Rabu, 16 Januari 2008

AKUKAH PUSTAKWAN ITU?

AKUKAH PUSTAKWAN ITU?

Juli 17, 2007

Oleh: M. Djaenudin

Tulisan ini adalah pemenang ke-2 lomba karya tulis atau opini yang diselenggarakan oleh PDII-LIPI dalam rangka ulang tahunnya ke-42 (1 Juni 1965 - 1 Juni 2007).

Ketika penulis diminta untuk menyampaikan masukan terhadap institusi PDII, dalam benak yang ingin saya sampaikan adalah sekitar kebijakan-kebijakan, citra PDII, sampai kepada masalah kesejahteraan. Begitulah kiranya yang ingin saya sampaikan, namun dalam kesempatan ini saya hanya ingin mencukil sedikit dari aspek profesionalisme pustakawan teman-teman sejawat.Terus terang pada awalnya penulis menjadi seorang pustakawan sebagai profesi pilihan dilatarbelakangi oleh keberadaan saya ketika mulai masuk PDII ditempatkan di unit kerja perpustakaan dan itu tidak secara otomatis menjadi seorang pustakawan. Hal tersebut karena terhambat oleh Surat Keputusan MENPAN Nomor 18 Tahun 1988 yang direvisi melalui Surat Keputusan MENPAN Nomor 33 Tahun 1998, mewajibkan seorang pustakawan adalah pegawai yang berijazah sekurang-kurangnya Diploma II atau Sarjana Muda. Lain halnya dengan teman-teman generasi awal yang menjadi pustakawan pertama kali melalui proses inpassing. Walaupun pegawai berijazah SLTA dan sudah berpangkat/golongan Pengatur Muda Tk. I-II/b, maka pada saat itu bisa mengajukan sebagai pustakawan. Berutunglah teman-teman yang termasuk melalui proses ini. Dewasa ini tercatat sekitar 4.000–5.000-an pustakawan fungsional, namun 60-70 % merupakan pustakawan inpassing. Ini berarti bahwa, mereka belum mengenyam pendidikan formal pustakawan sebagaimana disyaratkan oleh perundang-undangan. Penulis sendiri akhirnya bisa menjadi pustakawan melalui proses yang panjang setelah memperoleh ijazah Diploma II Ilmu Perpustakaan dan memperoleh tunjangan gaji fungsional pustakawan.Memiliki profesi yang jelas di PDII tempat kita bekerja mestinya menjadi sebuah obsesi semua karyawan, pustakawan adalah salah satu jabatan profesional. Karena dalam pembinaan pegawai negeri salah satu cara adalah melalui jenjang fungsional atau jabatan profesional. Di PDII sendiri pada dasarnya untuk memperoleh jabatan fungsional sangat terbuka. Saat ini sudah ada 7 jabatan fungsional di PDII yaitu pustakawan, peneliti, pratana komputer, pranata humas, arsiparis, analis kepegawaian, dan perencana. Kita bisa memilih jabatan fungsional mana yang menjadi obsesi kita. Tentunya tinggal bagaimana minat dan dedikasi para karyawan dan perhatian dari pimpinan untuk terus memperhatikan para karyawannya sebagai wujud dari tugas dan tanggung jawabnya.

Realita Pustakawan Kita

Menjadi pustakawan yang ideal adalah tuntutan jika kita ingin dikatakan sebagai seorang profesional dan tentunya yang sesuai dengan standar profesi itu sendiri. Namun terkadang di lapangan banyak dijumpai para pustakawan masih belum menunjukkan sikap dan kompetensi yang memadai. Di mana pengetahuan, sikap, dan keterampilan masih jauh dari harapan sebagai pustakawan yang ideal.Membangun Pustakawan yang ideal bisa kita ibaratkan seperti akan membangun sebuah rumah maka, yang pertama adalah fondasi yang kuat, tiang-tiang pemancang, tembok, pintu, jendela, dan atap sebagai penopangnya. Demikian juga dengan profesi pustakawan, banyak unsur yang harus dibangun oleh seorang pustakawan. Dalam perpustakaan ada unit kerja seperti pengadaan, pengolahan bahan pustaka, dan pelayanan atau jasa pembaca sesungguhnya adalah cerminan dari unit rumah yang akan kita bangun dari satu kesatuan yang utuh dari kerja seorang pustakawan. Ini berarti bahwa, kita sebagai pustakawan seharusnya bisa menguasai seluruh aspek pekerjaan yang ada pada unit-unit bidang perpustakaan, dokumentasi, dan informasi.Jadi di sini tidaklah adil kalau seorang pustakawan hanya bisa menguasai bidang pekerjaan unit tertentu saja. Sungguh sangat disayangkan manakala ada seorang pustakawan ketika sudah menjelang pensiun atau sudah pensiun hanya bisa melakukan pekerjaan seperti penelusuran, selving, label, atau ngentri saja. Ironisnya pemandangan seperti ini sudah tidak asing lagi bagi kita. Inikah yang disebut dengan profesional?. Atau pertanyaan lain, akukah pustakawan itu?. Dapat dibayangkan apabila kita mengaku seorang pustakawan kemudian di suatu saat ada teman atau instansi membutuhkan pertolongan tenaga kita untuk mengelola perpustakaan di rumah/kantornya, kemudian kita dengan ringan kata mengatakan “tidak bisa” lantaran tidak siap untuk mengerjakannya. Sungguh hal ini sangat naif. Seharusnya tawaran itu harus kita sambut dengan senang hati. Bahkan kita bangga karena bisa membantu mereka mengerjakan dan mengelola sebuah perpustakaan.Perlu diingat bahwa, profesi pustakawan sebetulnya tidaklah berbeda dengan profesi-profesi lain seperti guru, dosen, bidan, dokter, atau yang lain karena profesi pustakawan sekarang sudah mulai dikenal dan diakui di masyarakat dan negara kita. Sayangnya citra pustakawan belum sejajar dengan profesi yang lain.

Solusi dan Saran

Masalah di atas merupakan gambaran keinginan penulis yang pada saat ini masih jauh dari harapan, karena selama kurang lebih 17 tahun bekerja hanya di salah satu unit kerja bagian dari unit perpustakaan sehingga belum bisa menguasai pekerjaan bidang perpustakaan secara keseluruhan. Oleh karena itu ada beberapa saran dari penulis yang mungkin sebagai solusi kepada khususnya para pengambil kebijakan di PDII. Pertama adalah: Secara beraturan hendaknya rotasi karyawan diadakan. Paling sedikit 5-7 tahun sekali diadakan rotasi karyawan dari unit kerja satu ke unit kerja yang lain. Hal ini dimaksud di samping untuk penyegaran juga bisa meningkatkan kinerja karyawan serta diharapkan bisa menguasai unit kerja yang lain dalam bidang terkait profesi pustakawan. Usaha ini sebenarnya untuk mengantisipasi supaya tidak terjadi lagi kejenuhan atau ketika seorang pustakawan menjelang pensiun/pensiun hanya bisa melakukan unit kerja tertentu. Langkah secara beraturan merotasi karyawan, diharapkan juga supaya tidak ada lagi ketimpangan penguasaan materi pekerjaan tertentu, sehingga proses menuju profesionalisme dengan cepat terlaksana. Sebagaimana motto LIPI dengan TOP-nya yaitu, togetherness, openness, dan profesionalism menjadi kenyataan bukan hanya menjadi slogan belaka. Apalagi tema HUT PDII tahun ini adalah 42 tahun PDII LIPI: bersama kita tingkatkan profesionalisme dan layanan prima dalam rangka menyongsong masa depan yang kita dambakan. Bagaimana bisa meningkatkan profesionalisme dan layanan prima, kalau kita tidak bisa menguasi bidang pekerjaan yang sedang kita geluti. Kedua: Aspek profesionalisme perlu lebih ditingkatkan, terutama berkaitan dengan citra pustakawan yang saat ini belum sejajar dengan profesi lain. Sebagaimana kita ketahui bahwa, dewasa ini ada sekitar 16 jabatan fungsional yang diakui oleh pemerintah, namunn belum sejajar kedudukannya antara jabatan fungsional yang satu dengan yang lain. Baik dari aspek volume pekerjaan maupun tunjangan gaji. Hal ini diperlukan kerja ekstra bagi pustakawan untuk berpacu meningkatkan kemampuan baik kualitas pengetahuan maupun keterampilan/skil di bidang perpustakaaan secara profesional. Seperti tuntutan gemar membaca, terampil, kreatif, cerdas, tanggap, berwawasan luas, berorientasi ke depan, mampu menyerap ilmu lain, objektif (berorientasi pada data dan fakta), generalis di satu sisi, tetapi memerlukan disiplin ilmu tertentu di pihak lain, berwawasan lingkungan, mentaati etika profesi pustakawan, mempunyai motivasi tinggi, berkarya di bidang kepustakawan, dan mampu melaksanakan penelitian dan penyuluhan. Tuntutan tersebut, menurut hemat penulis adalah kata kunci yang sebenarnya yang perlu terus-menerus diaplikasikan dalam menjalankan arti profesional. Ketiga: Aspek kepribadian dan prilaku hendaknya terus diaplikasikan dalam menjalankan tugas. Pustakawan PDII harus bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bermoral, mempunyai tanggung jawab sosial dan kesetiakawanan, memiliki etos kerja yang tinggi, mandiri, loyalitas tinggi terhadap profesi, luwes, komunikatif, dan bersikap suka melayani, ramah tamah dan simpatik terbuka terhadap kritik dan saran, selalu siaga dan tanggap terhadap kemajuan dan perkembangan ilmu dan teknologi, berdisiplin tinggi, dan menjunjung tinggi etika pustakawan. Keempat: Dalam mengantisipasi masa mendatang, pustakawan PDII hendaknya selalu tanggap terhadap perkembangan teknologi informasi, mengenal seluk beluk manajemen, menguasai cara-cara penyediaan informasi, dan memahami sumber-sumber informasi, serta mengetahui sistem jaringan informasi. Semua aspek di atas adalah bermuara pada peningkatkan sumber daya manusia (SDM) yang perlu diusahakan baik dari pustakawan sendiri maupun peran dari pimpinan. Mengikutsertakan program pendidikan akademik ke universitas dengan program sarjana, program profesional diploma ataupun diklat-diklat bagi pustakawan PDII mutlak diperlukan. Dengan demikian profesional pustakawan PDII dapat diandalkan.

Jakarta, 15 Mei 2007

Tidak ada komentar: