Seri Membangun Bisnis Dunia Maya (6)
Suara di seberang telepon itu terus saja menjelaskan mengenai produk asuransi yang ditawarkan kepada saya. Saat itu saya sedang dalam perjalanan akan menghadiri sebuah pertemuan, dan telepon ke HP saya siang itu memang tidak saya harapkan untuk bisa berlama-lama berbincang. Berulang kali saya berusaha memotong bicaranya, tapi dia terus saja meminta saya untuk sebentar mendengarkan promosi produk yang ditawarkan. Yang saya tahu, memang demikianlah sebuah telemarketing dilakukan. Promosi produk cukup lewat telepon. Hanya memang saat itu waktunya kurang tepat.
“.. bagaimana, pak.., apakah bapak setuju untuk mendaftar, bapak tidak perlu repot-repot melakukan aplikasi, .. karena pembicaraan telepon ini kami rekam, dan persetujuan bapak lewat telepon ini sudah sah, dan kami akan langsung menagih premi asuransi melalui kartu kredit, mulai bulan depan..” begitu kira-kira dia mengakhiri kalimatnya di telepon yang begitu cepat dan panjang lebar. Semula memang saya hanya sambil lalu mendengarnya, karena saya sambil berjalan menuju ruang pertemuan, dan memang saya tidak begitu tertarik dengan tawaran itu. Tapi kalimat terakhir membuat saya berhenti, dan agak terkejut, ..begitu saja? Mengapa begitu mudahnya seseorang diminta melakukan keputusan perihal keuangan hanya atas penjelasan lewat telepon yang demikian singkat dan terburu-buru? Asuransi memang sesuatu yang perlu, tapi menurut saya seringan apa pun preminya, ketika seseorang diminta secara rutin membayar, saya pikir banyak orang akan setuju dengan saya, bahwa tidak seharusnya keputusan akan hal itu, bisa dituntut atas dasar penjelasan hanya dari sebuah pembicaraan melalui telepon.
Tapi begitulah menjual lewat media telepon, semua hal, keuntungan atas produk itu, memang harus dijejal melalui pembicaraan telepon, dan saat ini hal itu memang menjadi salah satu cara yang ditempuh untuk menawarkan produk. Menjual di media internet kalau digagas sebenarnya lebih bisa diandalkan dari pada via telepon seperti yang terjadi pada saya di atas. Kalau via telepon, hanya suara yang terdengar. Menawarkan produk via internet, anda bisa membuat deskripsi lengkap dengan tulisan, gambar, dengan back-groud sound sebuah musik yang bersifat persuasif, bahkan anda bisa menampilkan film-film pendek. Hanya saja, bedanya memang kalau telemarketing via telepon bisa langsung tertuju pada seseorang. Seperti sebuah penjualan door-to-door yang kita bisa tahu efektifitas penjualan saat itu juga. Sementara penjualan via internet lebih bersifat ‘pasif’ seperti kita pasang billboard di tepi jalan, seberapa efektifnya informasi produk terlihat atau terbaca, sangat tergantung seberapa banyak orang lewat. Yang lewat pun belum tentu baca. Dan yang baca belum tentu beli.
Dengan media telepon, seperti yang saya alami siang itu, sang marketer bisa melakukan segala macam upaya. Membuat yang tadinya ragu-ragu, bisa dirayu sedemikian rupa untuk paling tidak sedikit berpikir untuk mungkin berubah pikiran. Tapi dengan media internet, seolah tuntutan buat sang penjual ‘hanya’ pada bagaimana dia menampilkan semua informasi yang bisa memberikan manfaat atas produk. Dengan harapan deskripsi itu cukup menarik untuk dibaca, setelah dibaca atau dilihat dapat dengan mudah dimengerti, dan setelah dimengerti bisa memberikan cukup alasan bagi sang pembaca untuk memutuskan membeli. Dan itulah tantangannya.
Hal-hal seperti inilah yang terkadang membuat sebagian orang memandang media internet secara skeptis. Yang kemudian membuat sebagian penggiat bisnis melalui internet lebih suka memanfaatkan secara ‘hit and run’. Hanya memanfaatkan media semacam blog, mailis, ataupun pasang di template iklan-iklan, dengan sebuah kata-kata yang bombastis, terkadang tak masuk akal. Tinimbang melakukan sebuah langkah comperhensif menapaki langkah demi langkah berbisnis di internet layaknya seperti sebuah bisnis di dunia nyata.
Ada sebuah komentar yang begitu optimis tentang media internet ini, sebuah kalimat dari sebuah interview dengan seorang co-founder eCompanies, bernama Sky Dalton. Dia mengatakan,”… because it’s a very targeted audience that is doing bussiness on the internet… If you look at cable, look at the adoption of the radio, of television originally, it follos this. We’re seeing the same thing on the internet today where advertising haven’t completely woken up to the internet as an amazing masketing tool… The wireless Internet is coming, fast and unlike six years ago or whatever, it is armed with capital and with a lot of really smart people, and that makes the competitive environment to do another Earthlink more difficult..”. Earthlink sendiri adalah nama perusahaan yang dipimpinnya. Saya anggap ungkapannya adalah sebuah kalimat optimis mengingat ketika saya lihat tanggal saat wawancara adalah saat dimana bisnis dotcom mulai berguguguran di Amerika sana.
