Senin, 07 Januari 2008

Inter-koneksi cabang ilmu perpustakaan देंगन ilmu yang lain2

Ilmu perpustakaan (Inggris: library science) adalah bidang interdisipliner yang menggabungkan ilmu sosial, ilmu hukum, dan ilmu terapan untuk mempelajari topik yang berkaitan dengan perpustakaan. Ilmu perpustakaan ini mempelajari mengenai cara pengumpulan, pengorganisasian, pengawetan, dan penyebarluasan sumber informasi yang ada di suatu perpustakaan, serta berkaitan dengan nilai ekonomi dan politis dari informasi pada umumnya.

Pada mulanya ilmu perpustakaan lebih membahas mengenai ilmu pengarsipan. Hal ini berkaitan dengan cara penataan sumber informasi dengan sistem klasifikasi perpustakaan dan teknologi untuk mendukung maksud ini. Topik ini juga berkaitan dengan bagaimana pengguna jasa informasi ini mengakses, menelusuri, dan memanfaatkan informasi. Dan satu aspek lagi yang tidak kalah penting adalah etika dalam penataan dan pelayanan informasi, serta status legal dari suatu perpustakaan sebagai sumber informasi.

Secara akademis, mata kuliah dalam ilmu perpustakaan biasanya meliputi: manajemen koleksi, sistem informasi dan teknologi, kataloging, klasifikasi, cara pengawetan, referensi, statistika dan manajemen. Ilmu perpustakaan juga berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi komputer, oleh karena itu topik tentang sistem informasi manajemen, manajemen basis data, arsitektur informasi, dan manajemen pengetahuan juga menjadi bagian mata kuliah penting dalam pembahasan ilmu perpustakaan menuju suatu perpustakaan digital.

Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu_perpustakaan

Cabang-cabang utama dari ilmu sosial adalah:

Cabang Ilmu Hukum

Hukum adalah suatu sistem aturan atau adat, yang secara resmi dianggap mengikat dan dikukuhkan oleh penguasa, pemerintah atau otoritas melalui lembaga atau institusi hukum. [1]

Ilmu terapan adalah penerapan pengetahuan dari satu atau lebih bidang-bidang: matematika, fisika atau ilmu alam, ilmu kimia atau ilmu biologi untuk penyelesaian masalah praktis yang langsung mempengaruhi kehidupan kita sehari-hari.

Cabang utama ilmu terapan

Arti lain:: Perpustakaan (ilmu komputer), Perpustakaan (biologi)

Perpustakaan modern

Dalam arti tradisional, perpustakaan adalah sebuah koleksi buku dan majalah. Walaupun dapat diartikan sebagai koleksi pribadi perseorangan, namun perpustakaan lebih umum dikenal sebagai sebuah koleksi besar yang dibiayai dan dioperasikan oleh sebuah kota atau institusi, dan dimanfaatkan oleh masyarakat yang rata-rata tidak mampu membeli sekian banyak buku atas biaya sendiri.

Tetapi, dengan koleksi dan penemuan media baru selain buku untuk menyimpan informasi, banyak perpustakaan kini juga merupakan tempat penimpanan dan/atau akses ke map, cetak atau hasil seni lainnya, mikrofilm, mikrofiche, tape audio, CD, LP, tape video dan DVD, dan menyediakan fasilitas umum untuk mengakses gudang data CD-ROM dan internet.

Oleh karena itu perpustakaan modern telah didefinisikan kembali sebagai tempat untuk mengakses informasi dalam format apa pun, apakah informasi itu disimpan dalam gedung perpustakaan tersebut atau tidak. Dalam perpustakaan modern ini selain kumpulan buku tercetak, sebagian buku dan koleksinya ada dalam perpustakaan digital (dalam bentuk data yang bisa diakses lewat jaringan komputer).

http://id.wikipedia.org/wiki/Perpustakaan

Perpustakaan pada masa islam

Menyingkap Zaman Keemasan Perpustakaan: Refleksi Historis Zaman Kekhalifahan

Telah dipercayai oleh umum bahwa peradaban adalah hasil dari kejeniusan sebuah bangsa atau budaya, sehingga peradaban Yunani adalah hasil jenius bangsa Yunani, peradaban timur adalah hasil jenius dari bangsa-bangsa timur, begitu pula dengan peradaban barat yang sekarang sedang jaya-jayanya merupakan hasil jenius dari bangsa –bangsa barat.

Tetapi kejeniusan sebuah budaya tidak akan mungkin berkembang tanpa dukungan dan upaya yang sungguh-sungguh dan terencana. Upaya ini, dalam istilah yang paling singkat disebut upaya pendidikan. Tak satupun dari peradaban yang pernah jaya dalam sejarah yang tidak disertai dengan perhatian dan upaya yang sungguh-sungguh di bidang pendidikan. Pendidikan erat kaitannya dengan ilmu pengetahuan. Sebuah peradaban yang baik akan melahirkan sebuah suasana dimana kemajuan ilmu pengetahuan dapat berjalan dengan cepat. Dalam kemeriahan suasana ilmiah ini akan tumbuh berbagai jenis lembaga pendidikan dengan berbagai ciri dan kekhususannya masing-masing, salah satu lembaga tersebut adalah perpustakaan.

Tak pelak lagi perpustakaan paling terkenal saat peradaban timur berjaya adalah Bayt Al-hikmah, suatu gabungan lembaga riset, perpustakaan dan biro penerjemahan, didirikan oleh khalifah Abbasiah, Harun Ar Rasyid di Baghdad pada 830 M. Banyak diantara buku-buku terjemahan dari bahasa-bahasa bukan Arab seperti bahasa Yunani dan Sanskrit, yang menyemarakan perpustakaan ini, yang terdaftar dalam sebuah katalog bernama Fibrist karya Ibn Al Nadim dan Kasyif karya Haji khalifah. Putra Harun Ar Rasyid , Khalifah Al Makmun Al Rasyid, diriwayatkan telah memperkerjakan cendekiawan-cendekiawan terkenal seperti Al Kindi -filosof-, untuk menerjemahkan karya-karya Aristoteles ke dalam bahasa Arab. Al Kindi sendiri menulis hampir tiga ratus buku tentang masalah-maslah kedokteran, filsafat sampai musik yang disimpan di Bayt Al-hikmah. Musa Alkhawarizmi, matematikawan ternama dan penemu aljabar juga bekerja di tempat ini dan menulis buku terkenalnya kitab Al-jabr wa’al-muqabilah.

Perpustakaan lain yang tak kalah besarnya adalah perpustakaan di Madrasah Nizamiah yang didirikan pada 1065 M oleh Nizam Al Mulk yang merupakan seorang perdana mentri dalam pemerintahan Saljuq Malik Syah. Koleksi di perpustakaan ini diperoleh sebagian besar melalui sumbangan : misalnya sejarawan Ibn Al-Atsir mengatakan bahwa Muhib Al-Din ibn Al-Najjar Albaghdadi mewariskan dua koleksi besar pribadinya kepada perpustakaan ini. Khalifah Al-Nashir menyumbangkan beribu-ribu buku dari koleksi kerajaannya. Nizamiah memperkerjakan pustakawan-pustakawan tetap sebagai staf, yang menerima gaji besar. Hal ini bukan hanya terjadi di perpustakaan Nizamiah saja , hampir di seluruh perpustakaan zaman tersebut. Bahkan Al Nadim memaparkan adanya tanda-tanda keirihatian yang jelas terhadapa para pustakawan –khususnya pustakawan Bayt Al Hikmah, sebab mereka memiliki kedudukan yang tinggi di dalam masyarakat, dan karena kecendikiawanan mereka. Beberapa pustakawan terkenal Nizamiah adalah Abu Zakariah Tibrizi dan Ya’qub ibn Sulaiman AL-Askari. Pada tahun 1116 M perpustakaan ini mengalami musibah : kebakaran hebat yang menghabiskan seluruh bangunan dan isinya.

Di Baghdad, Khalifah Mustansir Billah mendirikan sebuah perpustakaan yang luar biasa di madrasah yang didirikan pada 1227 M. Uniknya perpustakaan ini memiliki rumah sakit di dalamnya. Perpustakan ini bertindak baik sebagai madrasah maupun rumah sakit. Pengelana dunia terkenal Ibn Baththuthah melukiskan dengan jelas Mustanriah dan perpustakaannya, melalui sumbangan-sumbangan sekitar 150 unta dengan muatan buku-buku yang langka disumbangkan ke perpustakaan ini. Perpustakaan ini memiliki koleksi yang cukup besar, dari milik kerajaan saja perpustakaan Mustanriah mendapatkan 80.000 buku.

Tetapi bukan hanya Baghdad yang memiliki perpustakaan, hampir diseluruh kota besar di dunia timur saat itu memiliki perpustakaan, Kairo misalnya memiliki perpustakaan yang dapat menampung 1.6 juta buku yang disimpan dengan menggunakan suatu sistem pengklasifikasian yang canggih. Biasanya koleksi perpustakaanya adalah koleksi pribadai para khalifah. Perpustakaan-perpustakaan di Kairo terbuka untuk umum, mereka yang ingin menghabiskan waktu untuk menelaah juga diberi penginapan, makan dan gaji. Keadaan perpustakaan di Mesir ini dapat dilihat dari perkataan Filosof besar Ibn Sina yang suatu ketika berkunjung kesana :

” Disana, saya menemukan sejumlah ruangan yang penuh dengan buku, tersusun dalam lemari-lemari yang ditata dalam barisan yang rapi. Satu ruangan dikhusukan bagi buku-buku tentang bahasa dan puisi; ruangan lain untuk bidang hukum; dan seterusnya; kumpulan buku dalam bidang tertentu mempunyai ruangannya sendiri. Lalu saya (Ibnu Sina) meneliti katalog penulis Yunani kuno dan mencari buku yang saya butuhkan . Dalam koleksi perpustakaan in saya menemukan sejumlah buku yang hanya diketahui oleh sedikit orang saja, dan buku-buku yang belum pernah saya lihat dan tak pernah lagi saya lihat sesudahnya”.

Perpustakaan –perpustakaan zaman tersebut tidak saja dilindungi dan ditopang oleh para khalifah, tetapi juga para raja-raja kecil juga memberikan sumbangan mereka bagi berdirinya perpustakaan-perpustakaan. Maka tak heran saat itu banyak timbul perpustakaan pribadi, salah satunya adalah perpustakaan pribadi milik Mahmud Al Daulah ibn Fatik yang mempunyai cerita unik. Mahmoud Daulah Al Fatik adalah seorang ahli dalam menulis dan kolektor besar, menjadi terkenal karena ia menghabiskan semua waktunya di perpustakaannya untuk membaca dan menulis. Keluarganya merasa sedemikian diabaikan, sehingga ketika ia meninggal, keluarganya berupaya untuk membuang buku-bukunya karena dibakar oleh kemarahan. Para pelindung perpustakaan juga mencurahkan sebagian besar pemikirannya untuk desain, tata letak dan arsitektur perpustakaan agar masyarakat luas dapat menjangkau buku-buku dan fasilitas-fasilitas yang diperlukan dengan mudah. Kebanyakan perpustakaan-perpustakaan tersebut ditempatkan di gedung yang dirancang secara khusus untuk itu, dengan banyak ruangan untuk berbagai tujuan, galeri-galeri dengan rak buku, ruangan-ruangan untuk kuliah dan debat, termasuk juga ruangan-ruangan untuk hiburan musikal. Semua ruangan berpermadani sehingga para pembaca dapat duduk diatasnya. Gorden-gordennya menciptakan suasana menyenangkan dan pengaturan ruangan menciptakan suhu yang sesuai.

Dilihat dari penataan koleksi, perpustakaan-perpustakaan zaman tersebut sudah menata buku berdasarkan klasifikasi ilmu pengetahuan tertentu. Mereka telah membuat sistem klasifikasi ilmu pengetahuan yang diterapkan untuk penataan buku di perpustakaan. Diantara klasifikasi yang paling terkenal adalah yang dibuat oleh : Al-Kindi (801-973 M ), Al Farabi (wafat pada 950 M), Ibn Sina (980-1037 M), Al Ghazali (1058-1111M), Al-Razi (864-925 M) dan Ibnu Khaldun (1332-1403 M). Pustakawan sebagai seorang yang bekerja di perpustakaan juga memiliki kualitas yang benar-benar tinggi. Terdapat beberapa pustakawan yang bertindak sebagi pustakawan dilain pihak mereka juga adalah penulis-penulis terkenal karya-karya terjemahann dari bahasa Yunani dan Persia. Misalnya perpustakaan Subur dipimpin oleh Al Murthadha, seorang ’alim dan cukup besar pengaruhnya dikalangan cendikiawan. Dar Al’Ilm di Kairo dipimpin oleh hakim Abd Al-Aziz, yang terkenal karena penguasaannya akan yurisprudensi. Profesi pustakawan zaman itu memberikan kehormatan yang tinggi dan gaji yang cukup besar. (Andy-Dpra Tegal Parang, Mampang)

Dari berbagai sumber.

http://www.pks-jaksel.or.id/index.php?name=News&file=article&sid=1396

Profesionalisme Pustakawan dan Pekerja Informasi

Profesionalisme Pustakawan dan Pekerja Informasi

Profesionalisme berintikan kerja. Orang profesional juga adalah orang yang punya pekerjaan. Profesionalisme, dengan demikian, berkaitan dengan sistem kerja (labour exchange systems) sebagai tempat pekerja memberikan sebuah jasa -baik itu berupa upaya, pertimbangan, nasihat, dsb- kepada orang lain atau ke sebuah organisasi, dan dibayar untuk itu. Dalam konteks profesionalisme sistem kerja secara garis besar dapat dibagi dalam empat model, seperti diuraikan berikut ini.

Model Otonomi Penuh. Tipe ini bersifat ideal karena seorang profesional berhubungan langsung dengan klien, sehingga dia punya kendali penuh atas pemberian jasa profesional dan kompensasinya. Seorang profesional memberikan jasa berdasarkan pengetahuan yang tidak dimiliki oleh klien, sehingga klien bergantung sepenuhnya kepada kompetensi profesi. Hubungan dokter-pasien seringkali seperti ini. Seringkali pula, klien atau pasien berada dalam posisi amat lemah. Peran asosiasi profesi dalam menjaga standar profesi di sini sangat besar, untuk melindungi kepentingan klien dan masyarakat umum. Sementara itu, si profesional yang "self-employed" seperti ini relatif otonom dalam memilih klien, kapan dan bagaimana melayani, serta berapa akan meminta bayaran.

Model Klien Tunggal. Semakin sedikit jumlah klien yang dilayani, kekuasaan klien mengendalikan waktu kerja, jenis pekerjaan, bayaran, dsb. semakin meningkat, sampai ke suatu titik di mana profesional hanya melayani satu klien di satu waktu. Di sini sebenarnya si profesional sudah lebih mirip sebagai pegawai, walaupun sifat hubungan profesional - klien masih ada. Di sini, otonomi profesi bisa berkurang dan kendali bisa pindah ke klien tunggal tersebut. Standar profesi akan dipengaruhi oleh klien, selain oleh asosiasi profesi. Kemampuan profesional akan dipersempit untuk memenuhi satu keperluan dari satu klien, dan bukan untuk beragam keperluan dari beragam klien. Dengan demikian kemampuan memberi penilaian dan pertimbangan pun akan terbatas. Kalau profesi tidak mau melayani si klien, profesi ini akan kehilangan pekerjaan. Hubungan antara penasihat hukum dan kliennya seringkali seperti ini. Demikian pula hubungan antara seorang konsultan dengan kliennya.

Model Pekerja-Majikan. Pekerja profesional yang menyediakan jasa dalam dua model di atas adalah sekaligus pekerja dan majikan bagi dirinya sendiri. Kalau peran pekerja dan majikan ini dipisahkan, maka muncul kemungkinan berkurangnya otonomi, komitmen, identifikasi, dan etika profesionalisme. Si profesional kini bertanggungjawab secara harian kepada majikan. Orang atau orang-orang yang menerima jasanya kini adalah nasabah dari si majikan. Nasabah membayar majikan, dan majikan membayar pegawai (profesional) atas jasa yang diberikan kepada nasabah. Jelas bahwa majikan ingin mengendalikan pegawainya. Majikan juga ingin menilai kinerja, kompetensi, dan etika dari pegawai. Majikan pada umumnya tidak terlalu setuju jika tugas pengendalian dan penilaian ini dilaksanakan oleh asosiasi profesional. Majikan akan punya kecenderungan kuat untuk mereduksi pekerjaan besar yang rumit menjadi pekerjaan-pekerjaan kecil. Satu orang akan ditugaskan untuk mengerjakans setiap bagian kecil itu secara rutin dan terpola. Akibatnya, kebutuhan untuk memiliki pengetahuan yang luas dan pengambilan keputusan berkurang. Juga akan mudah bagi majikan untuk mengganti-ganti orang. Otonomi berkurang, ditambah dengan intervensi majikan ke bidang-bidang seperti standar, etika, kompetensi. Karir dan perkembangan tergantung pada majikan.

Model Pembuat Produk Pesanan. Otonomi profesi semakin terancam jika kompetensi si pegawai (profesional) dipakai untuk membuat sebuah produk bagi si majikan, dan lalu si majikan ini menjual produk itu kepada pelanggan. Sekarang, pelanggan "tidak nampak" bagi si profesional. Si profesional dan klien tidak "berhadap-hadapan". Dalam keadaan ini, maka si majikan mendikte standar, etika, kondisi kerja, skala gaji, dan perkembangan karir dari para pegawai. Profesional yang bekerja dalam sistem seperti ini akan menghadapi tekanan sangat kuat untuk meninggalkan konsep profesionalisme, terutama konsep yang dianggap akan menghalangi karir. Ini berarti ada tendensi untuk lebih loyal kepada organisasi atau perusahaan daripada kepada "profesi".

Berdasarkan pengamatan sementara yang terbatas, profesi pustakawan dan pekerja informasi lainnya (dokumentalis, arsiparis, manajer rekod, kurator musium, web master, dan sebagainya) pada umumnya memperlihatkan model ketiga dan keempat.

Inter-koneksi Perpustakaan dengan ilmu yang lain

lmu dan Disiplin


Jika "ilmu" (science) lebih sering dikaitkan dengan penelitian dan pencarian kebenaran, maka disiplin (discipline) dikaitkan dengan himpunan pengetahuan dan peraturan ilmiah yang akan dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kamus Webster's, disiplin diartikan sebagai "a body of knowledge, practice, and a system of rules". Baik "ilmu" maupun "disiplin" bertemu di kampus dan terwujud dalam bentuk 3P (pengajaran, penelitian, pengabdian kepada masyarakat). Huruf "p" yang terakhir (pengabdian kepada masyarakat), menyebabkan sebuah disiplin berpengaruh dalam kemajuan (maupun kemunduran!) masyarakat itu sendiri. Dengan kata lain, di dalam setiap masyarakat, sebuah disiplin akan menentukan struktur, isi, dan implikasi politik dari sebuah himpunan pengetahuan (body of knowledge).

Dalam dunia moderen, maka disiplin menjadi semakin kompleks, sebab masyarakat moderen semakin banyak membutuhkan solusi bagi persoalan-persoalan hidup mereka. Jika "ilmu" terkesan lebih mengawang-awang karena mencari kebenaran sejati, maka disiplin lebih sering dikaitkan dengan kebutuhan-kebutuhan praktis sebuah masyarakat. Semakin banyak dan beragam kebutuhan masyarakat, semakin banyak muncul disiplin yang berbeda-beda. Mungkin saja disiplin-disiplin itu memiliki titik-awal dan tujuan yang sama, dan mungkin hanya berbeda dalam cara masing-masing memandang persoalan (subject matter) yang sama.

Seringkali berbagai disiplin itu bekerjasama untuk menyelesaikan satu persoalan di masyarakatnya. Maka dikenal berbagai istilah, seperti:

  • Interdisiplin - yaitu interaksi antara dua atau lebih disiplin (baik yag berkaitan maupun yang tidak) melalui kerjasama dalam pendidikan dan penelitian, dengan tujuan menyamakan pikiran, konsep, metode, atau tawaran solusi.
  • Multidisiplin - yaitu upaya kelembagaan yang menghimpun dua atau lebih disiplin untuk membentuk modul-modul pengajaran, penelitian, atau praktik yang dapat dimanfaatkan masyarakat.
  • Transdisiplin - yaitu kesepakatan untuk membetuk aksioma atau rumus bersama sebagai upaya mempertemukan berbagai disiplin yang sebelumnya tidak nampak berkaitan, sehingga ada kesatuan pandangan dalam menjawab persoalan masyarakat.

Dilihat dari segi ini, maka kegiatan-kegiatan pengajaran, penelitian, mapun pengabdian-masyarakat yang berkaitan dengan bidang perpustakaan dan informasi dapat dikatakan sebagai interdisiplin, multidisiplin, maupun transdisiplin. Di dalam kegiatan-kegiatan bidang perpustakaan dan informasi, berkembanglah hubungan interaksi, penggabungan, kesepakatan, dan penghimpunan berbagai hasil penelitian yang datang dari berbagai disiplin. Paling kentara dalam interaksi berbagai disiplin di bidang ini adalah antara disiplin komunikasi (terutama aspek kognitifnya), sosial (terutama sosiologi), kebudayaan (terutama filsafat dan linguistik), matematik (dan logika positivis), elektronik (terutama setelah komputerisasi), ekonomi (terutama manajemen), dan pendidikan.

Bidang perpustakaan dan informasi tentu saja bukan satu-satunya bidang yang menjadi ajang pertemuan berbagai disiplin. Lihat saja misalnya:

  • Kedokteran Hewan - dari disiplin genetika, pathology, dan ilmu-ilmu dasar terutama biologi.
  • Kerja sosial/ Kesejahtraan Sosial (Social Work) - dari disiplin hukum, ilmu-ilmu perilaku (behavioural sciences), dan psikologi.
  • Perencanaan Sosial (Social Planning) - dari disiplin Kesejahteraan Sosial ditambah dengan Perencanaan Regional (regional planning)

Belum lagi berbagai disiplin yang muncul dengan nama baru, dan segera memperlihatkan gabungan antara berbagai disiplin. Misalnya, Sosiologi Pedesaan, Arkeologi Industri, Kajian Wilayah, Sejarah Kedokteran, Antropologi Wanita, Komunikasi Politik, untuk menyebut beberapa nama saja.

Pertemuan antar berbagai disiplin ini biasanya dipicu oleh persoalan-persoalan nyata dalam sebuah masyarakat. Semakin kompleks persoalan itu, semakin banyak disiplin yang diperlukan. Ini membuktikan betapa terbatasnya kegiatan-kegiatan ilmiah jika dikerangkeng dalam satu ilmu atau satu disiplin saja. Sekaligus juga membuktikan bahwa tidak ada satu ilmu pun yang lebih berperan dalam kemajuan (dan kemunduran!) masyarakatnya.

Gabungan dari berbagai disiplin akhirnya juga dapat melahirkan ilmu baru, yang akan ditandai oleh semakin ketatnya persyaratan penelitian dan pengajaran. Misalnya, ilmu perpustakaan dan informasi (atau ilmu perpustakaan dan ilmu informasi) sedang berupaya menjadi ilmu tersendiri dengan memperketat batas-batas dari persoalan yang harus diteliti para ilmuwannya, sekaligus membuat standardisasi kurikulum agar pengajaran di bidang ini menjadi lebih terarah.

Biasanya, di dalam masyarakat, sebuah disiplin akademik akan membentuk organisasi yang menerbitkan jurnal ilmiah, mengadakan konferensi, atau memberi penghargaan kepada ilmuwan atau peneliti yang dianggap mumpuni. Selain memiliki organisasi, sebuah disiplin juga biasanya memiliki “bahasa khusus” untuk memperlancar komunikasi ilmiah antar ilmuwan, menetapkan strategi kebenaran (truth strategies) yang mempertegas perbedaan satu disiplin dari yang lainnnya, dan melakukan penghimpunan serta pengorganisasian pengetahuan.

Manusia memang aneh. Sudah tahu bahwa persoalan kehidupan membutuhkan penggabungan berbagai disiplin, tetapi setelah bergabung malah ingin membuat ilmu yang terpisah dan tersendiri. Namun tanpa "keanehan" ini, barangkali juga tidak akan ada dinamika. Barangkali akan hanya ada satu ilmu yang paling benar dengan hanya satu kebenaran ilmiah.

Betapa mengerikannya!

posted by Putu Laxman Pendit @ 8:23 PM

1 Comments:

http://kepustakawanan.blogspot.com/2006/05/ilmu-dan-disiplin.html