelkom Bandung, 2002<br />3. www.cisco.com<br />4. www.aarnet.edu.auPERPUSTAKAAN DIGITAL TARTO JOGJAKARTAhttp://www.blogger.com/profile/11340625320119067674noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3754416655797455679.post-36090264397596995502008-01-19T08:43:00.000-08:002008-01-19T08:51:59.122-08:00Dasar dasar jaringan VOIPKuliah Berseri IlmuKomputer.Com<br />Copyright © 2003 IlmuKomputer.Com<br /><br /> Dasar dasar jaringan VOIP<br /><br />M.Iskandarsyah H<br />iis_harahap@telkom.net<br /><br /><br />Lisensi Dokumen:<br />Copyright © 2003 IlmuKomputer.Com<br />Seluruh dokumen di IlmuKomputer.Com dapat digunakan, dimodifikasi dan<br />disebarkan secara bebas untuk tujuan bukan komersial (nonprofit), dengan syarat<br />tidak menghapus atau merubah atribut penulis dan pernyataan copyright yang<br />disertakan dalam setiap dokumen. Tidak diperbolehkan melakukan penulisan ulang,<br />kecuali mendapatkan ijin terlebih dahulu dari IlmuKomputer.Com.<br /><br /><br />1. Pendahuluan<br />Voice over Internet Protocol (VoIP) adalah teknologi yang mampu melewatkan trafik suara, video<br />dan data yang berbentuk paket melalui jaringan IP. Jaringan IP sendiri adalah merupakan jaringan<br />komunikasi data yang berbasis packet-switch, jadi dalam bertelepon menggunakan jaringan IP atau<br />Internet. Dengan bertelepon menggunakan VoIP, banyak keuntungan yang dapat diambil<br />diantaranya adalah dari segi biaya jelas lebih murah dari tarif telepon tradisional, karena jaringan IP<br />bersifat global. Sehingga untuk hubungan Internasional dapat ditekan hingga 70%. Selain itu, biaya<br />maintenance dapat di tekan karena voice dan data network terpisah, sehingga IP Phone dapat di<br />tambah, dipindah dan di ubah. Hal ini karena VoIP dapat dipasang di sembarang ethernet dan IP<br />address, tidak seperti telepon tradisional yang harus mempunyai port tersendiri di Sentral atau PBX.<br /><br />Gambar 1 Diagram VOIP<br /><br />Perkembangan teknologi internet yang sangat pesat mendorong ke arah konvergensi dengan<br />teknologi komunikasi lainnya. Standarisasi protokol komunikasi pada teknologi VoIP seperti H.323<br />telah memungkinkan komunikasi terintegrasi dengan jaringan komunikasi lainnya seperti PSTN.<br /> 1<br /><br />Kuliah Berseri IlmuKomputer.Com<br />Copyright © 2003 IlmuKomputer.Com<br /><br /><br />Jaringan komunikasi yang telah luas tergelar di Indonesia adalah jaringan PSTN yang dikelola oleh<br />PT Telkom. Untuk percangan jaringan tersebut perlu ditentukan posisi Network Operation Center<br />(NOC) , Point Of Presence (POP), Router , Gateway maupun pembangunan link antar kota – kota<br />yang strategis dan efisien.<br /><br />Dalam perancangan jaringan VoIP, yang di tekankan kali ini adalah masalah delay dan Bandwidth.<br />Delay didefiniskan sebagai waktu yang dibutuhkan untuk mengirimkan data dari sumber (pengirim)<br />ke tujuan (penerima), sedangkan bandwidth adalah kecepatan maksimum yang dapat digunakan<br />untuk melakukan transmisi data antar komputer pada jaringan IP atau internet.<br /><br />1.1 Delay<br />Dalam perancangan jaringn VoIP, delay merupakan suatu permasalahan yang harus diperhitungkan<br />karena kualitas suara bagus tidaknya tergantung dari waktu delay. Besarnya delay maksimum yang<br />direkomendasikan oleh ITU untuk aplikasi suara adalah 150 ms, sedangkan delay maksimum dengan<br />kualitas suara yang masih dapat diterima pengguna adalah 250 ms. Delay end to end adalah jumlah<br />delay konversi suara analog – digital, delay waktu paketisasi atau bisa disebut juga delay panjang<br />paket dan delay jaringan pada saat t (waktu)<br /><br />Beberapa delay yang dapat mengganggu kualitas suara dalam perancangan jaringan VoIP dapat<br />dikelompokkan menjadi : <br />• Propagation delay (delay yang terjadi akibat transmisi melalui jarak antar pengirim dan<br />penerima)<br />• Serialization delay (delay pada saat proses peletakan bit ke dalam circuit)<br />• Processing delay (delay yang terjadi saat proses coding, compression, decompression dan<br />decoding)<br />• Packetization delay (delay yang terjadi saat proses paketisasi digital voice sample)<br />• Queuing delay (delay akibat waktu tunggu paket sampai dilayani)<br />• Jitter buffer ( delay akibat adanya buffer untuk mengatasi jitter) <br /><br />Selain itu parameter – parameter lain yang mempengaruhi adalah Quality of Service (QoS), agar<br />didapatkan hasil suara sama dengan menggunakan telepon tradisional (PSTN). Beberapa parameter<br />yang mempengaruhi QoS antara lain :<br />• Pemenuhan kebutuhan bandwidth<br />• Keterlambatan data(latency)<br />• Packet loss dan desequencing<br />• Jenis kompresi data<br />• Interopabilitas peralatan(vendor yang berbeda)<br />• Jenis standar multimedia yang digunakan(H.323/SIP/MGCP)<br /><br />Untuk berkomunikasi dengan menggunakan tehnologi VoIP yang harus real time adalah jitter, echo<br />dan loss packet. <br /><br />Jitter merupakan variasi delay yang terjadi akibat adanya selisih waktu atau interval antar<br />kedatangan paket di penerima. Untuk mengatasi jitter maka paket data yang datang dikumpulkan<br />dulu dalam jitter buffer selama waktu yang telah ditentukan sampai paket dapat diterima pada sisi<br />penerima dengan urutan yang benar. Echo disebabkan perbedaan impedansi dari jaringan yang<br />menggunakan four-wire dengan two-wire. Efek echo adalah suatu efek yang dialami mendengar<br />suara sendiri ketika sedang melakukan percakapan. Mendengar suara sendiri pada waktu lebih dari<br />25 ms dapat menyebabkan terhentinya pembicaraan. Loss packet (kehilangan paket) ketika terjadi<br />peak load dan congestion (kemacetan transmisi paket akibat padatnya traffic yang harus dilayani)<br />dalam batas waktu tertentu, maka frame (gabungan data payload dan header yang di transmisikan)<br />suara akan dibuang sebagaimana perlakuan terhadap frame data lainnya pada jaringan berbasis IP.<br />Salah satu alternatif solusi permasalahan di atas adalah membangun link antar node pada jaringan<br /> 2<br /><br />Kuliah Berseri IlmuKomputer.Com<br />Copyright © 2003 IlmuKomputer.Com<br /><br />VoIP dengan spesifikasi dan dimensi dengan QoS yang baik dan dapat mengantisipasi perubahan<br />lonjakan trafik hingga pada suatu batas tertentu.<br /><br />1.2 Bandwidth<br />Telah di jelaskan diatas bahwa bandwidth adalah kecepatan maksimum yang dapat digunakan untuk<br />melakukan transmisi data antar komputer pada jaringan IP atau internet. Dalam perancangan VoIP,<br />bandwidth merupakan suatu yang harus diperhitungkan agar dapat memenuhi kebutuhan pelanggan<br />yang dapat digunakan menjadi parameter untuk menghitung jumlah peralatan yang di butuhkan<br />dalam suatu jaringan. Perhitungan ini juga sangat diperlukan dalam efisiensi jaringan dan biaya serta<br />sebagai acuan pemenuhan kebutuhan untuk pengembangan di masa mendatang. Packet loss<br />(kehilangan paket data pada proses transmisi) dan desequencing merupakan masalah yang<br />berhubugnan dengan kebutuhan bandwidth, namun lebih dipengaruhi oleh stabilitas rute yang<br />dilewati data pada jaringan, metode antrian yang efisien, pengaturan pada router, dan penggunaan<br />kontrol terhadap kongesti (kelebihan beban data) pada jaringan. Packet loss terjadi ketika terdapat<br />penumpukan data pada jalur yang dilewati dan menyebabkan terjadinya overflow buffer pada router.<br /><br /><br />2. Protokol-Protokol Penunjang Jaringan VOIP<br /><br />2.1 Protokol TCP/IP<br />TCP/IP (Transfer Control Protocol/Internet Protocol) merupakan sebuah protokol yang digunakan<br />pada jaringan Internet. Protokol ini terdiri dari dua bagian besar, yaitu TCP dan IP. Ilustrasi<br />pemrosesan data untuk dikirimkan dengan menggunakan protokol TCP/IP diberikan pada gambar<br />dibawah ini.<br /><br /><br />Application Application <br /><br /><br />TCP/UDP TCP/UDP<br /><br /><br /> IP IP<br /><br /> Physical Physical<br /><br /><br /><br /><br />Gambar Mekanisme protokol TCP/IP<br /><br /><br />2.1.1 Application layer<br />Fungsi utama lapisan ini adalah pemindahan file. Perpindahan file dari sebuah sistem ke sistem<br />lainnya yang berbeda memerlukan suatu sistem pengendalian untuk menangatasi adanya ketidak<br />kompatibelan sistem file yang berbeda – beda. Protokol ini berhubungan dengan aplikasi. Salah satu<br />contoh aplikasi yang telah dikenal misalnya HTTP (Hypertext Transfer Protocol) untuk web, FTP<br />(File Transfer Protocol) untuk perpindahan file, dan TELNET untuk terminal maya jarak jauh.<br /><br /><br />2.1.2 TCP (Transmission Control Protocol)<br />Dalam mentransmisikan data pada layer Transpor ada dua protokol yang berperan yaitu TCP dan<br />UDP. TCP merupakan protokol yang connection-oriented yang artinya menjaga reliabilitas<br />hubungan komunikadasi end-to-end. Konsep dasar cara kerja TCP adalah mengirm dan menerima<br />segment – segment informasi dengan panjang data bervariasi pada suatu datagram internet. TCP<br />menjamin realibilitas hubungan komunikasi karena melakukan perbaikan terhadap data yang rusak,<br />hilang atau kesalahan kirim. Hal ini dilakukan dengan memberikan nomor urut pada setiap oktet<br /> 3<br /><br />Kuliah Berseri IlmuKomputer.Com<br />Copyright © 2003 IlmuKomputer.Com<br /><br />yang dikirimkan dan membutuhkan sinyal jawaban positif dari penerima berupa sinyal ACK<br />(acknoledgment). Jika sinyal ACK ini tidak diterima pada interval pada waktu tertentu, maka data<br />akan dikirikmkan kembali. Pada sisi penerima, nomor urut tadi berguna untuk mencegah kesalahan<br />urutan data dan duplikasi data. TCP juga memiliki mekanisme fllow control dengan cara<br />mencantumkan informasi dalam sinyal ACK mengenai batas jumlah oktet data yang masih boleh<br />ditransmisikan pada setiap segment yang diterima dengan sukses. <br /><br />Dalam hubungan VoIP, TCP digunakan pada saat signaling, TCP digunakan untuk menjamin setup<br />suatu call pada sesi signaling. TCP tidak digunakan dalam pengiriman data suara pada VoIP karena<br />pada suatu komunikasi data VoIP penanganan data yang mengalami keterlambatan lebih penting<br />daripada penanganan paket yang hilang.<br /><br /> <br />2.1.3 User Datagram Protocol (UDP) <br />UDP yang merupakan salah satu protocol utama diatas IP merupakan transport protocol yang lebih<br />sederhana dibandingkan dengan TCP. UDP digunakan untuk situasi yang tidak mementingkan<br />mekanisme reliabilitas. Header UDP hanya berisi empat field yaitu source port, destination port,<br />length dan UDP checksum dimana fungsinya hampir sama dengan TCP, namun fasilitas checksum<br />pada UDP bersifat opsional. <br /><br />UDP pada VoIP digunakan untuk mengirimkan audio stream yang dikrimkan secara terus menerus.<br />UDP digunakan pada VoIP karena pada pengiriman audio streaming yang berlangsung terus<br />menerus lebih mementingkan kecepatan pengiriman data agar tiba di tujuan tanpa memperhatikan<br />adanya paket yang hilang walaupun mencapai 50% dari jumlah paket yang dikirimkan.(VoIP<br />fundamental, Davidson Peters, Cisco System,163)<br />Karena UDP mampu mengirimkan data streaming dengan cepat, maka dalam teknologi VoIP UDP<br />merupakan salah satu protokol penting yang digunakan sebagai header pada pengiriman data selain<br />RTP dan IP. Untuk mengurangi jumlah paket yang hilang saat pengiriman data (karena tidak<br />terdapat mekanisme pengiriman ulang) maka pada teknolgi VoIP pengiriman data banyak dilakukan<br />pada private network.<br /><br /><br />2.1.4 Internet Protocol (IP) <br />Internet Protocol didesain untuk interkoneksi sistem komunikasi komputer pada jaringan paket-<br />switched. Pada jaringan TCP/IP, sebuah komputer diidentifikasi dengan alamat IP. Tiap-tiap<br />komputer memiliki alamat IP yang unik, masing-masing berbeda satu sama lainnya. Hal ini<br />dilakukan untuk mencegah kesalahan pada transfer data. Terakhir, protokol data akses berhubungan<br />langsung dengan media fisik. Secara umum protokol ini bertugas untuk menangani pendeteksian<br />kesalahan pada saat transfer data. Untuk komunikasi datanya, Internet Protokol<br />mengimplementasikan dua fungsi dasar yaitu addressing dan fragmentasi. <br /><br />Salah satu hal penting dalam IP dalam pengiriman informasi adalah metode pengalamatan pengirim<br />dan penerima. Saat ini terdapat standar pengalamatan yang sudah digunakan yaitu IPv4 dengan<br />alamat terdiri dari 32 bit. Jumlah alamat yang diciptakan dengan IPv4 diperkirakan tidak dapat<br />mencukupi kebutuhan pengalamatan IP sehingga dalam beberapa tahun mendatang akan<br />diimplementasikan sistim pengalamatan yang baru yaitu IPv6 yang menggunakan sistim<br />pengalamatan 128 bit. <br /><br />Untuk memahami konsep dasar TCP/IP lebih mendetail dapat membaca buku karangan Onno W<br />Purbo atau dapat mencari di internet yang membahas tentang TCP/IP.<br /><br /><br /><br /><br /><br /> 4<br /><br />Kuliah Berseri IlmuKomputer.Com<br />Copyright © 2003 IlmuKomputer.Com<br /><br />3. H.323 <br />VoIP dapat berkomunikasi dengan sistem lain yang beroperasi pada jaringan packet-switch. Untuk<br />dapat berkomunikasi dibutuhkan suatu standar sistem komunikasi yang kompatibel satu sama lain.<br />Salah satu standar komunikasi pada VoIP menurut rekomendasi ITU-T adalah H.323 (1995-1996).<br />Standar H.323 terdiri dari komponen, protokol, dan prosedur yang menyediakan komunikasi<br />multimedia melalui jaringan packet-based. Bentuk jaringan packet-based yang dapat dilalui antara<br />lain jaringan internet, Internet Packet Exchange (IPX)-based, Local Area Network (LAN), dan Wide<br />Area Network (WAN). H.323 dapat digunakan untuk layanan – layanan multimedia seperti<br />komunikasi suara (IP telephony), komunikasi video dengan suara (video telephony), dan gabungan<br />suara, video dan data. <br /><br />Gambar 2 Terminal pada jaringan paket<br />Tujuan desain dan pengembangan H.323 adalah untuk memungkinkan interoperabilitas dengan tipe<br />terminal multimedia lainnya. Terminal dengan standar H.323 dapat berkomunikasi dengan terminal<br />H.320 pada N-ISDN, terminal H.321 pada ATM, dan terminal H.324 pada Public Switched<br />Telephone Network (PSTN). Terminal H.323 memungkinkan komunikasi real time dua arah berupa<br />suara , video dan data.<br />3.1 Arsitektur H.323 <br />Standar H.323 terdiri dari 4 komponen fisik yg digunakan saat menghubungkan komunikasi<br />multimedia point-to-point dan point-to-multipoint pada beberapa macam jaringan : <br />A. Terminal <br />B. Gateway<br />C. Gatekeeper<br />D. Multipoint Control Unit (MCU)<br /><br />• Terminal, Digunakan untuk komunikasi multimedia real time dua arah . Terminal H.323<br />dapat berupa personal computer (PC) atau alat lain yang berdiri sendiri yang dapat<br />menjalankan aplikasi multimedia.<br />• Gateway digunakan untuk menghubungkan dua jaringan yang berbeda yaitu antara jaringan<br />H.323 dan jaringan non H.323, sebagai contoh gateway dapat menghubungkan dan<br />menyediakan komunikasi antara terminal H.233 dengan jaringan telepon , misalnya: PSTN.<br />Dalam menghubungkan dua bentuk jaringan yang berbeda dilakukan dengan<br />menterjemankan protokol-protokol untuk call setup dan release serta mengirimkan<br />informasi antara jaringan yang terhubung dengan gateway. Namun demikian gateway tidak<br />dibutuhkan untuk komunikasi antara dua terminal H.323. <br />• Gatekeeper dapat dianggap sebagai otak pada jaringan H.323 karena merupakan titik yang<br />penting pada jaringan H.323.<br /> 5<br /><br />Kuliah Berseri IlmuKomputer.Com<br />Copyright © 2003 IlmuKomputer.Com<br /><br />• MCU digunakan untuk layanan konferensi tiga terminal H.323 atau lebih. Semua terminal<br />yang ingin berpartisipasi dalam konferensi dapat membangun hubungan dengan MCU<br />yang mengatur bahan-bahan untuk konferensi, negosiasi antara terminal-terminal untuk<br />memastikan audio atau video coder/decoder (CODEC). Menurut standar H.323 , sebuah<br />MCU terdiri dari sebuah Multipoint Controller (MC) dan beberapa Multipoint Processor<br />(MP). MC menangani negoisasi H.245 (menyangkut pensinyalan) antar terminal – terminal<br />untuk menenetukan kemampuan pemrosesan audio dan video . MC juga mengontrol dan<br />menentukan serangkaian audio dan video yang akan multicast. MC tidak menghadapi<br />secara langsung rangkainan media tersebut. Tugas ini diberikan pada MP yang melakukan<br />mix, switch, dan memproses audio, video, ataupun bit – bit data. Gatekeeper, gateway, dan<br />MCU secara logik merupakan komponen yang terpisah pada standar H.323 tetapi dapat<br />diimplementasikan sebagai satu alat secara fisik.<br /><br />Gambar 3 Arsitektur H.323<br /><br />3.2 Protocol pada H.323<br />Pada H.323 terdapat beberapa protocol dalam pengiriman data yang mendukung agar data terkirim<br />real-time. Dibawah ini dijelaskan beberapa protocol pada layer network dan transport.<br />3.2.1 RTP(Real-Time Protocol)<br />Adalah protocol yang dibuat untuk megkompensasi jitter dan desequencing yang terjadi pada<br />jaringan IP. RTP dapat digunakan untuk beberapa macam data stream yang realtime seperti data<br />suara dan data video. RTP berisi informasi tipe data yang di kirim, timestamps yang digunakan<br />untuk pengaturan waktu suara percakapan terdengar seperti sebagaimana diucapkan, dan sequence<br />numbers yang digunakan untuk pengurutan paket data dan mendeteksi adanya paket yang hilang. <br /> 6<br /><br />Kuliah Berseri IlmuKomputer.Com<br />Copyright © 2003 IlmuKomputer.Com<br /><br /><br />Gambar 3 Komponen RTP header<br /><br />RTP didesain untuk digunakan pada tansport layer, namun demikian RTP digunakan diatas UDP,<br />bukan pada TCP karena TCP tidak dapat beradaptasi pada pengerimiman data yang real-time dengan<br />keterlambatan yang relatif kecil seperti pada pengiriman data komunikasi suara.<br />Dengan menggunakan UDP yang dapat mengirimkan paket IP secara multicast, RTP stream yang di<br />bentuk oleh satu terminal dapat dikirimkan ke beberapa terminal tujuan.<br /><br /><br />3.2.2 RTCP(Real-Time Control Protocol)<br />Merupakan suatu protocol yang biasanya digunakan bersama-sama dengan RTP. RTCP digunakan<br />untuk mengirimkan paket control setiap terminal yang berpartisipasi pada percakapan yang<br />digunakan sebagai informasi untuk kualitas transmisi pada jaringan. <br /><br />Terdapa dua komponen penting pada paket RTCP, yang pertama adalah sender report yang<br />berisikan informasi banyaknya data yang dikirimkan, pengecekan timestamp pada header RTP dan<br />memastikan bahwa datanya tepat dengan timestamp-nya. Elemen yang kedua adalah receiver report<br />yang dikirimkan oleh penerima panggilan. Receiver report berisi informasi mengenai jumlah paket<br />yang hilang selama sesi percakapan, menampilkan timestamp terakhir dan delay sejak pengiriman<br />sender report yang terakhir.<br /><br /><br />3.2.3 RSVP(Resource Reservation Protocol)<br />RSVP bekerja pada layer transport. Digunakan untuk menyediakan bandwidth agar data suara yang<br />dikirimkan tidak mengalami delay ataupun kerusakan saat mencapai alamat tujuan unicast maupun<br />multicast.<br /><br />RSVP merupakan signaling protocol tambahan pada VoIP yang mempengaruhi QoS. RSVP bekerja<br />dengan mengirimkan request pada setiap node dalam jaringan yang digunakan untuk pengiriman<br />data stream dan pada setiap node RSVP membuat resource reservation untuk pengiriman data.<br />Resource reservation pada suatu node dilakukan dengan menjalankan dua modul yaitu admission<br />control dan policy control.<br /><br />Admission control digunakan untuk menentukan apakah suatu node tersebut memiliki resource yang<br />cukup untuk memenuhi QoS yang dibutuhkan. Policy control digunakan untuk menentukan apakah<br />user yang memiliki ijin administratif (administrative permission) untuk melakukan reservasi. Bila<br />terjadi kesalahan dalam aplikasi salah satu modul ini, akan terjadi RSVP error dimana request tidak<br />akan dipenuhi. Bila kedua modul ini berjalan dengan baik, maka RSVP akan membentuk parameter<br />packet classifier dan packet scheduler. Packer Clasiffier menentukan kelas QoS untuk setiap paket<br />data yang digunakan untuk menentukan jalur yang digunakan untuk pengiriman paket data<br />berdasarkan kelasnya dan packet scheduler berfungsi untuk menset antarmuka (interface) tiap node<br />agar pengiriman paket sesuai dengan QoS yang diinginkan.<br /> 7<br /><br />Kuliah Berseri IlmuKomputer.Com<br />Copyright © 2003 IlmuKomputer.Com<br /><br />4. Standar Kompresi Data Suara<br />ITU-T (International Telecommunication Union – Telecommunication Sector) membuat beberapa<br />standar untuk voice coding yang direkomendasikan untuk implementasi VoIP. Beberapa standar<br />yang sering dikenal antara lain:<br /><br />4.1 G.711<br />Sebelum mengetahui lebih jauh apa itu G.711 sebelumnya diberikan sedikit gambaran singkat fungsi<br />dari kompresi. Sebuah kanal video yang baik tanpa di kompresi akan mengambil bandwidth sekitar<br />9Mbps. Sebuah kanal suara (audio) yang baik tanpa di kompresi akan mengambil bandwidth sekitar<br />64Kbps. Dengan adanya teknik kompresi, kita dapat menghemat sebuah kanal video menjadi sekitar<br />30Kbps dan kanal suara menjadi 6Kbps (half-duplex), artinya sebuah saluran Internet yang tidak<br />terlalu cepat sebetulnya dapat digunakan untuk menyalurkan video dan audio sekaligus. Tentunya<br />untuk kebutuhkan konferensi dua arah dibutuhkan double bandwidth, artinya minimal sekali kita<br />harus menggunakan kanal 64Kbps ke Internet. Dengan begitu suara / audio akan memakan<br />bandwidth jauh lebih sedikit di banding pengiriman gambar / video. <br /><br />G.711 adalah suatu standar Internasional untuk kompresi audio dengan menggunakan teknik Pulse<br />Code Modulation (PCM) dalam pengiriman suara. Standar ini banyak digunakan oleh operator<br />Telekomunikasi termasuk PT. Telkom sebagai penyedia jaringan telepon terbesar di Indonesia.<br /> <br />PCM mengkonversikan sinyal analog ke bentuk digital dengan melakukan sampling sinyal analog<br />tersebut 8000 kali/detik dan dikodekan dalam kode angka. Jarak antar sampel adalah 125 µ detik.<br />Sinyal analog pada suatu percakapan diasumsikan berfrekuensi 300 Hz – 3400 Hz. Sinyal tersampel<br />lalu dikonversikan ke bentuk diskrit. Sinyal diskrit ini direpresentasikan dengan kode yang<br />disesuaikan dengan amplitudo dari sinyal sampel. Format PCM menggunakan 8 bit untuk<br />pengkodeannya. Laju transmisi diperoleh dengan mengkalikan 8000 sampel /detik dengan 8<br />bit/sampel, menghasilkan 64.000 bit/detik . Bit rate 64 kbps ini merupakan standar transmisi untuk<br />satu kanal telepon digital.<br /><br />Percakapan berupa sinyal analog yang melalui jaringan PSTN mengalami kompresi dan pengkodean<br />menjadi sinyal digital oleh PCM G.711 sebelum memasuki VoIP gateway . Pada VoIP gateway, di<br />bagian terminal, terdapat audio codec melakukan proses framing (pembentukan frame datagram IP<br />yang dikompresi) dari sinyal suara terdigitasi (hasil PCM G.711) dan juga melakukan rekonstruksi<br />pada sisi receiver. Frame - frame yang merupakan paket – paket informasi ini lalu di transmisikan<br />melalui jaringan IP dengan suatu standar komunikasi jaringan packet – based . Standar G.711<br />merupakan teknik kompresi yang tidak effisien, karena akan memakan bandwidth 64Kbps untuk<br />kanal pembicaraan. Agar bandwidtrh yang digunakan tidak besar dan tidak mengesampingkan<br />kualitas suara, maka solusi yang digunakan untuk pengkompresi diguanakan standar G.723.1.<br /><br />4.2 G.723.1<br />Pengkode sinyal suara G.723.1 adalah jenis pengkode suara yang direkomendasikan untuk terminal<br />multimedia dengan bit rate rendah. G.723.1 memiliki dual rate speech coder yang dapat di-switch<br />pada batas 5.3 kbit/s dan 6.3 kbit/s. Dengan memiliki dual rate speech coder ini maka G.723.1<br />memiliki fleksibilitas dalam beradaptasi terhadap informasi yang dikandung oleh sinyal suara.<br />G.723.1 dilengkapi dengan fasilitas untuk memperbagus sinyal suara hasil sintesis. Pada bagian<br />encoder G.723.1 dilengkapi dengan formant perceptual weighting filter dan harmonic noise shaping<br />filter sementara di bagian decoder-nya G.723.1 memiliki pitch postfilter dan formant postfilter<br />sehingga sinyal suara hasil rekonstruksi menjadi sangat mirip dengan aslinya. Sinyal eksitasi untuk<br />bit rate rendah dikodekan dengan Algebraic Code Excited Linier Prediction (ACELP) sedangkan<br />untuk rate tinggi dikodekan dengan menggunakan Multipulse Maximum Likelihood Quantization<br />(MP-MLQ). Rate yang lebih tinggi menghasilkan kualitas yang lebih baik. Masukan bagi G.723.1<br />adalah sinyal suara digital yang di-sampling dengan frekuensi sampling 8.000 Hz dan dikuantisasi<br />dengan PCM 16 bit. Delay algoritmik dari G.723.1 adalah 37.5 msec (panjang frame ditambah<br /> 8<br /><br />Kuliah Berseri IlmuKomputer.Com<br />Copyright © 2003 IlmuKomputer.Com<br /><br />lookahead), delay pemrosesannya sangat ditentukan oleh prosesor yang mengerjakan perhitungan-<br />perhitungan pada algoritma G.723.1. Dengan menggunakan DSP priosesor maka delay pemrosesan<br />dapat diperkecil. Selain itu kompresi data suara yang direkomendasikan ITU adalah G.726,<br />merupakan teknik pengkodean suara ADPCM dengan hasil pengkodean pada 40, 32, 24, dan 16<br />kbps. Biasanya juga digunakan pada pengiriman paket data pada telepon publik maupun peralatan<br />PBX yang mendukung ADPCM. G.728, merupakan teknik pengkodean suara CELP dengan hasil<br />pengkodean 16 kbps. G.729 merupakan pengkodean suara jenis CELP dengan hasil kompresi pada<br />8kbps.<br /><br />Berikut ini adalah tabel perbandingan beberapa teknik kompresi standar ITU-T. <br /> <br />Teknik Kompresi Bit Rate (Kbps) Sample size (ms) MOS<br />G.711 PCM 64 0,125 4,1<br />G.726 ADPCM 32 0,125 3,85<br />G.728 LD-CELP 16 0,625 3,61<br />G.729 CS-ACELP 8 10 3,92<br />G.723.1 MP-MLQ 6,3 30 3,9<br />G.723.1 ACELP 5,3 30 3,65<br />Sumber : Cisco Labs<br />Tabel 2 . 1 Perbandingan Teknik – teknik Kompresi Standar ITU – T<br /><br /><br />5. Perhitungan Besar Datagram IP<br /><br />Sekarang kita coba menghitung kebutuhan bandwith minimum untuk transmisi paket - paket data<br />VoIP pada jaringan packet – switch seperti jaringan IP. Pembahasan perhitungan kebutuhan<br />bandwith pada perancangan kali ini menggunakan teknik kompresi G .723.1 . Dua mode bit rate<br />G.723.1 adalah 6,3 Kbps dan 5,3 Kbps. Bit rate tersebut adalah angka keluaran dari coder dan belum<br />termasuk overhead transpor seperti header RTP/UDP/IP sebesar 40 byte. Durasi sampling G.723.1<br />adalah 30 ms . Berdasarkan referensi, bit rate keluaran G.723.1 dapat dihitung sebagai berikut :<br /><br />Compression Bit Sample MOS<br />Method Rate(kbps) Size (ms) Score<br />G.711 PCM 64 0.125 4.1<br />G.726 ADPCM 32 0.125 3.85<br />G.728 LD-CELP 15 0.625 3.61<br />G.729 CS-ACELP 8 10 3.92<br />G.729a CS- 8 10 3.7<br />ACELP<br />G.723.1 MP-MLQ 6.3 30 3.9<br />G.723.1 ACELP 5.3 30 3.65<br />Sumber : Olivier Hersent, ”IP Telephony “, halaman 343<br />Tabel 3.1 Perhitungan G.723.1<br />• Sedang pada bit rate 5,3 Kbps, besar payload data adalah (5300 bit x 0,03 detik) = 159 bit =<br />19,875 byte. Untuk mempermudah perhitungan dibulatkan menjadi 20 byte. Dalam setiap paket<br />IP dapat membawa 4 frame data payload. Jadi besar total data payload dalam satu paket IP<br />adalah 80 byte.<br /> 9<br /><br />Kuliah Berseri IlmuKomputer.Com<br />Copyright © 2003 IlmuKomputer.Com<br /><br />• Perhitungan besar payload data dengan bit rate 6,3 Kbps dengan durasi sampling 30 ms adalah<br />(6300 bit x 0,03 detik) = 189 bit = 23,625 byte. Untuk mempermudah perhitungan dibulatkan<br />menjadi 24 byte. Dalam setiap paket IP terdapat 4 frame data payload. Jadi besar total data<br />payload dalam satu paket IP adalah 96 byte.<br />• Pada sebuah datagram IP terdapat header overhead (IPv4+UDP+IP) sebesar 40 byte. <br />• Sebelum datagram IP ditransmisikan melalui physical layer akan di-enkapsulasi pada ethernet<br />dan ditambahkan header sejumlah 26 byte (berdasarkan model frame IEEE 802.3) . <br />• Total overhead header dalam setiap datagram yang telah dikodekan dan dienkapsulasi adalah 66<br />byte.<br />• Dapat dihitung besar sebuah paket IP berisi data suara yang telah dikodekan G.723.1 dengan bit<br />rate 5,3 Kbps adalah 146 byte atau 162 byte dengan bit rate 6 ,3 Kbps. <br />Untuk pembahasan lebih lanjut akan dikemukakan lebih mendetail faktor-faktor yang diakibatkan<br />oleh delay, dan juga penghitungan delay dengan menggunakan protokol H.323 dan kompresi suara<br />menggunakan G.723.1.<br /><br />Daftar Pustaka<br />1. Davidson, Jonathan “ Voice Over IP Fundamentals,” Cisco Press, 2000<br />2. Sungkono, Edy “Perangkat Lunak Kebutuhan Bandwidth untuk Link antar Kota,”<br />STTTelkom Bandung, 2002<br />3. www.cisco.com <br />4. www.aarnet.edu.auPERPUSTAKAAN DIGITAL TARTO JOGJAKARTAhttp://www.blogger.com/profile/11340625320119067674noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3754416655797455679.post-90167906506080147132008-01-16T23:16:00.000-08:002008-01-16T23:18:54.631-08:00Akuntabilitas Sebuah Perpustakaan : Menuju Perpustakaan dengan Manajemen Modern<h3 style="text-align: center;" class="storytitle" id="post-6650876"><a href="http://oky.bloghi.com/2008/01/16/akuntabilitas-sebuah-perpustakaan-menuju-perpustakaan-dengan-manajemen-modern.html" rel="bookmark" title="Permanent Link: Akuntabilitas Sebuah Perpustakaan : Menuju Perpustakaan dengan Manajemen Modern">Akuntabilitas Sebuah Perpustakaan : Menuju Perpustakaan dengan Manajemen Modern</a></h3> <div class="meta"><div style="text-align: right;"> @ 01:18 AM (20 hours, 58 minutes ago) </div><div style="text-align: right;" id="textAdd"> <script type="text/javascript"><!-- google_ad_client = "pub-9640360136515584"; google_ad_width = 125; google_ad_height = 125; google_ad_format = "125x125_as"; google_ad_type = "text"; google_ad_channel ="0077307013"; google_color_border = "EEEEEE"; google_color_bg = "FFFFFF"; google_color_link = "000080"; google_color_url = "000000"; google_color_text = "000000"; //--></script> <script type="text/javascript" src="http://pagead2.googlesyndication.com/pagead/show_ads.js"> </script><iframe name="google_ads_frame" src="http://pagead2.googlesyndication.com/pagead/ads?client=ca-pub-9640360136515584&dt=1200554180671&lmt=1200554180&format=125x125_as&output=html&correlator=1200554180671&channel=0077307013&url=http%3A%2F%2Foky.bloghi.com%2F2008%2F01%2F16%2Fakuntabilitas-sebuah-perpustakaan-menuju-perpustakaan-dengan-manajemen-modern.html&color_bg=FFFFFF&color_text=000000&color_link=000080&color_url=000000&color_border=EEEEEE&ad_type=text&ref=http%3A%2F%2Foky.bloghi.com%2F2008%2F01%2F15%2Fpositioning-dalam-pemasaran-layanan-perpustakaan.html&cc=100&ga_vid=879019670.1200554181&ga_sid=1200554181&ga_hid=679617311&flash=9&u_h=768&u_w=1024&u_ah=738&u_aw=1024&u_cd=32&u_tz=420&u_his=26&u_java=true&u_nplug=8&u_nmime=21" marginwidth="0" marginheight="0" vspace="0" hspace="0" allowtransparency="true" frameborder="0" height="125" scrolling="no" width="125"></iframe> </div> </div> <br /><div style="text-align: center;">Oleh :<br /><br />Oky Widyanarko<br /></div><br /><div style="text-align: center;"> </div><h4 style="text-align: center;">ABSTRAK</h4> <p class="MsoBodyTextIndent"><!--[if !supportEmptyParas]--> <!--[endif]--><o:p></o:p><span style="font-size: 10pt;">Akuntabilitas dipandang penting dalam sebuah organisasi atau perusahaan. Proses Akuntabilitas sudah lama dilakukan oleh perusahaan-perusahaan dan lembaga birokrat di pemerintahan dengan tujuan untuk dapat memastikan apakah perusahaan atau lembaga itu telah berhasil mencapai tujuan seperti yang direncanakan dalam strategi manajemennya . Ada tiga factor penting dalam penilaian sebuah organisasi atau lembaga dalam kaitannya dengan akuntabilitas yaitu verifikasi penggunaan sumber daya yang tersedia, pencapaian target dan penilaian output yang dihasilkan.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyText"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><!--[if !supportEmptyParas]--> <!--[endif]--><o:p></o:p><br />Perpustakaan yang selama ini dianggap sebagai organisasi nirlaba kedepannya juga diharapkan mengikuti trend saat ini sebagai organisasi modern yang mempunyai tujuan dan strategi dalam pengembangannya. Diperlukan manajemen atau pengelolaan yang modern seperti perlunya perencanaan strategi, positioning perpustakaan, pengembngan produk dan strategi marketingnya , pengembangan SDM yang berkualitas sampai dengan masalah evaluasi atau akuntabilitas terhadap organisasi. Sebenarnya untuk organisasi seperti perpustakaan tidak boleh meremehkan apa arti akuntabilitas sebuah organisasi karena di dunia saat ini perusahaan hebat sekelas Boeing dan Microsoft pun tidak melupakan peran akuntabilitas organisasi yang hasilnya nanti dapat digunakan dalam penentuan strategi kebijakan perusahaan kedepan. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyText"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><!--[if !supportEmptyParas]--><!--[endif]--> KONSEP<span style=""> </span>DAN ARTI AKUNTABILITAS <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyText"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><!--[if !supportEmptyParas]--><!--[endif]--> Dalam definisi tradisional, Akuntabilitas adalah istilah umum untuk menjelaskan betapa sejumlah organisasi telah memperlihatkan bahwa mereka sudah memenuhi misi yang mereka emban ( BENVENISTE, Guy, : 1991). Definisi lain menyebutkan akuntabilitas </span><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">dapat diartikan sebagai kewajiban-kewajiban dari individu-individu atau penguasa yang dipercayakan untuk mengelola sumber-sumber daya publik dan yang bersangkutan dengannya untuk dapat menjawab hal-hal yang menyangkut pertanggungjawabannya. Akuntabilitas terkait erat dengan instrumen untuk kegiatan kontrol terutama dalam hal pencapaian hasil pada pelayanan publik dan menyampaikannya secara transparan kepada masyarakat ( ARIFIYADI, Teguh,: 2008 ). <strong><br /></strong></span></p><p class="MsoBodyText"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><strong> </strong><br />Konsep tentang Akuntabilitas secara harfiah dalam bahasa inggris biasa disebut dengan accoutability yang diartikan sebagai “yang dapat dipertanggungjawabkan”. Atau dalam kata sifat disebut sebagai accountable. Lalu apa bedanya dengan responsibility yang juga diartikan sebagai “tanggung jawab”. Pengertian accountability dan responsibility seringkali diartikan sama. Padahal maknanya jelas sangat berbeda. Beberapa ahli menjelaskan bahwa dalam kaitannya dengan birokrasi, responsibility merupakan otoritas yang diberikan atasan untuk melaksanakan suatu kebijakan. Sedangkan accountability merupakan kewajiban untuk menjelaskan bagaimana realisasi otoritas yang diperolehnya tersebut.<br /></span></p><p class="MsoBodyText"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"> Berkaitan dengan istilah akuntabilitas, Sirajudin H Saleh dan Aslam Iqbal berpendapat bahwa akuntabilitas merupakan sisi-sisi sikap dan watak kehidupan manusia yang meliputi akuntabilitas internal dan eksternal seseorang. Dari sisi internal seseorang akuntabilitas merupakan pertanggungjawaban orang tersebut kepada Tuhan-nya. Sedangkan akuntabilitas eksternal seseorang adalah akuntabilitas orang tersebut kepada lingkungannya baik lingkungan formal (atasan-bawahan) maupun lingkungan masyarakat.<br /></span></p><p class="MsoBodyText"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"> Deklarasi Tokyo mengenai petunjuk akuntabilitas publik menetapkan pengertian akuntabilitas yakni kewajiban-kewajiban dari individu-individu atau penguasa yang dipercayakan untuk mengelola sumber-sumber daya publik dan yang bersangkutan dengannya untuk dapat menjawab hal-hal yang menyangkut pertanggungjawaban fiskal,<span style=""> </span>manajeria dan program. Ini berarti bahwa akuntabilitas berkaitan dengan pelaksanaan evaluasi (penilaian) mengenai standard pelaksanaan kegiatan, apakah standar yang dibuat sudah tepat dengan situasi dan kondisi yang dihadapi, dan apabila dirasa sudah tepat, manajemen memiliki tanggung jawab untuk mengimlementasikan standard-standard tersebut.</span><span style="font-family: Verdana;"> </span><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">Akuntabilitas juga merupakan instrumen untuk kegiatan kontrol terutama dalam pencapaian hasil pada pelayanan publik. Dalam hubungan ini, diperlukan evaluasi kinerja yang dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pencapaian hasil serta cara-cara yang digunakan untuk mencapai semua itu. Pengendalian (control) sebagai bagian penting dalam manajemen yang baik adalah hal yang saling menunjang dengan akuntabilitas. Dengan kata lain pengendalian tidak dapat berjalan efisien dan efektif bila tidak ditunjang dengan mekanisme akuntabilitas yang baik demikian juga sebaliknya.<br /></span></p><p class="MsoBodyText"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"> Media akuntabilitas yang memadai dapat berbentuk laporan yang dapat mengekspresikan pencapaian tujuan melalui pengelolaan sumber daya suatu organisasi, karena pencapaian tujuan merupakan salah satu ukuran kinerja individu maupun unit organisasi. Tujuan tersebut dapat dilihat dalam rencana stratejik organisasi, rencana kinerja, dan program kerja tahunan, dengan tetap berpegangan pada Rencana Jangka Panjang dan Menengah (RJPM) dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Media akuntabilitas lain yang cukup efektif dapat berupa laporan tahunan tentang pencapaian tugas pokok dan fungsi dan target-target serta aspek penunjangnya seperti aspek keuangan, aspek sarana dan prasarana, aspek sumber daya manusia dan lain-lain<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyText"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="">PERPUSTAKAAN YANG "ACCOUNTABLE"</span><br /> <!--[if !supportLineBreakNewLine]--><br /> <!--[endif]--></span><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><o:p></o:p></span><span style="font-family: Verdana; font-style: normal;"></span><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana; font-weight: normal;">Dalam definisi seperti yang telah dikemukakan di atas tuntutan terhadap perpustakaan sebagai organisasi publik tentunya tidak hanya sekedar menjadi “Responsibility Library” tetapi juga sekaligus “Accountable Library” atau perpustakaan yang bertanggungjawab kepada publiknya . Publik disini dapat diartikan sebagai pemakai (user), </span><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style=""> </span></span><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana; font-weight: normal;">karyawan (pustakawan dan pekerja perpustakaan)</span><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">, </span><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana; font-weight: normal;">pemilik perpustakaan (pemerintah, Yayasan, LSM dsb ) dan lingkungan dalam segala aspek yang berkaitan dengan operasional perpustakaan. Sehingga di masa dating perpustakaan dapat menjadi organisasi atau institusi yang mempunyai tanggung jawab Sosial Perusahaan</span><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"> </span><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana; font-weight: normal;">atau</span><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"> </span><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana; font-weight: normal;">Corporate Social Responsibility</span><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"> </span><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana; font-weight: normal;">(selanjutnya dalam artikel akan disingkat CSR) atau penulis mempunyai gagasan baru dapat menjadi Library Social Responsibilty atau LSR dimana tolak ukurnya adalah dimilikinya identitas sebagai accountable library tadi. Dalam kaitannya dengan akuntabilitas terhadap perpustakaan saat ini mungkin perpustakaan nasional dan perpustakaan daerah dapat dijadikan contoh.<span style=""> </span>Regulasi dari pemerintah berupa Peraturan </span><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style=""> </span></span><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana; font-weight: normal;">Inpres RI Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah</span><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"> </span><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana; font-weight: normal;"><span style=""> </span>dapat menjadi pedoman perpustakaan-perpustakaan birokratis atau milik negara sebagai acuan atau tolak ukur<span style=""> </span>sebuah “library accountable” . Meskipun secara umum di dunia kepustakawanan belum dikenal standar akuntabilitas khusus bagi pengelolaan perpustakaan namun beberapa perpustakaan di luar negeri banyak mengadopsi ukuran-ukuran akuntabilitas seperti AA1000, Global Reporting Initiative, Verite, SA800,iSO14000 dan iSO9001. ISO 9001 lebih dikenal di Indonesia sebagai standar mutu internasional pengelolaan organisasi. Penerapan ISO di organisasi berguna untuk :<o:p></o:p></span></p> <h3 style="margin-left: 0.5in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 10pt; font-family: Symbol; font-weight: normal;">·<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana; font-weight: normal;">Meningkatkan citra organisasi<o:p></o:p></span></h3> <h3 style="margin-left: 0.5in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 10pt; font-family: Symbol; font-weight: normal;">·<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana; font-weight: normal;">Meningkatkan kinerja lingkungan organisasi<o:p></o:p></span></h3> <h3 style="margin-left: 0.5in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 10pt; font-family: Symbol; font-weight: normal;">·<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana; font-weight: normal;">Meningkatkan efisiensi kegiatan<o:p></o:p></span></h3> <h3 style="margin-left: 0.5in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 10pt; font-family: Symbol; font-weight: normal;">·<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana; font-weight: normal;">Memperbaiki manajemen organisasi dengan menerapkan perencanaan, pelaksanaan, pengukuran dan tindakan perbaikan (<i>plan, do, check, act</i>)<o:p></o:p></span></h3> <h3 style="margin-left: 0.5in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 10pt; font-family: Symbol; font-weight: normal;">·<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana; font-weight: normal;">Meningkatkan penataan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan dalam hal pengelolaan lingkungan</span><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"> </span><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana; font-weight: normal;"><o:p></o:p></span></h3> <h3 style="margin-left: 0.5in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 10pt; font-family: Symbol; font-weight: normal;">·<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana; font-weight: normal;">Mengurangi resiko usaha<o:p></o:p></span></h3> <h3 style="margin-left: 0.5in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 10pt; font-family: Symbol; font-weight: normal;">·<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana; font-weight: normal;">Meningkatkan daya saing<o:p></o:p></span></h3> <h3 style="margin-left: 0.5in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 10pt; font-family: Symbol; font-weight: normal;">·<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana; font-weight: normal;">Meningkatkan komunikasi internal dan hubungan baik dengan berbagai pihak yang berkepentingan</span><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"> </span><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana; font-weight: normal;"><o:p></o:p></span></h3> <h3 style="margin-left: 0.5in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 10pt; font-family: Symbol; font-weight: normal;">·<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana; font-weight: normal;">Mendapat kepercayaan dari konsumen/mitra kerja/pemodal <o:p></o:p></span></h3> <h3 style="margin-left: 0.25in; text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><!--[if !supportEmptyParas]--> <!--[endif]--><o:p></o:p></span></h3> <h3 style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana; font-weight: normal;">INDIKATOR AKUNTABILITAS PERPUSTAKAAN <o:p></o:p></span></h3> <p style="text-align: justify;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">Menurut Guy Benveniste dalam bukunya yang berjudul Birokrasi ada 3 jenis intervensi akuntabilitas dalam sebuah organisasi yang dapat dipakai oleh sebuah perpustakaan<o:p></o:p></span></p> <p style="margin-left: 40.5pt; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">1.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">Pertama, berkaitan dengan verifikasi penggunaan sumber-sumber organisasi. Sumber-sumber organisasi seperti halnya perpustakaan dapat berupa modal atau anggaran, sumber daya manusia ( pustakawan dan pekerja perpustakaan ), sarana dan prasarana yang meliputi gedung perpustakaan dan fasilitasnya. Pembuatan laporan keuangan secara rutin yang telah diaudit dengan standar akuntansi yang diakui pemerintah atau internasional oleh pihak yang capable. Indikator lainnya tentu dari hasil assesment atau penilaian oleh Badan akreditasi yang diakui pemerintah misalnya Badan Akreditasi Nasional (BAN) Departemen Pendidikan Nasional. Untuk itu perpustakaan selalu dituntut untuk menyiapkan laporan tahunan yang tentunya selalu up to date<o:p></o:p></span></p> <p style="margin-left: 40.5pt; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">2.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">Mengacu pada target, program, implementasi dan evaluasi output tertentu yang diharapkan. Hal ini tentu berkaitan dengan strategi manajemen sebuah perpustakaan sehingga perencanaan program kerja, pengorganisasian atau konsolidasi, implementasi dan kontrol terhadap pelaksanaan program akan dievaluasi pada tahap akhirnya apakah sesuai dengan rencana atau tujuan yang diharapkan. Sebagai contoh sebuah perpustakaan daerah meluncurkan produk perpustakaan keliling yang diharapkan tujuannya untuk membina minat baca anak-anak sekolah atau anak-anak di daerah pelosok. Tapi kenyataannya segmen yang dituju kurang tepat misalnya mahasiswa dan hanya terbatas di kota besar saja. Tentu saja hal tersebut telah menyimpang sehingga berpengaruh terhadap penilaian sebuah perpustakaan yang accountable tadi.<o:p></o:p></span></p> <p style="margin-left: 40.5pt; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">3.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">Mengacu pada evaluasi eksternal terhadap output sebuah produk yang dihasilkan perpustakaan. Sebagai contoh apakah produk katalog online perpustakaan (OPAC) akan bernilai tinggi dimana keterbatasan akan sarana telekomunikasi sangat tinggi. Tentu produk tersebut tidak tepat dan bernilai rendah. Ketidakmampuan perpustakaan melihat kondisi pasar dalam hal ini user akan sangat berpengaruh. Tidak adanya fasilitas komputer dan sarana telekomunikasi akan membuat user atau pemakai memilih kembali pada katalog manual misalnya. Penilaian produk yang dihasilkan dari hasil program awal sebuah perpustakaan dapat dinilai dari respon pengguna perpustakaan. Jika pasar atau user sebuah perpustakaan antusias menerimanya hal ini dapat menjadi point tinggi bagi perpustakaan yang accountable tadi.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyText"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><!--[if !supportEmptyParas]--> PENUTUP<!--[endif]--><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyText"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><!--[if !supportEmptyParas]--> <!--[endif]--></span><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">Akuntabilitas sebuah perpustakaan dalam era kompetisi saat ini sangat berpengaruh pada<span style=""> </span>positioning perpustakaan, Jika indikator akuntabilitasnya baik maka pasar atau user akan merespon positif dan membuat posisi perpustakaan sebagai penyedia jasa yang capable atau dapat dipercaya sekaligus predictable atau dapat diperkirakan mutunya akan tetap kuat posisinya di pasar penyedia jasa informasi. Sebaliknya jika pasar atau pengguna merespon negatif maka perpustakaan harus segera berbenah diri dengan melakukan evaluasi terhadap indikator-indikator dari akuntabilitas sebuah perpustakan yang bertanggungjawab kepada publiknya. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyText"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><!--[if !supportEmptyParas]--> <!--[endif]--><o:p></o:p></span></p> <p style="margin: 0in 0in 0.0001pt; text-align: center;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><!--[if !supportEmptyParas]--> <!--[endif]--><o:p></o:p></span><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style="font-weight: bold;">DAFTAR PUSTAKA</span> <!--[endif]--><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyText" style="margin-left: 39.75pt; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 10pt; font-family: Symbol;">·<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]--><strong><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana; font-weight: normal;">ARIFIYADI, Teguh, </span></strong><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">Konsep tentang Akuntabilitas dan Implementasinya di Indonesia, <a href="http://www.depkominfo.go.id/portal/?act=detail&mod=artikel_itjen&view=1&id=BRT070511110601">http://www.depkominfo.go.id/portal/?act=detail&mod=artikel_itjen&view=1&id=BRT070511110601</a>, akses 12 Januari 2008</span><b><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 39.75pt; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 10pt; font-family: Symbol;">·<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">BENVENISTE, Guy, Birokrasi, Jakarta : Rajawali, 1991</span><b><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 39.75pt; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 10pt; font-family: Symbol;">·<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">INDONESIA, Inpres RI Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, 1999</span><b><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 39.75pt; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 10pt; font-family: Symbol;">·<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">ISO, http://id.wikipedia.org/wiki/iso/, akses 16 Januari 2008</span><b><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 39.75pt; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 10pt; font-family: Symbol;">·<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">ISO 9001, <a href="http://id.wikipedia.ord/wiki/iso-9001">http://id.wikipedia.ord/wiki/iso-9001</a>, akses 16 Januari 2008</span><b><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoBodyText" style="margin-left: 39.75pt; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 10pt; font-family: Symbol;">·<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">SALEH, Sirajudin H<span style=""> </span>& Aslam Iqbal, “Accountability”, Chapter I in a Book “Accountability The Endless Prophecy” edited by Sirajudin H Saleh and Aslam Iqbal, Asian and Pacific Develompent Centre, 1995.</span><b><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoBodyText" style="margin-left: 39.75pt; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 10pt; font-family: Symbol;">·<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">SALIM, Peter dan Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Edisi pertama, Jakarta : Modern English Press, 1991</span><b><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoBodyText" style="margin-left: 39.75pt; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 10pt; font-family: Symbol;">·<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, <b><o:p></o:p></b></span></p> <p class="MsoBodyText" style="margin-left: 21.75pt;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style=""> </span><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Tanggung_jawab_sosial_perusahaan">http://id.wikipedia.org/wiki/Tanggung_jawab_sosial_perusahaan</a>, akses tanggal<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyText" style="margin-left: 21.75pt;"><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><span style=""> </span>12 Januari 2008<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyText" style="margin-left: 39.75pt; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 10pt; font-family: Symbol;">·<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;">TROUT, Jack, Yang Terbaru tentang Strategi Bisnis Nomor Satu Dunia, Jakarta ; Gramedia Pustaka Utama, 1997</span><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><o:p></o:p></span></p> <b><span style="font-size: 10pt; font-family: Verdana;"><!--[if !supportEmptyParas]--> http://oky.bloghi.com/2008/01/16/akuntabilitas-sebuah-perpustakaan-menuju-perpustakaan-dengan-manajemen-modern.html<br /></span></b>PERPUSTAKAAN DIGITAL TARTO JOGJAKARTAhttp://www.blogger.com/profile/11340625320119067674noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3754416655797455679.post-88276370450717122752008-01-16T23:11:00.000-08:002008-01-16T23:14:11.202-08:00Positioning" Dalam Pemasaran Layanan Perpustakaan<h3 style="text-align: center;" class="storytitle" id="post-6650772"><a href="http://oky.bloghi.com/2008/01/15/positioning-dalam-pemasaran-layanan-perpustakaan.html" rel="bookmark" title="Permanent Link: " positioning="" dalam="" pemasaran="" layanan="" perpustakaan="">"Positioning" Dalam Pemasaran Layanan Perpustakaan</a></h3> <div class="meta"><div style="text-align: right;"> @ 02:45 AM (1 day, 17 hours ago) </div><div style="text-align: right;" id="textAdd"> <script type="text/javascript"><!-- google_ad_client = "pub-9640360136515584"; google_ad_width = 125; google_ad_height = 125; google_ad_format = "125x125_as"; google_ad_type = "text"; google_ad_channel ="0077307013"; google_color_border = "EEEEEE"; google_color_bg = "FFFFFF"; google_color_link = "000080"; google_color_url = "000000"; google_color_text = "000000"; //--></script> <script type="text/javascript" src="http://pagead2.googlesyndication.com/pagead/show_ads.js"> </script><iframe name="google_ads_frame" src="http://pagead2.googlesyndication.com/pagead/ads?client=ca-pub-9640360136515584&dt=1200545823765&lmt=1200545794&format=125x125_as&output=html&correlator=1200545823765&channel=0077307013&url=http%3A%2F%2Foky.bloghi.com%2F2008%2F01%2F15%2Fpositioning-dalam-pemasaran-layanan-perpustakaan.html&color_bg=FFFFFF&color_text=000000&color_link=000080&color_url=000000&color_border=EEEEEE&ad_type=text&ref=http%3A%2F%2Fwww.google.co.id%2Fsearch%3Fq%3DPemasaran%2BLayanan%2BInformasi%2B%26btnG%3DTelusuri%26hl%3Did&cc=100&ga_vid=390501044.1200545824&ga_sid=1200545824&ga_hid=462546284&flash=9&u_h=768&u_w=1024&u_ah=738&u_aw=1024&u_cd=32&u_tz=420&u_his=25&u_java=true&u_nplug=8&u_nmime=21" marginwidth="0" marginheight="0" vspace="0" hspace="0" allowtransparency="true" frameborder="0" height="125" scrolling="no" width="125"></iframe> </div> </div> <br /><div style="text-align: center;">Oleh :<br /><br />Oky Widyanarko<br /></div><br /><br /><p align="center">ABSTRAK </p><blockquote><p align="justify">Positioning merupakan salah satu strategi pemasaran yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan modern saat ini. Perpustakaan yang awalnya mempunyai konsep sebagai institusi nirlaba mulai mengadopsi strategi ini untuk berkembang menjadi perpustakaan modern yang inovatif dan berusaha kreatif menjual produk jasanya. Positioning sendiri tidak terlepas dari hal-hal yang bersifat regulasi, Membangun citra atau brand image pasar dan melakukan repositioning dan strategi diferensiasi jika dikemudain hari produk mereka masuk ke dalam hukum “product Life Cycle” </p></blockquote><p> </p><p align="justify">Strategi pemasaran sangat penting dalam menentukan perjalanan ke depan sebuah perusahaan agar tetap eksis dalam kancah persaingan usaha. Strategi pemasaran modern yang dikembangkan Hermawan Kartajaya dengan konsep sembilan elemen pemasarannya atau milik Michael Porter dengan model “ The Five Forces” banyak diadopsi dan diadaptasikan di banyak perusahaan kelas dunia, misalnya Intel, Lux, Amazon dan The Body Shop. Salah satu unsur terpenting dari strategi pemasaran itu adalah “positioning”. Apakan strategi positioning juga dapat diadaptasikan kepada perusahaan jasa. Jawabannya adalah pasti dapat,termasuk di dalamnya sebuah institusi perpustakaan yang dulu selalu dikenal sebagai organisasi nirlaba. Perpustakaan modern saat ini tentu telah banyak merubah strategi organisasinya agar tetap eksis dalam kompetisi dengan melakukan “reposition” visi dan misi organisasi termasuk menjual produk layanan informasi kepada segmen pasar yang telah mereka tentukan sendiri di masa awal ketika berdiri. Perpustakaan Perguruan tinggi mempunyai segmen pasar yaitu kelompok mahasiswa dan pengajar, perpustakaan umum atau daerah mempunyai segmen pasar masyarakat umum demikian pula dengan perpustakaan khusus yang menjual produk jasanya kepada kalangan tertentu atau khusus. </p><p>“POSITIONING” APA DAN BAGAIMANA </p><p align="justify">Dalam definisi tradisional, Positioning sering disebut sebagai strategi untuk memenangi dan menguasai benak pelanggan melalui produk yang kita tawarkan (Kartajaya, Hermawan : 2004 :11). Hermawan Kartajaya dalam bukunya “ Hermawan Kartajaya on Positioning mempunyai definisi sendiri. Positioning didefinisikan sebagai the strategy to lead your customer credible, yaitu upaya mengarahkan pelanggan anda secara kredibel atau dengan kata lain upaya untuk membangun dan mendapatkan kepercayaan pelanggan. Semakin kredibel anda di mata pelanggan, semakin kukuh pula positioning anda. </p><p>PERAN REGULASI DALAM MENENTUKAN “POSITIONING” PERPUSTAKAAN </p><p align="justify">Peran Regulasi dapat menentukan positioning sebuah perpustakaan, sebagai contoh dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1990 tentang Wajib Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam, maka Perpustakaan Nasional dan jaringan dibawahnya merupakan satu-satunya organisasi yang mempunyai otoritas dalam pengumpulan koleksi-koleksi karya cetak dan karya rekam dari seluruh penerbit di Indonesia. Positioning perpustakaan Nasional sangat kuat tentunya dengan brand image perpustakaan terlengkap koleksinya di Indonesia, sehingga pemustaka/pengguna perpustakaan otomastis akan tergantung kepada perpustakaan Nasional. Contoh lain adalah Perpustakaan Umum DKI dengan SK Gubernur No. 499 tahun 1996. Positioning Perpusda DKI akan semakin kuat karena dengan regulasi tersebut masing-masing unit atau satuan kerja di lingkungan Pemprov DKI wajib memberikan sembilan karya cetak untuk dikoleksi Perpusda DKI. Perpusda DKI akan mempunyai brand image di masyarakat sebagai perpustakaan dengan koleksi lokal DKI Jakarta terlengkap di Indonesia tentunya. Pada beberapa Perpustakaan Perguruan Tinggi, Statuta Universitas merupakan senjata ampuh untuk memposisikan Perpustakaan sebagai “ Center of Learning”. </p><p>MOTTO PERPUSTAKAAN DAN POSITIONING </p><p align="justify">Motto dapat dijadikan sebagai alat atau senjata untuk mengarahkan masyarakat agar mengetahui Positioning sebuah perusahaan dalam menjual produk barang atau jasanya. Sebagai contoh Coca Cola yang memposisikan dirinya sebagai “ The Real Thing” alias Cola yang Orisinil dan Klasik. Dengan semboyan atau motto tersebut Coca Cola berusaha mengarahkan atau memberi citra kepada masyarakat bahwa selain Coca Cola minuman Cola lainnya adalah pasti palsu. Sebaliknya sebagai tandingan atau competitor, Pepsi berusaha membangun citra dirinya dengan sebutan “ Generation Next” dan menganggap Coca Cola sebagai terlalu tua. Jika diibaratkan sebagai perusahaan yang menjual jasa maka perpustakaan dalam menentukan posisinya dapat memberikan semboyan atau motto yang mudah dikenal oleh masyarakat sehingga brand image terhadap produk dan perpustakaan sebagai produsennya akan diingat selalu oleh pengguna perpustakaan. Di beberapa perpustakaan Amerika Serikat telah banyak yang mengadopsi positioning ini, diantaranya Biomedical Library University of California dengan “"Connect, reflect, research, discover" , Royal Hospital Central library dengan motto “Quality has to be Seen to be Believed, Perpustakaan Universitas Minnesota di AS yang dikenal sebagai “ Human Right Of Library”. Di Indonesia ada beberapa perpustakaan yang telah mengembangkan strategi positioning ini seperti perpustakaan Petra Surabaya dengan konsep “Perpustakaan Tanpa Dinding (Library Without Walls)” ketika memulai terbentuknya jaringan PetraNet dengan menyediakan layanan akses internet bagi penggunanya dan mulai mengembangkan layanan online pada tahun 1996, Perpustakaan Universitas Surabaya dengan “One Stop Information Service Provider”, Moto “melayani dengan cinta” milik perpustakaan ITS.</p><p> BRAND IMAGE DALAM PEMASARAN LAYANAN PERPUSTAKAAN </p><p align="justify">Menentukan “ Brand Image” yang akan dijual oleh perpustakaan sangatlah penting. Beberapa marketer dalam dunia marketing membedakan aspek psikologi merk dengan aspek pengalaman. Aspek pengalaman merupakan gabungan seluruh point pengalaman berinteraksi dengan merk, atau sering disebut brand experience. Aspek psikologis, sering direferensikan sebagai brand image, adalah citra yang dibangun dalam alam bawah sadar konsumen melalui informasi dan ekspektasi yang diharapkan melalui produk atau jasa. Pendekatan yang menyeluruh dalam membangun merk meliputi struktur merk, bisnis dan manusia yang terlibat dalam produk. Sebagai Contoh Perpustakaan Umum DKI Jakarta tentu mempunyai produk local content mengenai Jakarta baik buku tentang sejarah Jakarta, Peraturan daerah, statistik kota Jakarta dan sebagainya, sehingga produk atau koleksi yang dimiliki oleh perpusda DKI Jakarta dapat dijadikan brand image bagi perpustakaan tersebut. Dengan brand image tersebut, Perpusda DKI Jakarta mencoba membangun citra dan mengarahkan masyarakat sehingga mereka para pemustaka atau pengguna perpustakaan mengerti bahwa hanya Perpusda DKI Jakarta sajalah yang memiliki koleksi terlengkap mengenai seluk beluk kota Jakarta. Strategi tersebut juga dikembangkan oleh beberapa perpustakaan daerah di era 80-an dengan produk layanan terkenalnya mobil perpustakaan keliling, PDII-LIPI dengan produk kemasan informasi digitalnya, Perpustakaan Khusus lainnya seperti Perpustakaan Bung Hatta, Japan Foundation ,British Council, Produk Spectra dari Perpustakaan Petra, KCM dari Kompas, Sampoerna Corner milik perpustakaan ITS, Amcor milik perpustakaan Universitas Airlangga Surabaya. </p><p>INOVATIF DAN KREATIF </p><p align="justify">Agar positioning tetap kuat maka perpustakaan yang diibaratkan sebagai perusahaan jasa yang menyediakan informasi harus tetap inovatif dan kreatif dalam membangun brand image kepada pengguna perpustakaan. Positioning akan berubah jika nantinya ada kompetitor yang lebih baik dalam menawarkan jasa dan berhasil membangun brand image yang ditawarkan. Tapi hukum alam marketing tentunta akan terus berjalan yaitu product life cycle dimana produk yang telah menjadi unggulan dan merupakan the best brand image bagi perpustakaan akan ada masa surutnya, maka kebijaksanaan internal Perpustakaan harus segera melakukan repositioning dengan melakukan diferensiasi produk jasa. Pustakawan dan SDM Perpustakaan yang inovatif dan kreatiflah sebagai kunci, maka benar kata Jact Trout seorang pakar marketing yaitu Diferentiatie or Die , berbeda atau mati.</p><p align="justify"> PENUTUP </p><p align="justify">Dalam menentukan positioning, sebuah perusahaan tidak terlepas dari hal-hal yang menguntungkan maupun merugikan bagi dirinya. Regulasi adalah salah satu penyebabnya. Ketika zaman orde baru sebelum diberlakukannya UU anti Monopoli maka posisi perusahaan sekelas Telkom dan Pertamina sangant kuat. Tanpa harus bermarketingpun mereka akan tetap dapat memeras pundi-pundi emas. Sebaliknya ketika diberlakukan UU anti monopoli maka perusahaan-perusahaan tersebut segera melakukan repositioning dan differensiasi. Perpustakaan bisa mengambil pelajaran dari strategi marketing modern. Regulasi dalam menetukan keberadaan perpustakaan dapat menjadi modal awal untuk menentukan segmen pasar yang dituju dan menentukan brand image kepada calon user atau pengguna sebelum produk jasa yang akan ditawarkan di pasarkan. Perpustakaan jangan terlalu takut mengambil resiko dengan berpikir apakah produk yang ditawarkan akan laku atau tidak karena yang menilai sebuah produk adalah user atau pengguna dengan berbagai persepsi yang berkembang di masyarakat. Perpustakaan tentunya hanya berusaha melakukan positioning agar brand imagenya tetap kuat di mata user atau pengguna perpustakaan </p><p>DAFTAR PUSTAKA </p><p>* Biomedical Library, Dramatically Renovated, Plans Colorful Dedication, http://www.universityofcalifornia.edu/news/article/8471, akses 24 Nopember 2007 </p><p>* Central Medical Library Royal Hospital, http://www.rhcml.com/about.asp, diakses 24 Nopember 2007 </p><p>* Dengan Diberlakukannya Otonomi Daerah, UU No. 4/1990 tentang Wajib Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam Perlu Direvisi, http://www.pnri.go.id/official_v2005.5/activities/news/index.asp?box=detail&id=200671215117&from_box=list&page=15&search_keyword=, akses tanggal 23 Nopember 2007 </p><p>* Djatin, Jusni dan Sri Hartinah, PENGEMASAN DAN PEMASARAN INFORMASI : PENGALAMAN PDII-LIPI, www.consal.org.sg/webupload/forums/attachments/2277.doc, akses 29 Nopember 2007 </p><p>* KARTAJAYA, Hermawan, Hermawan Kertajaya On Positioning, Bandung : Mizan, 2006 </p><p>* KOTLER, Philip, Manajemen Pemasaran : Analisis, Perencanaan, Implementasi, dan Kontrol, 9th.ed. Vol.1, Jakarta : Prehallindo, 1997 </p><p>* KOTLER, Philip, Manajemen Pemasaran : Analisis, Perencanaan, Implementasi, dan Kontrol, 9th.ed. Vol.2, Jakarta : Prehallindo, 1997 </p><p>* ·Perpustakaan ITS: Melayani DenganCinta,http://ww.its.ac.id/berita.php?nomer=2715, akses 29 Nopember 2007 </p><p>* RUHIMAT,Perpustakaan Perlu Wajah Baru, http://www.jplh.or.id/elnv4/topik/artikel/perpustakaan_perlu_wajah_baru.html, akses tanggal 23 Nopember 2007 </p><p>* TROUT, Jack, Big Brands Big Trouble : Pelajaran Berharga dari Merk-Merk Ternama, Jakarta : Elangga, 2002 </p>* TROUT, Jack, Yang Terbaru tentang Strategi Bisnis Nomor Satu Dunia, Jakarta ; Gramedia Pustaka Utama, 1997PERPUSTAKAAN DIGITAL TARTO JOGJAKARTAhttp://www.blogger.com/profile/11340625320119067674noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3754416655797455679.post-70170068985284272942008-01-16T21:31:00.001-08:002008-01-16T21:42:59.235-08:00PROFESIONALISME PUSTAKAWAN DI ERA GLOBAL<p class="MsoTitle" style="line-height: 150%; text-align: center;"><span style="line-height: 150%;font-size:16;" >PROFESIONALISME PUSTAKAWAN DI ERA GLOBAL<o:p></o:p></span></p><div style="text-align: center;"> </div><p style="text-align: center;" class="MsoSubtitle"><span style="font-weight: normal;">Oleh :<o:p></o:p></span></p><div style="text-align: center;"> </div><p class="MsoSubtitle" style="line-height: 200%; text-align: center;"><span style="font-weight: normal;"><span style=""> </span>Achmad </span><a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3754416655797455679#_ftn1" name="_ftnref1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-weight: normal;font-family:Wingdings;" ><span style="">¯</span></span></span></a><span style="font-weight: normal;"><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoSubtitle" style="text-align: left; line-height: 200%;" align="left"><span style="font-style: normal;">PENDAHULUAN<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 200%;">Di<span style=""> </span>era global<span style=""> </span>saat ini dimana informasi membludak, profesi pustakawan terus menjadi sorotan. Memang…diharapkan profesi ini mampu mengelola banjir informasi yang berdampak luas pada masyarakat. Sebelum membicarakan era global-era Internet, dan ketrampilan pustakawan untuk menghadapinya, maka penulis sedikit menyinggung tentang persyaratan profesi. Menurut Abraham Flexner yang dikutip Wirawan (1993) profesi paling tidak harus memenuhi 5 persyaratan sbb : (1) profesi itu merupakan pekerjaan intelektual, maksudnya menggunakan intelegensia yang bebas yang diterapkan pada problem dengan tujuan untuk memahaminya dan menguasainya; (2) Profesi merupakan pekerjaan saintifik berdasarkan pengetahuan yang berasal dari sains; (3) Profesi merupakan pekerjaan praktikal, artinya bukan melulu teori akademik tetapi dapat diterapkan dan dipraktekkan; (4) Profesi terorganisasi secara sistematis. <st1:city><st1:place>Ada</st1:place></st1:city> standar cara melaksanakannya dan mempunyai tolok ukur hasilnya; (5) Profesi-profesi merupakan pekerjaan altruisme yang berorientasi kepada masyarakat yang dilayaninya bukan kepada diri profesionalisme. Sedangkan profesionalisme menunjukkan ide, aliran, isme yang bertujuan mengembangkan profesi, agar profesi dilaksanakan oleh profesional dengan mengacu kepada norma-norma, standar dan kode etik serta memberikan layanan terbaik kepada klien. </p> <p class="MsoBodyTextIndent">Dari uraian di atas jelas, bahwa pustakawan adalah sebuah profesi. Dan bagaimana dengan tantangan ke depan? Dari sinilah penulis berangkat menuangkan pemikiran agar dapat memberi masukan, serum, dorongan, semangat agar profesi pustakawan dapat lebih bermanfaat dan menggigit kepada masyarakat secara luas utamanya di era global yang sarat tantangan saat ini. </p> <h2 style="margin-top: 12pt; line-height: 200%;"><span style="font-style: normal;">ERA GLOBAL-ERA INTERNET<o:p></o:p></span></h2> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 200%;">Era global telah merambah dan melanda semua orang tidak terkecuali pustakawan. Era global membuka mata hati bahwa didalam kehidupan ini kita perlu orang lain dimanapun tanpa mengenal batas. Perkembangan teknologi komunikasi dan telekomunikasi seperti Internet dapat mengubah banyak orang menjadi kosmopolitan. Picasso yang dikutip Muis (2001) mengatakan bahwa dunia telah menjadi kosmopolitan dan kita saling mempengaruhi satu sama lain. </p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 200%;">Internet dengan muatan-muatan bisnis, pendidikan dsb, telah mampu mempengaruhi pola pikir kita semua. Ia telah mengubah kehidupan secara drastis. Ia telah mereformasi sejumlah praktek-praktek bisnis kuno. Amazon.com misalnya telah mengubah<span style=""> </span>wajah industri eceran dan distribusi menjadi sedemikian revolusioner. Film <i style="">Blair Watch Project</i> menggunakan Internet sebagai media yang kreatif dan murah untuk mempromosikan film mereka. Hanya dengan bermodalkan<span style=""> </span>$15.000, situs<i style=""> Blair Witch Project</i> berdiri. Tak kurang dari 75 juta orang telah mengunjungi situs itu. Dan ketika diputar, film ini menghasilkan rekor penjualan tiket tak kurang dari 100 juta dolar (Kurnia, ….). Sungguh tidak terbayangkan hanya dengan memasukkan nomer <i style="">credit card</i> pada “secure server” sebuah<span style=""> </span>bisnis maya barang yang diinginkan datang pada saatnya. Jadi tidak perlu lagi montang – manting ke Bank untuk membeli bank draft dan mengirimkannya. Praktis, hemat waktu, uang dan tenaga. Bukan main.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 200%;">Internet sudah menjadi suatu media pilihan untuk mendapatkan informasi aktual dan faktual. Walaupun Internet bukanlah <i style="">panacea,</i> satu-satunya pilihan,<span style=""> </span>namun sudah menjadi harapan utama untuk mendapatkan informasi aktual.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt; line-height: 200%;">Tantangan ini akan semakin ramai dan kompetitif tajam dengan realisasi<span style=""> </span><i style="">AFTA 2003 (Asean Free Frade Area) </i>– perdagangan bebas antara negara <i style="">Asean.<span style=""> </span></i>Perdagangan bebas ini berarti akan terjadi antara lain :</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 200%;"><!--[if !supportLists]--><span style="">1.<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span><!--[endif]-->Banjirnya tenaga <st1:country-region><st1:place>Malaysia</st1:place></st1:country-region> dsb di <st1:country-region><st1:place>Indonesia</st1:place></st1:country-region>, terutama untuk pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan bahasa Inggris dan ketrampilam khusus.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 200%;"><!--[if !supportLists]--><span style="">2.<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span><!--[endif]-->Pada lingkungan pekerjaan bahasa Inggris akan lebih dominan dibanding bahasa <st1:country-region><st1:place>Indonesia</st1:place></st1:country-region>.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 200%;"><!--[if !supportLists]--><span style="">3.<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span><!--[endif]-->Lapangan pekerjaan akan melimpah ruah bagi orang-orang yang memiliki kualifikasi dan kemampuan kerja tinggi, mampu berkomunikasi secara internasional dan mempunyai wawasan luas.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 200%;"><!--[if !supportLists]--><span style="">4.<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span><!--[endif]-->Kematian bagi orang-orang yang buta komputer atau buta bahasa Inggris. Kematian dalam arti tidak bisa berkembang. Pada saat itu buta komputer hampir identik dengan buta huruf (Mahayana, 1995).</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 200%;">Penggunaan Internet untuk pendidikan cukup menonjol dan cukup ampuh dalam upaya memperkini ilmu pengetahuan pada pemakainya. Pemanfaatan Internet untuk pendidikan misalnya :</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt; line-height: 200%;"><!--[if !supportLists]--><span style="">1.<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span><!--[endif]-->Perpustakaan Online </p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt; line-height: 200%;"><!--[if !supportLists]--><span style="">2.<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span><!--[endif]-->Buku online & jurnal online</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt; line-height: 200%;"><!--[if !supportLists]--><i style=""><span style="">3.<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span></i><!--[endif]-->Pembelajaran jarak jauh <i style="">(distance learning)<o:p></o:p></i></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt; line-height: 200%;"><!--[if !supportLists]--><span style="">4.<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span><!--[endif]-->Pendaftaran kuliah online</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt; line-height: 200%;"><!--[if !supportLists]--><span style="">5.<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span><!--[endif]-->Kuliah & tugas kuliah</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt; line-height: 200%;"><!--[if !supportLists]--><span style="">6.<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span><!--[endif]-->dsb</p> <p class="MsoBodyText" style="line-height: 200%;">Keampuhan Internet di Era global sebagai media pengaruh cukup signifikan terhadap budaya tradisional. Internet mampu menggeser budaya hidup masyarakat, misalnya : … masyarakat menjadi semakin longgar (permisif) terhadap perilaku yang untuk beberapa tahun yang lalu kurang enak dipandang kini menjadi biasa. … perilaku remaja (dan juga orang tua) yang begitu longgar terhadap pergaulan yang menjurus kepada penyimpangan norma agama (Suyono, 1999). Disamping itu era global menurut Abidin (1999) mampu : </p> <p class="MsoBodyText" style="margin-left: 36pt; text-indent: -36pt; line-height: 200%;"><!--[if !supportLists]--><span style="">1.<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span><!--[endif]-->Mengubah pola hidup, seperti :</p> <p class="MsoBodyText" style="margin-left: 72pt; text-indent: -54pt; line-height: 200%;"><!--[if !supportLists]--><span style="">a)<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span><!--[endif]-->dari agraris tradisional menjadi masyarakat industri modern</p> <p class="MsoBodyText" style="margin-left: 72pt; text-indent: -54pt; line-height: 200%;"><!--[if !supportLists]--><span style="">b)<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span><!--[endif]-->dari lamban ke serba cepat</p> <p class="MsoBodyText" style="margin-left: 72pt; text-indent: -54pt; line-height: 200%;"><!--[if !supportLists]--><span style="">c)<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span><!--[endif]-->dari berasas nilai sosial menjadi konsumeris materialistis</p> <p class="MsoBodyText" style="margin-left: 72pt; text-indent: -54pt; line-height: 200%;"><!--[if !supportLists]--><span style="">d)<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span><!--[endif]-->dari tata kehidupan tergantung<span style=""> </span>dari alam kepada menguasai alam</p> <p class="MsoBodyText" style="margin-left: 36pt; text-indent: -36pt; line-height: 200%;"><!--[if !supportLists]--><span style="">2.<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span><!--[endif]-->Membawa perubahan perilaku, terutama pada generasi muda (para remaja), seperti :</p> <p class="MsoBodyText" style="margin-left: 36pt; text-indent: -18pt; line-height: 200%;"><!--[if !supportLists]--><span style="">a)<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span><!--[endif]-->…pergaulan a-susila di kalangan pelajar dan mahasiswa. Pornografi yang susah dibendung (Masih ingat…….. Itenas 2001)</p> <p class="MsoBodyText" style="margin-left: 36pt; text-indent: -18pt; line-height: 200%;"><!--[if !supportLists]--><span style="">b)<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span><!--[endif]-->kecanduan terhadap ecstasy</p> <p class="MsoBodyText" style="line-height: 200%;">Perkawinan tradisional yang dulu cukup dengan jodoh satu kampung, di era global dengan bantuan Internet perkawinan dapat meretas batas bukan saja desa tapi negara. Seperti akan kawinnya Sanad Biber dari <st1:country-region><st1:place>Bosnia</st1:place></st1:country-region> dan Tri RK gadis dari <st1:city><st1:place>Kediri</st1:place></st1:city> (Sadaruwan, 2001). Memang jodoh di tangan Tuhan, tapi usaha manusia tetap dibutuhkan. Perkawinan lintas negara (kesejagadan) berawal dari pemanfaatan Internet dengan fasilitas <i style="">chatting</i> dan <i style="">e-mail</i>. Sekarang telah berkembang dengan situs-situs yang menarik hati.</p> <p class="MsoBodyText" style="line-height: 200%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoBodyText" style="line-height: 200%;"><b style="">BAGAIMANA PUSTAKAWAN?<o:p></o:p></b></p> <p class="MsoBodyText" style="text-indent: 36pt; line-height: 200%;">Menghadapi riuh rendah dan carut-marutnya kehidupan yang terus berpacu dengan perkembangan teknologi di era global, maka pustakawan harus menghadapi kenyataan tersebut. Supaya berhasil mengatasinya, pustakawan sebagai profesi harus memiliki beberapa ketrampilan, antara lain :</p> <p class="MsoBodyText" style="margin-left: 36pt; text-indent: -36pt; line-height: 200%;"><!--[if !supportLists]--><b style=""><i style=""><span style="">1.<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span></i></b><!--[endif]--><b style=""><i style="">Adaptability<o:p></o:p></i></b></p> <p class="MsoBodyText" style="margin-left: 18pt; line-height: 200%;">Pustakawan hendaknya cepat berubah menyesuaikan keadaan yang menantang. Mereka tidak selayaknya mempertahankan paradigma lama yang sudah bergeser nilainya. Pustakawan sebaiknya adaptif memanfaatkan teknologi informasi. Feret dan Marcinek (1999) menyatakan bahwa pustakawan<span style=""> </span>harus berjalan seirama dengan perubahan teknologi yang terus bergerak maju dan pustakawan harus mampu beradaptasi sebagai pencari dan pemberi informasi dalam bentuk apapun. Pustakawan dalam memberikan informasi tidak lagi bersumber pada buku teks dan jurnal yang ada di rak, tetapi dengan memanfaatkan Internet untuk mendapatkan informasi yang segar bagi penggunanya. Erlendsdottir (1997) menyatakan kita bukan lagi “penjaga” buku. Kita adalah <i style="">information provider</i> di situasi yang terus berubah dan dimana kebutuhan informasi dilakukan dengan cepat dan efektif. Sekarang misi kita adalah mempromosikan jasa-jasa untuk informasi yang terus membludak. Dan bahkan jika kita tidak berubah, teknologi informasi akan mengubah tugas kita.</p> <p class="MsoBodyText" style="margin-left: 36pt; text-indent: -36pt; line-height: 200%;"><!--[if !supportLists]--><b style=""><i style=""><span style="">2.<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span></i></b><!--[endif]--><b style=""><i style="">People skills</i> <i style="">(soft skills)<o:p></o:p></i></b></p> <p class="MsoBodyText" style="margin-left: 18pt; line-height: 200%;">Pustakawan adalah mitra intelektual yang memberikan jasanya kepada pengguna. Mereka harus lihai berkomunikasi baik lisan maupun tulisan dengan penggunannya. Agar dalam berkomunikasi dapat lebih impresif dengan dasar <i style="">win-win</i> <i style="">solution </i>maka perlu <i style="">people skills</i> yang handal. Menurut Abernathy dkk.(1999) : …perkembangan teknologi akan lebih <i style="">pervasive</i> tetapi kemampuan tentang komputer saja tidaklah cukup untuk mencapai sukses. Karena itu membutuhkan <i style="">people skills</i> yang kuat yaitu :</p> <p class="MsoBodyText" style="margin-left: 72pt; text-indent: -54pt; line-height: 200%;"><!--[if !supportLists]--><span style="">a.<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span><!--[endif]-->pemecahan masalah (kreatifitas, pencair konflik)</p> <p class="MsoBodyText" style="margin-left: 72pt; text-indent: -54pt; line-height: 200%;"><!--[if !supportLists]--><span style="">b.<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span><!--[endif]-->Etika (diplomasi, jujur, profesional)</p> <p class="MsoBodyText" style="margin-left: 72pt; text-indent: -54pt; line-height: 200%;"><!--[if !supportLists]--><span style="">c.<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span><!--[endif]-->Terbuka (fleksibel, terbuka untuk wawasan bisnis, berpikir positif)</p> <p class="MsoBodyText" style="margin-left: 72pt; text-indent: -54pt; line-height: 200%;"><!--[if !supportLists]--><span style="">d.<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span><!--[endif]-->“Perayu” (ketrampilan komunikasi dan mendengarkan atentif)</p> <p class="MsoBodyText" style="margin-left: 72pt; text-indent: -54pt; line-height: 200%;"><!--[if !supportLists]--><span style="">e.<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span><!--[endif]-->Kepemimpinan (bertanggung jawab dan mempunyai kemampuan memotivasi)</p> <p class="MsoBodyText" style="margin-left: 36pt; text-indent: -18pt; line-height: 200%;"><!--[if !supportLists]--><span style="">f.<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span><!--[endif]-->berminat belajar (haus akan pengetahuan dan perkembangan). Hal ini didukung oleh Feret dan Marcinek (1999), yang mengatakan bahwa pustakawan masa depan harus sudah siap untuk mengikuti pembelajaran seumur hidup. Hal ini penting agar pustakawan mudah beradaptasi. </p> <p class="MsoBodyText" style="margin-left: 18pt; line-height: 200%;"><i style="">People skills</i> ini dapat dikembangkan dengan membaca, mendengarkan kaset-kaset positif, berkenalan dengan orang positif, bergabung dengan organisasi positif lain dan kemudian diaplikasikan dalam aktivitasnya sehari-hari.</p> <p class="MsoBodyText" style="margin-left: 36pt; text-indent: -36pt; line-height: 200%;"><!--[if !supportLists]--><b style=""><i style=""><span style="">3.<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span></i></b><!--[endif]--><b style=""><i style="">Berpikir positif<o:p></o:p></i></b></p> <p class="MsoBodyText" style="margin-left: 18pt; line-height: 200%;">Didalam otak kita terdapat mesin “yes” . Ketika kita dihadapkan sesuatu pekerjaan yang cukup besar, maka umumnya kita berkata : Wah….. tidak mungkin; aduh….. sulit, dsb. Maka apa yang kita laksanakan juga tidak mungkin terjadi . Pesimistis . Dan pesimistis bukan sifat pemenang tapi pecundang<i style="">.</i> Pustakawan diharapkan menjadi orang di atas rata-rata. Sebagai pemenang yang selalu berpikiran positif, sehingga jika dihadapkan pada pekerjaan besar seharusnya berkata “yes” kami bisa. <i style="">Remember, you are what you think, you feel what you want</i>. Orang Jawa berkata <i style="">mandi ucape dewe <o:p></o:p></i></p> <p class="MsoBodyText" style="margin-left: 36pt; text-indent: -36pt; line-height: 200%;"><!--[if !supportLists]--><b style=""><i style=""><span style="">4.<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span></i></b><!--[endif]--><b style=""><i style="">Personal Added Value<o:p></o:p></i></b></p> <p class="MsoBodyText" style="margin-left: 18pt; line-height: 200%;">Pustakawan tidak lagi lihai dalam mengatalog, mengindeks, mengadakan bahan pustaka dan pekerjaan rutin lainnya, tetapi di era global ini pustakawan harus mempunyai nilai tambahnya. Misalnya piawai sebagai <i style="">navigator unggul</i>. Dengan nilai tambah, yang berkembang dari pengalaman , <i style="">training</i> dsb, pustakawan dapat mencarikan informasi di Internet serinci mungkin. Hal ini sudah barang tentu akan memuaskan pengguna perpustakaan. Kepuasan pengguna itu sangat mahal<span style=""> </span>bagi dirinya maupun bagi perpustakaan dimana ia bekerja.</p> <p class="MsoBodyText" style="margin-left: 36pt; text-indent: -36pt; line-height: 200%;"><!--[if !supportLists]--><b style=""><i style=""><span style="">5.<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span></i></b><!--[endif]--><b style=""><i style="">Berwawasan Enterpreneurship<o:p></o:p></i></b></p> <p class="MsoBodyText" style="margin-left: 18pt; line-height: 200%;">Sudah waktunya bagi pustakawan untuk berpikir kewirausahaan. Informasi adalah kekuatan. Informasi adalah mahal, maka seyogyanya pustakawan harus sudah mulai berwawasan <i style="">enterpreneurship</i> agar dalam perjalanan sejarahnya nanti dapat bertahan. Lebih-lebih di era otonomi, maka perpustakaan secara perlahan harus menjadi <i style="">income generation unit</i>. Memang sudah ada pustakawan yang berwawasan bisnis, tapi masih belum semuanya. Paradigma lama bahwa Perpustakaan hanya pemberi jasa yang notabene tidak ada uang harus segera ditinggalkan.</p> <p class="MsoBodyText" style="margin-left: 36pt; text-indent: -36pt; line-height: 200%;"><!--[if !supportLists]--><b style=""><i style=""><span style="">6.<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span></i></b><!--[endif]--><b style=""><i style="">Team Work - Sinergi<o:p></o:p></i></b></p> <p class="MsoBodyText" style="margin-left: 18pt; line-height: 200%;">Di dalam era global yang ditandai dengan ampuhnya Internet dan membludaknya informasi, pustakawan seharusnya tidak lagi bekerja sendiri. Mereka harus membentuk team kerja untuk bekerjasama mengelola informasi. Choo yang dikutip Astroza dan Sequeira (2000) mengatakan bahwa perubahan teknologi menawarkan kesempatan unik untuk bekerjasama lintas disiplin dengan profesional lainnya :</p> <p class="MsoBodyText" style="margin-left: 18pt; line-height: 200%;">-<span style=""> </span>pakar komputer yang bertanggung jawab pada pusat komputer</p> <p class="MsoBodyText" style="margin-left: 36pt; text-indent: -18pt; line-height: 200%;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span><!--[endif]-->pakar teknologi yang bertanggung jawab pada infrastruktur teknologi, jaringan dan aplikasi</p> <p class="MsoBodyText" style="margin-left: 36pt; text-indent: -18pt; line-height: 200%;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span><!--[endif]-->pakar informasi (pustakawan) yang mempunyai kemampuan dan pengalaman untuk mengorganisasi pengetahuan dalam sistem dan struktur yang memfalisitasi penggunaan sumber informasi dan pengetahuan.</p> <p class="MsoBodyText" style="margin-left: 18pt; line-height: 200%;">Diharapkan dengan <i style="">team work</i>, tekanan di era industri informasi dapat dipecahkan. Menurut Astroza dan Sequeira (2000) perubahan teknologi dan perkembangan industri informasi berdampak luas pada profesional informasi : pustakawan, arsiparis, penerbit. Profesi ini menghadapi 2 tekanan komplementer, yaitu :</p> <p class="MsoBodyText" style="margin-left: 36pt; text-indent: -18pt; line-height: 200%;"><!--[if !supportLists]--><span style="">1.<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span><!--[endif]-->perkembangan jumlah informasi dan tersedianya teknologi baru, memungkinkan untuk akses dan memproses informasi lebih besar dari lima tahun yang lalu.</p> <p class="MsoBodyText" style="margin-left: 36pt; text-indent: -18pt; line-height: 200%;"><!--[if !supportLists]--><span style="">2.<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span><!--[endif]-->harapan pengguna yang terus meningkat dapat menciptakan kebutuhan jasa informasi yang kualitasnya lebih canggih.</p> <p class="MsoBodyText" style="line-height: 200%;">Dengan enam ketrampilan di atas diharapkan pustakawan akan terus berkembang menjalankan tugasnya seiring dengan perubahan jaman yang begitu cepat. Profesionalisme pustakawan akan lebih mendarah daging dan menjiwai setiap aktivitasnya.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 200%;"><o:p> </o:p></p> <h4>BAGAIMANA<span style=""> </span>IPI ?</h4> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 200%;">Bagaimana dengan Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI yang harus dibaca i_pé_i) yang telah berusia<span style=""> </span>28 tahun ini. Dari segi umur merupakan masa yang cukup kokoh, tangguh dan perkasa. Suatu periode yang mampu menghadapi perubahan tentunya.</p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 200%;">Untuk itulah maka IPI<span style=""> </span>harus :</p> <ol style="margin-top: 0cm;" start="1" type="1"><li class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 200%;">Mampu merespons arus kesejagadan (globalisasi) yang disamping menyodorkan kesempatan dan tantangan tapi juga memberi ancaman. Dengan enam ketrampilan di atas diharapkan IPI sebagai wadah pustakawan dapat terus berkembang sesuai dengan programnya.</li><li class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 200%;">Mampu menunjang kelancaran otonomi daerah. </li></ol> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; line-height: 200%;">Otonomi daerah pada hakekatnya adalah kemandirian dalam penyelenggaraan pemerintahan, proses pembangunan, pemberdayaan masyarakat yang memerlukan pengelolaan (manajerial) yang professional, benar dan baik untuk mewujudkan <i style="">good governance</i> dan <i style="">clean governance</i> (Chajaridipura, 2001). Ada satu kunci yang perlu dicermati, yaitu <i style="">pemberdayaan masyarakat</i>. Karena masyarakat Indonesia 65% berada di desa, maka IPI harus mampu memberdayakan, dalam arti membuat masyarakat<span style=""> </span>mampu bersaing di era global yang penuh persaingan ini. Untuk itu IPI harus mulai menggarap pustakawan – pustakawan desa agar mereka handal dan tangguh melalui training atau pelatihan- pelatihan yang efektif serta aplikatif.</p> <ol style="margin-top: 0cm;" start="3" type="1"><li class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 200%;">Dalam setiap kegiatan hendaknya IPI bersinergi dengan asosiasi atau institusi lain, misalnya FPPTI, FKP2T dsb, agar gregetnya terasa lebih menggigit.</li><li class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 200%;">IPI hendaknya lebih <i style="">extrovert</i>.<span style=""> </span><i style="">Tak kenal maka tak sayang</i> itulah pepatah yang harus menjiwai di tubuh IPI. Dari dulu penulis mengingnginkan IPI lebih ada keberadaannya. Kegiatan profesional suatu saat tertentu ditinggalkan sebentar untuk kegiatan global dan isidental, misalnya : ikut serta pelaksanaan bersih kota, mengentas kemiskinan dsb. Karena dengan membaurnya IPI dengan masyarakat luas maka masyarakat semakin dekat dengan IPI. Dan IPIpun akan dikenal dan disayang. </li></ol> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; line-height: 200%;"><o:p> </o:p></p> <h4>PENUTUP</h4> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 200%;">Era global dan era Internet telah menantang profesionalisme pustakawan. Tantangan tersebut bukanlah hal yang menakutkan, tetapi justru menjadi peluang emas bagi pustakawan untuk bergerak maju meretas batas. Dengan enam ketrampilan di atas diharapkan pustakawan demikian juga wadahnya IPI, akan lebih <i style="">exist</i> dan berjuang sesuai dengan program kerjanya. Dan terus mendukung program pemerintah yang tertuang dalam TAP MPR-RI No. XV/MPR/1998, tanggal 13 November 1998 tentang : Penyelenggaraan Otonomi Daerah, pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumberdaya nasional, yang berkeadilan serta perimbangan keuangan pusat dan daerah dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia. <i style="">Semoga.</i></p> <span style="line-height: 150%;font-family:";font-size:12;" ><br /></span> <p class="MsoNormal" style="text-align: center; line-height: 150%;" align="center"><b style="">DAFTAR<span style=""> </span>PUSTAKA<o:p></o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoBodyText" style="margin-left: 72pt; text-indent: -72pt; line-height: normal;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span><!--[endif]-->Abidin, Mas’oed (1999). Dampak globalisasi memasuki millennium ketiga.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify;">(<u>http ://www.geocities.com/Tokyo/Ginza/8700/dampak.html )<o:p></o:p></u></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify;"><u><o:p><span style="text-decoration: none;"> </span></o:p></u></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span><!--[endif]-->Abernathy et.al (1999). Test your 2000 + People Skills. (<a href="http://proquest.umi.com/%20pqdweb?%20TS">http://proquest.umi.com/ pqdweb? TS</a> .<span style=""> </span>Restricted search)</p> <p class="MsoNormal" style="margin: 12pt 0cm 0.0001pt 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span><!--[endif]-->Astroza, M. T dan Sequeira,D (2000). Challenges in training new health information professionals in Latin America. (<a href="http://www.icml.org/wednesday/choice/">http://www.icml.org/wednesday/choice/</a> astroza/final.htm)</p> <p class="MsoNormal" style="margin: 12pt 0cm 0.0001pt 53.85pt; text-align: justify; text-indent: -53.85pt;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span><!--[endif]-->Chajaridipura (2000). Binatang apakah Otonomi Daerah itu ? <b style="">Manajemen</b>. Mei.</p> <p class="MsoNormal" style="margin: 12pt 0cm 0.0001pt 53.85pt; text-align: justify; text-indent: -53.85pt;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span><!--[endif]-->Erlendsdottir, L (1997). New technology, new librarians ?. </p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify;">(<u>http:www.ukoln.ac.uk/services/papers/bl/ans-1997/erlendsdottir</u>).</p> <p class="MsoBodyText" style="margin: 12pt 0cm 0.0001pt 36pt; text-indent: -36pt; line-height: normal;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span><!--[endif]-->Feret, B dan Marcinek, M (1999). The future of the academic library and the academic librarian –<span style=""> </span>a Delphi Study. (<a href="http://educate.lib.chalmers.se/IA">http://educate.lib.chalmers.se/IA</a> …roceedcontents/ chanpap/feret.html).</p> <p class="MsoBodyText" style="margin: 12pt -2.75pt 0.0001pt 36pt; text-indent: -36pt; line-height: normal;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span><!--[endif]-->Kurnia, K (….), Manfaat Internet. <b style="">Kompas Cyber Media</b> (<a href="http://www.kompas.%20com/kcm/kafi/%20kf11.htm">http://www.kompas. com/kcm/kafi/ kf11.htm</a>)</p> <p class="MsoBodyText" style="margin: 12pt -2.75pt 0.0001pt 54pt; text-indent: -54pt; line-height: normal;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span><!--[endif]-->Mahayana, D (1995). Menjemput masa depan (<u><a href="http://www15.brinkster.com/stress95/">http://www15.brinkster.com/stress95/</a> articles.htm</u>).</p> <p class="MsoBodyText" style="margin: 12pt -2.75pt 0.0001pt 54pt; text-indent: -54pt; line-height: normal;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span><!--[endif]-->Muis, A (2000). <b style="">Indonesia di era dunia maya</b>. Bandung : Remaja Rosdakarya. </p> <p class="MsoNormal" style="margin: 12pt 0cm 0.0001pt 36pt; text-indent: -36pt;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span><!--[endif]-->Suyono (1999), Masa depan pendidikan dan pendidikan masa depan. <b style="">Suara Pemba-haruan Daily.</b> <u>(<a href="http://www.suarapembaruan.com/News/1999/01/300199/OpEd%20/op01/op01.html">http://www.suarapembaruan.com/News/1999/01/300199/OpEd /op01/op01.html</a></u>)</p> <p class="MsoNormal" style="margin: 12pt 0cm 0.0001pt 54pt; text-indent: -54pt;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span><!--[endif]-->Sadaruwan, A (2001). Kawin Internet Pemuda Bosnia-Cewek Kediri .<b style="">Jawa Pos</b>.<span style=""> </span>5 Ok-tober.</p> <p class="MsoNormal" style="margin: 12pt 0cm 0.0001pt 36pt; text-indent: -36pt;"><!--[if !supportLists]--><span style="">-<span style=";font-family:";font-size:7;" > </span></span><!--[endif]-->Wirawan (1993). Profesi kepustakawanan : suatu analisa<b style="">. Makalah disampaikan pa-da Rapat Kerja Pusat IPI di Mataram</b><i style="">, NTB</i>, tanggal 21-23 Juli.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-top: 12pt;"><o:p> </o:p></p> <span style=";font-family:";font-size:12;" ><br /></span> <p class="MsoNormal" style="margin: 12pt 0cm 0.0001pt 18pt;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="margin: 12pt 0cm 0.0001pt 18pt;"><!--[if gte vml 1]><v:shapetype id="_x0000_t202" coordsize="21600,21600" spt="202" path="m,l,21600r21600,l21600,xe"> <v:stroke joinstyle="miter"> <v:path gradientshapeok="t" connecttype="rect"> </v:shapetype><v:shape id="_x0000_s1026" type="#_x0000_t202" style="'position:absolute;" allowincell="f" strokeweight="4.5pt"> <v:stroke linestyle="thickThin"> <v:textbox> <![if !mso]> <table cellpadding="0" cellspacing="0" width="100%"> <tr> <td><![endif]> <div> <p class="MsoNormal" align="center" style="'text-align:center'"><b style="'mso-bidi-font-weight:normal'"><span style="';font-size:24.0pt;"><o:p> </o:p></span></b></p> <p class="MsoBodyText2"><span style="'font-size:22.0pt;mso-bidi-font-size:"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoBodyText2"><span style="'font-size:20.0pt;mso-bidi-font-size:">PROFESIONALISME PUSTAKAWAN<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoBodyText2"><span style="'font-size:20.0pt;mso-bidi-font-size:"><span style="'mso-spacerun:yes'"> </span>DI ERA GLOBAL<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoFooter" style="'tab-stops:36.0pt'"><span style="';font-size:20.0pt;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" align="center" style="'text-align:center'"><span style="'font-size:18.0pt;mso-bidi-font-family:Brush';font-size:12.0pt;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" align="center" style="'text-align:center'"><span style="'font-size:18.0pt;mso-bidi-font-family:Brush';font-size:12.0pt;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" align="center" style="'text-align:center'"><span style="'font-size:18.0pt;mso-bidi-font-family:Brush';font-size:12.0pt;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" align="center" style="'text-align:center'"><span style="'font-size:18.0pt;mso-bidi-font-family:Brush';font-size:12.0pt;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" align="center" style="'text-align:center'"><span style="'font-size:18.0pt;mso-bidi-font-family:Brush';font-size:12.0pt;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" align="center" style="'text-align:center'"><span style="'font-size:18.0pt;mso-bidi-font-family:Brush';font-size:12.0pt;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" align="center" style="'text-align:center'"><span style="'font-size:18.0pt;mso-bidi-font-family:Brush';font-size:12.0pt;">Oleh :<o:p></o:p></span></p> <h4 align="center" style="'text-align:center;line-height:150%'"><span style="'font-size:22.0pt;mso-bidi-line-height:150%;font-size:12.0pt;">Achmad<o:p></o:p></span></h4> <h5><span style="';font-size:12.0pt';">Pustakawan <o:p></o:p></span></h5> <h5><span style="';font-size:12.0pt';">Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)<o:p></o:p></span></h5> <p class="MsoNormal" align="center" style="'text-align:center'"><b style="'mso-bidi-font-weight:normal'">Surabaya</b></p> <p class="MsoNormal" align="center" style="'text-align:center'"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" align="center" style="'text-align:center'"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" align="center" style="'text-align:center'"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" align="center" style="'text-align:center'"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" align="center" style="'text-align:center'"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" align="center" style="'text-align:center'"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" align="center" style="'text-align:center'"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" align="center" style="'text-align:center'"><b style="'mso-bidi-font-weight:normal'"><span style="';font-size:20.0pt;">Makalah disampaikan pada :<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" align="center" style="'text-align:center'"><b style="'mso-bidi-font-weight:normal'"><span style="';font-size:18.0pt;">Rapat Kerja Pusat XI<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" align="center" style="'text-align:center'"><b style="'mso-bidi-font-weight:normal'"><span style="';font-size:18.0pt;">Ikatan Pustakawan Indonesia XI<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" align="center" style="'text-align:center'"><b style="'mso-bidi-font-weight:normal'"><span style="';font-size:18.0pt;"><span style="'mso-spacerun:yes'"> </span>dan Seminar Ilmiah<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" align="center" style="'text-align:center'"><span style="'font-size:18.0pt;mso-bidi-font-family:font-size:12.0pt;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" align="center" style="'text-align:center'"><o:p> </o:p></p> <h6>Jakarta, 5 –7 November 2001</h6> </div> <![if !mso]></td> </tr> </table> <![endif]></v:textbox> </v:shape><![endif]--><!--[if !vml]--><span style="position: relative; z-index: 1;"><span style="position: absolute; left: -3px; top: -2px; width: 586px; height: 923px;"><img src="file:///C:/DOCUME%7E1/52/LOCALS%7E1/Temp/msohtml1/01/clip_image001.gif" alt="Text Box: PROFESIONALISME PUSTAKAWAN DI ERA GLOBAL Oleh : Achmad Pustakawan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Makalah disampaikan pada : Rapat Kerja Pusat XI Ikatan Pustakawan Indonesia XI dan Seminar Ilmiah Jakarta, 5 –7 November 2001" shapes="_x0000_s1026" height="923" width="586" /></span></span><!--[endif]--><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p> <div style=""><!--[if !supportFootnotes]--><br /> <hr align="left" size="1" width="33%"> <!--[endif]--> <div style="" id="ftn1"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="" href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3754416655797455679#_ftnref1" name="_ftn1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family:Wingdings;"><span style="">¯</span></span></span></a> <span style="font-size:11;">Pustakawan ITS, Surabaya</span></p>http://www.google.co.id/search?q=profesionalisme+pustakawan&btnG=Telusuri&hl=id</div> </div>PERPUSTAKAAN DIGITAL TARTO JOGJAKARTAhttp://www.blogger.com/profile/11340625320119067674noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3754416655797455679.post-67035152865596951282008-01-16T21:14:00.000-08:002008-01-16T21:30:37.771-08:00Kepustakawanan Alternatif (Alternative Librarianship)<div style="text-align: justify;"><br /><br /><div style="text-align: center;">KEPUSTAKAWANAN ALTERNATIF *)<br />Melling Simanjuntak<br /><span style="font-weight: bold;">Abstrak</span><span style="display: block;" id="formatbar_Buttons"><span class="" style="display: block;" id="formatbar_JustifyFull" title="Rata Kiri Kanan" onmouseover="ButtonHoverOn(this);" onmouseout="ButtonHoverOff(this);" onmouseup="" onmousedown="CheckFormatting(event);FormatbarButton('richeditorframe', this, 15);ButtonMouseDown(this);"><img src="img/gl.align.full.gif" alt="Rata Kiri Kanan" border="0" /></span></span><br /></div><div style="text-align: justify; font-style: italic;">Meluasnya pengguna teknologi informasi di kalangan masyarakat dewasa ini menuntut<br />pustakawan untuk rela meninjau kembali dan merevisi paradigma maupun praktekpraktek<br />kepustakawanan yang dianut selama ini. Perubahan-perubahan perlu dilakukan<br />secara holistik dan menyangkut berbagai aspek termasuk manajerial dan mental tetapi<br />dengan tetap menyadari ketakseragaman level teknologi informasi bermacam<br />perpustakaan di berbagai penjuru negeri. Hasil yang diidamkan adalah kepustakawanan<br />yang akomodatif terhadap perkembangan teknologi informasi tetapi dalam baktinya<br />tetap sadar dan hirau akan sebagian perpustakaan yang memang masih harus<br /></div><span style="font-style: italic;">beroperasi secara tradisional. Kepustakawanan seperti ini merupakan alternatif untuk</span><br /><span style="font-style: italic;">menangkal marginalisasi profesi sekaligus meningkatkan kepustakawanan tanpa</span><br /><span style="font-style: italic;">melupakan dan meninggalkan realita.</span><br />*****<br />“Knowledge is of two kinds. We know a subject ourselves, or we<br />know where we can find information upon it.”<br />Samuel Johnson ( 1709-1784), menulis kata-kata bijak di atas pada 18 April1775,<br />atau 120 tahun sebelum Alexander Graham Bell (1847-1922) mencipta pesawat telepon<br />pada 1876 dan hampir satu setengah abad sebelum J. Presper Eckert dan John W.<br />Mauchly dari University of Pennsylvania merampungkan ENIAC, komputer pertama.<br />Sekarang, atau lebih dua abad sejak dituliskan dan ketika informasi, telepon dan<br />komputer telah menjadi subsistem dari suatu sistem informasi yang mendunia, kebenaran<br />kata-kata Samuel Johnson tidak berubah: " Ada dua jenis pengetahuan. Kita tahu<br />subjeknya, atau kita tahu di mana kita memperoleh informasi tentang subjek itu.” Yang<br />telah berubah, atau setidaknya mulai berubah, adalah jenis pengetahuan yang dibutuhkan<br />untuk dapat memperoleh informasi yang dimaksud. Perubahan itu akibat meningkatnya<br />penggunaan teknologi informasi oleh masyarakat, termasuk peningkatan pemanfaatan<br />teknologi komputer untuk menyimpan informasi.<br />*) Makalah ini pernah disampaikan pada Kongress Nasional Ikatan Pustakawan Indonesia di<br />Jakarta, Nopember 1995.<br />2<br />Kemapanan kertas sebagai media informasi selama ratusan tahun kini ditantang<br />oleh cakram maupun pita magnetis dan optis yang menawarkan cara yang berbeda dalam<br />menyimpan dan menemukan kembali informasi. Media altematif ini membuat kepustakawanan--<br />yang tumbuh, berkembang, dan dikembangkan menurut karakteristik media cetak<br />seperti buku, majalah, dan surat kabar—perlu disesuaikan.<br />Paradigma atau pola pikir yang berlaku bagi kepustakawanan kertas tidak selalu<br />berlaku bagi kepustakawanan magnetis/optis. Hal ini perlu mendapat perhatian<br />mengingat informasi digital tumbuh dengan pesat dan semakin mengimbangi informasi<br />cetak sehingga perlu dicari atau dibentuk pola pikir yang tepat untuk kepustakawanan<br />elektronik sebagai pola pikir altematif.<br />Makalah ini dimaksudkan untuk meninjau perkembangan pemakaian teknologi<br />informasi di Indonesia dari sudut pandang pustakawan seraya berupaya melihat dampak<br />potensialnya terhadap profesi pustakawan, lalu membahas beberapa paradigma yang<br />mungkin tidak sesuai dengan lingkungan informasi digital dan perpustakaan virtual.<br /><span style="font-weight: bold;">DIGITALISASI INFORMASI</span><br />Format elektronik pada media magnetik mulai mendampingi format cetak pada<br />media kertas ketika sejumlah pangkalan data online didirikan pada pertengahan tahun<br />enampuluhan. Media optik menyusul pada pertengahan delapan puluhan dengan terbitnya<br />sejumlah CD-ROM (Compact Disk-Read Only Memory). Digitalisasi informasi semakin<br />laju pada akhir delapan puluhan dan berlanjut hingga detik ini. Secara berangsur format<br />elektronik semakin populer dan koeksis dengan format cetak. Laju pertumbuhan<br />informasi yang ekponensial di satu sisi, serta meningkatnya kemampuan teknologi<br />informasi, turunnya biaya penyimpanan, pengolahan, dan penyebaran informasi dengan<br />komputer di sisi lain, ikut mendorong digitalisasi tersebut.<br />Pada tahap awal perkembangannya, format elektronik--maknetik dan optik--<br />umumnya baru digunakan untuk menyimpan informasi sekunder seperti bibliografi dan<br />indeks. Baru pada perkembangan selanjutnya format elektronik mencakup teks penuh<br />(fulltext) informasi primer, terutama artikel majalah. Dialog, BRS, Lexis-Nexis,<br />merupakan pangkalan data yang sudah menyediakan teks lengkap artikel-artikel majalah<br />secara online. Disebut sebagai jurnal elektronik, teks lengkap yang tersedia secara online<br />ini (dan belakangan tersedia dalam CD-ROM) umumnya terdiri dari teks saja dan tidak<br />memuat citra (gambar, grafik, ilustrasi, dsb) yang terdapat pada naskah cetaknya. Baru<br />pada perkembangan lebih lanjut lagi, jurnal elektronik memuat citra penuh, atau fullimage,<br />sehingga tampilannya pada layar komputer terlihat persis seperti versi cetaknya,<br />dan hasil cetaknya terlihat seperti hasil fotokopi dar artikel aslinya. Beberapa contoh<br />jurnal elektronik citra penuh adalah GPO ProQuest dari UMI dan Adonis dari<br />konsorsium sepuluh penerbit Eropa.<br /><span style="font-weight: bold;">PERPUSTAKAAN DIGITAL DAN VIRTUAL</span><br />3<br />Digitalisasi informasi oleh perpustakaan dan pusat informasi di Indonesia dimulai<br />pada awal 80an ketika sejumlah perpustakaan unggul mulai menggunakan komputer<br />sebagai sarana penyimpanan dan pengolahan informasi. Dewasa ini boleh dikatakan<br />bahwa sebagian besar perpustakaan telah menggunakan komputer dan mempunyai<br />sumber informasi dalam format elektronik. Beberapa perpustakaan bahkan mempunyai<br />lebih banyak sumber informasi format elektronik daripada sumber informasi format<br />cetak. Perpustakaan seperti ini yang lebih mengandalkan informasi-informasi digital,<br />disebut perpustakaan digital. Puluhan ribu perpustakaan dan pusat informasi yang berisi<br />tak terhingga sumber informasi ini saling terhubung melalui Internet dan dimanfaatkan<br />oleh ratusan juta pemakai, individu atau organisasi (Garret), membentuk suatu sistem<br />informasi amat besar dan sering disebut perpustakaan virtual. Konsep perpustakaan<br />virtual pada dasarnya adalah akses jarak jauh ke isi dan layanan perpustakaan dan<br />sumber-sumber informasi lain, baik bahan-bahan cetak maupun elektronik. Perpustakaan<br />dan sumber-sumber informasi ini tersambung ke jaringan elektronik yang memungkinkan<br />akses ke, dan mengambil informasi dari perpustakaan dan sumber-sumber lain di seluruh<br />dunia (Gapen).<br />Internet, yang dijuluki sebagai jaringan dari semua-iaringan meski baru tersedia<br />secara lebih luas dalam beberapa tahun terakhir, dengan cepat meraih popularitas<br />dikalangan pencari maupun penjual informasi. Di Indonesia dewasa ini terdapat sekitar<br />15.000 pelanggan akses ke Internet melalui 5 access providers yang ada, dan angka itu<br />terus bertambah. Jumlah pemakai Internet diperkirakan bisa mencapai satu setengah atau<br />dua kali lebih banyak dari jumlah pelanggan mengingat bahwa satu keanggotaan<br />mungkin dipergunakan oleh lebih dari satu orang sebagaimana halnya satu surat kabar<br />langganan dibaca oleh beberapa orang.<br />Belum dapat diketahui bagaimana para pelanggan akses Internet memanfaatkan<br />jaringan informasi global ini. Seseorang dari kantor berita Reuter baru-baru ini<br />menyebarkan melalui Internet daftar pertanyaan untuk mengetahui pemanfaatan Internet<br />tentang Indonesia dan oleh pelanggan di Indonesia. Daftar pertanyaan yang disebarkan<br />melalui milis 'Apakabar' (dan mungkin juga melalui milis lain) ini akan mampu<br />menjawab pertanyaan tersebut. Namun secara umum pemakaian Internet dapat dibagi<br />dalam tiga level, yakni level komunikasi fundamental, level komunikasi interaktif, dan<br />level lanjut (Reid). Pada level fundamental Internet digunakan untuk berkirim surat<br />elektronik atau e-mail, fungsi paling sederhana dari Internet, dan menurut suatu<br />penelitian yang dilakukan di New Mexico, Amerika Serikat, adalah merupakan fungsi<br />yang paling sering dimanfaatkan pelajar sekolah menengah atas untuk bersosialisasi<br />(Tsikalas). Pada level interaktif, Internet digunakan untuk akses jarak jauh ke sistem<br />komputer lain baik yang cuma-cuma seperti perpustakaan perguruan tinggi pada<br />umumnya maupun yang komersial dan membutuhkan password seperti Dialog<br />Information Services. Pada level komunikasi interaktif, pemanfaatan Internet mendekati<br />fungsi tradisional pustakawan. Sementara pada level komunikasi lanjut, Internet<br />dimanfaatkan untuk transfer file menggunakan fasilitas file transfer protocol (ftp).<br />Perpustakaan dan pusat informasi di Indonesia sudah menyadari bahwa Internet memberi<br />cara alternatif dalam penyediaan informasi. Biro Pusat Statistik (BPS) dalam posting bertanggal<br />4<br />2 Oktober 1995 di “Apakabar" mengumumkan bahwa kantor statistik tersebut dapat dijangkau<br />lewat Internet untuk memperoleh data dan tabel yang sebelumnya hanya tersedia dalam format<br />cetak. Sebagian data statistik BPS tersedia untuk didownload oleh pemakai. Perpustakaan USIS<br />di Jakarta mulai bereksperimen menyediakan sebagian informasinya melalui Internet dengan<br />membangun Homepage United States Commercial and Information Center pada akhir 1994,<br />yang juga memuat informasi tentang dan dari U.S.-Asia Environmental Partnership dan U.S.<br />Foreign Commercial Service. Pusdata Departemen Perindustrian juga dapat diakses lewat<br />Internet untuk mendapatkan, misalnya, Paket Kebijaksanaan 25 Mei. Berbagai media massa<br />memanfaatkan Internet untuk tujuan yang mungkin bersifat promosi tetapi tetap dapat dilihat<br />sebagai upaya menyebarkan informasi secara tak konvensional. Gatra, Kompas, Republika,<br />secara teratur memasang dalam, “Apakabar" beberapa artikel dari setiap terbitannya. Bahkan<br />Harian Kompas meluncurkan Kompas Online (Kompas Minggu, 22 Oktober 1995) sebagai versi<br />digital dari versi cetaknya. Surat kabar online ini terlihat persis sama dengan versi cetaknya,<br />menurut Kompas. Beberapa kali Gunawan Mohammad, mantan pemimpin redaksi majalah berita<br />mingguan Tempo dulu, menayangkan 'Catatan Pinggir' di forum yang sama. Menyediakan<br />pangkalan data lewat Internet bukan satu-satunya cara bagi pusat informasi dan perpustakaan<br />agar dapat diakses secara online. Bulletin Board System (BBS) kini banyak dimanfaatkan untuk<br />menyediakan informasi secara online. Kompas 4 Oktober mencatat 23 pengelola BBS yang<br />tersebar di Jakarta, Bandung, Malang dan Surabaya--berikut nomor-nomor teleponnya untuk<br />sambungan online.<br /><span style="font-weight: bold;">PUSTAKAWAN TERSISIH</span><br />Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa semakin banyak informasi tersedia dalam<br />format elektronik, dan sebagian di antaranya dapat diakses secara online. Dengan<br />menggunakan komputer yang dilengkapi modem dan melalui jaringan Internet atau BBS,<br />pemakai dapat mencari sendiri dan menemukan informasi yang dibutuhkan tanpa harus<br />dibantu oleh pustakawan. Peran pustakawan yang secara tradisional menjadi mediator<br />antara pencari informasi dan informasi di dalam perpustakaan akan semakin kurang<br />penting seiring bertambahnya pusat informasi online dan meningkatnya kemampuan<br />masyarakat dalam menggunakan teknologi informasi. Saat ini saja, mereka yang<br />membutuhkan data statistik dari BPS tidak harus datang ke perpustakaan dan minta<br />bantuan pustakawan untuk menemukan data yang diinginkan karena mereka sendiri dapat<br />memperolehnya langsung lewat Internet.<br />Proses marginalisasi akan berlangsung terus sebagai akibat perkembangan<br />teknologi informasi yang tiada akan berhenti, terutama jika pustakawan tidak<br />membarukan visi mereka tentang kepustakawanan dan menyesuaikan praktek<br />kepustakawanan dengan perkembangan teknologi informasi (Park). Menyesuaikan dapat<br />berarti meninjau kembali paradigma atau pola pikir mereka tentang kepustakawanan itu<br />sendiri sambil menyadari bahwa paradigma yang selama ini mereka anut belum tentu pas<br />dengan model kepustakawanan digital, sudah usang untuk dijadikan tuntunan dalam<br />lingkungan perpustakaan virtual. Sayangnya, sangat sedikit di antara kita yang mulai<br />memikirkan macam lingkungan yang perlu kita ciptakan di perpustakaan kita untuk<br />mendukung format media baru informasi yang tumbuh pesat (Houweling). Pustakawan<br />perlu menyadari bahwa mereka harus beradaptasi dengan lingkungan informasi yang<br />tengah berubah dan merangkul teknologi informasi untuk meningkatkan, atau paling<br />5<br />tidak mempertahankan. peran mereka dalam lalu lintas informasi.<br />Beberapa pola pikir atau konsep yang sudah berakar dalam kepustakawanan perlu<br />ditinjau kembali, dianalisis, dilihat kesahihannya dalam konteks perpustakaan virtual.<br />Pola pikir dimaksud mungkin sepintas terlihat tidak terlalu penting tetapi dalam<br />kenyataannya dapat menjadi penghalang dalam upaya beradaptasi dengan lingkungan<br />informasi digital. Misalnya konsep pustakawan mengenai besar-kecil perpustakaan,<br />tentang pemilikan sumber informasi, dan tentang perlunya pustakawan mengenal jaringan<br />informasi seperti bahasan berikut.<br /><span style="font-weight: bold;">KECIL ITU BESAR</span><br />Apa yang dimaksud dengan perpustakaan kecil? Pada literatur yang kita baca<br />sepuluh tahun lalu, suatu perpustakaan disebut kecil jika koleksinya tidak lebih dari<br />20.000 buku plus sekian majalah dan menyediakan sekian kursi untuk diduduki<br />pengunjung. Perpustakaan yang lebih besar mempunyai koleksi yang lebih banyak, kursi<br />yang lebih banyak, staf yang lebih banyak, dan--konsekwensi logisnya--ruangan yang<br />lebih luas atau gedung yang lebih besar. Kategori besar atau kecilnya perpustakaan<br />ditentukan berdasarkan dimensi fisiknya. Ini salah satu contoh pola pikir model<br />kepustakawanan yang meletakkan pemilikan bahan pustaka cetak sebagai pusat<br />eksistensinya. Pola pikir ini mungkin masih benar jika yang diacu adalah perpustakaan<br />yang mengemban tugas melestarikan bahan pustaka cetak atau perpustakaan deposit<br />tetapi belum tentu benar jika yang diacu adalah perpustakaan yang mengutamakan<br />pemenuhan kebutuhan informasi komunitasnya.<br />Persepsi pustakawan tentang besar-kecil perpustakaan berdasarkan dimensi fisik<br />seperti di atas dapat menjadi kendala mental untuk menerima kehadiran teknologi<br />informasi. Pustakawan yang terobsesi untuk membesarkan perpustakaannya secara fisik<br />tidak akan mudah memilih, sebagai contoh, versi CD-ROM majalah karena tidak<br />berdampak banyak terhadap pembesaran perpustakaan. Satu set General Periodical<br />Ondisk ProQuest dari UMI terdiri atas kurang lebih 700 CD-ROM yang jika ditumpuk<br />akan membentuk silinder berdiameter 12 cm dan tinggi hanya 1,5 meter. Padahal, CDROM<br />ini memuat citra penuh 500 judul majalah dari total 1500 judul yang dimuat<br />indeks/abstraknya, terbitan antara 1986 sampai satu bulan yang lalu. Menyimpan versi<br />cetak seluruh informasi yang dikandung 700 CD-ROM ini dapat menghabiskan ruangan<br />100 meter persegi.<br />Konversi koleksi dari media kertas ke CD-ROM perlu dipertimbangkan<br />perpustakaan yang menghadapi masalah atau kesulitan dalam menyediakan ruang<br />penyimpanan yang besar. Satu CD-ROM dapat dijejali 650 megabyte informasi atau<br />setara dengan sekitar 350.000 halaman cetak. Dengan matematika sederhana, 3.500<br />bahan pustaka yang rata-rata terdiri atas 100 halaman dapat dikonversi ke satu CD- ROM<br />saja--bayangkan berapa banyak ruang koleksi dan biaya tersembunyi yang dapat dihemat.<br />Dalam konsep perpustakaan digital dan virtual, perpustakaan besar adalah<br />perpustakaan yang dapat mengakses lebih banyak informasi dan tidak berarti harus besar<br />6<br />secara fisik. Satu perpustakaan berukuran seratus meter persegi dengan koleksi 500 CDROM,<br />2.000 bahan pustaka cetak, akses ke ribuan pangkalan data lewat Internet, dan<br />didukung oleh lima cybrarian, mungkin masih lebih besar daripada perpustakaan lain<br />berukuran ribuan meter persegi dan didukung oleh belasan bahkan puluhan librarian<br />tetapi hanya mampu mengakses ratusan ribu bahan pustaka cetak koleksi sendiri.<br /><span style="font-weight: bold;">MILIK Vs. AKSES</span><br />Persepsi tentang besar-kecil perpustakaan berdasarkan dimensi fisik dapat<br />membuat pustakawan mengagungkan pemilikan bahan pustaka. Makin banyak bahan<br />pustaka buku dan majalah yang dimiliki suatu perpustakaan, makin hebatlah<br />perpustakaan itu karena makin besar dan kemungkinan lebih lengkap koleksinya.<br />Kebijaksanaan atau pedoman pengembangan koleksi ditekankan pada pembelian bahan<br />pustaka dalam format cetak dan kurang memperhatikan kemungkinan menyediakan akses<br />ke pusat-pusat informasi yang banyak tersedia. Pada era perpustakaan virtual kini,<br />memiliki sendiri suatu sumber informasi belum tentu lebih menguntungkan daripada<br />memiliki akses ke sumber informasi. Tergantung pada karakteristik informasi dan<br />kecenderungan pemakaiannya, memiliki sendiri sumber informasi dapat lebih mahal<br />daripada menyediakan fasilitas online dan memanfaatkan sumber-sumber informasi yang<br />dimiliki pihak lain. Tidak mengherankan jika mulai banyak perpustakaan yang<br />memutuskan langganan atau tidak membeli bahan pustaka cetak karena bahan yang sama<br />tersedia secara online. Perpustakaan berkoleksi kecil dan sedang dapat menelusur<br />jaringan untuk menemuka informasi di perpustakaan lain, termasuk informasi yang<br />belum tersedia dalam for mat cetak. Menurut suatu survei, banyak responden<br />memperoleh versi elektronik dokumen-dokumen terbitan pemerintah sebelum versi<br />cetaknya diterima lewat pos (Miller). Saat ini sedang berlangsung pergeseran dari<br />kecenderungan perpustakaan untuk 'memiliki' sumber informasi ke kecenderungan untuk<br />menyediakan ‘akses', ke pusat- pusat informasi online (Verity), atau pergeseran dari<br />pendekatan kearsipan ke pendekatan akses (Gapen).<br />Sekedar untuk menjelaska bahwa “memiliki” bisa lebih mahal daripada<br />“menyediakan akses', pengandaian berikut mungkin bisa menolong. Untuk berlangganan<br />dan memiliki New York Times dalam bentuk film mikro dari UMI perlu biaya Rp. 2 juta<br />setahun. Versi CD-ROMnya juga tersedia dari UMI seharga Rp. 4 juta, terdiri dari 3 CDROM<br />dan mencakup NYT terbitan mulai 1986 dengan update setiap beberapa bulan.<br />Versi online CD-ROM ini tersedia melalui salah satu agen dengan perhitungan biaya<br />berdasarkan durasi hubungan online dan informasi yang didownload. Berdasarkan<br />statistik dari tiga tahun terakhir tentang pemakaian NYT versi film mikro koleksi suatu<br />perpustakaan, diketahui bahwa rata-rata hanya dua pemakai setiap bulannya dan tiap<br />pemakai mencetak rata-rata 3 artikel. Berdasarkan data ini, perpustakaan tersebut<br />memutuskan tidak perlu meneruskan berlangganan versi film mikro apalagi membeli<br />versi CD-ROM NYT karena untuk memenuhi permintaan dua pengunjung perpustakaan<br />dan melanggan akses ke versi onlinenya untuk mendapatkan 6 artikel setiap bulannya,<br />perpustakaan tersebut hanya akan membelanjakan kurang dari Rp. 1.000 .000 per tahun,<br />dan karena perpustakaan tersebut tidak berfungsi sebagai pusat arsip, dan karena untuk<br />memiliki dan menyimpan NYT versi film mikro akan makan tempat dan berarti biaya<br />7<br />tersembunyi, karena harga microform reader-printer belasan juta rupiah, karena<br />menelusur versi online jauh lebih mudah.<br />Sumber informasi online tersedia hampir untuk setiap bidang ilmu dari ratusan<br />bahkan ribuan institusi atau korporasi yang tersebar di seluruh penjuru dunia. Namun<br />tidak seperti informasi cetak semisal buku dan majalah yang relatif mudah ditemukan<br />melalui katalog, brosur, tinjauan pustaka dan sejenisnya, informasi mengenai sumber<br />informasi online seringkali hanya tersedia secara online pula. Dari pustakawan dituntut<br />pengetahuan tentang jaringan informasi online dan tentang pangkalan data yang relevan<br />dengan jenis dan layanan perpustakaannya agar dapat mengeksploitasinya dengan sebaikbaik<br />dan sebijak-bijaknya. Pustakawan dituntut supaya melek jaringan.<br /><span style="font-weight: bold;">MELEK JARINGAN (Network Literacy)</span><br />Mula-mula adalah jaringan televisi dan radio yang dianggap paling mampu<br />menembus batas-batas geografi dan budaya dalam menyebarkan informasi dan pengaruh.<br />Kini, Internet membuktikan bahwa jaringan informasi elektronik ini dapat menyamai dan<br />mungkin akan melebihi jaringan media massa elektronik dalam kemampuan menembus<br />batas-batas tadi. Teknologi (informasi) meningkatkan dan mengubah pengalaman anusia<br />dengan menghomogenkan dimensi waktu dan tempat (Boorstin). Hampir tidak ada<br />bedanya mengakses pangkalan data di benua lain atau di Jakarta jika dilihat dari dimensi<br />tempat. Lewat Internet, menghubungkan komputer di Jakarta dengan suatu pusat<br />informasi di Amerika Serikat tidak lebih sulit daripada menghubungkan komputer yang<br />sama dengan suatu pangkalan data di Jakarta sendiri. Keduanya sama-sama<br />membutuhkan hubungan telepon dengan Internet access provider langganan di Jakarta,<br />keduanya sama-sama memberikan waktu respon yang hampir tidak betbeda. Yang<br />menjadi rintangan untuk mengakses pusat informasi di tempat-tempat yang betbeda tidak<br />terletak pada posisi georafis pusat informasi tersebut, tidak pada hitungan kilometer<br />antarpusat, tidak pada latar belakang etnis, melainkan pada pengetahuan pustakawan<br />tentang pusat-pusat informasi yang relevan dengan bidang kegiatan perpustakaannya.<br />berpengetahuan cukup tentang jaringan informasi--melek jaringan atau network literacybagi<br />pustakawan sama pentingnya dengan melek huruf bagi umat manusia.<br />Pustakawan perlu menerima pola-pikir baru ini dan menolak anggapan bahwa<br />melek huruf dan melek komputer saja sudah cukup untuk menghadapi tantangan<br />perkembangan teknologi informasi. Juga menolak sikap represif kultural dan politis<br />hanya karena lewat jaringan Internet dapat diperoleh informasi altematif, yaitu informasi<br />yang tidak dapat ditemukan pada media massa seperti surat kabar, majalah, radio, dan<br />televisi. Singapura saja, yang masih melarang pemakaian antena parabola dan mencekal<br />banyak jurnal luar negeri, menjadi pionir dalam revolusi informasi (Keegan) dan<br />mendukung terciptanya “masyarakat jaringan” dengan menyediakan infrastruktur yang<br />mendukung pemasyarakatan Internet. Melek jaringan atau kemampuan untuk<br />mengidentifikasi, mengakses, dan menggunakan informasi elektronik dari jaringan, akan<br />merupakan keakhlian kritis untuk warga masa depan jika mereka ingin produktif dan<br />efektif dalam kehidupan pribadi dan kehidupan profesional mereka (McClure).<br />8<br />Melek jaringan bukan berarti harus menguasai teknologi informasi melalui<br />pendekatan teknologinya--meskipun itu akan merupakan nilai tambah--tetapi sudah<br />memadai jika menguasainya melalui pendekatan informasinya. Misalnya, seorang<br />pustakawan perpustakaan virtual harus mampu menentukan, dari antara puluhan ribu<br />pusat informasi yang tersambung ke Internet, pusat mana yang paling mungkin<br />mempunyai informasi yang dibutuhkan (Garrett).<br /><span style="font-weight: bold;">KEPUSTAKAWANAN ALTERNATIF</span><br />Peran pustakawan dalam masyarakat adalah memaksimalkan pemanfaatan<br />sumber-sumber informasi demi keuntungan masyarakat itu sendiri. Dengan kata lain,<br />fungsi pustakawan adalah menjadi mediator antara masyarakat dan sumber-sumber<br />informasi; bukan hanya buku tetapi termasuk sumber-sumber informasi dalam media<br />lain. Tujuan perpustakaan adalah untuk menghubungkan masyarakat dengan<br />pengetahuan terekam dengan cara yang semanusiawi dan sebermanfaat mungkin<br />(Gapen). Sebagai mediator antara masyarakat dan sumber informasi, hakekat tugas<br />pustakawan dalam menjalankan perannya saling terkait dan saling pengaruh dengan<br />hakekat media informasi yang tersedia. Seperti telah dibicarakan, kehadiran media<br />elektronik sebagai altematif bagi media cetak mempengaruhi cara-cara pustakawan<br />menjalankan perannya agar tetap maksimal. Tetapi perlu diingat bahwa media cetak<br />belum dan tidak akan sama sekali digantikan oleh media elektronik. Keduanya masih<br />terus akan berdampingan, saling melengkapi, meski tidak dapat disangkal bahwa<br />pertumbuhan media elektronik sangat cepat dan akan menguruskan dominasi kertas<br />sebagai media informasi. Sebab itu, kepustakawanan yang berlandaskan kertas masih<br />tetap dibutuhkan. Tetapi, pada saat yang sama, kepustakawan virtual dan digital semakin<br />diperlukan<br />Pustakawan perlu menyadari bahwa perlu ditumbuhkan suatu jenis<br />kepustakawanan dengan paradigma-paradigma baru yang mampu menjawab tantangan<br />media elektronik tanpa meninggalkan kepustakawanan konvensional yang memang<br />masih dibutuhkan. Kepustakawanan altematif yang dapat menangkal marginalisasi<br />pustakawan ini harus menjadi bagian dari pelkembangan kepustakawan konvensional,<br />dan tetap menyadari bahwa kemampuan maupun level digitalisasi dan virtualisasi<br />berbeda-beda antar perpustakaan. Sebagian perpustakaan di Indonesia masih harus<br />beroperasi apa adanya, sebagian lagi berpotensi untuk bergabung dengan dan<br />memanfaatkan Internet pada level komunikasi fundamental. Hanya sebagian kecil yang<br />sudah mampu memanfaatkan Internet pada level komunikasi interaktif dan level lanjut<br />untuk merambah ribuan pusat informasi dalam memenuhi kebutuhan pemakainya. Yang<br />sebagian kecil ini dapat memainkan peran penting untuk meningkatkan unjuk<br />kerja perpustakaan Indonesia secara umum dengan cara menyediakan diri sebagai<br />penyambung antara perpustakaan yang belum dan yang sudah virtual.<br />Kepustakawanan altematif perlu menciptakan dasar-dasar perpustakaan virtual<br />yang memungkinkan pustakawan konvensional mengakses informasi elektronik dengan<br />mudah tanpa menjadi pakar teknologi, mengupayakan digitalisasi informasi ilmiah yang<br />banyak dibutuhkan (Lowry), dan mengupayakan hubungan online pulsa murah antara<br />9<br />perpustakaan kecil dengan perpustakaan besar. Dengan upaya-upaya ini, kesenjangan<br />informasi diharapkan tidak semakin melebar dan masyarakat tidak jatuh pada<br />kesenjangan baru: kaya informasi, dan miskin informasi.<br /><span style="font-weight: bold;">DAFTAR BACAAN DAN REFERENSI</span><br /><div style="text-align: left;">Ardis, Susan B. [comp.] Library Without Walls. Plug In and Go. Special Libraries<br />Associations, 1994. 216p.<br />Garret, John R. "What is a Digital Library? ," dalam “1995 Digital Libraries<br />Conference: Moving Forward into the Information Era, pp. 13-17<br />Gruchow, Paul. "Ransacking Our Libraries," Utne Reader, No.69, May 1995, pp. 30-32<br />Keegan, Victor. "Who's in Charge Here? Speeding Toward the Inforbahn," World Press<br />Review, Vol. 42, No.4, Apri11995, pp. 8-9<br />Keiser, Barbie E. "Who is the Modern Information Professional?" in 1995 Digital<br />Libraries Conference: Moving Forward into the Information Era, pp, 29-38<br />Kupfer, Andrew. "Alone Together Will being Wired Set Us Free?," Fortune, Vol.<br />131, No, 5, March 20, 1995, pp, 94-104<br />Lang, Laura. "Mapping the Future of Map Librarianship," American Library, Vol 23,<br />No, 10. November 1992, pp. 880-883.<br />Lowry, Charles B. "Preparing for the Technological Future: A Journey of Discovery,"<br />Library Hi Tech, Vol. 13, No.3, 1995, pp. 39-53<br />McClure, Charles R. "Network Literacy: A Role for Libraries?, "Information<br />Technology and Libraries, June 1994, pp. 115-125<br />Miller, Jerry P, "Should You get Wired?," Library Journal, Vol. 119, No.2, pp. 47-49<br />Park, Bruce. "Libraries without Walls; or, Librarians Without Profession," American<br />Libraries, Vol. 23, No.9, October 1992, pp. 746-747<br />Person, Ruth. "Organizational Structure at the Crossroads," Educational Record, Vol.<br />75, No, 3, Summer 1994, pp, 42-46<br />Reid, Edna O.F. "Internet and Digital Libraries: Implications for Libraries in Asean<br />Region," in 1995 Digital Libraries Conference: Moving Forward into the Information<br />Era, pp. 56- 72<br />Saunders, Laverna M. The Virtual Library: Visions and Realities. Meckler, 1993.<br />165p.<br />10<br />Smith, Kitty ."Toward the New Millennium: The Human Side of Library Automation<br />(Revisited)," Information Technologies and Libraries, Vol. 12, No.2, June 1993, pp.209-<br />217<br />Tennant, Roy. "The Virtual Library Foundation: Staff Training and Support," Information<br />Technogy and Libraries, March 1995, pp. 46-53<br />Tsikalas, Kallen. "Internet-based Learning?," Electronic Learning, Vol. 14, No.7,<br />Apri11995, pp. 14-15<br />Van Houweling, Douglas E. "Knowledge Services in the Digitized World: Possibilities<br />and Strategies," Electronic Access to Information: A New Service Paradigm, pp.5-16<br />Verity, John W. "Welcome to Cy-brary," Business Week, May 29, 1995, pp. 90-91<br />Watkins, Beverly T. "New Era for Library Schools," Chronicle of Higher Education,<br />Vol. 40, No.37, May 18,1994, pp. A19-A20<br /><br /> <br /><br /></div></div>PERPUSTAKAAN DIGITAL TARTO JOGJAKARTAhttp://www.blogger.com/profile/11340625320119067674noreply@blogger.com0