Jumat, 04 Januari 2008

WAPRES MINTA PERPUSTAKAAN DIKELOLA DENGAN MENARIK

30 Mei 2007

WAPRES MINTA PERPUSTAKAAN DIKELOLA DENGAN MENARIK


Jakarta, 30/5/2007 (Kominfo-Newsroom) – Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta pengelola perpustakaan agar menjadikan tempat itu menarik bagi masyarakat untuk dikunjungi seperti mal, bukan tempat yang klasik, kumuh dan berdebu.

“Kita harapkan perpustakaan menjadi sebuah tempat yang bergengsi yang didatangi orang. Harus bikin perpustakaan yang menarik, seperti mal,” ujar Wapres Jusuf Kalla pada peresmian Layanan Perpustakaan Nasional dan Peluncuran Perpustakaan Elektronik Keliling di Jakarta, Rabu (30/5).

Menurut Wapres, pengelola perpustakaan sebaiknya tidak menjadikan perpustakaan sebagai kantor yang hanya memberikan pelayanan pada saat hari kerja dan jam kantor, karena orang mengunjungi perpustakaan untuk membaca buku atau melakukan penelitian yang umumnya dilakukan di luar jam kerja.

Bahkan, Wapres menyarankan agar perpustakaan memberikan pelayanan pada hari libur dan di luar jam kantor. Untuk itu, Wapres Kalla meminta agar pengelola perpustakaan mencari waktu yang tepat dalam memberikan pelayanan yang maksimal kepada pengunjungnya

“Jangan jadikan ini kantor, karena kalau di luar negeri kan terbalik, jarang orang datang ke perpustakaan pagi-pagi. Kalau buka pukul 7.00 – 14.00 ini seperti kantor camat saja. Cari waktu di mana orang lowong untuk datang ke perpustakaan, kalau perlu buka malam,” katanya.

Wapres juga mengatakan, suatu bangsa bisa menjadi bangsa yang maju jika memiliki ilmu pengetahuan, teknologi dan wawasan yang luas, yang semuanya dapat diperoleh dengan belajar dan membaca buku.

Menurut dia, buku merupakan guru yang tidak pernah lelah, penat, atau protes, tidak seperti guru biasa (manusia) dan buku dapat dibaca dimana saja serta kapan saja.

“Mau dibaca di mana saja boleh, mau baca di tempat tidur, di kantor, di mobil. Itulah guru yang sangat penting untuk kita semua," katanya seraya menambahkan, peran seorang guru juga penting karena guru memberikan petunjuk tentang bacaan yang benar.

Dalam kesempatan itu, Wapres Kalla menyindir beberapa perpustakaan besar yang dimiliki universitas namun jarang dikunjungi orang sehingga tidak berfungsi maksimal untuk mencerdaskan bangsa.

"Banyak universitas yang mempunyai perpustakaan besar tapi bukunya tetap bersih karena jarang dibaca. Saya kalau ke perpustakaan ingin pinjam buku, saya lihat kartu peminjamnya, kalau kartunya bersih berarti perpustakaan itu tidak berfungsi," ujarnya.(mul/id/a)

//www.balitbang.depkominfo.go.id/?mod=CLDEPTKMF_BRT01&view=1&id=BRT070530150801&mn=BRT0100%7CCLDEPTKMF_BRT01

Membedah Takdir

Membedah Takdir

Kata “takdir” sudah menjadi kata yang sangat akrab bagi orang Indonesia. Kata itu berasal dari bahasa Arab, yang kemudian diindonesiakan dan sangat akrab diucapkan. Keakraban dalam mengucapkannya ternyata tidak seiring dengan daya pemahaman orang terhadap makna kata itu, sehingga kata itu sering kali disalahpahami. Banyak faktor yang menyebabkannya, terutama karena faktor kemalasan untuk menulusuri makna kata secara definitif-ilmiah. Kalaupun ada upaya mendefinisikannya, prosesnya sangat rumit dan cenderung dibungkus dengan sakralisasi. Karena bicara soal takdir dianggap sebagai sesuatu yang berhubungan langsung dengan Tuhan. Akibatnya, kata itu seringkali digunakan untuk sesuatu yang tidak sesuai pada tempatnya.

Dalam nomenklatur keagamaan (Islam), kata takdir seringkali diartikan sebagai ketentuan Tuhan. Ketentuan yang mana dan yang bagaimana? Ini yang jarang dijelaskan oleh para pemuka agama. Akhirnya masyarakat berjalan sendiri-sendiri dalam memahami makna takdir tersebut, dan takdir lebih dipahami sebagai ketentuan Tuhan yang aktif dan dan berlaku dalam setiap aspek kehidupan, hingga manusia tidak memiliki kebebasan seditkitpun untuk menentukan kondisi dirinya. Implikasinya sangat dahsyat. Sialnya yang terjadi justru implikasi dalam pengertian yang negatif.

Seseorang yang mengalami kesulitan ekonomi dalam hidupnya, akan mudah mengatakan bahwa ini adalah takdir Tuhan. Dengan kesadaran (keliru) ini, masalah kesulitan ekonomi dianggap telah selesai; kepasrahan hidup dalam kondisi ekonomi yang sulit dianggap sebagai sikap keberagamaan yang baik, karena berarti menerima takdir Tuhan. Padahal, kesulitan ekonomi yang dialami oleh seseorang sama sekali tidak bisa dikatakan sebagai takdir Tuhan. Justru hal itu terjadi karena sikap lari dari takdir Tuhan: enggan menapaki anak tangga untuk menuju kehidupan yang lebih baik.

Banyak hal yang menyebabkan seseorang mengalami kesulitan ekonomi dalam hidupnya: tingkat pendidikan yang rendah, tidak memiliki keterampilan kerja, mental yang lemah, kondisi sosial-ekonomi yang dipersulit dan lain-lain. Kelemahan mental tidak jarang juga dipengaruhi oleh kesalahan dalam memahami kata takdir. Bahkan, sebagian orang menganggap keseriusan dalam usaha memperbaiki kehidupan ekonomi sebagai upaya yang akan menjauhkan diri dari keberagamaan. Dengan kata lain, upaya ini dianggap sebagai sikap kurang pasrah terhadap takdir. Racun jadinya!

Ada cara mudah dalam memahami kata takdir dengan baik. Baik, dalam artian pemahaman itu akan mendorong manusia untuk berusaha lebih keras dalam hidupnya dan sama sekali tidak dirasakan sebagai “tidak pasrah” terhadap takdir Tuhan. Caranya: kata takdir memiliki makna aturan yang tidak akan berubah. Kemudian dalam kenyataan hidup ini, setiap aturan yang tidak dapat diubah (dalam pengertian yang sebenarnya) itulah takdir.

Dalam al-Quran, kata takdir selalu dikaitkan dengan ketentuan Tuhan yang tidak pernah berubah. Ambil contoh ayat 38 yang terdapat dalam surah Yâsîn: Dan matahari bergerak di tempat peredarannya. Itulah ketetapan (takdîr) yang Maha Kuat dan Maha Mengetahui. Pada ayat selanjutnya, ayat 39, Allah berfirman: Dan telah Kami tetapkan tempat peredaran bagi bulan, hingga (setelah sampai pada tempat peredaran yang terakhir) ia kembali seperti bentuk tandan yang tua.

Dua ayat di atas menggunakan kata takdir (taqdîr pada ayat pertama, dan qaddara pada ayat kedua) untuk menunjukkan ketetapan yang tidak akan berubah. Jelas dikatakan bahwa matahari bergerak di tempat peredarannya. Ketetapan ini tidak akan pernah berubah sampai hari Kiamat. Contoh lain dari takdir adalah: air selalu mengalir ke tempat yang lebih rendah (gravitasi), setiap orang pasti mati, dan hukum alam atau hukum sosial lainnya yang sangat dekat dengan kehidupan manusia.

Tidak salah jika dikatakan bahwa manusia tidak akan pernah terhindar dari takdir dalam hidup ini. Tapi jelas, sekali lagi, takdir yang dimaksud adalah ketetapan Tuhan yang tidak bisa berubah atau diubah oleh manusia. Seluruh takdir Tuhan akan bersifat linear. Tidak sedikit pun ada perubahan dan pergeseran dalam takdir.

Jadi, takdir sama sekali tidak ada hubungannya dengan kondisi ekonomi seseorang, tingkat kecerdasan atau hal lain yang dapat diubah oleh manusia. Tuhan harus dipahami sebagai Zat yang tidak pernah mentakdirkan bahwa seseorang harus hidup dalam kondisi miskin, bodoh dan tertindas. Kemiskinan, kebodohan dan ketertindasan adalah ulah tangan manusia. Justru melawan itu semua adalah takdir sosial yang harus dilakukan oleh siapapun. Menghindarinya adalah melawan takdir, dan tidak dikehendaki oleh Tuhan. Tuhan mentakdirkan bahwa manusia bisa menjadi orang kaya, pintar dan merdeka, dan Tuhan sangat menganjurkan hal itu, jika tidak ingin mengatakan diwajibkan.

