Selasa, 08 Januari 2008

Perpustakaan "Online" : Upaya Menghilangkan Sekat Egoisme

Perpustakaan "Online" : Upaya Menghilangkan Sekat Egoisme
Oleh Erwin Edhi Prasetya

sumber: http"//www.kompas. com/kompas- cetak/0701/ 27/jogja/ 1033118.htm

Sebuah idealisme baru menyeruak di dunia pendidikan tinggi Yogyakarta.
Enam perguruan tinggi sepakat bekerja sama mengembangkan sistem
interkoneksi perpustakaan digital online. Sedikit demi sedikit, mereka
mulai membuka sekat-sekat di antara mereka.

Dan, sivitas akademika sebentar lagi bisa lega mengatakan "Buku ini
aku pinjam.. (untuk dibawa pulang)" di sebuah perpustakaan perguruan
tinggi lain.

Hal itu, dulu hingga kini merupakan hal yang hampir tidak mungkin
dilakukan, bahkan juga mustahil. Seorang mahasiswa tidak mungkin
diizinkan meminjam pulang sebuah buku koleksi milik perguruan tinggi
(PT) yang bukan almamaternya. Paling-paling hanya bisa meminjam untuk
dibaca di tempat. Itu pun harus seizin pengurus perpustakaan yang
bersangkutan dan wajib membayar biaya administrasi.

Nina Nurwijayanti, mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta, misalnya, menceritakan
pernah satu kali berkunjung ke perpustakaan sebuah perguruan tinggi
negeri untuk mencari bahan-bahan untuk tugas kuliah. Namun, karena
proses yang berbelit, ia pun kapok.

"Soalnya harus pakai surat pengantar untuk izin masuk dan harus
membayar biaya administrasi, waktu itu besarnya Rp 10.000 sekali
masuk. Itu pun hanya diizinkan membaca di tempat, buku tidak boleh
dibawa pulang. Paling-paling hanya diperbolehkan fotokopi sebagian,"
tuturnya.

Sejak itu, ia ogah berkunjung ke perpustakaan universitas lain.
Meskipun buku-buku yang diinginkannya kadang-kadang tidak tersedia di
perpustakaan kampusnya. "Ya, terpaksanya harus nyari-nyari di luar,
atau beli buku baru. Padahal, uang saku mahasiswa kan terbatas,"
tuturnya.

Aturan baca di tempat memang diterapkan di hampir semua PT terhadap
sivitas akademika PT lain. Di Perpustakaan Pusat UGM, misalnya,
seorang mahasiswa dari luar UGM harus mendapatkan izin masuk
perpustakaan ataupun izin studi pustaka, untuk bisa membaca koleksi
UPT Perpustakaan UGM. Meskipun proses mendapatkan izin itu sederhana,
yakni menunjukkan kartu mahasiswa dan membayar Rp 2.000 untuk izin
masuk dan Rp 5.000 untuk izin studi pustaka.

Sulitnya akses lintas perguruan tinggi, menurut Kepala UPT
Perpustakaan UGM Ida Fajar Priyanto, karena paradigma kepemilikan dan
"ke-aku-an" begitu kuat dipegang teguh hampir di setiap institusi
pendidikan tinggi terhadap koleksi miliknya, termasuk koleksi
perpustakaan.

"Sebenarnya sudah menjadi ide lama para pustakawan untuk bisa saling
pinjam koleksi antarperpustakaan. Hal seperti itu akan lebih
menguntungkan mahasiswa dan dosen, yang pada akhirnya secara lebih
luas bisa meningkatkan kualitas pendidikan tinggi di DIY," kata Ida.

Impian tersebut kini coba diwujudkan. Kamis kemarin, enam PT
menandatangani naskah perjanjian kerja sama Pembentukan dan
Pengembangan Inherent Jogja Library di DIY. Keenam PT tersebut, yakni
UGM, Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), USD, Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta, Universitas Ahmad Dahlan, dan Institut Sains
dan Teknologi "Akprind".

Melalui jaringan informasi pendidikan tinggi Inherent (Indonesian
Higher Education Network) yang ada di setiap PT tersebut, mereka
mengembangkan sistem interkoneksi perpustakaan digital online.
Inherent merupakan program pengembangan sistem dan jaringan informasi
pendidikan tinggi berbasis teknologi informasi dan komunikasi (hibah
dari Dikti). Koneksi jaringan antar-PT kini masih terus dikerjakan.

Wakil Kepala Perpustakaan USD A Marsudi, mengilustrasikan kerja sama
itu, seorang mahasiswa USD yang ingin meminjam buku koleksi UNY
nantinya cukup melakukan transaksi peminjaman secara online.
Berikutnya, petugas perpustakaan UNY akan mengirimkan buku yang
dipesan ke USD. "Ini tentu menguntungkan mahasiswa karena bila kita
tidak memiliki buku, bisa pinjam di PT lain," ucapnya.

Bagi mahasiswa, mereka bisa memperoleh informasi dan sumber
pengetahuan yang lebih luas. Akhirnya, mahasiswa dan dosen akan bisa
dengan lega berucap, "Buku ini aku pinjam (untuk dibawa pulang)...."

SUmber: Kompas, Januari 2007

MEMBANGUN PELANGGAN DI INTERNET

MEMBANGUN PELANGGAN DI INTERNET
Seri Membangun Bisnis Dunia Maya (6)

Suara di seberang telepon itu terus saja menjelaskan mengenai produk asuransi yang ditawarkan kepada saya. Saat itu saya sedang dalam perjalanan akan menghadiri sebuah pertemuan, dan telepon ke HP saya siang itu memang tidak saya harapkan untuk bisa berlama-lama berbincang. Berulang kali saya berusaha memotong bicaranya, tapi dia terus saja meminta saya untuk sebentar mendengarkan promosi produk yang ditawarkan. Yang saya tahu, memang demikianlah sebuah telemarketing dilakukan. Promosi produk cukup lewat telepon. Hanya memang saat itu waktunya kurang tepat.

“.. bagaimana, pak.., apakah bapak setuju untuk mendaftar, bapak tidak perlu repot-repot melakukan aplikasi, .. karena pembicaraan telepon ini kami rekam, dan persetujuan bapak lewat telepon ini sudah sah, dan kami akan langsung menagih premi asuransi melalui kartu kredit, mulai bulan depan..” begitu kira-kira dia mengakhiri kalimatnya di telepon yang begitu cepat dan panjang lebar. Semula memang saya hanya sambil lalu mendengarnya, karena saya sambil berjalan menuju ruang pertemuan, dan memang saya tidak begitu tertarik dengan tawaran itu. Tapi kalimat terakhir membuat saya berhenti, dan agak terkejut, ..begitu saja? Mengapa begitu mudahnya seseorang diminta melakukan keputusan perihal keuangan hanya atas penjelasan lewat telepon yang demikian singkat dan terburu-buru? Asuransi memang sesuatu yang perlu, tapi menurut saya seringan apa pun preminya, ketika seseorang diminta secara rutin membayar, saya pikir banyak orang akan setuju dengan saya, bahwa tidak seharusnya keputusan akan hal itu, bisa dituntut atas dasar penjelasan hanya dari sebuah pembicaraan melalui telepon.

Tapi begitulah menjual lewat media telepon, semua hal, keuntungan atas produk itu, memang harus dijejal melalui pembicaraan telepon, dan saat ini hal itu memang menjadi salah satu cara yang ditempuh untuk menawarkan produk. Menjual di media internet kalau digagas sebenarnya lebih bisa diandalkan dari pada via telepon seperti yang terjadi pada saya di atas. Kalau via telepon, hanya suara yang terdengar. Menawarkan produk via internet, anda bisa membuat deskripsi lengkap dengan tulisan, gambar, dengan back-groud sound sebuah musik yang bersifat persuasif, bahkan anda bisa menampilkan film-film pendek. Hanya saja, bedanya memang kalau telemarketing via telepon bisa langsung tertuju pada seseorang. Seperti sebuah penjualan door-to-door yang kita bisa tahu efektifitas penjualan saat itu juga. Sementara penjualan via internet lebih bersifat ‘pasif’ seperti kita pasang billboard di tepi jalan, seberapa efektifnya informasi produk terlihat atau terbaca, sangat tergantung seberapa banyak orang lewat. Yang lewat pun belum tentu baca. Dan yang baca belum tentu beli.

Dengan media telepon, seperti yang saya alami siang itu, sang marketer bisa melakukan segala macam upaya. Membuat yang tadinya ragu-ragu, bisa dirayu sedemikian rupa untuk paling tidak sedikit berpikir untuk mungkin berubah pikiran. Tapi dengan media internet, seolah tuntutan buat sang penjual ‘hanya’ pada bagaimana dia menampilkan semua informasi yang bisa memberikan manfaat atas produk. Dengan harapan deskripsi itu cukup menarik untuk dibaca, setelah dibaca atau dilihat dapat dengan mudah dimengerti, dan setelah dimengerti bisa memberikan cukup alasan bagi sang pembaca untuk memutuskan membeli. Dan itulah tantangannya.

Hal-hal seperti inilah yang terkadang membuat sebagian orang memandang media internet secara skeptis. Yang kemudian membuat sebagian penggiat bisnis melalui internet lebih suka memanfaatkan secara ‘hit and run’. Hanya memanfaatkan media semacam blog, mailis, ataupun pasang di template iklan-iklan, dengan sebuah kata-kata yang bombastis, terkadang tak masuk akal. Tinimbang melakukan sebuah langkah comperhensif menapaki langkah demi langkah berbisnis di internet layaknya seperti sebuah bisnis di dunia nyata.

Ada sebuah komentar yang begitu optimis tentang media internet ini, sebuah kalimat dari sebuah interview dengan seorang co-founder eCompanies, bernama Sky Dalton. Dia mengatakan,”… because it’s a very targeted audience that is doing bussiness on the internet… If you look at cable, look at the adoption of the radio, of television originally, it follos this. We’re seeing the same thing on the internet today where advertising haven’t completely woken up to the internet as an amazing masketing tool… The wireless Internet is coming, fast and unlike six years ago or whatever, it is armed with capital and with a lot of really smart people, and that makes the competitive environment to do another Earthlink more difficult..”. Earthlink sendiri adalah nama perusahaan yang dipimpinnya. Saya anggap ungkapannya adalah sebuah kalimat optimis mengingat ketika saya lihat tanggal saat wawancara adalah saat dimana bisnis dotcom mulai berguguguran di Amerika sana.

Jadi, mungkin langkah dalam menapaki bisnis internet, menurut saya tak lebih juga seperti layaknya sebuah bisnis real dilakukan. Diawali dengan sebuah paradigma yang jangan melihat bahwa dunia internet hanya sekedar salah satu alat komunikasi saja. Artinya kita harus ‘bangun’, seperti sindiran Sky Dalton di atas: “where advertising haven’t completely woken up to the internet as an amazing masketing tool”.

Dimulai dengan Set Vision, ini mungkin kurang lebih seperti bila dalam kehidupan, kita analogikan seperti habit ke-2 pada Tujuh kebiasaan Efektifnya-Stephen Covey. Berawal dari Tujuan Akhir. Ketika kita akan menapaki sebuah usaha di internet, awal sekali justru kita dituntut untuk membuat gambaran jelas bahwa nantinya kita ingin seperti apa. Kita ingin membangun sebuah jaringan distribusi melalui internet? Kita ingin membangun networking pasar yang suatu saat bisa kita ‘jual’ pada pelaku usaha nyata? Atau kita ingin membangun internet-retailer? Software outlet? Dengan set vision diawal sekali, akan membantu kita menciptakan sebuah koridor yang mendisiplinkan kita terhadap setiap apa yang kita lakukan dalam memanfaatkan media internet.

Establish Goal, adalah tahapan berikutnya. Sudah jamak sebuah dunia usaha pastilah tujuan utamanya adalah menghasilkan keuntungan. Tapi dibalik ‘sekedar’ menghasilkan keuntungan, seharusnyalah ada sebuah misi yang dengan jelas tertanam yang akan selalu menjadi alasan setiap keputusan kita dalam menjalani hari demi hari bangunan usaha kita di internet. Karena imbal baliknya, misi yang jelas yang efektif terkomunikasikan kepada semua pengguna internet, akan dapat menciptakan secara jelas differensiasi, yang ujung-ujung-nya membawa dampak lebih memberikan potensi mendapatkan keuntungan. Saya yakin establishing goal yang tajamlah yang membuat perusahaan dotcom macam Yahoo! (dengan layanan mail-nya), Google (dengan layanan search-engine-nya), You Tube (dengan layanan link video-nya), Amazon (dengan online-retail bukunya), atau Detik.com (dengan up-to-date berita-nya) di Indonesia bisa menciptakan awareness yang luar biasa di benak para pengguna internet.

Dari situ, kita lakukan Formulate Strategy. Tool-tool apa yang kita perlukan. Apakah kita langsung akan pure-play, atau secara paralel melakukan usaha nyata untuk menjadikannya bentuk click-and-brick. ‘Brick’-nya sendiri bisa berupa outlet, manufaktur, consulting. Semua hal yang menyangkut ‘bagaimana’ kita berjalan pada ‘koridor’ yang sudah kita ciptakan di atas.

Setelah itu lakukan! Mulailah! Sekecil apa pun itu! Di text-book-nya diistilahkan dengan Drive Implementation. Karena tanpa itu semua dimulai, maka apa yang kita upayakan hanyalah diawang-awang. Kita tidak pernah bisa belajar. Belajar dari kegagalan, belajar untuk selalu memperbaiki, dan belajar merasakan secara nyata cash-flow sebuah usaha internet.

Terakhir, adalah sesuatu yang sepertinya sederhana, tapi sering tidak begitu dianggap sebagai sesuatu yang penting, yaitu Accountable for Performance. Ini menyangkut apa-apa yang kita janjikan kepada para konsumen. Kemudahankah? Kecepatankah? Eksklusivitaskah? Pertama mewujudkan janji itu secara nyata. Dan berikutnya yang juga tak mudah, adalah selalu menjaga komitmen janji-janji itu, bahwa kita dapat diandalkan dan selalu dapat dipercaya menyangkut segala hal yang kita katakan.

Yang pada akhirnya, fungsi telemarketing maupun e-sales usaha internet yang kita lakukan, seharusnyalah akan menarik pembeli benar-benar atas benefit yang akan mereka dapatkan atas apa yang kita ‘jual’. Keputusan konsumen untuk membeli memang didasari akan kebutuhan, yang diharapkan menciptakan sebuah loyalitas dan ‘reaksi berantai’ konsumen baru karena kesan baik konsumen-konsumen sebelumnya. Bukan memaksakan keputusan membeli secara instan seperti keterbatasan sebuah telemarketing melalui telepon seperti yang terjadi pada saya siang itu.

15 Desember 2007
Pitoyo Amrih
www.pitoyo.com - home improvement
bersama memberdayakan diri dan keluarga

http://www.pembelajar.com/wmview.php?ArtID=1080&page=3

8 LANGKAH MUDAH MEMBUAT PENERBITAN MANDIRI

8 LANGKAH MUDAH MEMBUAT PENERBITAN MANDIRI
Seri Artikel Write & Grow Rich

Salah satu pertanyaan yang sering dilayangkan kepada saya adalah soal bagaimana membuat self-publishing atau independent publishing. Self-publihsing adalah kegiatan penerbitan karya-karya sendiri. Sementara, independent publishing umumnya adalah sebuah penerbitan mandiri yang dikelola secara independen, yang menerbitkan karya-karya sendiri maupun karya orang lain. Tak jarang, sebuah penerbitan umum yang berkembang semula diawali dari self/independent publishing.

Seperti saya singgung dalam tulisan-tulisan sebelumnya, salah satu tren perbukuan ke depan adalah maraknya pendirian penerbitan mandiri ini. Mengapa? Ya, karena sekarang membuat penerbitan sendiri sudah sedemikian mudahnya. Selain itu, banyak manfaat yang bisa diambil, selain juga potensi bisnisnya yang lumayan. Saya pun mendapati bahwa minat para penulis untuk membuat penerbitan mandiri ternyata cukup lumayan. Klien-klien saya sendiri juga banyak yang berminat dan akhirnya mendirikan penerbitannya sendiri.

Nah, bagi Anda yang ingin mencoba membuat self-publishing atau independent publishing, saya coba memadatkan segala tetek-bengek pembuatan penerbitan mandiri ini ke dalam delapan langkah berikut.

Pertama, siapkan naskah yang siap terbit dan memenuhi kriteria atau anjuran-anjuran sebagaimana saya tulis dalam buku Resep Cespleng Menulis Buku Best Seller (Gradien, 2005). Naskah siap terbit artinya naskah yang sudah tersunting secara rapi dan lengkap (lihat artikel “Bagaimana Melengkapi dan Mengamankan Naskah Buku?”). Naskah yang sudah rapi dan lengkap akan memudahkan proses penerbitan buku. Sementara, naskah yang tidak lengkap dan rapi bisa sangat merepotkan.

Untuk Anda yang ingin benar-benar mendapatkan manfaat finansial dari ‘petualangan penerbitan’ ini, saya anjurkan supaya benar-benar memilih naskah buku yang berpotensi untuk laku keras. Atau, akan jauh lebih baik lagi bila naskah itu berpotensi menjadi buku best-seller. Apa ciri-cirinya? Saya sudah bahas lengkap dalam artikel-artikel atau buku saya sebelumnya. Kecuali Anda memiliki misi khusus dengan penerbitan naskah tertentu, maka soal laku atau tidak laku memang tidak terlalu memusingkan.

Kedua, siapkan modal yang cukup untuk mencetak dan mempromosikan buku. Perkiraan saya, jika kita bisa efesien sekali dalam proses penerbitan ini, maka dengan modal sekitar Rp15-30 juta kita sudah bisa menerbitkan buku fast book atau buku ukuran 14 x 21 cm dengan rata-rata ketebalan antara 150-200 halaman dan oplah mencapai 3.000 eksemplar. Di sejumlah kota seperti di Yogyakarta, Bandung, Malang, dan Surabaya, kadang dengan modal di bawah Rp10 juta pun bisa jalan dengan jumlah cetak yang lebih sedikit.

Nah, sebagian orang tidak bermasalah dengan modal. Klien-klien saya, terutama yang datang dari lembaga konsultan, perusahaan, atau pembicara publik, biasanya tidak menemui kesulitan soal modal penerbitan. Sementara, bagi sebagian lagi amat bermasalah alias sulit mendapatkan modal. Saya lihat, tak sedikit penulis yang memanfaatkan royalti bukunya untuk memodali dan mengawali penerbitan mandiri mereka. Saya sendiri termasuk yang menempuh jalan ini. Sebagian lain ada yang patungan dengan rekan-rekannya. Prinsipnya, asal ada naskah yang bagus potensi pasarnya, maka modal pasti tidak sulit didapat.

Ketiga, merumuskan nama penerbitan yang menjual. Bagi saya sendiri, ini merupakan satu tahap yang penting dan sangat menarik. Bagaimana tidak? Membuat nama penerbitan layaknya menciptakan sebuah merek produk. Kita menciptakan identitas yang nantinya akan berkembang menjadi sebuah institusi. Sementara mereknya sendiri bisa saja berkembang dan memiliki ekuitas yang tinggi. Bolehlah kita berandai-andai suatu saat penerbitan yang kita lahirkan ini akan besar dan mapan sebagaimana penerbitan-penerbitan lainnya.

Maka dari itu, sekalipun kita bebas memilih nama penerbitan, saya anjurkan supaya Anda memilih atau menciptakan nama penerbitan yang memiliki makna tertentu, sekaligus punya nilai jual. Ketika saya melahirkan Bornrich Publishing, maka bayangan saya adalah sebuah penerbitan buku yang sifatnya menggerakkan motivasi dan etos ekonomi, dan kemudian berujung pada cita-cita kesejahteraan masyarakat. Ketika saya melahirkan Fivestar Publishing, maka bayangan saya adalah sebuah penerbitan yang bertujuan untuk menggerakkan masyarakat supaya bangkit dan mengejar prestasi terbaik.

Khusus untuk lembaga konsultansi atau yayasan, maka inisial atau singkatan dari institusi tersebut juga bagus untuk dipakai sebagai nama penerbitan. Selain membantu branding lembaga tersebut, koneksitas antara penerbitan dengan lembaga tadi juga terasa lebihs erasi. Semisal, Jagadnita adalah sebuah lembaga konsultasi psikologi yang kemudian mendirikan Jagadnita Publishing. Atau Quantum Asia Corpora, sebuah lembaga konsultansi yang kemudian mendirikan QAC Publishing.

Keempat, menyiapkan desain kaver dan tata letak (lay out). Untuk kedua pekerjaan ini, kita bisa melakukannya sendiri bila mampu, atau dengan menggunakan tenaga desain profesional. Kita bisa memanfaatkan tenaga-tenaga desainer freelance atau mereka yang biasanya bekerja di perusahaan penerbitan. Selain itu, kita juga bisa mendapatkan desainer kaver atau penata letak dengan cara mem-posting pengumuman ke milis-milis perbukuan.

Untuk tata letak buku, biayanya bervariasi tergantung pada ketebalan buku serta ornamen-ornamen di dalamnya. Jika naskah buku kita banyak menggunakan grafik, foto, atau detail ornamen yang rumit, maka biaya tata letaknya bisa agak mahal (standar Rp1.500.000-3.000.000). Sementara, tata letak buku yang hanya berisi teks tidak memerlukan biaya mahal karena relatif lebih mudah dikerjakan (standar Rp750.000-1.500.000).

Soal biaya desain kaver bervariasi, tergantung pada siapa yang mengerjakan dan jenis desain yang dikehendaki. Di Yogyakarta, kita bisa mendapatkan desainer kaver standar dengan fee berkisar antara Rp400.000-800.000. Adapun di Jakarta, fee untuk desain kaver standar berkisar antara Rp600.000-1.200.000. Untuk desain-desain tertentu, biayanya bisa lebih mahal. Saya dengar, seorang desainer kaver buku yang cukup punya nama menetapkan fee sebesar Rp10 juta.

Kelima, urus ISBN dan membuat barcode. Setiap judul buku perlu ‘identitas’ yang berlaku secara internasional dengan cara mendapatkan nomor ISBN. Jika sudah mendapat nomor ISBN, maka pekerjaan berikutnya adalah membuat barcode buku. Perpustakaan Nasional, tempat kita mendaftarkan ISBN buku kita, juga melayani pembuatan barcode. Tapi, kita bisa buat sendiri barcode dengan menggunakan program Corel Draw, asal sudah mendapatkan nomor ISBN.

Cara mendapatkan ISBN mudah sekali. Kita cukup menyiapkan satu surat permohonan ISBN (ditujukan kepada Kepala Perpustakaan Nasional u.p. bagian ISBN) dengan dilengkapi fotokopi halaman judul buku, halaman hak cipta, daftar isi, dan pendahuluan. Berkas bisa dikirim via pos, faksimili, atau diantar langsung ke Gedung Perpustakaan Nasional RI (lantai 2) di Jalan Salemba Raya 28-A, Jakarta (Telp: 021-3101411 psw 437). Bila kita baru pertama kali menerbitkan buku, maka kita akan diminta mengisi formulir keanggotaan ISBN. Kita akan mendapatkan kartu keanggotaan ISBN dan penerbitan kita tercatat di Perpustakaan Nasional. Pengalaman saya, mengurus ISBN berlangsung cepat, tak kurang dari 15 menit dan hanya membutuhkan biaya administrasi Rp25.000 (tanpa film barcode) untuk setiap judul buku.

Keenam, memilih percetakan yang tepat. Ada banyak jenis percetakan, tetapi pastikan untuk hanya memilih percetakan yang sudah berpengalaman dalam mencetak buku. Jangan pilih sembarang percetakan, terlebih percetakan yang hanya sekali-sekali mencetak buku. Jangan pula tergoda dengan percetakan yang asal murah. Terpenting adalah kualitas cetak dengan harga yang wajar. Ingat, produk buku punya bobot lain dibanding materi-materi cetak lainnya. Kalau kualitas cetaknya buruk, lupakanlah soal kredibilitas, kepercayaan, dan soal brand penerbitan maupun penulisnya.

Jika kita seorang pemula dalam penerbitan buku, usahakan mendapat pelayanan dari staf marketing percetakan tersebut. Pengalaman saya dan klien-klien saya, hampir setiap percetakan yang baik pasti menyediakan staf marketing yang siap melayani kliennya. Berurusan dengan percetakan seperti ini, kita bisa tinggal menyerahkan materi cetak, sementara mereka yang akan mengurus detailnya. Dan untuk amannya, pastikan pula kita bisa bersinergi dengan bagian percetakan dan desainer kaver maupun penata letak isi buku.

Ketujuh, menentukan harga jual buku. Setelah mengetahui biaya cetak dan komponen-komponen biaya lainnya (desain kaver, tata letak, editing, promosi), maka kita sudah bisa memperkirakan harga jual buku nantinya. Bagaiamana rumusannya? Mudah: seluruh biaya produksi dibagi dengan jumlah oplah buku, lalu dikalikan lima, hasilnya adalah harga jual buku kita. Contoh, biaya produksi Rp24.000.000 dibagi jumlah cetak 3.000 eksemplar (ketemu harga produksi @ Rp8.000) dikalikan lima = Rp40.000. Jadi, harga jual buku kita di toko nantinya Rp40.000.

Formula harga di atas adalah yang paling umum digunakan dan membuat harga buku tetap terjangkau. Yang saya amati, ada pula yang menggunakan bilangan pengali antara 6-7 kali untuk menetapkan harga jual. Akibatnya, harga buku menjadi jauh lebih mahal. Di satu sisi ini menguntungkan penerbit, di sisi lain ini berisiko juga, karena harga yang terlalu tinggi juga mempengaruhi minat beli komsumen. Oleh karena itu, pada kesempatan pertama menerbitkan buku, jangan pernah tergoda untuk melambungkan harga buku. Bila ingin mengunakan angka pengali lebih dari lima, pertimbangkan betul-betul daya serap pasar nantinya. Bila perlu, mintalah masukan dari konsultan penerbitan, distributor, atau toko buku kerena merekalah yang paham soal itu.

Kedelapan, mengadakan perjanjian distribusi dengan distributor. Pada saat naskah buku naik cetak, kita sudah harus mendapatkan distributor buku. Sebab, bila kita sudah mendapatkan distributor buku saat proses pencetakan berlangsung, maka selesai cetak buku itu bisa langsung dikirim ke gudang distributor. Distributor buku adalah salah satu pilar utama bisnis penerbitan, selain toko buku dan penerbit itu sendiri. Sebagai penerbit, bisa saja kita berkeliling dari toko ke toko untuk menawarkan buku kita (konsinyasi atau beli putus). Tapi, untuk menghemat tenaga, menjangkau toko-toko secara nasional, dan mempermudah persoalan administrasi, lebih baik kita menggunakan jasa distributor.

Banyak distributor buku dengan kekuatan maupun kekurangannya masing-masing. Hampir semuanya menggunakan sistem konsinyasi (beli kredit atau pembayaran sesuai dengan jumlah buku yang laku). Ada yang lingkupnya nasional serta menjangkau hampir seluruh toko buku, ada pula yang lingkupnya lokal dan hanya menjangkau toko-toko buku tertentu. Diskon yang diminta oleh distributor (yang nantinya dibagi dengan toko-toko buku) berkisar antara 45-60 persen dari harga jual buku. Soal diskon, kita bisa bernegosiasi dengan pihak distributor dan kemudian kerjasama itu dibuat dalam format kontrak kerjasama pendistribusian.

Nantinya, sebulan sekali kita akan menerima laporan penjualan buku kita. Sementara, jatuh tempo pembayaran bervariasi antara distributor yang satu dengan yang lain. Ada distributor yang sudah bisa membayar dalam setengah bulan, namun ada pula yang baru membayar dua bulan setelah laporan penjualan kita terima. Semua ketentuan itu termaktub dalam kontrak kerjasama.

Pada intinya, delapan langkah itulah yang kita butuhkan untuk mendirikan sebuah penerbitan mandiri. Kedelapan langkah tersebut sudah mencakup persiapan penerbitan hingga peredaran buku ke pasaran. Sebab, begitu buku kita sudah sampai di tangan distributor, maka biasanya seminggu kemudian buku tersebut sudah beredar di toko-toko buku. Sebagai penerbit, kita sudah menyelesaikan satu rangkaian proses produksi atau penerbitan buku.

Dan, begitu buku produksi penerbitan mandiri kita beredar di toko-toko, maka sejak itulah merek penerbitan kita resmi beredar di tengah-tengah khalayak. Tugas kita selanjutnya sebagai penerbit adalah membuat gema promosi dengan berbagai aktivitas supaya khalayak tertarik dan kemudian membelinya.

Tapi, saya sering mendapat pertanyaan begini, “Apakah membuat penerbitan mandiri itu harus disertai dengan pendirian badan usaha semacam PT atau setidaknya CV? Bagiamana soal pajak dan sebagainya?” Jawaban saya standar saja, tidak selalu. Apabila penerbitan ini formatnya self-publishing atau independent publishing, terlebih bila masih coba-coba menemukan format, mengapa harus di-PT-kan? Langkah itu akan menambah beban biaya lagi, sementara ‘petualangan penerbitan’ belum tentu menguntungkan.

Nah, apabila nantinya penerbitan yang kita bangun itu menguntungkan, bisa memproduksi buku lebih banyak lagi, bisa mempekerjakan beberapa orang, manajemen sudah dirapikan, urusan pajak sudah dipersiapkan dan ditata dengan lebih baik, silakan bentuk badan usahanya. Dunia penerbitan kita banyak diwarnai oleh langkah-langkah semacam ini. Hampir semua penerbit kecil atau independen pada awalnya berusaha memperkuat bisnisnya dulu. Setelah mampu memperkuat basis bisnisnya dengan terus mengembangkan diri, barulah kemudian membakukan penerbitannya dalam sebuah badan hukum dan kemudian memproklamirkan diri menjadi penerbitan umum. Jadi, tunggu apa lagi? Selamat mendirikan penerbitan mandiri.[ez]

*Sumber :

Edy Zaqeus adalah editor Pembelajar.com, penulis buku-buku best-seller, penerbit buku, dan konsultan penerbitan. Ia mendirikan Bornrich Publishing dan Fivestar Publishing yang melahirkan buku-buku laris. Ia juga telah membantu banyak klien dalam melahirkan buku-buku bestseller dan mendirikan penerbitan mandiri. Edy dapat dihubungi melalui email: edzaqeus@yahoo.com

http://www.pembelajar.com/wmview.php?ArtID=868&page=4

BAGAIMANA PENULIS BERPIKIR ALA PENERBIT?

02 Oktober 2007 - 13:45 (Diposting oleh: Editor)
BAGAIMANA PENULIS BERPIKIR ALA PENERBIT?
Seri Artikel Write & Grow Rich

Belum lama berselang seorang penulis buku dan pembaca seri artikel Write & Grow Rich di Pembelajar.com bertanya kepada saya soal cara menguhubungi penerbit. Penulis buku ini baru saja menyelesaikan naskah yang menarik dan diyakininya akan menjadi gebrakan khusus dalam dunia perbukuan. Kalau tidak salah, buku ini dia prediksi akan disambut baik oleh pasar karena belum pernah ada buku dengan format seperti yang dia gagas. Dengan catatan: itu akan terjadi apabila ide-ide dia untuk sekaligus membidani atau menjadi sutradara penerbitan buku tersebut diamini oleh pihak penerbit.

Hal semacam ini memang jamak terjadi. Saya juga baru saja menerima naskah dari seorang konsultan, yang bermaksud menerbitkan bukunya dalam format tertentu. Hampir sama dengan penulis di atas, konsultan ini menginginkan bukunya diformat sedemikian rupa sehingga bisa membawa dampak positif bagi karirnya sebagai konsultan. Selain itu, ia berharap supaya tampilan bukunya tampak lebih anggun, tidak terkesan murahan, dan punya pengaruh di kalangan profesional di mana dia berkecimpung selama ini.

Sekali lagi, harapan penulis buku seperti itu memang sah-sah saja. Saya sendiri pada awal-awal menekuni dunia penulisan buku, juga suka punya pandangan-pandangan dan harapan seperti tadi. Saat itu, saya selalu punya keyakinan penuh bahwa ide-ide sayalah yang terbaik dan sungguh-sungguh saya percayai akan memberi hasil terbaik pula. Namun, bersamaan dengan semakin banyaknya informasi yang bisa saya timba, langsung dari para penerbit dan editor senior, pengalaman sendiri sebagai penulis dan penerbit, termasuk pengalaman sejumlah penulis buku laris, saya mulai punya perspektif yang lebih lengkap.

Akhirnya saya berkesimpulan, bahwa penting bagi seorang penulis untuk bisa berpikir ala penerbit, terutama penerbit komersil. Sama seperti polisi yang ingin sukses menangkap seorang kriminal, polisi itu harus tahu cara berpikir atau logika orang yang dia buru. Jika tidak, bisa-bisa si polisi itu hanya mengejar angin, karena salah asumsi dan hanya menduga-duga ke mana si kriminal bersembunyi.

Nah, bagaimana penerbit berpikir terhadap setiap naskah buku yang dia terima? Bagaimana penerbit berpikir mengenai buku yang dia produksi? Inilah kisi-kisi logika penerbit bila dikaitkan dengan pasar:

Pertama, penerbit komersil tidak mau menerbitkan karya yang dia prediksi bakal jeblok di pasar. Penerbit hanya mau menerbitkan karya yang bermutu dan mendatangkan keuntungan. Dalam bahasa Wandi S. Brata (GM Produksi Gramedia Pustaka Utama), buku yang tinggi mutunya dan diprediksi bakal laku keras di pasaran adalah primadona penerbit. Naskah akan langsung dapat “lampu hijau” (baca artikelnya di: www.gramedia.com).

Mengapa demikian? Sebab, penerbitan buku adalah sebuah bisnis, sebuah industri, yang mana berlaku pula hukum-hukum ekonomi dan pasar. Jadi, dengan segala kemampuan teknis dan pengalamannya, biasanya penerbit akan berusaha keras mendapatkan naskah-naskah bermutu yang mereka prediksi akan sukses di pasaran.

Bagaimana dengan buku yang bermutu namun tampak kurang menarik di pasaran? Buku seperti ini pasti kena “lampu kuning”. Namun, memang ada sebagian penerbit yang bersedia menerbitkan naskah-naskah semacam ini. Terlebih bila naskah tersebut sesuai dengan visi, misi, dan nilai-nilai idealisme penerbit (ingat, tidak semua penerbit komersil mengabaikan sisi nilai dan idealisme). Akan tetapi kita harus sadar sejak awal, ruang untuk penerbitan buku jenis ini tidaklah lebar. Prasyarat mutu, kompetensi, kredibilitas dan popularitas penulis, barangkali akan semakin dituntut penerbit. Sementara persetujuan atau percepatan proses penerbitannya hanya bisa didapat manakala si penulis mampu meyakinkan idealismenya kepada penerbit, dan pihak penerbit pun harus merasa satu visi dengan si penulis.

Kedua, penerbit suka sekali naskah yang mudah atau sudah siap diproduksi. Maksudnya, jangan sekali-kali memasukkan naskah yang masih mentah, belum lengkap, atau amburadul editingnya. Ini akan membebani penerbit dengan cost tertentu serta memperlambat proses kerja mereka. Khususnya penerbit-penerbit besar dan mapan, setiap bulannya mereka bisa menerima ratusan naskah. Namun, tidak semua naskah tersebut siap diproduksi akibat kekurangan-kekurangan yang saya sebut tadi. Alhasil, hanya naskah yang mudah dan siap produksi saja yang biasanya dipilih.

Itu sebabnya, saya selalu menyarankan kepada para penulis buku maupun klien yang berkonsultasi kepada saya, untuk sabar dalam mempersiapkan naskahnya. Lebih baik mengalokasikan waktu yang cukup untuk merapikan dan melengkapi naskah, ketimbang mengirim naskah apa adanya. Dari sekian banyak kasus yang saya tangani, penerbit benar-benar menyukai naskah yang sudah lengkap, rapi, mudah dan siap diproduksi. Jadi, bila kita ingin naskah kita mudah masuk atau diterima penerbit, berpikirlah sebagaimana penerbit akan memandang dan memperlakukan naskah tersebut. Jangan percaya dengan pandangan bahwa asal naskah kita kualitasnya bagus, otomatis penerbit akan mau berlelah-lelah untuk memprosesnya.

Ketiga, tak peduli penerbit besar maupun kecil, mereka lebih menyukai naskah-naskah buku yang ditulis oleh para penulis yang punya branding yang kuat. Gampangnya, penerbit suka dengan nama-nama yang populer karena ini punya efek terhadap promosi buku yang nantinya akan mereka produksi. Jadi, jangan berkecil hati bila penulis-penulis beken atau yang punya nama, atau tokoh-tokoh non-penulis yang populer sekali yang memnyusun buku, pasti dapat tempat.

Lalu, bagaimana dengan kita yang belum punya branding tertentu? Ya, mulailah mem-branding diri dengan aktif menulis di berbagai media atau saluran. Masuk media massa lebih strategis. Kalau pun belum bisa, masuki dunia internet dengan aktif di website-website populer atau membuat blog. Pokoknya, minimal kalau kita klik Google nama kita ada di sana.

Keempat, penerbit suka dengan penulis yang mau bahu-membahu menjual atau mempromosikan bukunya bersama penerbit. Sebab, anggaran penerbit untuk mempromosikan buku biasanya terbatas. Maklum, mereka banyak menerbitkan buku. Makanya, mereka pasti suka dengan penulis yang mau mempromosikan atau bahkan beriklan di media massa.

Jadi, jika kita memiliki kemampuan untuk mempromosikan buku kita nantinya, baik melalui iklan, promosi seminar, mailling list, iklan di website atau blog pribadi, termasuk melakukan penjualan langsung, sampaikan saja itu semua ke penerbit. Ini benar-benar disukai penerbit.

Nah, pertanyaannya kemudian, bagaimana dengan kita yang memiliki keterbatasan resourches untuk memenuhi pikiran-pikiran penerbit tersebut? Kalau logika mereka seperti itu, bagaimana dengan misi-misi idealisme penerbit? Apakah sudah hilang sama sekali?

Jawaban saya, kita punya banyak pilihan penerbit. Memang, kebanyakan penerbit mapan akan menggunakan logika tersebut dalam menerima naskah. Maklum, ini juag semacam sistem seleksi untuk memudahkan cara kerja mereka serta untuk mendapatkan hasil maksimal. Lagi-lagi ingat, mereka adalah institusi bisnis yang menjadikan profit sebagai kiblatnya.

