TEKNOLOGI INFORMASI DALAM SISTEM JARINGAN
PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI
Oleh: Drs. Abdul Ma’in M., SS.
PENDAHULUAN
Istilah teknologi informasi (selanjutnya disingkat TI), sering dijumpai, baik dalam media grafik, seperti surat kabar dan majalah, maupun media elektronik, seperti radio dan televisi. Istilah tersebut merupakan gabungan dua istilah dasar yaitu teknologi dan informasi. Teknologi dapat diartikan sebagai pelaksanaan ilmu, sinonim dengan ilmu terapan. Sedangkan pengertian informasi menurut Oxfoord English Dictionary, adalah "that of which one is apprised or told; intelligence, news". Kamus lain menyatakan bahwa, informasi adalah sesuatu yang dapat diketahui. Namun, ada pula yang menekankan informasi sebagai transfer pengetahuan. Adanya perbedaan definisi informasi dikarenakan, pada hakekatnya, informasi tidak dapat diuraikan (intangible), sedangkan informasi itu dijumpai dalam kegiatan sehari-hari, yang diperoleh dari data dan dari observasi terhadap dunia sekitar kita serta diteruskan melalui komunikasi. Secara simpel, definisi TI dapat diartikan sebagai teknologi yang digunakan untuk menyimpan, menghasilkan, mengolah, serta menyebarkan informasi. Definisi tersebut menganggap bahwa TI tergantung pada kombinasi komputasi dan teknologi telekomunikasi berbasis mikroelektronik.
Sedangkan istilah jaringan perpustakaan, berarti suatu sistem hubungan antar perpustakaan, yang diatur dan disusun menurut berbagai bentuk persetujuan, yang memungkinkan komunikasi dan pengiriman secara terus menerus informasi bibliografis maupun informasi-informasi lainnya, baik berupa bahan dokumentasi maupun ilmiah. Selain itu, jaringan perpustakaan juga menyangkut pertukaran keahlian, menurut jenis dan tingkat yang telah disepakati. Jaringan ini biasanya berbentuk organisasi formal, terdiri atas dua perpustakaan atau lebih, dengan tujuan yang sama. Untuk mencapai tujuan tersebut, disyaratkan untuk menggunakan teknologi telekomunikasi dan komputer atau TI.
Kerjasama perpustakaan dalam bentuk jaringan ini penting agar semua informasi yang tersedia dapat dimanfaatkan bersama secara maksimal bagi pemakai. Henderson (1998:98) menyebutkan manfaat itu antara lain: menyediakan akses yang cepat dan mudah meskipun melalui jarak jauh; menyediakan akses pada informasi yang tak terbatas dari berbagai jenis sumber; menyediakan informasi yang lebih mutakhir yang dapat digunakan secara fleksibel bagi pemakai sesuai kebutuhannya; serta memudahkan format ulang dan kombinasi data dari berbagai sumber.
PERPUSTAKAAN ELEKTRONIK
Perpustakaan elektronik merupakan sarana penyimpanan informasi, dokumen, audio visual, dan materi grafis yang tercipta dalam berbagai jenis media. Media dimaksud berkisar dari mulai slide, film, video, compact audio disc, audio tapes, optical disc, pita magnetis, disket dan floppy disc, serta lainnya yang tengah dikembangkan.
Perpustakaan elektronik merupakan bagian dari sebuah jaringan kerja (network). Secara teoritis, pemakai dapat memperoleh salinan elektronik sebuah dokumen dari mana pun juga, asal tak ada kendala keamanan, politik, ekonomi dan sosial.
Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan bagi terbentuknya perpustakaan elektronik adalah:
Interaksi dan sirkulasi perpustakaan. Apakah pemakai berinteraksi dengan semua perpustakaan ataukah dengan perpustakaan tertentu, atau bahkan melalui sistem hirarki perpustakaan ? Apakah jasa perpustakaan cukup dilakukan melalui titik jasa lebih kecil ataukah melalui cabang, kemudian diteruskan ke simpanan informasi lebih besar ?
Bentuk fisik mata rantai pemakai (user link), yaitu mata rantai komunikasi antara pemakai dengan perpustakaan. Apakah pemakai datang sendiri ke perpustakaan ataukah menggunakan telepon, menulis surat, menggunakan kabel televisi, satelit, videotex, teletex, transmisi faksimil, pos elektronik dan sarana lainnya, atau justeru gabungan berbagai sarana untuk mengkomunikasikan permintaannya kepada perpustakaan? Manakah yang memerlukan desain khusus dalam hubungan antarmuka (inter-face) pamakai, komunikasi dengan mesin ataukah person to person ?