Gempa dan Takdir

Pasca terjadinya gempa bumi di Jogjakarta dan sekitarnya, keprihatinan begitu mendalam dirasakan oleh seluruh bangsa Indanesia. Semua orang ikut berduka dan membicarakan musibah ini. Yang sangat disayangkan, sebagian tokoh agama terkesan asal bicara dalam mengomentari kasus gempa bumi ini. Sebagian mereka menganggap terjadinya gempa bumi adalah bentuk perbuatan aktif Tuhan terhadap alam raya. Gempa bumi dianggap sebagai cobaan, ujian, bahkan lebih mengerikan: adzab dari Tuhan. Pertanyaannya: Mengapa Tuhan begitu tega menghacurkan alam ini?

Pertayaan di atas akan melahirkan jawaban teologis yang membingungkan, jika harus dijawab dengan paradigma teosentris, di mana Tuhan dapat melakukan apapun yang Ia kehendaki, kemudian manusia mencari seribu satu alasan untuk tetap mensucikan-Nya. Yang terjadi kemudian adalah ketidakmampuan kita mengidentifikasi gejala alam secara rasional. Kebodohan menyebar dan kepuasan awam menjadi tujuan.

Gempa bumi sejatinya adalah gejala alam yang bisa jadi dipengaruhi oleh sikap manusia dalam merpergauli alam ini. Ketidakramahan kita terhadap lingkungan, tentu akan merusak ekosistem yang membuatnya berjalan di luar garis-garis kebaikan. Gempa bumi harus dipahami sebagai rusaknya tatanan ekologi yang merupakan akibat dari ulah tangan manusia: penebangan hutan secara liar, perang, pengeboran bumi dan seterusnya. Mereka yang menguasai ekologi, geologi dan fisika, tentu harus diberikan tempat untuk menjelaskan semua ini. Bukan mereka yang hanya pandai menyitir ayat-ayat atau hadis-hadis.

Gempa bumi bukan akibat dosa manusia dalam pengertian yang sangat normatif. Gempa bumi adalah akibat dosa kita dalam meperlakukan alam raya ini. Alam raya ini diciptakan dengan berbagai takdir (aturan) yang tidak boleh dilanggar. Pelanggaran terhadap takdir alam raya akan mengakibatkan kerusakan bagi semua.

Oleh karenanya, tobat yang harus dilakukan adalah: berhenti memerlakukan alam dengan cara yang eksploitatif. Perlakukan alam ini sebagai sahabat, maka ia akan memberikan kehangatan bagi kita semua.

PROSEDUR INSTALASI WIRELESS लन

PROSEDUR INSTALASI WIRELESS LAN

Peralatan

1. Kompas dan peta topografi

2. Penggaris dan busur derajat

3. Pensil, penghapus, alat tulis

4. GPS, altimeter, klinometer

5. Kaca pantul dan teropong

6. Radio komunikasi (HT)

7. Orinoco PC Card, pigtail dan PCI / ISA adapter

8. Multimeter, SWR, cable tester, solder, timah, tang potong kabel

9. Peralatan panjat, harness, carabiner, webbing, cows tail, pulley

10. Kunci pas, kunci ring, kunci inggris, tang (potong, buaya, jepit), obeng set, tie rap, isolator gel, TBA, unibell

11. Kabel power roll, kabel UTP straight dan cross, crimping tools, konektor RJ45

12. Software AP Manager, Orinoco Client, driver dan AP Utility Planet, firmware dan operating system (NT, W2K, W98 / ME, Linux, FreeBSD + utilitynya)

Survey Lokasi

1. Tentukan koordinat letak kedudukan station, jarak udara terhadap BTS dengan GPS dan kompas pada peta

2. Perhatikan dan tandai titik potensial penghalang (obstructure) sepanjang path

3. Hitung SOM, path dan acessories loss, EIRP, freznel zone, ketinggian antena

4. Perhatikan posisi terhadap station lain, kemungkinan potensi hidden station, over shoot dan test noise serta interferensi

5. Tentukan posisi ideal tower, elevasi, panjang kabel dan alternatif seandainya ada kesulitan dalam instalasi

6. Rencanakan sejumlah alternatif metode instalasi, pemindahan posisi dan alat

Pemasangan Konektor

1. Kuliti kabel coaxial dengan penampang melintang, spesifikasi kabel minimum adalah RG 8 9913 dengan perhitungan losses 10 db setiap 30 m

2. Jangan sampai terjadi goresan berlebihan karena perambatan gelombang mikro adalah pada permukaan kabel

3. Pasang konektor dengan cermat dan memperhatikan penuh masalah kerapian

4. Solder pin ujung konektor dengan cermat dan rapi, pastikan tidak terjadi short

5. Perhatikan urutan pemasangan pin dan kuncian sehingga dudukan kabel dan konektor tidak mudah bergeser

6. Tutup permukaan konektor dengan aluminium foil untuk mencegah kebocoran dan interferensi, posisi harus menempel pada permukaan konektor

7. Lapisi konektor dengan aluminium foil dan lapisi seluruh permukaan sambungan konektor dengan isolator TBA (biasa untuk pemasangan pipa saluran air atau kabel listrik instalasi rumah)

8. Terakhir, tutup seluruh permukaan dengan isolator karet untuk mencegah air

9. Untuk perawatan, ganti semua lapisan pelindung setiap 6 bulan sekali

10. Konektor terbaik adalah model hexa tanpa solderan dan drat sehingga sedikit melukai permukaan kabel, yang dipasang dengan menggunakan crimping tools, disertai karet bakar sebagai pelindung pengganti isolator karet

Pembuatan POE

1. Power over ethernet diperlukan untuk melakukan injeksi catu daya ke perangkat Wireless In A Box yang dipasang di atas tower, POE bermanfaat mengurangi kerugian power (losses) akibat penggunaan kabel dan konektor

2. POE menggunakan 2 pair kabel UTP yang tidak terpakai, 1 pair untuk injeksi + (positif) power dan 1 pair untuk injeksi – (negatif) power, digunakan kabel pair (sepasang) untuk menghindari penurunan daya karena kabel loss

3. Perhatikan bahwa permasalahan paling krusial dalam pembuatan POE adalah bagaimana cara mencegah terjadinya short, karena kabel dan konektor power penampangnya kecil dan mudah bergeser atau tertarik, tetesi dengan lilin atau isolator gel agar setiap titik sambungan terlindung dari short

4. Sebelum digunakan uji terlebih dahulu semua sambungan dengan multimeter

Instalasi Antena

1. Pasang pipa dengan metode stack minimum sampai ketinggian 1st freznel zone terlewati terhadap obstructure terdekat

2. Perhatikan stabilitas dudukan pipa dan kawat strenght, pasang dudukan kaki untuk memanjat dan anker cows tail

3. Cek semua sambungan kabel dan konektor termasuk penangkal petir bila ada

4. Pasang antena dengan rapi dan benar, arahkan dengan menggunakan kompas dan GPS sesuai tempat kedudukan BTS di peta

5. Pasang kabel dan rapikan sementara, jangan sampai berat kabel menjadi beban sambungan konektor dan mengganggu gerak pointing serta kedudukan antena

6. Perhatikan dalam memasang kabel di tower / pipa, jangan ada posisi menekuk yang potensial menjadi akumulasi air hujan, bentuk sedemikian rupa sehingga air hujan bebas jatuh ke bawah

Instalasi Perangkat Radio

1. Instal PC Card dan Orinoco dengan benar sampai dikenali oleh OS tanpa konflik dan pastikan semua driver serta utility dapat bekerja sempurna

2. Instalasi pada OS W2K memerlukan driver terbaru dari web site dan ada di CD utility kopian, tidak diperlukan driver PCMCIA meskipun PNP W2K melakukannya justru deteksi ini menimbulkan konflik, hapus dirver ini dari Device Manager

3. Instalasi pada NT memerlukan kecermatan alokasi alamat IO, IRQ dan DMA, pada BIOS lebih baik matikan semua device (COM, LPT dll.) dan peripheral (sound card, mpeg dll.) yang tidak diperlukan

4. Semua prosedur ini bisa diselesaikan dalam waktu kurang dari 30 menit tidak termasuk instalasi OS, lebih dari waktu ini segera jalankan prosedur selanjutnya

5. Apabila terus menerus terjadi kesulitan instalasi, untuk sementara demi efisiensi lakukan instalasi dibawah OS Win98 / ME yang lebih mudah dan sedikit masalah

6. Pada instalasi perangkat radio jenis Wireless In A Box (Mtech, Planet, Micronet dlll.), terlebih dahulu lakukan update firmware dan utility

7. Kemudian uji coba semua fungsi yang ada (AP, Inter Building, SAI Client, SAA2, SAA Ad Hoc dll.) termasuk bridging dan IP Addressing dengan menggunakan antena helical, pastikan semua fungsi berjalan baik dan stabil

8. Pastikan bahwa perangkat Power Over Ethernet (POE) berjalan sempurna

Pengujian Noise

1. Bila semua telah berjalan normal, install semua utility yang diperlukan dan mulai lakukan pengujian noise / interferensi, pergunakan setting default

2. Tanpa antena perhatikan apakah ada signal strenght yang tertangkap dari station lain disekitarnya, bila ada dan mencapai good (sekitar 40 % – 60 %) atau bahkan lebih, maka dipastikan station tersebut beroperasi melebihi EIRP dan potensial menimbulkan gangguan bagi station yang sedang kita bangun, pertimbangkan untuk berunding dengan operator BTS / station eksisting tersebut

3. Perhatikan berapa tingkat noise, bila mencapai lebih dari tingkat sensitifitas radio (biasanya adalah sekitar – 83 dbm, baca spesifikasi radio), misalnya – 100 dbm maka di titik station tersebut interferensinya cukup tinggi, tinggal apakah signal strenght yang diterima bisa melebihi noise

4. Perhitungan standar signal strenght adalah 0 % – 40 % poor, 40 % - 60 % good, 60 % - 100 % excellent, apabila signal strenght yang diterima adalah 60 % akan tetapi noisenya mencapai 20 % maka kondisinya adalah poor connection (60 % - 20 % - 40 % poor), maka sedapat mungkin signal strenght harus mencapai 80 %

5. Koneksi poor biasanya akan menghasilkan PER (packet error rate – bisa dilihat dari persentasi jumlah RTO dalam continous ping) diatas 3 % – 7 % (dilihat dari utility Planet maupun Wave Rider), good berkisar antara 1 % - 3 % dan excellent dibawah 1 %, PER antara BTS dan station client harus seimbang

6. Perhitungan yang sama bisa dipergunakan untuk memperhatikan station lawan atau BTS kita, pada prinsipnya signal strenght, tingkat noise, PER harus imbang untuk mendapatkan stabilitas koneksi yang diharapkan

7. Pertimbangkan alternatif skenario lain bila sejumlah permasalahan di atas tidak bisa diatasi, misalkan dengan memindahkan station ke tempat lain, memutar arah pointing ke BTS terdekat lainnya atau dengan metode 3 titik (repeater) dll.

Perakitan Antena

1. Antena microwave jenis grid parabolic dan loop serta yagi perlu dirakit karena terdiri dari sejumlah komponen, berbeda dengan jenis patch panel, panel sector maupun omni directional

2. Rakit antena sesuai petunjuk (manual) dan gambar konstruksi yang disertakan

3. Kencangkan semua mur dan baut termasuk konektor dan terutama reflektor

4. Perhatikan bahwa antena microwave sangat peka terhadap perubahan fokus, maka pada saat perakitan antena perhatikan sebaik-baiknya fokus reflektor terhadap horn (driven antena), sedikit perubahan fokus akan berakibat luas seperti misalnya perubahan gain (db) antena

5. Beberapa tipe antena grid parabolic memiliki batang extender yang bisa merubah letak fokus reflektor terhadap horn sehingga bisa diset gain yang diperlukan

Pointing Antena

1. Secara umum antena dipasang dengan polarisasi horizontal

2. Arahkan antena sesuai arah yang ditunjukkan kompas dan GPS, arah ini kita anggap titik tengah arah (center beam)

3. Geser antena dengan arah yang tetap ke kanan maupun ke kiri center beam, satu per satu pada setiap tahap dengan perhitungan tidak melebihi ½ spesifikasi beam width antena untuk setiap sisi (kiri atau kanan), misalkan antena 24 db, biasanya memiliki beam width 12 derajat maka, maksimum pergeseran ke arah kiri maupun kanan center beam adalah 6 derajat

4. Beri tanda pada setiap perubahan arah dan tentukan skornya, penentuan arah terbaik dilakukan dengan cara mencari nilai average yang terbaik, parameter utama yang harus diperhatikan adalah signal strenght, noise dan stabilitas

5. Karena kebanyakan perangkat radio Wireless In A Box tidak memiliki utility grafis untuk merepresentasikan signal strenght, noise dsb (kecuali statistik dan PER) maka agar lebih praktis, untuk pointing gunakan perangkat radio standar 802.11b yang memiliki utility grafis seperti Orinoco atau gunakan Wave Rider

6. Selanjutnya bila diperlukan lakukan penyesuaian elevasi antena dengan klino meter sesuai sudut antena pada station lawan, hitung berdasarkan perhitungan kelengkungan bumi dan bandingkan dengan kontur pada peta topografi

7. Ketika arah dan elevasi terbaik yang diperkirakan telah tercapai maka apabila diperlukan dapat dilakukan pembalikan polarisasi antena dari horizontal ke vertical untuk mempersempit beam width dan meningkatkan fokus transmisi, syaratnya kedua titik mempergunakan antena yang sama (grid parabolic) dan di kedua titik polarisasi antena harus sama (artinya di sisi lawan polarisasi antena juga harus dibalik menjadi vertical)

Pengujian Koneksi Radio

1. Lakukan pengujian signal, mirip dengan pengujian noise, hanya saja pada saat ini antena dan kabel (termasuk POE) sudah dihubungkan ke perangkat radio

2. Sesuaikan channel dan nama SSID (Network Name) dengan identitas BTS / AP tujuan, demikian juga enkripsinya, apabila dipergunakan otentikasi MAC Address maka di AP harus didefinisikan terlebih dahulu MAC Address station tersebut

3. Bila menggunakan otentikasi Radius, pastikan setting telah sesuai dan cobalah terlebih dahulu mekanismenya sebelum dipasang

4. Perhatikan bahwa kebanyakan perangkat radio adalah berfungsi sebagai bridge dan bekerja berdasarkan pengenalan MAC Address, sehingga IP Address yang didefinisikan berfungsi sebagai interface utility berdasarkan protokol SNMP saja, sehingga tidak perlu dimasukkan ke dalam tabel routing

5. Tabel routing didefinisikan pada (PC) router dimana perangkat radio terpasang, untuk Wireless In A Box yang perangkatnya terpisah dari (PC) router, maka pada device yang menghadap ke perangkat radio masukkan pula 1 IP Address yang satu subnet dengan IP Address yang telah didefinisikan pada perangkat radio, agar utility yang dipasang di router dapat mengenali radio

6. Lakukan continuos ping untuk menguji stabilitas koneksi dan mengetahui PER

7. Bila telah stabil dan signal strenght minimum good (setelah diperhitungkan noise) maka lakukan uji troughput dengan melakukan koneksi FTP (dengan software FTP client) ke FTP server terdekat (idealnya di titik server BTS tujuan), pada kondisi ideal average troughput akan seimbang baik saat download maupun up load, maksimum troughput pada koneksi radio 1 mbps adalah sekitar 600 kbps dan per TCP connection dengan MTU maksimum 1500 bisa dicapai 40 kbps

8. Selanjutnya gunakan software mass download manager yang mendukung TCP connection secara simultan (concurrent), lakukan koneksi ke FTP server terdekat dengan harapan maksimum troughput 5 kbps per TCP connection, maka dapat diaktifkan sekitar 120 session simultan (concurrent), asumsinya 5 x 120 = 600

9. Atau dengan cara yang lebih sederhana, digunakan skala yang lebih kecil, 12 concurrent connection dengan trouhput per session 5 kbps, apa total troughput bisa mencapai 60 kbps (average) ? bila tercapai maka stabilitas koneksi sudah dapat dijamin berada pada level maksimum

10. Pada setiap tingkat pembebanan yang dilakukan bertahap, perhatikan apakah RRT ping meningkat, angka mendekati sekitar 100 ms masih dianggap wajar

Pasca Gempa

Tangguh di Tengah Musibah

Paska musibah gempa di Wilayah DIY dan sekitarnya, sampai dini hari (07/06/06) aktifitas kehidupan nampak masih lumpuh. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya pertokoan dan kantor-kantor instansi yang masih tutup. Tapi tidak bagi Pak Darso (62 tahun), meski ia masih trauma dan sering ngeliyer akibat tragedi gempa kemarin. Warga Desa Jetis-Bajang, Pandak, Kabupaten Bantul ini, sejak empat hari setelah gempa, sudah mulai ke sawah seperti biasanya. Ia mengatakan bahwa gempa yang terjadi kemarin membuat sawahnya yang baru ditanam padi, tak mendapatkan irigasi (kekeringan).

Ia datang ke sawah karena teringat dengan bibit padi yang harus mendapatkan aliran air, jika tidak, bibit padi itu bisa menguning dan mati. "Sejak tiga hari setelah gempa, rumahku yang rata dengan tanah, secara gotong royong sudah kami bersihkan. Kalau terus-terusan kita meratapi rumah yang hancur, nanti sawahnya gak keurus", katanya dengan sedikit terbata karena menahan batuk dan kerapuhan tubuh renta dimakan usia. "Lah, untuk apa diratapi, wong semua sudah terjadi. Mau nangis juga tetap saja hancur. Dari pada meratap terus, lebih baik ke sawah, semua masalah di rumah jadi lupa. Aku sudah pasrah sama Gusti Allah", imbuhnya dengan pasrah.

Demikian juga Parno (59 tahun), warga Jetis-Bajang, ketika ditemui di pinggir sungai (tempat irigasi), ia mengatakan bahwa gempa kemarin itu menyebabkan banyak sungai-sungai mampet, tak mengalir, karena rusak, atau terkena timbunan tembok. Makanya, ia terus berbenah di sungai yang menjulur di sepanjang pinggiran desanya.

Sementara itu, di tempat terpisah tak jauh dari desa Jetis, Ny. Ngasinah (57 tahun), warga Dusun Krapakan, Caturharjo, Pandak, Kabupaten bantul, sejak minggu (05/06) sudah mulai menjajakan telor asin di sekeliling desa. Meski belum bisa memasak telor asin sendiri karena rumah dan dapurnya roboh, ia tetap bersyukur bisa jualan, dan ada orderan telor asin dari temannya di Pasar Bringharjo. "Syukur masih ada teman yang setor telor", katanya. Ia terus menjajakan telor asin karena merasa terpanggil oleh para pelanggan. "Banyak langganan yang bertanya-tanya, mana telor asinnya, sebab kebanyakan sudah mulai bosan dengan mie instan bantuan", jelasnya.