Namun, tidak semua penerbit memiliki logika semacam itu. Tak sedikit penerbit yang sungguh-sungguh idealis dan mau berlelah-lelah untuk mempertimbangkan naskah bagus, tapi masih memiliki sejumlah kekurangan. Walau begitu, saya tetap punya keyakinan, bahwa penerbit idealis sekalipun pasti lebih senang bila para pemasok naskahnya mau berpikir ala penerbit komersil.[ez]

Sumber :

* Edy Zaqeus adalah penulis buku-buku best-seller, konsultan penulisan & penerbitan, editor Pembelajar.com, dan trainer di Sekolah Penulis Pembelajar (SPP). Ia juga mendirikan Bornrich Publishing dan Fivestar Publishing yang berhasil menerbitkan sejumlah buku best-seller. Nantikan workshops Edy Zaqeus tentang "Membuat Blog Menjadi Buku", "Cara Gampang Menerbitkan Buku Sendiri", dan "Cara Gampang Menulis Buku Best-Seller" pada November-Desember 2007 ini (Info selengkapnya, hubungi SPP di 021-7828044). Kunjungi blog Edy di: http://ezonwriting.wordpress.com/ atau email: edzaqeus@gmail.com.

http://www.pembelajar.com/wmview.php?ArtID=1000&page=3

SEBELAS FAKTA PENTING BUKU BESTSELLER

02 Desember 2007 - 11:20 (Diposting oleh: Editor)
SEBELAS FAKTA PENTING BUKU BESTSELLER
Seri Artikel Write & Grow Rich

Jika tidak ada aral melintang, maka pertengahan Desember 2007 ini saya akan meluncurkan cetakan ketiga atau edisi revisi buku saya yang berjudul Resep Cespleng Menulis Buku Bestseller (RCMBB). Banyak informasi terbaru saya tambahkan dalam buku yang terbit perdana tahun 2005 tersebut. Tak kurang dari 11 bab baru saya masukkan (semula hanya 17 bab kini menjadi 28 bab) untuk menambah bobot buku ini. Saya memang memaksudkan RCMBB edisi revisi ini sebagai sebuah ‘masterpiece’, hasil metamorfosis dari fast book yang begitu sederhana.

Sementara, untuk ‘aksesoris’—yang ini juga tidak kalah penting—sekitar 39 testimoni saya lampirkan di halaman depan. Mayoritas testimoni ini datang dari para pembaca buku RCMBB edisi perdana yang kemudian berhasil menulis buku pertamanya. Atau, testimoni juga datang dari para penulis yang terinspirasi untuk semakin produktif menulis gara-gara buku tersebut.

Nah, dua tahun berlalu sejak pertama kali buku ini terbit, rasanya tambah banyak pula informasi dari perkembangan dunia perbukuan nasional yang perlu dicermati. Salah satu tema yang tetap saja menyedot perhatian saya adalah soal misteri mengapa sebuah buku bisa meledak di pasaran atau menjadi bestseller. Masalah inilah yang coba saya kupas tuntas dalam buku RCMBB edisi revisi tersebut.

Dalam tulisan ini, saya akan coba simpulkan temuan-temuan saya selama ini perihal mengapa dan bagaimana sebuah buku bisa jadi bestseller. Berikut pemaparannya.

Pertama, tema buku yang unik, baru, dan menarik, biasanya punya kans untuk jadi bestseller. Apakah semua tema yang semacam itu selalu jadi bestseller? Tidak juga. Tapi, tema-tema buku dengan keunggulan seperti saya sebut tadi, biasanya selalu jadi langganan bestseller. Ambil contoh buku True Power of Water karya Masaru Emoto yang benar-benar menyuguhkan sebuah fenomena baru yang menarik. Karena isi bukunya memang cukup unik, sangat menarik, dan baru—atau paling tidak semakin meneguhkan fenomena lama berdasarkan bukti-bukti baru—maka larislah buku terjemahan tersebut.

Untuk kasus nasional, tengok sukses buku Quantum Ikhlas karya Erbe Sentanu. Mungkin kita sudah sering mendengar istilah-istilah kuantum (quantum) yang digandengkan dengan berbagai konsep lainnya, seperti quantum leadership, quantum writing, atau quantum learning, dll. Tapi, begitu muncul lagi istilah baru dan unik, quantum ikhlas, orang tertarik pula. Terlebih karena isi bukunya juga menarik dan relatif menyajikan alternatif baru.

Kedua, tema-tema yang sejatinya tergolong lama ternyata bisa meledak lagi jika dikemas ulang secara lebih cerdas. Contoh, apalagi kalau bukan buku terjemahan The Secret: Mukjizat Berpikir Positif. Rhonda Byrne, si penulisnya, pun mengakui hal ‘ketidakbaruan’ isi bukunya itu. Kombinasi antara kecerdasan pengemasan ulang serta dampak publikasi medialah yang mendukung kesuksesan buku tersebut.

Untuk kasus nasional, lihat sukses Jakarta Undercover karya Moamar Emka. Mungkin Anda pernah baca buku Remang-Remang Jakarta yang terbit tahun 1980-an. Temanya sama, tapi kemasan, kasus, serta cara penulisannya yang agak berbeda sehingga mendatangkan hasil yang berbeda pula.

Ketiga, kemasan bernuansa religius bisa menjadi magnet tersendiri. Lihat saja, sebelumnya buku-buku pengembangan diri dan cara berpikir positif didominasi oleh penulis-penulis Barat yang identik dengan nonmuslim. Begitu muncul buku pengembangan diri terjemahan bernuansa islami semacam La Tahzan Jangan Bersedih karya Aidh Al Qarni, maka meledaklah buku tersebut.

Mirip dengan itu, lihat saja tema emotional and spiritual quotient. Ini bukan barang baru di Barat sana. Namun, ketika di sini dikemas dalam nilai-nilai islami, lahirlah buku ESQ dan ESQ Power karya Ary Ginanjar yang sukses spektakuler. Lihat saja nanti, pasti akan lahir lebih banyak buku yang membahas teori-teori atau konsep-konsep populer secara islami. Pasar untuk buku-buku populer bernuansa religius semacam ini pasti makin membengkak dari tahun ke tahun.

Keempat, tema-tema buku yang menguak suatu rahasia atau misteri juga terus menyedot perhatian. Terlebih bila misteri itu sempat menjadi perhatian publik secara luas. Contoh mudahnya yang masuk kategori ini ya The Secret atau Jakarta Undercover. Tapi, contoh lain yang tak kalah menarik adalah larisnya buku Intel-Menguak Tabir Intelijen Indonesia karya Ken Conboy, Membongkar Jamaah Islamiyah karya Nasir, atau sukses buku IPDN Undercover dan IPDN Uncensord keduanya karya Inu Kencana.

Lalu, lihat sukses buku Sukarno File karya Antonie C.A. Dake dan Detik-detik yang Menentukan karya mantan presiden B.J. Habibie. Sampai kapan pun, yang namanya misteri pasti akan menarik perhatian. Makanya, ini bisa jadi petunjuk menarik bagi siapa pun yang ingin sukses dalam penulisan.

Kelima, judul kontroversial tetap saja menarik perhatian, walau tidak menjamin kesuksesan. Mengapa demikian? Ya, karena yang aneh-aneh, yang unik, yang lain daripada biasanya, yang menentang arus, semuanya menarik perhatian kebanyakan orang. Mau bukti? Lihat buku saya Kalau Mau Kaya Ngapain Sekolah! yang sejak terbit tahun 2004 hingga sekarang sudah 12 kali cetak dan kemudian terbit pula edisi khususnya (alias cetakan ke-13). Contoh lain, lihat buku Ternyata Akherat Tidak Kekal karya Agus Mustofa atau Jangan Mau Seumur Hidup Jadi Orang Gajian karya Valentino Dinsi. Keenam, cara penyajian yang populer tetap lebih menarik perhatian pembaca pada umumnya ketimbang buku-buku yang disajikan secara ketat atau berstandar ilmiah tinggi. Simak bagaimana masalah-masalah marketing yang serba teoretis jadi enak mengalir bila yang menuliskannya adalah Hermawan Kartajaya yang sukses dengan Marketing in Venus.

KenamLihat pula bagaimana masalah-masalah keuangan yang serba rumit bisa terasa renyah dibaca bila yang menulis adalah Safir Senduk yang sukses dengan Siapa Bilang Jadi Karyawan Nggak Bisa Kaya? dan Buka Usaha Nggak Kaya Percuma. Jangan pula lupa, soal filsafat pendidikan, leadership, dan pembelajaran jadi begitu mudah dicerna ditangan Andrias Harefa dalam karyanya Menjadi Manusia Pembelajar.

Ketujuh, fakta bahwa pendatang baru atau orang yang baru pertama kali menulis buku pun sangat mungkin bisa langsung menjadi penulis bestseller. Ini jelas kabar baik bagi semua penulis yang baru mau menerbitkan buku untuk pertama kalinya. Tidak peduli apakah seorang penulis itu sudah punya nama atau belum, tapi walau baru sekali menerbitkan buku, bisa saja bukunya langsung meledak. Mau contohnya? Kita bisa sebut penulis seperti Ary Ginanjar, Valentino Dinsi, atau Raditya Dika dengan KambingJantan-nya, bahkan Eni Kusuma dengan Anda Luar Biasa!!!-nya.

Kedelapan, penulis ber-mindset ‘penjual’ punya peluang lebih besar dalam menjadikan bukunya bestseller. Simak lagi artikel saya yang berjudul “Menjadi Sales Writer”. Penulis yang berani bekerja keras mempromosikan bukunya, baik dalam bentuk seminar, peluncuran buku, diskusi, talk show, wawancara dengan media, termasuk menjual langsung bukunya, pasti punya kans besar untuk sukses. Orang-orang seperti Ary Ginanjar, Andrie Wongso, Andrias Harefa, Tung Desem Waringin, dan Safir Senduk adalah kategori penulis ber-mindset penjual. Terbukti, buku-buku mereka jadi bestseller.

Kesembilan, bahwa iklan, promosi, dan liputan media massa sungguh berperan dalam mendorong sebuah judul buku jadi bestseller. Intinya adalah penampakan (visibility) melalui berbagai instrumen komunikasi massal, bisa lewat iklan, resensi atau pembahasan media, atau bahkan termasuk penampakan di bagian-bagian strategis di toko buku.

Apakah semua buku yang diiklankan, dipromosikan besar-besaranm serta dikupas habis media bisa jadi laris? Tidak juga. Buktinya, lihat saja buku-buku bertema berat yang sering diiklankan di harian Kompas, yang tidak serta merta laris di pasaran. Walau tidak otomatis laris, namun iklan, promosi, atau liputan media massa tetap berpengaruh.

Kesepuluh, distribusi sangat berpengaruh bagi laris tidaknya sebuah buku. Bisa saja bukunya unik, menarik, judulnya kontroversial, iklannya dan promosi juga besar-besaran, namun buku tidak ditemukan di toko mana pun. Ya, sama juga bohong. Makanya, di sinilah peran sentral rantai distribusi dalam mengantarkan produk kepada konsumen akhir. Jika rantai distribusi macet, maka sebesar apa pun potensinya, lupakan mimpi jadi bestseller.

Kesebelas, buku-buku nonfiksi populer relatif lebih bisa diprediksi keberhasilannya ketimbang buku fiksi. Jauh lebih sulit mengkreasikan atau bahkan sekadar meramal akankah sebuah karya fiksi bisa menjadi bestseller. Lihat saja karya-karya fiksi yang menang penghargaan (karena biasanya pasti dianggap bagus dan bermutu) dan kemudian diburu penerbit untuk diterbitkan. Harapan penerbit, pasti karya-karya berkualitas itu bisa laris di pasaran. Makanya, treatment-nya pun pasti berbeda dari buku terbitan yang lainnya, termasuk dalam hal promosi. Tapi, apakah karya fiksi berkualitas itu selalu laris di pasaran? Tampaknya tidak.

Ini beda dengan buku-buku nonfiksi populer yang seirama dengan suatu tren tertentu. Jauh lebih mudah meramal buku Financial Revolution karya Tung Desem Waringin akan sukses di pasaran ketimbang, misalnya, meramal sebuah novel yang menang penghargaan akan mengalami hal serupa. Lebih mudah pula meramal karya Andrias Harefa, Andrie Wongso, dan Safir Senduk akan laris ketimbang karya penulis-penulis fiksi lainnya.

Nah, fakta kesebelas tersebut sekaligus merupakan kabar baik bagi para penulis nonfiksi pada umumnya. Mereka bisa merancang buku sedemikian rupa sehingga potensi untuk jadi bestseller relatif lebih besar. Beberapa variabel yang dibahas di artikel ini pun bisa dijadikan sebagai area kontrol untuk memaksimalkan potensi bestseller.

Jadi, teruslah kreatif dan bersemangat menulis buku. Manfaatkan temuan-temuan di atas untuk merangsang pikiran dalam menemukan ide-ide baru serta meramunya menjadi karya yang berpotensi besar untuk jadi bestseller. Selamat berkarya. Salam bestseller![ez]

Sumber :

* Edy Zaqeus adalah editor Pembelajar.com, trainer SPP, konsultan penulisan dan penerbitan, pendiri Bornrich Publishing dan Fivestar Publishing, dan penulis buku “Resep Cespleng Menulis Buku Bestseller”. Jangan lewatkan workshopnya bersama Andrias Harefa dengan judul “Cara Gampang Menulis Buku Best-Seller” Angkatan ke-2 pada 8-9 Februari 2008 ini. Info selengkapnya di 021-7828044. Kunjungi pula blog Edy Zaqeus on Writing di http://ezonwriting.wordpress.com atau hubungi dia via email: edzaqeus@gmail.com.

http://www.pembelajar.com/wmview.php?ArtID=1062&page=2

MANFAAT BLOG SEBAGAI MEDIA INFORMASI

Sejarah Blog

Blog adalah kependekan dari Weblog, istilah yang pertama kali
digunakan oleh Jorn Barger pada bulan Desember 1997. Jorn Barger
menggunakan istilah Weblog untuk menyebut kelompok website pribadi
yang selalu diupdate secara kontinyu dan berisi link-link ke website
lain yang mereka anggap menarik disertai dengan komentar-komentar
mereka sendiri.

Blog kemudian berkembang mencari bentuk sesuai dengan kemauan para
pembuatnya atau para Blogger. Blog yang pada mulanya merupakan
"catatan perjalanan" seseorang di Internet, yaitu link ke website yang
dikunjungi dan dianggap menarik, kemudian menjadi jauh lebih menarik
daripada sebuah daftar link. Hal ini disebabkan karena para Blogger
biasanya juga tidak lupa menyematkan komentar-komentar "cerdas"
mereka, pendapat-pendapat pribadi dan bahkan mengekspresikan sarkasme
mereka pada link yang mereka buat.

Dari komentar-komentar tadi biasanya Blog kemudian menjadi jendela
yang memungkinkan kita "mengintip" isi kepala dan kehidupan
sehari-hari dari penciptanya. Blog adalah cara mudah untuk mengenal
kepribadian seseorang Blogger. Topik-topik apa yang dia sukai dan
tidak dia sukai, apa yang dia pikirkan terhadap link-link yang dia
pilih, apa tanggapannya pada suatu isu. Seluruhnya biasanya tergambar
jelas dari Blog-nya.

Blog pertama dibuat dengan browser mosaic, mosaic sendiri adalah
browser pertama sebelum internet exploler dan nescape. Justin hall
memulai web pribadinya dengan nama Justin's Home Page yang kemudian
berubah menjadi Links from the Underground yang mungkin dapat disebut
sebagai Blog pertama seperti yang kita kenal sekarang.

Blog pertama kali sulit berkembang hal ini dikarenakan saat itu
diperlukan keahlian dan pengetahuan khusus untuk membuat website.
Untuk membuat website saat itu diperlukan keahlian seperti membuat web
diantaranya harus mampu membuat dan mengubah file html, sehingga hanya
orang tertentu yang mampu membuat blog pada saat itu seperti
administrator sistem dan web disainer.

Blog mulai berkembang pada tahun 1998, pada saat itu web bisa di
pasangi iklan oleh pihak ke tiga. Ada banyak penyedia blog gratis yang
dapat di buat sendiri seperti Blogger, Movable Type dan Wordpress.

Apakah blog bisa di jadikan media belajar ?

Blog dapat dikategorikan sebagai e learning, dalam tulisannya
Rosenberg (2001) beliau mengungkapkan bahwa e learning merujuk pada
penggunaan teknologi internet untuk mengirimkan serangkaian solusi
yang dapat meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan. Sebuah blog dapat
dijadikan media belajar interaktif, misalnya sebuah komunitas guru di
sebuah sekolahan rame-rame membuat blog yang isi atau konten sebuah
blog menyangkut mata pelajaran yang di ampu masing-masing guru.
Kemudian ada siswa yang mengakses blog tersebut, Si siswa mengisi
comment di blog, sehingga terjadi komunikasi dalam sebuah blog tanpa
di batasi sebuah protokoler antara guru dan murid. Dalam hitungan saat
ini jumlah mata pelajaran di sekolah tidak lebih dari 20 macam. Jadi
jika setiap kabupaten ada guru yang aktif ngeblog untuk 1 fokus
pelajaran tertentu maka pendidikan Indonesia dengan cepat majunya.
Sebab isi blog bisa apa saja, bahkan akan sangat menggigit. Dan tidak
akan keluar jalur, karena pengunjung blog bisa saja memberi kritiknya.
Setidaknya Ini demi penghematan biaya yg harus dikeluarkan untuk
kegiatan sosialisasi atau penataran2 yg kadang tidak ada ujung-nya.

Blog juga dapat menjadi media untuk mengungkapkan usul, komentar dan
uneg-uneg seorang siswa tentang sistem pengajaran yang ada di sekolah,
sehingga pihak guru dan sekolah dapat meningkatkan kinerja mereka
sesuai yang diharapkan para peserta didik dalam hal ini adalah siswa
sekolah.

Kekuatan blog dalam dunia dalam dunia pendidikan

-Isinya bisa luas menyangkut banyak hal pengajaran
-Bisa dijadikan ajang belajar menulis untuk menuangkan ide
-Bukti portofolio seorang guru terkait profesionalitasnya
-Relatif lebih hemat biaya
-Menembus ruang & waktu
-Bebas aturan alias suka-suka yg nulis (yg ada hanya etika atau aturan
tidak tertulis)
-Melepaskan kebiasaan formalitas untuk menghambur uang rakyat
-Pengembangan proses pembelajaran yang bervariatif

Blog sangat mudah pengelolaannya dibandingkan website.

Bahkan untuk di wordpress.com jika belum berpengalaman dapat membaca
cara nge-blog. Ini mudah untuk diikuti. Dengan adanya software blog
editor yang bisa dipakai secara offline maka waktu koneksi bisa
dipersempit dan hemat biaya jika harus membayar rekening telepon.
Dibutuhkan koneksi internet tidak lebih dari 1 jam jika tulisan sudah
dipersiapkan secara offline.

Blog sebagai media informasi dan promosi sebuah institusi

Dengan semakin berkembangnya zaman maka media komunikasi juga semakin
berkembang salah satunya yaitu blog. Jika dahulu mengiklankan sebuah
produk perusahaan dengan mengguakan media cetak atau pamflet dan
poster yang mengelurkan biaya banyak, maka sekarang promosi sebuah
produk dapat menggunakan sebuah blog yang murah meriah dan gratis.
Blog juga dapat di jadikan sebagai media promosi seorang penulis untuk
memasarkan bukunya. Dengan blog seorang penulis buku dapat memberikan
tulisan singkat atau resensi buku ang ditulisnya, sehingga para
pembaca dapat tertarik untuk membeli buku tersebut J.

Blog dapat disimpulkan sebagai media informasi baik yang bersifat formal

(sebuah institusi) atau informal (ajang tulis menulis kegiatan
sehari-hari seorang blogger) yang bersifat murah meriah dan tidak
memerlukan keahlian khusus untuk membuatnya misalnya keahlian HTML.
Blog sangat mudah dibuat oleh seorang awan dalam dunia website. Blog
dapat dihias sesuai dengan keinginan pembuatnya misalnya dipercantik
dengan hitcounter, lokasi dan IP address pengakses dan merubah
background sesuai keinginan.

Sumber bacaan:
------------ --
http://www.isnainib iasa.blogspot. com/2006/ 06/manfaat- blog_11.html

http://www.pembelaj ar.com/wmview. php?ArtID= 1037

http://urip. wordpress. com/2006/ 12/23/kekuatan- blog-dan- guru/

Asep Herman Suyanto. 2005.
http://www.asep- hs.web.ac. id/Artikel/ ELEARNING
/MENGENAL%20E- LEARNING. pdfhttp://kangbudhi. wordpress. com/2007/ 12/01/manfaat- blog-sebagai- media-informasi/

Matematika

Matematika

Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.

Langsung ke: navigasi, cari

Matematika secara umum ditegaskan sebagai penelitian pola dari struktur, perubahan, dan ruang; tak lebih resmi, seorang mungkin mengatakan adalah penelitian bilangan dan angka'. Dalam pandangan formalis, matematika adalah pemeriksaan aksioma yang menegaskan struktur abstrak menggunakan logika simbolik dan notasi matematika; pandangan lain tergambar dalam filosofi matematika.

Struktur spesifik yang diselidiki oleh matematikus sering mempunyai berasal dari ilmu pengetahuan alam, sangat umum di fisika, tetapi mathematikus juga menegaskan dan menyelidiki struktur untuk sebab hanya dalam saja sampai ilmu pasti, karena struktur mungkin menyediakan, untuk kejadian, generalisasi pemersatu bagi beberapa sub-bidang, atau alat membantu untuk perhitungan biasa. Akhirnya, banyak matematikus belajar bidang dilakukan mereka untuk sebab yang hanya estetis saja, melihat ilmu pasti sebagai bentuk seni daripada sebagai ilmu praktis atau terapan.

Apakah matematika?

Pengertian matematika sangat sulit didefinsikan secara akurat. Pada umumnya orang awam hanya akrab dengan satu cabang matematika elementer yang disebut aritmatika atau ilmu hitung yang secara informal dapat didefinisikan sebagai ilmu tentang berbagai bilangan yang bisa langsung diperoleh dari bilangan-bilangan bulat 0, 1, -1, 2, - 2, ..., dst, melalui beberapa operasi dasar: tambah, kurang, kali dan bagi.

Silakan baca kutipan-kutipan lama atau kuno di:

Matematika sebagai Raja dan sekaligus Pelayan

Ada pendapat terkenal yang memandang matematika sebagai pelayan dan sekaligus raja dari ilmu-ilmu lain. Sebagai pelayan, matematika adalah ilmu dasar yang mendasari dan melayani berbagai ilmu pengetahuan lain. Sejak masa sebelum masehi, misalnya jaman Mesir kuno, cabang tertua dan termudah dari matematika (aritmatika) sudah digunakan untuk membuat piramida, digunakan untuk menentukan waktu turun hujan, dsb.

Sebagai raja, perkembangan matematika tak tergantung pada ilmu-ilmu lain. Banyak cabang matematika yang dulu biasa disebut matematika murni, dikembangkan oleh beberapa matematikawan yang mencintai dan belajar matematika hanya sebagai hoby tanpa memperdulikan fungsi dan manfaatnya untuk ilmu-ilmu lain. Dengan perkembangan teknologi, banyak cabang-cabang matematika murni yang ternyata kemudian hari bisa diterapkan dalam berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi mutakhir.

Apakah matematika ilmu yang 'sulit'?

Secara umum, semakin kompleks suatu fenomena, semakin kompleks pula alat (dalam hal ini jenis matematika) yang melalui berbagai perumusan (model matematikanya) diharapkan mampu untuk mendapatkan atau sekedar mendekati solusi eksak seakurat-akuratnya.

Jadi tingkat kesulitan suatu jenis atau cabang matematika bukan disebabkan oleh jenis atau cabang matematika itu sendiri, tetapi disebabkan oleh sulit dan kompleksnya fenomena yang solusinya diusahakan dicari atau didekati oleh perumusan (model matematikanya) dengan menggunakan jenis atau cabang matematika tersebut.

Sebaliknya berbagai fenomena fisik yg mudah di amati, misalnya jumlah penduduk di seluruh Indonesia, tak memerlukan jenis atau cabang matematika yang canggih. Kemampuan aritmatika sudah cukup untuk mencari solusi (jumlah penduduk) dengan keakuratan yang cukup tinggi.

Matematika sebagai bahasa

Di manakah letak semua konsep-konsep matematika, misalnya letak bilangan 1? Banyak para pakar matematika, misalnya para pakar Teori Model (lihat model matematika) yg juga mendalami filosofi di balik konsep-konsep matematika bersepakat bahwa semua konsep-konsep matematika secara universal terdapat di dalam pikiran setiap manusia.

Jadi yang dipelajari dalam matematika adalah berbagai simbol dan ekspresi untuk mengkomunikasikannya. Misalnya orang Jawa secara lisan memberi simbol bilangan 3 dengan mengatakan "Telu", sedangkan dalam bahasa Indonesia, bilangan tersebut disimbolkan melalui ucapan "Tiga". Inilah sebabnya, banyak pakar mengkelompokkan matematika dalam kelompok bahasa, atau lebih umum lagi dalam kelompok (alat) komunikasi, bukan sains.

Dalam pandangan formalis, matematika adalah penelaahan struktur abstrak yang didefinisikan secara aksioma dengan menggunakan logika simbolik dan notasi matematika; ada pula pandangan lain, misalnya yang dibahas dalam filosofi matematika.

Struktur spesifik yang diselidiki oleh matematikawan sering kali berasal dari ilmu pengetahuan alam, dan sangat umum di fisika, tetapi matematikawan juga mendefinisikan dan menyelidiki struktur internal dalam matematika itu sendiri, misalnya, untuk menggeneralisasikan teori bagi beberapa sub-bidang, atau alat membantu untuk perhitungan biasa. Akhirnya, banyak matematikawan belajar bidang yang dilakukan mereka untuk sebab estetis saja, melihat ilmu pasti sebagai bentuk seni daripada sebagai ilmu praktis atau terapan.

Matematika tingkat lanjut digunakan sebagai alat untuk mempelajari berbagai fenomena fisik yg kompleks, khususnya berbagai fenomena alam yang teramati, agar pola struktur, perubahan, ruang dan sifat-sifat fenomena bisa didekati atau dinyatakan dalam sebuah bentuk perumusan yg sistematis dan penuh dengan berbagai konvensi, simbol dan notasi. Hasil perumusan yang menggambarkan prilaku atau proses fenomena fisik tersebut biasa disebut model matematika dari fenomena.

Ikhtisar

Kata "matematika" berasal dari kata μάθημα(máthema) dalam bahasa Yunani yang diartikan sebagai "sains, ilmu pengetahuan, atau belajar" juga μαθηματικός (mathematikós) yang diartikan sebagai "suka belajar".

Disiplin utama dalam matematika didasarkan pada kebutuhan perhitungan dalam perdagangan, pengukuran tanah dan memprediksi peristiwa dalam astronomi. Ketiga kebutuhan ini secara umum berkaitan dengan ketiga pembagian umum bidang matematika: studi tentang struktur, ruang dan perubahan.

Pelajaran tentang struktur dimulai dengan bilangan, pertama dan yang sangat umum adalah bilangan natural dan bilangan bulat dan operasi arimetikanya, yang semuanya itu dijabarkan dalam aljabar dasar. Sifat bilangan bulat yang lebih mendalam dipelajari dalam teori bilangan.

Investigasi metode-metode untuk memecahkan persamaan matematika dipelajari dalam aljabar abstrak, yang antara lain, mempelajari tentang ring dan field, struktur yang menggeneralisasi sifat-sifat yang umumnya dimiliki bilangan. Konsep vektor, digeneralisasi menjadi vektor ruang dipelajari dalam aljabar linier, yang termasuk dalam dua cabang: struktur dan ruang.

Ilmu tentang ruang berawal dari geometri, yaitu geometri Euclid dan trigonometri dari ruang tiga dimensi (yang juga dapat diterapkan ke dimensi lainnya), kemudian belakangan juga digeneralisasi ke geometri Non-euclid yang memainkan peran sentral dalam teori relativitas umum. Beberapa permasalahan rumit tentang konstruksi kompas dan penggaris akhirnya diselesaikan dalam teori Galois.

Bidang ilmu modern tentang geometri diferensial dan geometri aljabar menggeneralisasikan geometri ke beberapa arah:: geometri diferensial menekankan pada konsep fungsi, buntelan, derivatif, smoothness dan arah, sementara dalam geometri aljabar, objek-objek geometris digambarkan dalam bentuk sekumpulan persamaan polinomial. Teori grup mempelajari konsep simetri secara abstrak dan menyediakan kaitan antara studi ruang dan struktur. Topologi menghubungkan studi ruang dengan studi perubahan dengan berfokus pada konsep kontinuitas.

Mengerti dan mendeskripsikan perubahan pada kuantitas yang dapat dihitung adalah suatu yang biasa dalam ilmu pengetahuan alam, dan kalkulus dibangun sebagai alat untuk tujauan tersebut. Konsep utama yang digunakan untuk menjelaskan perubahan variabel adalah fungsi. Banyak permasalahan yang berujung secara alamiah kepada hubungan antara kuantitas dan laju perubahannya, dan metoda untuk memecahkan masalah ini adalah topik dari persamaan differensial.