Menarik iuran atau mengatur distribusi dana. Jaringan tidak saja memerlukan mata rantai telekomunikasi, tetapi juga niat organisasi yang ikut serta dalam jaringan untuk beroperasi sebagai mata rantai. Untuk ini, perlu dikembangkan kebijakan mengenai titik jasa atau perpustakaan elektronik yang bertanggung jawab atas sumber serta bagaimana caranya sumber itu dimanfaatkan oleh pihak lain, apakah perlu diadakan prioritas atau tidak. Bagaimana pemakai membayar sumber? Bagaimana distribusi dana di antara perpustakaan? Ini semua menyangkut masalah ekonomis yang berkaitan dengan semua pihak.
Bentuk jaringan. Bagaimana bentuk jaringan berdasarkan situasi sistem perpustakaan dewasa ini?
Apa yang dikelola pustakawan pada dasarnya adalah pengetahuan tercetak. Namun dengan adanya informasi digital, terjadilah pergeseran makna dari pengetahuan. Sekarang pengetahuan lebih dilihat sebagai kemampuan dinamis untuk menghubungkan, mengubah dan menggunakan ide atau pemikiran. Dalam era digital, konsep pengetahuan dicerminkan dengan perangkat komunikasi modern, yaitu jaringan komputer. Apa yang kemarin disebut pengetahuan, mungkin saat ini hanyalah informasi yang dapat dikombinasikan dengan pemikiran-pemikiran baru untuk menjadi pengetahuan yang lebih mutakhir. Dengan kemudahan yang dimungkinkan oleh adanya jaringan komputer global, maka produksi informasi akan semakin meledak.
Jaringan informasi internet telah membuat loncatan yang begitu besar dalam memperpendek waktu transmisi informasi dan begitu luas persebarannya. Lebih dari 25 juta pemakai dari 100 negara sekarang menggunakan internet untuk surat elektonik, bulletin board, diskusi, dan mencari maupun mempertukarkan informasi. Dalam hubungan ini, yang perlu digaris bawahi adalah kecepatan informasi dari hitungan bulan, minggu, hari, jam, menit, sampai ke detik, bahkan menjadi bagian dari detikitu sendiri. Jadi, perkembangan informasi saat ini sudah menggunakan hitungan per detik.
Terdapat pro dan kontra tentang perpustakaan elektronik. Pihak yang pro memandang ada sejumlah kelebihan perpustakaan elektronik dibanding perpustakaan tercetak. Kelebihan-kelebihan dimaksud adalah sebagai berikut:
Mudah ditemukan, yakni dengan mencari melalui kata kunci (key word).
Dapat dengan mudah disediakan jika dipasang pada jaringan global (internet).
Mudah dihubungkan (hyperlink) dengan hal yang terkait.
Dengan publikasi elektronik, karya ilmiah dapat segera dipencarkan, begitu selesai ditulis.
Publikasi elektronik dapat menekan biaya penerbitan.
Terlepas dari pro dan kontra tersebut, ternyata kehadiran publikasi elektronik, khususnya publikasi ilmiah, tidak dapat dihindari. Hal ini antara lain dapat dilihat dari rekomendasi tentang publikasi elektronik yang dihasilkan dalam ICSU UNESCO Conference of Experts Electronic Publishing in Science, Paris, 19-23 February 1996. Beberapa diantaranya yang perlu disampaikan di sini ialah:
Perlunya mitra bestari (peer review) dan aturan pelaksanaan. Praktek mitra bestari hendaknya tetap dilakukan untuk publikasi elektronik seperti halnya publikasi tercetak.
Salah satu fungsi publikasi ilmiah adalah juga sebagai upaya pelestarian ide ilmiah. Fungsi ini hendaknya tetap dipenuhi oleh publikasi elektronik. Konferensi tersebut merekomendasikan pula agar komunitas ilmiah, penerbit, dan pustakawan serta ahli informasi hendaknya bersama-sama menciptakan prinsip dan pedoman dalam pelestarian elektronik, termasuk di dalamnya pemeliharaan, isi kandungan, struktur, pendanaan, keterjangkauan dan kompatibelitasnya. Dalam kaitan ini, diharapkan juga adanya kerjasama dengan ISO dalam hal standar internasional.
Hendaknya anggaran untuk akses informasi bagi keperluan penelitian dan publikasi hasil penelitian menjadi bagian dari anggaran penelitian itu sendiri. Selain itu, ditekankan bahwa ketersediaan informasi dalam bentuk sistem temu kembali informasi menjadi sangat penting sebagai upaya pengembangan efektifitas penelitian maupun pendidikan. Hendaknya sistem informasi ilmiah ini mendapat pendanaan yang cukup. Perlu pula dilakukan studi biaya dan manfaat publikasi elektronik yang melibatkan wakil dari perpustakaan, kalangan ilmuwan dan penerbit.
Walaupun setiap disiplin keilmuan selalu mempunyai prosedur pengumpulan dan pemencaran informasi, namun selalu dapat diidentifikasi hal-hal mendasar yang hendaknya diketahui masyarakat ilmiah. Latihan dasar tentang sumberdaya informasi dan pendayagunaan perpustakaan elektronik hendaknya diberikan kepada para ilmuwan. Masyarakat ilmuwan hendaknya diberikan sarana komunikasi internasional dan diprioritaskan untuk pertukaran informasi ilmiah. Dengan meningkatnya peran ilmuwan dalam publikasi elektronik, hendaknya juga diberikan fasilitas pertukaran pengalaman dan keahlian di bidang ini. Sebagai langkah pertama ialah penyediaan akses bagi para ilmuwan kepada jaringan global (internet).
Kerjasama internasional hendaknya terus dikembangkan, terutama karena pada saat ini partisipasi masyarakat ilmiah di negara berkembang semakin meningkat. Diharapkan, ICSU dan UNESCO tetap menjadi pelopor dalam kerjasama ini. Namun demikian, salah satu kendala dalam hal ini terletak pada pendanaan. Oleh karena itu, dukungan lembaga internasional memang sangat diharapkan.
KEMUNGKINAN UNTUK PERGURUAN TINGGI DI INDONESIA
Gagasan tentang perpustakaan elektronik untuk Indonesia --saat ini-- mungkin terlalu maju. Sebab, yang tengah dilakukan oleh perpustakaan dan pusat-pusat informasi di Indonesia saat ini adalah baru pada tahap membangun jaringan kerjasama dengan kegiatan tukar-menukar informasi (dalam arti luas) secara hastawi (manual) dan belum berfungsi maksimal. Untuk menyebut beberapa contoh: sebuah lembaga di bawah Dirjen Dikti Depdikbud, yakni Unit Koordinasi Kegiatan Perpustakaan (UKKP) pada dekade 1980-an membentuk 8 Pusat Layanan Disiplin Ilmu (PUSYANDI) yang bertujuan menyediakan layanan disiplin ilmu bagi pemakai dari seluruh Indonesia. Kalangan IAIN seluruh Indonesia juga pernah membina kerjasama perpustakaan yang dimulai pada tahun 1989, dengan kegiatan pertemuan berkala setahun sekali melalui pertukaran publikasi seperti daftar buku baru, indeks majalah islam, serta pendidikan tenaga pustakawan selama tiga bulan, yang dipusatkan di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Kerjasama lainnya ialah jaringan komunikasi dan informasi penelitian antar IAIN, yang bertujuan mengumpulkan laporan penelitian staf pengajar IAIN serta pertukaran publikasi. Semua kegiatan kerjasama tersebut masih dilakukan secara hastawi sampai pada akhir dasawarsa 90-an.
Penulis telah mensurvey beberapa perpustakaan perguruan tinggi di Jakarta dan Surabaya (negeri maupun swasta). Hasilnya menunjukkan, ada kemajuan dalam penerapan TI untuk kerjasama jaringan informasi (Lihat tabel). Sistem manual sedikit demi sedikit mulai ditinggalkan, diganti dengan sistem komputerisasi atau pemanfaatan TI yang tersedia. Kemampuan menerapkan TI untuk kerjasama jaringan menunjukkan bahwa mereka sebenarnya sudah siap untuk menjadi perpustakaan elektronik.
Dari tabel tersebut, terlihat adanya beberapa piranti penting yang melengkapi syarat suatu perpustakaan elektronik. Namun demikian, hasil survey menunjukkan hanya ada dua (dari 8 yang disurvey) perpustakaan yang telah menyediakan pangkalan datanya ke dalam internet, yaitu Petra dan Ubaya.
RANCANG BANGUN SISTEM PERPUSTAKAAN ELEKTRONIK
Ketika membicarakan perpustakaan elektronik, maka penulis menganggap bahwa pada perpustakaan itu sudah berlangsung sistem komputerisasi dan tidak ada di dalamnya perpustakaan hastawi. Sebab, otomasi (searti dengan komputerisasi) merupakan keniscayaan yang tak bisa ditawar bagi sebuah perpustakaan elektronik. Untuk kegiatan ke dalam (ing griya), diperlukan Local Area Network (LAN), yang berfungsi untuk menangani kegiatan perpustakaan (library housekeeping) --seperti input data, membuat cantuman bibliografi, mencetak katalog jika diperlukan, menangani kegiatan administrasi, melayani peminjaman dan pengembalian (sirkulasi), menyediakan penelusuran melalui OPAC (Online Public Access Catalogue), membuat statistik pengunjung, dsb.-- secara terpadu. LAN juga bisa diperluas ke berbagai bagian yang ada di perguruan tinggi, misalnya ke fakultas-fakultas, rektorat, Puslit, dan lain-lain. Link tersebut memungkinkan mereka mengakses langsung ke pangkalan data (database) dari tempat mereka sendiri, tanpa harus datang ke perpustakaan.