Pak Darso, Parno dan Ny. Ngasinah, merupakan potret manusia yang tangguh. Di tengah tragedi gempa yang memporak-porandakan rumah dan kehidupannya, ia tetap tegar dan kembali bangkit meneruskan liku hidupnya. Ketiga orang itu, secara fisik dan mental telah berhasil mengambil sikap dengan cepat manakala bencana itu datang. Sebab bukankah musibah sudah menjadi bagian dari hidup kita. Maka kisah kedua orang ini, mungkin bisa memberikan teladan bagi kita, bahwa seberat apapun musibah, kita tak boleh kehilangan semangat apalagi berputus asa. Bukankah hidup ini sungguh sangat rentan terhadap bencana?. Dan, kiranya pendapat al-Qarni (Penulis buku, La Tahzan), patut kita renungkan lebih dalam, "Setiap bencana akan menjadi karunia bagi kita, dan percalah setiap ujian akan meretas menjadi semacam anugerah". (Ahmad Muzaki, Alumni Ponpes Al-Munawwir Kerapyak, tinggal di Bantul).

Undang-undang Perpustakaan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 43 TAHUN 2007
TENTANG
PERPUSTAKAAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: a. bahwa dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa sebagaimana diamanatkan dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, perpustakaan sebagai wahana belajar
sepanjang hayat mengembangkan potensi masyarakat
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab dalam mendukung penyelenggaraan pendidikan
nasional;
b. bahwa sebagai salah satu upaya untuk memajukan
kebudayaan nasional, perpustakaan merupakan
wahana pelestarian kekayaan budaya bangsa;
c. bahwa dalam rangka meningkatkan kecerdasan
kehidupan bangsa, perlu ditumbuhkan budaya gemar
membaca melalui pengembangan dan pendayagunaan
perpustakaan sebagai sumber informasi yang berupa
karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam;
d. bahwa ketentuan yang berkaitan dengan
penyelenggaraan perpustakaan masih bersifat parsial
dalam berbagai peraturan sehingga perlu diatur
secara komprehensif dalam suatu undang-undang
tersendiri;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf d,
perlu dibentuk Undang-Undang tentang
Perpustakaan;
Mengingat: . . .

- 2 -
Mengingat: Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PERPUSTAKAAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Perpustakaan adalah institusi pengelola koleksi karya
tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam secara
profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi
kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian,
informasi, dan rekreasi para pemustaka.
2. Koleksi perpustakaan adalah semua informasi dalam
bentuk karya tulis, karya cetak, dan/atau karya
rekam dalam berbagai media yang mempunyai nilai
pendidikan, yang dihimpun, diolah, dan dilayankan.
3. Koleksi nasional adalah semua karya tulis, karya
cetak, dan/atau karya rekam dalam berbagai media
yang diterbitkan ataupun tidak diterbitkan, baik yang
berada di dalam maupun di luar negeri yang dimiliki
oleh perpustakaan di wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
4. Naskah . . .

- 3 -
4. Naskah kuno adalah semua dokumen tertulis yang
tidak dicetak atau tidak diperbanyak dengan cara
lain, baik yang berada di dalam negeri maupun di luar
negeri yang berumur sekurang-kurangnya 50 (lima
puluh) tahun, dan yang mempunyai nilai penting bagi
kebudayaan nasional, sejarah, dan ilmu pengetahuan.
5. Perpustakaan Nasional adalah lembaga pemerintah
non departemen (LPND) yang melaksanakan tugas
pemerintahan dalam bidang perpustakaan yang
berfungsi sebagai perpustakaan pembina,
perpustakaan rujukan, perpustakaan deposit,
perpustakaan penelitian, perpustakaan pelestarian,
dan pusat jejaring perpustakaan, serta berkedudukan
di ibukota negara.
6. Perpustakaan umum adalah perpustakaan yang
diperuntukkan bagi masyarakat luas sebagai sarana
pembelajaran sepanjang hayat tanpa membedakan
umur, jenis kelamin, suku, ras, agama, dan status
sosial-ekonomi.
7. Perpustakaan khusus adalah perpustakaan yang
diperuntukkan secara terbatas bagi pemustaka di
lingkungan lembaga pemerintah, lembaga
masyarakat, lembaga pendidikan keagamaan, rumah
ibadah, atau organisasi lain.
8. Pustakawan adalah seseorang yang memiliki
kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan
dan/atau pelatihan kepustakawanan serta
mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk
melaksanakan pengelolaan dan pelayanan
perpustakaan.
9. Pemustaka adalah pengguna perpustakaan, yaitu
perseorangan, kelompok orang, masyarakat, atau
lembaga yang memanfaatkan fasilitas layanan
perpustakaan.
10. Bahan perpustakaan adalah semua hasil karya tulis,
karya cetak, dan/atau karya rekam.
11. Masyarakat adalah setiap orang, kelompok orang,
atau lembaga yang berdomisili pada suatu wilayah
yang mempunyai perhatian dan peranan dalam
bidang perpustakaan.
12. Organisasi . . .

- 4 -
12. Organisasi profesi pustakawan adalah perkumpulan
yang berbadan hukum yang didirikan oleh
pustakawan untuk mengembangkan profesionalitas
kepustakawanan.
13. Pemerintah pusat yang selanjutnya disebut
Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang
memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
14. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau
walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah.
15. Sumber daya perpustakaan adalah semua tenaga,
sarana dan prasarana, serta dana yang dimiliki
dan/atau dikuasai oleh perpustakaan.
16. Menteri adalah menteri yang menangani urusan
pemerintahan dalam bidang pendidikan nasional.
Pasal 2
Perpustakaan diselenggarakan berdasarkan asas
pembelajaran sepanjang hayat, demokrasi, keadilan,
keprofesionalan, keterbukaan, keterukuran, dan kemitraan.
Pasal 3
Perpustakaan berfungsi sebagai wahana pendidikan,
penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi untuk
meningkatkan kecerdasan dan keberdayaan bangsa.
Pasal 4
Perpustakaan bertujuan memberikan layanan kepada
pemustaka, meningkatkan kegemaran membaca, serta
memperluas wawasan dan pengetahuan untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa.
BAB II . . .

- 5 -
BAB II
HAK, KEWAJIBAN, DAN KEWENANGAN
Bagian Kesatu
Hak
Pasal 5
(1) Masyarakat mempunyai hak yang sama untuk:
a. memperoleh layanan serta memanfaatkan dan
mendayagunakan fasilitas perpustakaan;
b. mengusulkan keanggotaan Dewan Perpustakaan;
c. mendirikan dan/atau menyelenggarakan
perpustakaan;
d. berperan serta dalam pengawasan dan evaluasi
terhadap penyelenggaraan perpustakaan.
(2) Masyarakat di daerah terpencil, terisolasi, atau
terbelakang sebagai akibat faktor geografis berhak
memperoleh layanan perpustakaan secara khusus.
(3) Masyarakat yang memiliki cacat dan/atau kelainan
fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial
berhak memperoleh layanan perpustakaan yang
disesuaikan dengan kemampuan dan keterbatasan
masing-masing.
Bagian Kedua
Kewajiban
Pasal 6
(1) Masyarakat berkewajiban:
a. menjaga dan memelihara kelestarian koleksi
perpustakaan;
b. menyimpan, merawat, dan melestarikan naskah
kuno yang dimilikinya dan mendaftarkannya ke
Perpustakaan Nasional;
c. menjaga . . .

- 6 -
c. menjaga kelestarian dan keselamatan sumber
daya perpustakaan di lingkungannya;
d mendukung upaya penyediaan fasilitas layanan
perpustakaan di lingkungannya;
e. mematuhi seluruh ketentuan dan peraturan
dalam pemanfaatan fasilitas perpustakaan; dan
f. menjaga ketertiban, keamanan, dan kenyamanan
lingkungan perpustakaan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendaftaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 7
(1) Pemerintah berkewajiban:
a. mengembangkan sistem nasional perpustakaan
sebagai upaya mendukung sistem pendidikan
nasional;
b. menjamin kelangsungan penyelenggaraan dan
pengelolaan perpustakaan sebagai pusat sumber
belajar masyarakat;
c. menjamin ketersediaan layanan perpustakaan
secara merata di tanah air;
d. menjamin ketersediaan keragaman koleksi
perpustakaan melalui terjemahan (translasi), alih
aksara (transliterasi), alih suara ke tulisan
(transkripsi), dan alih media (transmedia);
e. menggalakkan promosi gemar membaca dan
memanfaatkan perpustakaan;
f. meningkatan kualitas dan kuantitas koleksi
perpustakaan;
g. membina dan mengembangkan kompetensi,
profesionalitas pustakawan, dan tenaga teknis
perpustakaan;
h. mengembangkan Perpustakaan Nasional; dan
i. memberikan . . .

- 7 -
i. memberikan penghargaan kepada setiap orang
yang menyimpan, merawat, dan melestarikan
naskah kuno.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penghargaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 8
Pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota
berkewajiban:
a. menjamin penyelenggaraan dan pengembangan
perpustakaan di daerah;
b. menjamin ketersediaan layanan perpustakaan secara
merata di wilayah masing-masing;
c. menjamin kelangsungan penyelenggaraan dan
pengelolaan perpustakaan sebagai pusat sumber
belajar masyarakat;
d. menggalakkan promosi gemar membaca dengan
memanfaatkan perpustakaan;
e. memfasilitasi penyelenggaraan perpustakaan di
daerah; dan
f. menyelenggarakan dan mengembangkan
perpustakaan umum daerah berdasar kekhasan
daerah sebagai pusat penelitian dan rujukan tentang
kekayaan budaya daerah di wilayahnya.
Bagian Ketiga
Kewenangan
Pasal 9
Pemerintah berwenang:
a. menetapkan kebijakan nasional dalam pembinaan
dan pengembangan semua jenis perpustakaan di
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. mengatur, . . .

- 8 -
b. mengatur, mengawasi, dan mengevaluasi
penyelenggaraan dan pengelolaan perpustakaan di
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan
c. mengalihmediakan naskah kuno yang dimiliki oleh
masyarakat untuk dilestarikan dan didayagunakan.
Pasal 10
Pemerintah daerah berwenang:
a. menetapkan kebijakan daerah dalam pembinaan dan
pengembangan perpustakaan di wilayah masing-
masing;
b. mengatur, mengawasi, dan mengevaluasi
penyelenggaraan dan pengelolaan perpustakaan di
wilayah masing-masing; dan
c. mengalihmediakan naskah kuno yang dimiliki oleh
masyarakat di wilayah masing-masing untuk
dilestarikan dan didayagunakan.
BAB III
STANDAR NASIONAL PERPUSTAKAAN
Pasal 11
(1) Standar nasional perpustakaan terdiri atas:
a. standar koleksi perpustakaan;
b. standar sarana dan prasarana;
c. standar pelayanan perpustakaan;
d. standar tenaga perpustakaan;
e. standar penyelenggaraan; dan
f. standar pengelolaan.
(2) Standar nasional perpustakaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai acuan
penyelenggaraan, pengelolaan, dan pengembangan
perpustakaan.
(3) Ketentuan . . .

- 9 -
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar nasional
perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IV
KOLEKSI PERPUSTAKAAN
Pasal 12
(1) Koleksi perpustakaan diseleksi, diolah, disimpan,
dilayankan, dan dikembangkan sesuai dengan
kepentingan pemustaka dengan memperhatikan
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.
(2) Pengembangan koleksi perpustakaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan
standar nasional perpustakaan.
(3) Bahan perpustakaan yang dilarang berdasarkan
peraturan perundang-undangan disimpan sebagai
koleksi khusus Perpustakaan Nasional.
(4) Koleksi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
digunakan secara terbatas.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyimpanan koleksi
khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan
penggunaan secara terbatas sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 13
(1) Koleksi nasional diinventarisasi, diterbitkan dalam
bentuk katalog induk nasional (KIN), dan
didistribusikan oleh Perpustakaan Nasional.
(2) Koleksi nasional yang berada di daerah
diinventarisasi, diterbitkan dalam bentuk katalog
induk daerah (KID), dan didistribusikan oleh
perpustakaan umum provinsi.
BAB V . . .

- 10 -
BAB V
LAYANAN PERPUSTAKAAN
Pasal 14
(1) Layanan perpustakaan dilakukan secara prima dan
berorientasi bagi kepentingan pemustaka.
(2) Setiap perpustakaan menerapkan tata cara layanan
perpustakaan berdasarkan standar nasional
perpustakaan.
(3) Setiap perpustakaan mengembangkan layanan
perpustakaan sesuai dengan kemajuan teknologi
informasi dan komunikasi.
(4) Layanan perpustakaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dikembangkan melalui pemanfaatan sumber
daya perpustakaan untuk memenuhi kebutuhan
pemustaka.
(5) Layanan perpustakaan diselenggarakan sesuai
dengan standar nasional perpustakaan untuk
mengoptimalkan pelayanan kepada pemustaka.
(6) Layanan perpustakaan terpadu diwujudkan melalui
kerja sama antarperpustakaan.
(7) Layanan perpustakaan secara terpadu sebagaimana
dimaksud pada ayat (6) dilaksanakan melalui jejaring
telematika.
BAB VI
PEMBENTUKAN, PENYELENGGARAAN, SERTA PENGELOLAAN DAN
PENGEMBANGAN PERPUSTAKAAN
Bagian Kesatu
Pembentukan Perpustakaan
Pasal 15
(1) Perpustakaan dibentuk sebagai wujud pelayanan
kepada pemustaka dan masyarakat.
(2) Pembentukan . . .

- 11 -
(2) Pembentukan perpustakaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah
daerah, dan/atau masyarakat.
(3) Pembentukan perpustakaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) paling sedikit memenuhi syarat:
a. memiliki koleksi perpustakaan;
b. memiliki tenaga perpustakaan;
c. memiliki sarana dan prasarana perpustakaan;
d. memiliki sumber pendanaan; dan
e. memberitahukan keberadaannya ke Perpus-
takaan Nasional.
Bagian Kedua
Penyelenggaraan Perpustakaan
Pasal 16
Penyelenggaraan perpustakaan berdasarkan kepemilikan
terdiri atas:
a. perpustakaan pemerintah;
b. perpustakaan provinsi;
c. perpustakaan kabupaten/kota;
d. perpustakaan kecamatan;
e. perpustakaan desa;
f. perpustakaan masyarakat;
g. perpustakaan keluarga; dan
h. perpustakaan pribadi.
Pasal 17
Penyelenggaraan perpustakaan dilakukan sesuai dengan
standar nasional perpustakaan.
Bagian Ketiga . . .

- 12 -
Bagian Ketiga
Pengelolaan dan Pengembangan Perpustakaan
Pasal 18
Setiap perpustakaan dikelola sesuai dengan standar
nasional perpustakaan.
Pasal 19
(1) Pengembangan perpustakaan merupakan upaya
peningkatan sumber daya, pelayanan, dan pengelolaan
perpustakaan, baik dalam hal kuantitas maupun
kualitas.
(2) Pengembangan perpustakaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan berdasarkan karakteristik,
fungsi dan tujuan, serta dilakukan sesuai dengan
kebutuhan pemustaka dan masyarakat dengan
memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
(3) Pengembangan perpustakaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan secara
berkesinambungan.
BAB VII
JENIS-JENIS PERPUSTAKAAN
Pasal 20
Perpustakaan terdiri atas:
a. Perpustakaan Nasional;
b. Perpustakaan Umum;
c. Perpustakaan Sekolah/Madrasah;
d. Perpustakaan Perguruan Tinggi; dan
e. Perpustakaan Khusus.
Bagian Kesatu . . .

- 13 -
Bagian Kesatu
Perpustakaan Nasional
Pasal 21
(1) Perpustakaan Nasional merupakan LPND yang
melaksanakan tugas pemerintahan dalam bidang
perpustakaan dan berkedudukan di ibukota negara.
(2) Perpustakaan Nasional bertugas:
a. menetapkan kebijakan nasional, kebijakan
umum, dan kebijakan teknis pengelolaan
perpustakaan;
b. melaksanakan pembinaan, pengembangan,
evaluasi, dan koordinasi terhadap pengelolaan
perpustakaan;
c. membina kerja sama dalam pengelolaan berbagai
jenis perpustakaan; dan
d. mengembangkan standar nasional perpustakaan.
(3) Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Perpustakaan Nasional bertanggung jawab:
a. mengembangkan koleksi nasional yang
memfasilitasi terwujudnya masyarakat
pembelajar sepanjang hayat;
b. mengembangkan koleksi nasional untuk
melestarikan hasil budaya bangsa;
c. melakukan promosi perpustakaan dan gemar
membaca dalam rangka mewujudkan masyarakat
pembelajar sepanjang hayat; dan
d. mengidentifikasi dan mengupayakan
pengembalian naskah kuno yang berada di luar
negeri.
Bagian Kedua . . .

- 14 -
Bagian Kedua
Perpustakaan Umum
Pasal 22
(1) Perpustakaan umum diselenggarakan oleh
Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah
kabupaten/kota, kecamatan, dan desa, serta dapat
diselenggarakan oleh masyarakat.
(2) Pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota
menyelenggarakan perpustakaan umum daerah yang
koleksinya mendukung pelestarian hasil budaya
daerah masing-masing dan memfasilitasi terwujudnya
masyarakat pembelajar sepanjang hayat.
(3) Perpustakaan umum yang diselenggarakan oleh
Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah
kabupaten/kota, kecamatan, dan desa/kelurahan
mengembangkan sistem layanan perpustakaan
berbasis teknologi informasi dan komunikasi.
(4) Masyarakat dapat menyelenggarakan perpustakaan
umum untuk memfasilitasi terwujudnya masyarakat
pembelajar sepanjang hayat.
(5) Pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau
kabupaten/kota melaksanakan layanan perpustakaan
keliling bagi daerah yang belum terjangkau oleh
layanan perpustakaan menetap.
Bagian Ketiga
Perpustakaan Sekolah/Madrasah
Pasal 23
(1) Setiap sekolah/madrasah menyelenggarakan
perpustakaan yang memenuhi standar nasional
perpustakaan dengan memperhatikan Standar
Nasional Pendidikan.
(2) Perpustakaan . . .

- 15 -
(2) Perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib memiliki koleksi buku teks pelajaran yang
ditetapkan sebagai buku teks wajib pada satuan
pendidikan yang bersangkutan dalam jumlah yang
mencukupi untuk melayani semua peserta didik dan
pendidik.
(3) Perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengembangkan koleksi lain yang mendukung
pelaksanaan kurikulum pendidikan.
(4) Perpustakaan sekolah/madrasah melayani peserta
didik pendidikan kesetaraan yang dilaksanakan di
lingkungan satuan pendidikan yang bersangkutan.
(5) Perpustakaan sekolah/madrasah mengembangkan
layanan perpustakaan berbasis teknologi informasi
dan komunikasi.
(6) Sekolah/madrasah mengalokasikan dana paling
sedikit 5% dari anggaran belanja operasional
sekolah/madrasah atau belanja barang di luar
belanja pegawai dan belanja modal untuk
pengembangan perpustakaan.
Bagian Keempat
Perpustakaan Perguruan Tinggi
Pasal 24
(1) Setiap perguruan tinggi menyelenggarakan
perpustakaan yang memenuhi standar nasional
perpustakaan dengan memperhatikan Standar
Nasional Pendidikan.
(2) Perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memiliki koleksi, baik jumlah judul maupun jumlah
eksemplarnya, yang mencukupi untuk mendukung
pelaksanaan pendidikan, penelitian, dan pengabdian
kepada masyarakat.
(3) Perpustakaan perguruan tinggi mengembangkan
layanan perpustakaan berbasis teknologi informasi
dan komunikasi.
(4) Setiap . . .

- 16 -
(4) Setiap perguruan tinggi mengalokasikan dana untuk
pengembangan perpustakaan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan guna memenuhi
standar nasional pendidikan dan standar nasional
perpustakaan.
Bagian Kelima
Perpustakaan Khusus
Pasal 25
Perpustakaan khusus menyediakan bahan perpustakaan
sesuai dengan kebutuhan pemustaka di lingkungannya.
Pasal 26
Perpustakaan khusus memberikan layanan kepada
pemustaka di lingkungannya dan secara terbatas
memberikan layanan kepada pemustaka di luar
lingkungannya.
Pasal 27
Perpustakaan khusus diselenggarakan sesuai dengan
standar nasional perpustakaan.
Pasal 28
Pemerintah dan pemerintah daerah memberikan bantuan
berupa pembinaan teknis, pengelolaan, dan/atau
pengembangan perpustakaan kepada perpustakaan
khusus.
BAB VIII . . .

- 17 -
BAB VIII
TENAGA PERPUSTAKAAN, PENDIDIKAN, DAN
ORGANISASI PROFESI
Bagian Kesatu
Tenaga Perpustakaan
Pasal 29
(1) Tenaga perpustakaan terdiri atas pustakawan dan
tenaga teknis perpustakaan.
(2) Pustakawan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus memenuhi kualifikasi sesuai dengan standar
nasional perpustakaan.
(3) Tugas tenaga teknis perpustakaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat dirangkap oleh
pustakawan sesuai dengan kondisi perpustakaan
yang bersangkutan.
(4) Ketentuan mengenai tugas, tanggung jawab,
pengangkatan, pembinaan, promosi, pemindahan
tugas, dan pemberhentian tenaga perpustakaan yang
berstatus pegawai negeri sipil dilakukan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
(5) Ketentuan mengenai tugas, tanggung jawab,
pengangkatan, pembinaan, promosi, pemindahan
tugas, dan pemberhentian tenaga perpustakaan yang
berstatus nonpegawai negeri sipil dilakukan sesuai
dengan peraturan yang ditetapkan oleh penyelenggara
perpustakaan yang bersangkutan.
Pasal 30
Perpustakaan Nasional, perpustakaan umum Pemerintah,
perpustakaan umum provinsi, perpustakaan umum
kabupaten/kota, dan perpustakaan perguruan tinggi
dipimpin oleh pustakawan atau oleh tenaga ahli dalam
bidang perpustakaan.
Pasal 31 . . .

- 18 -
Pasal 31
Tenaga perpustakaan berhak atas:
a. penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan
jaminan kesejahteraan sosial;
b. pembinaan karier sesuai dengan tuntutan
pengembangan kualitas; dan
c. kesempatan untuk menggunakan sarana, prasarana,
dan fasilitas perpustakaan untuk menunjang
kelancaran pelaksanaan tugas.
Pasal 32
Tenaga perpustakaan berkewajiban:
a. memberikan layanan prima terhadap pemustaka;
b. menciptakan suasana perpustakaan yang kondusif;
dan
c. memberikan keteladanan dan menjaga nama baik
lembaga dan kedudukannya sesuai dengan tugas dan
tanggung jawabnya.
Bagian Kedua
Pendidikan
Pasal 33
(1) Pendidikan untuk pembinaan dan pengembangan
tenaga perpustakaan merupakan tanggung jawab
penyelenggara perpustakaan.
(2) Pendidikan untuk pembinaan dan pengembangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
melalui pendidikan formal dan/atau nonformal.
(3) Pendidikan untuk pembinaan dan pengembangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan
melalui kerja sama Perpustakaan Nasional,
perpustakaan umum provinsi, dan/atau
perpustakaan umum kabupaten/kota dengan
organisasi profesi, atau dengan lembaga pendidikan
dan pelatihan.
Bagian Ketiga . . .

- 19 -
Bagian Ketiga
Organisasi Profesi
Pasal 34
(1) Pustakawan membentuk organisasi profesi.
(2) Organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berfungsi untuk memajukan dan memberi
pelindungan profesi kepada pustakawan.
(3) Setiap pustakawan menjadi anggota organisasi
profesi.
(4) Pembinaan dan pengembangan organisasi profesi
pustakawan difasilitasi oleh Pemerintah, pemerintah
daerah, dan/atau masyarakat.
Pasal 35
Organisasi profesi pustakawan mempunyai kewenangan:
a. menetapkan dan melaksanakan anggaran dasar dan
anggaran rumah tangga;
b. menetapkan dan menegakkan kode etik pustakawan;
c. memberi pelindungan hukum kepada pustakawan;
dan
d. menjalin kerja sama dengan asosiasi pustakawan
pada tingkat daerah, nasional, dan internasional.
Pasal 36
(1) Kode etik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35
huruf b berupa norma atau aturan yang harus
dipatuhi oleh setiap pustakawan untuk menjaga
kehormatan, martabat, citra, dan profesionalitas.
(2) Kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memuat secara spesifik sanksi pelanggaran kode etik
dan mekanisme penegakan kode etik.
Pasal 37 . . .

- 20 -
Pasal 37
(1) Penegakan kode etik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 36 ayat (2) dilaksanakan oleh Majelis
Kehormatan Pustakawan yang dibentuk oleh
organisasi profesi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi profesi
pustakawan diatur dalam anggaran dasar dan
anggaran rumah tangga.
BAB IX
SARANA DAN PRASARANA
Pasal 38
(1) Setiap penyelenggara perpustakaan menyediakan
sarana dan prasarana sesuai dengan standar nasional
perpustakaan.
(2) Sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dimanfaatkan dan dikembangkan sesuai
dengan kemajuan teknologi informasi dan
komunikasi.
BAB X
PENDANAAN
Pasal 39
(1) Pendanaan perpustakaan menjadi tanggung jawab
penyelenggara perpustakaan.
(2) Pemerintah dan pemerintah daerah mengalokasikan
anggaran perpustakaan dalam anggaran pendapatan
dan belanja negara (APBN) dan anggaran pendapatan
dan belanja daerah (APBD).
Pasal 40 . . .

- 21 -
Pasal 40
(1) Pendanaan perpustakaan didasarkan pada prinsip
kecukupan dan berkelanjutan.
(2) Pendanaan perpustakaan bersumber dari:
a. anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau
anggaran pendapatan dan belanja daerah;
b. sebagian anggaran pendidikan;
c. sumbangan masyarakat yang tidak mengikat;
d. kerja sama yang saling menguntungkan;
e. bantuan luar negeri yang tidak mengikat;
f. hasil usaha jasa perpustakaan; dan/atau
g. sumber lain yang sah berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 41
Pengelolaan dana perpustakaan dilakukan secara efisien,
berkeadilan, terbuka, terukur, dan bertanggung jawab.
BAB XI
KERJA SAMA DAN PERAN SERTA MASYARAKAT
Bagian Kesatu
Kerja Sama
Pasal 42
(1) Perpustakaan melakukan kerja sama dengan berbagai
pihak untuk meningkatkan layanan kepada pemustaka.
(2) Peningkatan layanan kepada pemustaka sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk meningkatkan
jumlah pemustaka yang dapat dilayani dan
meningkatkan mutu layanan perpustakaan.
(3) Kerja . . .

- 22 -
(3) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
peningkatan layanan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dilakukan dengan memanfaatkan sistem jejaring
perpustakaan yang berbasis teknologi informasi dan
komunikasi.
Bagian Kedua
Peran Serta Masyarakat
Pasal 43
Masyarakat berperan serta dalam pembentukan,
penyelenggaraan, pengelolaan, pengembangan, dan
pengawasan perpustakaan.
BAB XII
DEWAN PERPUSTAKAAN
Pasal 44
(1) Presiden menetapkan Dewan Perpustakaan Nasional
atas usul Menteri dengan memperhatikan masukan
dari Kepala Perpustakaan Nasional.
(2) Gubernur menetapkan Dewan Perpustakaan Provinsi
atas usul kepala perpustakaan provinsi.
(3) Dewan Perpustakaan Nasional bertanggung jawab
kepada Presiden dan Dewan Perpustakaan Provinsi
bertanggung jawab kepada gubernur.
(4) Dewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) berjumlah 15 (lima belas) orang yang berasal dari:
a. 3 (tiga) orang unsur pemerintah;
b. 2 (dua) orang wakil organisasi profesi
pustakawan;
c. 2 (dua) orang unsur pemustaka;
d. 2 (dua) orang akademisi;
e. 1 (satu) orang wakil organisasi penulis;
f. 1 (satu) . . .

- 23 -
f. 1 (satu) orang sastrawan;
g. 1 (satu) orang wakil organisasi penerbit;
h. 1 (satu) orang wakil organisasi perekam;
i. 1 (satu) orang wakil organisasi toko buku; dan
j. 1 (satu) orang tokoh pers.
(5) Dewan perpustakaan dipimpin oleh seorang ketua
dibantu oleh seorang sekretaris yang dipilih dari dan
oleh anggota dewan perpustakaan.
(6) Dewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) bertugas:
a. memberikan pertimbangan, nasihat, dan saran
bagi perumusan kebijakan dalam bidang
perpustakaan;
b. menampung dan menyampaikan aspirasi
masyarakat terhadap penyelenggaraan
perpustakaan; dan
c. melakukan pengawasan dan penjaminan mutu
layanan perpustakaan.
Pasal 45
(1) Dewan Perpustakaan Nasional dalam melaksanakan
tugas dibiayai oleh anggaran pendapatan dan belanja
negara.
(2) Dewan Perpustakaan Provinsi dalam melaksanakan
tugas dibiayai oleh anggaran pendapatan dan belanja
daerah.
Pasal 46
Dewan perpustakaan dapat menjalin kerja sama dengan
perpustakaan pada tingkat daerah, nasional, dan
internasional untuk melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 44 ayat (6).
Pasal 47 . . .

- 24 -
Pasal 47
Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan organisasi dan
tata kerja, tata cara pengangkatan anggota, serta
pemilihan pimpinan dewan perpustakaan diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
BAB XIII
PEMBUDAYAAN KEGEMARAN MEMBACA
Pasal 48
(1) Pembudayaan kegemaran membaca dilakukan melalui
keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat.
(2) Pembudayaan kegemaran membaca pada keluarga
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) difasilitasi oleh
Pemerintah dan pemerintah daerah melalui buku
murah dan berkualitas.
(3) Pembudayaan kegemaran membaca pada satuan
pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan mengembangkan dan
memanfaatkan perpustakaan sebagai proses
pembelajaran.
(4) Pembudayaan kegemaran membaca pada masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui penyediaan sarana perpustakaan di tempat-
tempat umum yang mudah dijangkau, murah, dan
bermutu.
Pasal 49
Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat
mendorong tumbuhnya taman bacaan masyarakat dan
rumah baca untuk menunjang pembudayaan kegemaran
membaca.
Pasal 50 . . .

- 25 -
Pasal 50
Pemerintah dan pemerintah daerah memfasilitasi dan
mendorong pembudayaan kegemaran membaca
sebagaimana diatur dalam Pasal 48 ayat (2) sampai
dengan ayat (4) dengan menyediakan bahan bacaan
bermutu, murah, dan terjangkau serta menyediakan
sarana dan prasarana perpustakaan yang mudah diakses.
Pasal 51
(1) Pembudayaan kegemaran membaca dilakukan
melalui gerakan nasional gemar membaca.
(2) Gerakan nasional gemar membaca sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh
Pemerintah dan pemerintah daerah dengan
melibatkan seluruh masyarakat.
(3) Satuan pendidikan membina pembudayaan
kegemaran membaca peserta didik dengan
memanfaatkan perpustakaan.
(4) Perpustakaan wajib mendukung dan
memasyarakatkan gerakan nasional gemar membaca
melalui penyediaan karya tulis, karya cetak, dan
karya rekam.
(5) Untuk mewujudkan pembudayaan kegemaran
membaca sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
perpustakaan bekerja sama dengan pemangku
kepentingan.
(6) Pemerintah dan pemerintah daerah memberikan
penghargaan kepada masyarakat yang berhasil
melakukan gerakan pembudayaan gemar membaca.
(7) Ketentuan mengenai pemberian penghargaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
BAB XIV . . .

- 26 -
BAB XIV
KETENTUAN SANKSI
Pasal 52
(1) Semua lembaga penyelenggara perpustakaan yang
tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), Pasal 8, Pasal 22
ayat (2), Pasal 23, dan Pasal 24 dikenai sanksi
administratif.
(2) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 53
Semua peraturan perundang-undangan yang diperlukan
untuk melaksanakan Undang-Undang ini harus
diselesaikan paling lambat 2 (dua) tahun terhitung sejak
berlakunya undang-undang ini.
Pasal 54
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar . . .

- 27 -
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 1 Nopember 2007
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 1 Nopember 2007
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ANDI MATTALATTA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2007 NOMOR 129
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT NEGARA RI
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan
Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,
Wisnu Setiawan

PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 43 TAHUN 2007
TENTANG
PERPUSTAKAAN
I. UMUM
Keberadaan perpustakaan tidak dapat dipisahkan dari peradaban dan
budaya umat manusia. Tinggi rendahnya peradaban dan budaya
suatu bangsa dapat dilihat dari kondisi perpustakaan yang dimiliki.
Hal itu karena ketika manusia purba mulai menggores dinding gua
tempat mereka tinggal, sebenarnya mereka mulai merekam
pengetahuan mereka untuk diingat dan disampaikan kepada pihak
lain. Mereka menggunakan tanda atau gambar untuk
mengekspresikan pikiran dan/atau apa yang dirasakan serta
menggunakan tanda-tanda dan gambar tersebut untuk
mengomunikasikannya kepada orang lain. Waktu itulah eksistensi dan
fungsi perpustakaan mulai disemai. Penemuan mesin cetak,
pengembangan teknik rekam, dan pengembangan teknologi digital
yang berbasis teknologi informasi dan komunikasi mempercepat
tumbuh-kembangnya perpustakaan. Pengelolaan perpustakaan
menjadi semakin kompleks. Dari sini awal mulai berkembang ilmu dan
teknik mengelola perpustakaan.
Perpustakaan sebagai sistem pengelolaan rekaman gagasan,
pemikiran, pengalaman, dan pengetahuan umat manusia, mempunyai
fungsi utama melestarikan hasil budaya umat manusia tersebut,
khususnya yang berbentuk dokumen karya cetak dan karya rekam
lainnya, serta menyampaikan gagasan, pemikiran, pengalaman, dan
pengetahuan umat manusia itu kepada generasi-generasi selanjutnya.
Sasaran dari pelaksanaan fungsi ini adalah terbentuknya masyarakat
yang mempunyai budaya membaca dan belajar sepanjang hayat.
Di sisi lain, perpustakaan berfungsi untuk mendukung Sistem
Pendidikan Nasional sebagaimana diatur dengan Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Perpustakaan merupakan pusat sumber informasi, ilmu pengetahuan,
teknologi, kesenian, dan kebudayaan. Selain itu, perpustakaan sebagai
bagian dari masyarakat dunia ikut serta membangun masyarakat
informasi berbasis teknologi informasi dan komunikasi sebagaimana

- 2 -
dituangkan dalam Deklarasi World Summit of Information Society–
WSIS, 12 Desember 2003.
Deklarasi WSIS bertujuan membangun masyarakat informasi yangDeklarasi . . .
inklusif, berpusat pada manusia dan berorientasi secara khusus pada
pembangunan. Setiap orang dapat mencipta, mengakses,
menggunakan, dan berbagi informasi serta pengetahuan hingga
memungkinkan setiap individu, komunitas, dan masyarakat luas
menggunakan seluruh potensi mereka untuk pembangunan
berkelanjutan yang bertujuan pada peningkatan mutu hidup.
Indonesia telah merdeka lebih dari 60 (enam puluh) tahun, tetapi
perpustakaan ternyata belum menjadi bagian hidup keseharian
masyarakat. Beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa perlu
dikembangkan suatu sistem nasional perpustakaan. Sistem itu
merupakan wujud kerja sama dan perpaduan dari berbagai jenis
perpustakaan di Indonesia demi memampukan institusi perpustakaan
menjalankan fungsi utamanya menjadi wahana pembelajaran
masyarakat dan demi mempercepat tercapainya tujuan nasional
mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pemberlakuan kebijakan otonomi daerah berdasarkan Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
mengakibatkan ketidakjelasan kewenangan pusat dan daerah dalam
bidang perpustakaan. Keberadaan Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia sebagai LPND berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 11
Tahun 1989 tidak lagi memiliki kekuatan efektif dalam melakukan
pembinaan dan pengembangan perpustakaan di seluruh wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keberagaman kebijakan dalam
pengembangan perpustakaan di daerah secara umum pada satu sisi
menguntungkan sebagai pendelegasian kewenangan kepada daerah.
Namun, di sisi lain dianggap kurang menguntungkan bagi
penyelenggaraan perpustakaan yang andal dan profesional sesuai
dengan standar ilmu perpustakaan dan informasi yang baku karena
bervariasinya kemampuan manajemen dan finansial yang dimiliki oleh
setiap daerah serta adanya perbedaan pemahaman dan persepsi
mengenai peran dan fungsi perpustakaan.
Sejumlah warga masyarakat telah mengupayakan sendiri pendirian
taman bacaan atau perpustakaan demi memenuhi kebutuhan
masyarakat atas informasi melalui bahan bacaan yang dapat diakses
secara mudah dan murah. Namun, upaya sebagian kecil masyarakat
ini tidak akan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat yang jumlah,
variasi, dan intensitasnya jauh lebih besar. Untuk itu, berdasarkan
Pasal 31 ayat (2), Pasal 32, dan Pasal 28F Undang-Undang Dasar

- 3 -
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintah perlu
menyelenggarakan perpustakaan sebagai sarana yang paling
demokratis untuk belajar sepanjang hayat demi memenuhi hak
masyarakat untuk memperoleh informasi melalui layanan
perpustakaan guna mencerdaskan kehidupan bangsa.
Dengan . . .
Dengan adanya undang-undang ini diharapkan keberadaan
perpustakaan benar-benar menjadi wahana pembelajaran sepanjang
hayat dan wahana rekreasi ilmiah. Selain itu, juga menjadi pedoman
bagi pertumbuhan dan perkembangan perpustakaan di Indonesia
sehingga perpustakaan menjadi bagian hidup keseharian masyarakat
Indonesia.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Masyarakat di daerah terpencil, terisolasi atau terbelakang
akibat faktor geografis berhak mendapatkan layanan
perpustakaan sesuai dengan kondisi setempat misalnya,
perpustakaan keliling atau perpustakaan terapung.
Ayat (3)

- 4 -
Cukup jelas.
Pasal 6
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b . . .
Huruf b
Sebagian besar naskah kuno masih dimiliki
masyarakat. Untuk memudahkan pendataan dan upaya
pelestariannya, perlu didaftarkan ke Perpustakaan
Nasional.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 7
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan sistem nasional perpustakaan
adalah sistem pensinergian semua jenis perpustakaan
di seluruh wilayah Negara Kesatuan RI guna lebih
efektif, efisien, dan tepat sasaran dalam mendukung
pencapaian tujuan nasional mencerdaskan kehidupan

- 5 -
bangsa. Sistem nasional perpustakaan mempunyai
keterkaitan secara fungsional dengan sistem pendidikan
nasional khususnya pada prinsip pendidikan nasional
yang diselenggarakan sebagai pembudayaan dan
pemberdayaan termasuk di dalamnya pembelajaran
sepanjang hayat. Bahwa sistem nasional perpustakaan
dan sistem pendidikan nasional secara bersama-sama
berfungsi sebagai wahana untuk mewujudkan
kehidupan bangsa yang cerdas sebagai bagian yang
inheren dari pembentukan watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c . . .
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud transmedia adalah pengalihan bentuk
bahan perpustakaan dari bentuk tercetak ke media lain,
seperti mikrofilm, CD, digital.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Naskah kuno berisi warisan budaya karya intelektual
bangsa Indonesia yang sangat berharga dan hingga saat

- 6 -
ini masih tersebar di masyarakat dan untuk
melestarikannya perlu peran serta pemerintah.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan standar tenaga perpustakaan
juga mencakup kualifikasi akademik, kompetensi, dan
sertifikasi.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.

- 7 -
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3) . . .
Ayat (3)
Yang dimaksud bahan perpustakaan yang dilarang menurut
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1963 adalah barang-barang
cetakan yang isinya dapat mengganggu ketertiban umum,
khususnya mengenai buletin, surat kabar harian, majalah
dan penerbitan berkala. Untuk kepentingan penelitian dan
pengembangan keilmuan, bahan perpustakaan yang dilarang
oleh peraturan perundang-undangan disimpan sebagai
koleksi khusus Perpustakaan Nasional untuk didayagunakan
secara terbatas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 13

- 8 -
Ayat (1)
Penerbitan katalog induk nasional dilakukan baik secara
tercetak (hardcopy) maupun secara terdigitalisasi (softcopy).
Ayat (2)
Penerbitan katalog induk daerah dilakukan baik secara
tercetak (hardcopy) maupun secara terdigitalisasi (softcopy).
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Dengan memberitahukan keberadaannya ke
Perpustakaan Nasional, suatu perpustakaan secara
formal dimasukkan dalam sistem nasional
perpustakaan untuk secara bersinergi dan terkoordinasi
dengan perpustakaan lainnya mendukung pencapaian
tujuan nasional mencerdaskan kehidupan bangsa.

- 9 -
Pasal 16
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Istilah desa disesuaikan dengan kondisi sosial masyarakat
setempat seperti nagari, bori, naga, dan sejenisnya.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Pasal 17 . . .
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20

- 10 -
Cukup jelas.
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Koordinasi terhadap pengelolaan perpustakaan
dimaksudkan guna mewujudkan suatu sistem nasional
perpustakaan yang efektif dan efisien agar secara
sinergis mendukung pencapaian tujuan nasional
mencerdaskan kehidupan bangsa.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Dalam mengembangkan standar nasional perpustakaan,
Perpustakaan Nasional bekerja sama dan berkoordinasi
dengan Badan Standardisasi Nasional (BSN).
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b . . .
Huruf b
Koleksi nasional perlu dikembangkan karena memuat
simpanan informasi yang luas dan permanen sebagai
hasil karya budaya bangsa yang harus dilestarikan.
Huruf c
Cukup jelas.

- 11 -
Huruf d
Cukup jelas.
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota menyelenggarakan
perpustakaan umum daerah yang dalam pengembangan
koleksinya wajib menyimpan bahan perpustakaan berupa
karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam yang
diterbitkan di daerah tersebut, atau karya tentang daerah
tersebut yang ditulis oleh warga negara Indonesia dan
diterbitkan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
maupun di luar negeri.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24 . . .
Pasal 24
Ayat (1)

- 12 -
Cukup jelas.
Ayat (2)
Jumlah judul dalam koleksi perpustakaan perguruan tinggi
untuk mendukung pelaksanaan pendidikan diperhitungkan
berdasarkan kebutuhan untuk bacaan wajib, bacaan
penunjang, dan bacaan pengayaan wawasan keilmuan yang
terkait dengan mata kuliah yang disajikan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan
adalah undang-undang yang berkaitan dengan pendidikan.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan tenaga teknis perpustakaan adalah
tenaga non-pustakawan yang secara teknis mendukung
pelaksanaan fungsi perpustakaan, misalnya, tenaga teknis
komputer, tenaga teknis audio-visual, dan tenaga teknis
ketatausahaan.
Ayat (2) . . .

- 13 -
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan
adalah Undang-Undang tentang Kepegawaian.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 30
Yang dimaksud tenaga ahli di bidang perpustakaan adalah
seseorang yang memiliki kapabilitas, integritas, dan kompetensi di
bidang perpustakaan.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan memajukan profesi meliputi
peningkatan kompetensi, karier, dan wawasan
kepustakawanan.

- 14 -
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4) . . .
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan prinsip kecukupan dan
berkelanjutan adalah prinsip pengalokasian anggaran yang
memungkinkan seluruh fungsi perpustakaan dapat
dilaksanakan sebagaimana mestinya, lancar, meningkat, dan
berkelanjutan.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.

- 15 -
Huruf b
Yang dimaksud dengan sebagian anggaran pendidikan
adalah anggaran yang dialokasikan untuk fungsi
pendidikan, yang besarnya didasarkan pada prinsip
kecukupan dan berkelanjutan.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d . . .
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Peran serta masyarakat dalam pembentukan, penyelenggaraan,
pengelolaan, pengembangan, dan pengawasan perpustakaan
dilakukan dengan mekanisme penyampaian aspirasi, masukan,
pendapat dan usulan melalui Dewan Perpustakaan.
Pasal 44
Ayat (1)
Cukup jelas.

- 16 -
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6) . . .
Ayat (6)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Dalam melakukan pengawasan dan penjaminan mutu
layanan perpustakaan, Dewan Perpustakaan Nasional
dan Dewan Perpustakaan Provinsi dapat bekerja sama
dengan lembaga independen yang kompeten.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Ayat (1)

- 17 -
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Pembudayaan kegemaran membaca pada masyarakat,
meliputi gerakan buku murah, penerjemahan, penerbitan
buku berkualitas, dan penyediaan sarana perpustakaan di
tempat-tempat umum (kantor, ruang tunggu, terminal,
bandara, rumah sakit, pasar, mall).
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50 . . .
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Satuan pendidikan merupakan wahana paling tepat untuk
menumbuhkan kegemaran membaca sejak usia dini yang
terus dikembangkan sejalan dengan peningkatan
kemampuan peserta didik, antara lain, melalui penugasan
kepada mereka untuk mendayagunakan bahan bacaan yang
tersedia di perpustakaan.
Ayat (4)

- 18 -
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4774