Untuk merepresentasikan kuantitas yang kontinu digunakanlah bilangan riil, dan studi mendetail dari sifat-sifatnya dan sifat fungsi nilai riil dikenal sebagai analisis riil. Untuk beberapa alasan, amat tepat untuk menyamaratakan bilangan kompleks yang dipelajari dalam analisis kompleks. Analisis fungsional memfokuskan perhatian pada (secara khas dimensi tak terbatas) ruang fungsi, meletakkan dasar untuk mekanika kuantum di antara banyak hal lainnya.

Banyak fenomena di alam bisa dideskripsikan dengan sistem dinamis dan teori chaos menghadapi fakta yang banyak dari sistem-sistem itu belum memperlihatkan jalan ketentuan yang tak dapat diperkirakan.

Agar menjelaskan dan menyelidiki dasar matematika, bidang teori pasti, logika matematika dan teori model dikembangkan.

Saat pertama kali komputer disusun, beberapa konsep teori yang penting dibentuk oleh matematikawan, menimbulkan bidang teori komputabilitas, teori kompleksitas komputasional, teori informasi dan teori informasi algoritma. Kini banyak pertanyaan-pertanyaan itu diselidiki dalam ilmu komputer teoritis. Matematika diskret ialah nama umum untuk bidang-bidang penggunaan matematika dalam ilmu komputer.

Bidang-bidang penting dalam matematika terapan ialah statistik, yang menggunakan teori probabilitas sebagai alat dan memberikan deskripsi itu, analisis dan perkiraan fenomena dan digunakan dalam seluruh ilmu. Analisis bilangan menyelidiki teori yang secara tepat guna memecahkan bermacam masalah matematika secara bilangan pada komputer dan mengambil kekeliruan menyeluruh ke dalam laporan.

Topik dalam matematika

daftar bahasan dalam matematika dan subklasifikasinya dapat dilihat dalam daftar alfabet.

Daftar topik dan sub klasifikasi dibawah ini merupakan gambaran matematika secara umum.

  • Kuantitas

Pada dasarnya, topik dan ide ini menyajikan ukuran jelas dari bilangan atau kumpulan, atau jalan untuk menemukan semacam ukuran.

BilanganBilangan dasarPiBilangan bulatBilangan rasionalBilangan riilBilangan kompleksBilangan hiperkompleksQuaternionOktonionSedenionBilangan hiperriilBilangan surrealBilangan urutanBilangan pokokBilangan P-adicRangkaian bilangan bulatKonstanta matematikaNama bilanganKetakterbatasanDasarSudut Jarum Jam
  • Perubahan

Topik-topik berikut memberi cara untuk mengukur perubahan dalam fungsi matematika, dan perubahan antar angka.

AritmatikaKalkulusKalkulus vektorAnalisisPersamaan diferensialSistem dinamis dan teori chaosDaftar fungsi
  • Struktur

Cabang berikut mengukur besar dan simetri angka, dan berbagai konstruk.

Aljabar abstrakTeori bilanganGeometri aljabarTeori grupMonoidAnalisisTopologiAljabar linearTeori grafikAljabar universalTeori kategoriTeori urutan
  • Ruang

Topik-topik berikut mengukur pendekatan visual kepada matematika dari topik lainnya.

TopologiGeometriTrigonometriGeometri AljabarGeometri turunanTopologi turunanTopologi aljabarAlgebra linearGeometri fraktal
  • Matematika diskrit

Topik dalam matematika diskrit berhadapan dengan cabang matematika dengan objek yang dapat mengambil harga tertentu dan terpisah.

KombinasiTeori himpunan naifKemungkinanTeori komputasiMatematika terbatasKriptografiTeori GambarTeori permainan
  • Matematika terapan

Bidang-bidang dalam matematika terapan menggunakan pengetahuan matematika untuk mengatasi masalah dunia nyata.

MekanikaAnalisa NumerikOptimisasiProbabilitasStatistikMatematika Finansial (keuangan)Metoda Numerik
  • Konjektur dan teori-teori yang terkenal

Teorema-teorema itu telah menarik matematikawan dan dan yang bukan matematikawan.

Teori terakhir FermatKonjektur GoldbachKonjektur Utama KembarTeorema ketidaklengkapan GödelKonjektur PoincaréArgumen diagonal CantorTeorema empat warnaLema ZornIdentitas EulerKonjektur ScholzTesis Church-Turing
  • Teori dan konjektur penting

Di bawah ini adalah teori dan konjektur yang telah mengubah wajah matematika sepanjang sejarah.

Hipotesis RiemannHipotesis ContinuumP=NPTeori PythagoreanCentral limit theoremTeordi dasar kalkulusTeori dasar aljabarTeori dasar aritmetikTeori dasar geometri proyektifklasifikasi teorema permukaanTeori Gauss-Bonnet
  • Dasar dan metode

Topik yang membahas pendekatan ke matematika dan pengaruh cara matematikawan mempelajari subyek mereka.

Filsafat matematikaIntuisionisme matematikaKonstruktivisme matematikaDasar matematikaTeori pastiLogika simbolTeori modelTeori kategoriLogikaMatematika kebalikanDaftar simbol matematika
  • Sejarah dunia para matematikawan
Sejarah matematikaGaris waktu matematikaMatematikawanMedali bidangHadiah AbelMasalah Hadiah Milenium (Hadiah Matematika Clay)International Mathematical UnionPertandingan matematikaPemikiran lateralKemampuan matematika dan masalah gender
  • Matematika dan bidang lainnya
Matematika dan arsitekturMatematika dan pendidikanMatematika skala musik
  • Kejadian Kebetulan Matematika
Daftar Kejadian Kebetulan Matematika
  • Peralatan Matematika

Dulu:

Sekarang:

Kutipan

Menurut metode aksiomatik, di mana sifat-sifat tertentu (sebaliknya tak dikenal) struktur diambil dan kemudian secara logis akibat dari itu kenudian secara logika diturunkan, Bertrand Russell berkata:

"Matematika dapat didefinisikan sebagai subyek yang mana kita tidak pernah tau tentang apa yang sedang kita bicarakan, maupun apa yang tidak kita katakan benar".

Mungkin ini menjelaskan mengapa John von Neumann berkata suatu kali:

"Dalam matematika Anda takkan memahami hal. Anda benar-benar mengambilnya dulu".

Tentang indahnya matematika, Bertrand Russell berkata dalam Study of Mathematics:

"Matematika, sudah sepantasnya dipandang, tak hanya memiliki kebenaran, namun keindahan tertinggi – dingin dan cermat yang bagus, seperti pahatan itu, tanpa menarik setiap bagian sifat lemah kita, tanpa hiasan indah lukisan atau musik, masih murni sama sekali, dan kemampuan kesempurnaan keras seperti hanya seni terbesar dapat mempertunjukkan. Jiwa kesenangan yang sesungguhnya, keagungan, arti badan lebih daripada manusia, yang merupakan batu ujian keunggulan tertinggi, untuk ditemukan dalam matematika seperti tentu saja puisi".

Menguraikan simetri antara aspek penciptaan dan logika matematika, W.S. Anglin mengamati, dalam Mathematics and History:

"Matematika bukanlah gerakan turun hati-hati jalan raya yang bebas, namun perjalanan dalam hutan belantara yang asing, di mana penjelajah sering kehilangan. Kekerasan akan menjadi tanda untuk sejarawan yang mana peta telah dibuat, dan penjelajah sesungguhnya telah pergi ke tempat lain".

Fakta penting: "Matematika bukan..."

Matematika bukan numerologi. Walau numerologi memakai aritmatika modular untuk mengurangi nama dan data pada bilangan digit tunggal, numerologi secara berubah memberikan emosi atau ciri pada bilangan tanpa mengacaukan untuk membuktikan penetapan dalam gaya logika. Matematika ialah mengenai gagasan pembuktian atau penyangkalan dalam gaya logika, namun numerologi tidak. Interaksi antara secara berubah emosi penentuan bilangan secara intuitif diperkirakan daripada yang telah diperhitungkan secara seksama.

Matematika bukan akuntansi. Meskipun perhitungan aritmetika sangat krusial dalam pekerjaan akuntansi, utamanya keduanya mengenai pembuktian yang mana perhitungan benar melalui sistem pemeriksaan ulang. Pembuktian atau penyangkalan hipotesis amat penting bagi matematikawan, namun tak sebanyak akuntan. Kelanjutan dalam matematika abstrak menyimpang pada akuntansi jika penemuan tak dapat diterapkan pada pembuktian efisiensi tata buku konkret.

Matematika bukan sains, karena kebenaran dalam matematika tidak memerlukan pengamatan empiris

Matematika bukan fisika, karena fisika adalah sains.

Bibliografi

  • Courant, R. and H. Robbins, What Is Mathematics? (1941);
  • Davis, Philip J. and Hersh, Reuben, The Mathematical Experience. Birkhäuser, Boston, Mass., 1980. Pengenalan lemah lembut pada dunia matematika.
  • Gullberg, Jan, Mathematics--From the Birth of Numbers. W.W. Norton, 1996. Peninjauan luas matematika yang bersifat ensiklopedis yang disajikan secara jelas, bahasa sederhana.
  • Hazewinkel, Michiel (ed.), Encyclopaedia of Mathematics. Kluwer Academic Publishers 2000. Versi terjemahan dan pengembangan ensiklopedi matematika Uni Soviet, dalam 10 (mahal) jilid, pekerjaan terlengkap dan berwenang yang tersedia. Juga pada buku sampul tipis dan CD-ROM.
  • Kline, M., Mathematical Thought from Ancient to Modern Times (1973);
http://id.wikipedia.org/wiki/Matematika