Sedangkan untuk menghubungkan jaringan ke luar, diperlukan Wide Area Network (WAN), dengan langkah-langkah alternatif sebagai berikut:
Mengupayakan sebuah Personal Computer (PC) yang dilengkapi dengan x.25 card melalui Packet Assembler de-Assembler (PAD) agar dapat dihubungkan ke jaringan. Tujuannya agar PC itu dapat akses ke satu LAN atau lebih, sehingga PC menjadi workstation beberapa LAN secara remote access. Selain itu, PC juga dapat memanggil dan terhubung ke PC lain, host dan sebagainya. Artinya, satu saat PC tersebut dapat me-remote access ke PC lain dan pada saat lain mengakses ke satu LAN, host A, B, dan C yang ada di jaringan. Jadi, sistem ini mirip sistem ATM pada kebanyakan Bank. Misalnya, Perpustakaan IAIN Surabaya bisa melakukan akses langsung ke Perpustakaan IAIN Jakarta, IAIN Yogyakarta, Unair, Petra dan sebaliknya. Jaringan akan memberikan sambungan sesuai dengan nomor yang dipanggil. Penomoran jaringan bisa diatur dengan standar Number User Address (NUA).
Menghubungkan beberapa LAN ke komputer induk (host). Gateway server LAN yang dilengkapi dengan x.25card dan PAD dapat mengakses satu atau lebih host, sehingga beberapa aplikasi dan data yang ada di host dapat dipakai bersama oleh seluruh workstation yang terhubung ke LAN itu. Dengan demikian, LAN yang ada di cabang dapat berkomunikasi dengan beberapa cabang lain secara simultan dengan menggunakan sirkit virtual yang berbeda.
Untuk mengefektifkan kinerja jaringan, perlu dibentuk dua atau tiga pusat (host), misalnya host A di perpustakaan IAIN Surabaya, host B di UGM Yogyakarta, host C di IAIN Jakarta, dan sebagainya. Para host ini bertindak selaku koordinator, sekaligus berfungsi sebagai antar muka (inter-face) yang menghubungkan kepentingan anggota yang satu dengan lainnya.
Memasang dan mengaktifkan internet.
Model jaringan di atas mengasumsikan hubungan antara anggota (simpul/nodes) secara terpusat terbagi. Host-host tersebut berperan sebagai antar muka yang menghubungkan komunikasi jaringan antara simpul yang satu dengan lainnya di host lain. Host juga berperan mendistribusikan informasi kepada simpul. Informasi di sini bisa berupa daftar bibliografi bahan pustaka (melalui OPAC), artikel majalah dan informasi ilmiah lainnya (melalui CD-Net), electronic mail, electonic bulletin board system, electronic conferencing, dan lain-lain. Semua informasi tersebut bisa di-download (diambil) atau di-upload (dikirim).
PENUTUP
Analisis terhadap penarapan TI dalam sistem jaringan perpustakaan perguruan tinggi di Indonesia dan kemungkinan penerapannya, menunjukkan bahwa TI memberikan kemudahan luar biasa kepada pengguna untuk mengakses informasi lintas batas. Di sisi lain TI, juga memberikan kemudahan bagi pengelola informasi (pustakawan) untuk mengolah, menyimpan dan menyebarkannya. Selain itu, TI juga menjadi sarana membangun perpustakaan elektronik yang kehadirannya tidak bisa dihindari. Dengan mensurvey beberapa perpustakaan perguruan tinggi di Indonesia, didapatkan gambaran tentang kesiapan perpustakaan perguruan tinggi menyambut "makhluk baru" dalam dunia informasi yaitu perpustakaan elektronik. Terbentuknya jaringan informasi --dan perpustakaan elektronik di dalamnya-- sangat diperlukan bagi perguruan tinggi, guna memberikan akses yang besar kepada pemakai (mahasiswa, dosen, peneliti) terhadap perkembangan pengetahuan dari detik ke detik.
Keniscayaan untuk membentuk learning society di perguruan tinggi, salah satu caranya ialah dengan meningkatkan kemampuan menggunakan TI, dan selalu mengikuti perkembangannya. Bahan pustaka dalam bentuk elektronik perlu diperbanyak, agar selain memperbesar akses terhadap informasi juga mempermudah pengelolaannya. Yang tidak kalah penting lagi adalah dengan semua itu, meningkatlah kualitas dan citra perguruan tinggi. @
Penulis adalah lulusan JIP-FS Universitas Indonesia
Staf perpustakaan IAIN Sunan Ampel Surabaya
Sumber : http://www.geocities.com/HotSprings/6774/j-3.html