Jadi, mungkin langkah dalam menapaki bisnis internet, menurut saya tak lebih juga seperti layaknya sebuah bisnis real dilakukan. Diawali dengan sebuah paradigma yang jangan melihat bahwa dunia internet hanya sekedar salah satu alat komunikasi saja. Artinya kita harus ‘bangun’, seperti sindiran Sky Dalton di atas: “where advertising haven’t completely woken up to the internet as an amazing masketing tool”.
Dimulai dengan Set Vision, ini mungkin kurang lebih seperti bila dalam kehidupan, kita analogikan seperti habit ke-2 pada Tujuh kebiasaan Efektifnya-Stephen Covey. Berawal dari Tujuan Akhir. Ketika kita akan menapaki sebuah usaha di internet, awal sekali justru kita dituntut untuk membuat gambaran jelas bahwa nantinya kita ingin seperti apa. Kita ingin membangun sebuah jaringan distribusi melalui internet? Kita ingin membangun networking pasar yang suatu saat bisa kita ‘jual’ pada pelaku usaha nyata? Atau kita ingin membangun internet-retailer? Software outlet? Dengan set vision diawal sekali, akan membantu kita menciptakan sebuah koridor yang mendisiplinkan kita terhadap setiap apa yang kita lakukan dalam memanfaatkan media internet.
Establish Goal, adalah tahapan berikutnya. Sudah jamak sebuah dunia usaha pastilah tujuan utamanya adalah menghasilkan keuntungan. Tapi dibalik ‘sekedar’ menghasilkan keuntungan, seharusnyalah ada sebuah misi yang dengan jelas tertanam yang akan selalu menjadi alasan setiap keputusan kita dalam menjalani hari demi hari bangunan usaha kita di internet. Karena imbal baliknya, misi yang jelas yang efektif terkomunikasikan kepada semua pengguna internet, akan dapat menciptakan secara jelas differensiasi, yang ujung-ujung-nya membawa dampak lebih memberikan potensi mendapatkan keuntungan. Saya yakin establishing goal yang tajamlah yang membuat perusahaan dotcom macam Yahoo! (dengan layanan mail-nya), Google (dengan layanan search-engine-nya), You Tube (dengan layanan link video-nya), Amazon (dengan online-retail bukunya), atau Detik.com (dengan up-to-date berita-nya) di Indonesia bisa menciptakan awareness yang luar biasa di benak para pengguna internet.
Dari situ, kita lakukan Formulate Strategy. Tool-tool apa yang kita perlukan. Apakah kita langsung akan pure-play, atau secara paralel melakukan usaha nyata untuk menjadikannya bentuk click-and-brick. ‘Brick’-nya sendiri bisa berupa outlet, manufaktur, consulting. Semua hal yang menyangkut ‘bagaimana’ kita berjalan pada ‘koridor’ yang sudah kita ciptakan di atas.
Setelah itu lakukan! Mulailah! Sekecil apa pun itu! Di text-book-nya diistilahkan dengan Drive Implementation. Karena tanpa itu semua dimulai, maka apa yang kita upayakan hanyalah diawang-awang. Kita tidak pernah bisa belajar. Belajar dari kegagalan, belajar untuk selalu memperbaiki, dan belajar merasakan secara nyata cash-flow sebuah usaha internet.
Terakhir, adalah sesuatu yang sepertinya sederhana, tapi sering tidak begitu dianggap sebagai sesuatu yang penting, yaitu Accountable for Performance. Ini menyangkut apa-apa yang kita janjikan kepada para konsumen. Kemudahankah? Kecepatankah? Eksklusivitaskah? Pertama mewujudkan janji itu secara nyata. Dan berikutnya yang juga tak mudah, adalah selalu menjaga komitmen janji-janji itu, bahwa kita dapat diandalkan dan selalu dapat dipercaya menyangkut segala hal yang kita katakan.
Yang pada akhirnya, fungsi telemarketing maupun e-sales usaha internet yang kita lakukan, seharusnyalah akan menarik pembeli benar-benar atas benefit yang akan mereka dapatkan atas apa yang kita ‘jual’. Keputusan konsumen untuk membeli memang didasari akan kebutuhan, yang diharapkan menciptakan sebuah loyalitas dan ‘reaksi berantai’ konsumen baru karena kesan baik konsumen-konsumen sebelumnya. Bukan memaksakan keputusan membeli secara instan seperti keterbatasan sebuah telemarketing melalui telepon seperti yang terjadi pada saya siang itu.
15 Desember 2007
Pitoyo Amrih
www.pitoyo.com - home improvement
bersama memberdayakan diri dan keluarga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar