PELESTARIAN, MACAM SIFAT BAHAN PUSTAKA, DAN LATAR BELAKANG SEJARAHNYA
Pengantar, Tujuan dan Fungsi Pelestarian
Bahan pustaka adalah salah satu unsur penting dalam sebuah sistem perpustakaan, sehingga harus dilestarikan mengingat nilainya yang mahal. Bahan pustaka di sini berupa terbitan buku, berkala (surat kabar dan majalah), dan bahan audiovisual seperti audio kaset, video, slide dan sebagainya.
Pelestarian bahan pustaka tidak hanya menyangkut pelestarian dalam bidang fisik, tetapi juga pelestarian dalam bidang informasi yang terkandung di dalamnya.
Maksud pelestarian ialah mengusahakan agar bahan pustaka yang kita kerjakan tidak cepat mengalami kerusakan. Bahan pustaka yang mahal, diusahakan agar awet, bisa dipakai lebih lama dan bisa menjangkau lebih banyak pembaca perpustakaan.
Tujuan pelestarian bahan pustaka dapat disimpulkan sebagai berikut:
menyelamatkan nilai informasi dokumen
menyelamatkan fisik dokumen
mengatasi kendala kekurangan ruang
mempercepat perolehan informasi
Pelestarian bahan pustaka memiliki beberapa fungsi sebagai berikut:
melindungi
pengawetan
kesehatan
pendidikan
kesabaran
sosial
ekonomi
keindahan
Berbagai unsur penting yang perlu diperhatikan dalam pelestarian bahan pustaka adalah:
manajemen
tenaga yang merawat bahan pustaka
laboratorium
dana
Sejarah Bahan Pustaka dan Cara Perawatannya
Bahan pustaka terdiri atas berbagai jenis dan bermacam sifat yang dimilikinya. Dari sejarahnya, manusia menggunakan berbagai medium untuk merekam hasil karya mereka. Bahan yang dipergunakan sesuai dengan pengetahuan manusia serta teknologi pada zamannya.
Bahan yang dikenal sebagai medium perekam hasil budaya manusia adalah: (1) tanah liat, (2) papyrus, (3) kulit kayu, (4) daun tal atau lontar, (5) kayu, (6) gading, (7) tulang, (8) batu, (9) logam (metal), (10) kulit binatang, (11) pergamen (parchmental) dan vellum, (12) leather (kulit), (13) kertas, (14) papan, (15) film, (16) pita magnetik, (17) disket, (18) video disk dan lain-lain. Semua bahan di atas bisa digolongkan sebagai bahan pustaka.
Pustakaan dewasa ini terbuat dari kertas. Sedangkan di masa mendatang mungkin isi sebuah perpustakaan berupa kumpulan disket, karena teknologi komputer memungkinkan demikian.
Kertas bisa dibuat dari berbagai serat yaitu:
serat binatang
serat bahan mineral
serat sintetis
serat keramik
serat tumbuh-tumbuhan.
Kekuatan kertas tergantung dari kekuatan serat sebagai bahan dasarnya.
Bahan pustaka yang lain ialah bahan non-buku yang juga disebut bahan audiovisual, media teknologi, alat peraga dan sebagainya. Materi bahan non-buku begitu bervariasi. Karena itu dalam memelihara bahan non-buku diperlukan berbagai keahlian dan keterampilan khusus. Kita harus memahami apa yang disebut dengan hardware atau perangkat keras dan software atau perangkat lunak. Harus kita fahami cara meng-operasikan peralatan, cara memperbaiki kalau ada kerusakan, dan bisa memeliharanya sehingga bahan-bahan tersebut awet dan lestari.
Macam Perusak Bahan Pustaka
Selain manusia dan hewan, debu, jamur, zat kimia dan alam semesta juga bisa merusak bahan pustaka. Agar bahan pustaka tidak lekas rusak, setiap pustakawan harus mengetahui cara-cara merawat bahan pustaka. Karena itu, setiap pustakawan hendaknya mengetahui cara menyusun kembali dan mengangkut buku untuk dikembalikan ke rak, cara mengontrol buku yang dikembalikan oleh pembaca apakah pembaca merusakkan buku atau tidak. Mencegah masuknya binatang mengerat dan serangga ke perpustakaan juga merupakan hal penting yang harus diketahui seorang pustakawan. Begitu pula cara menghindari debu masuk ke perpustakawan cara, mengontrol suhu dan kelembaban ruangan.
Tempatkan kapur barus dan akar “loro setu” di antara buku-buku agar serangga segan menghampirinya. Yang paling baik ialah menyediakan ruangan khusus untuk perbaikan bahan pustaka dengan petugasnya sekaligus, sehingga kalau diperlukan perbaikan bahan pustaka, dapat dikerjakan dengan cepat. Jangan menunggu kerusakan menjadi lebih berat.
Cepatlah bertindak, jagalah selalu kebersihan dan kerapihan sehingga mengundang pembaca untuk memakai perpustakaan dengan baik, dan bagi pustakawan sendiri akan semakin senang bekerja dengan baik.
Perbaikan Bahan Pustaka dan Restorasi
Sebagai pustakawan kita harus dapat memperbaiki dokumen yang rusak, baik itu kerusakan kecil maupun kerusakan berat. Perpustakaan sebaiknya memiliki ruangan khusus untuk melakukan pekerjaan ini. Menambah buku berlubang oleh larva kutu buku atau sebab lainnya, menyambung kertas yang robek, atau menambal halaman buku yang koyak adalah pekerjaan yang mesti dapat dikerjakan. Mengganti sampul buku yang rusak total, menjilid kembali, atau mengencangkan penjilidan yang kendur adalah pekerjaan yang harus dikuasai oleh seorang restaurator. Berbagai macam kerusakan yang lain yang mungkin terjadi, tidak boleh ditolak oleh bagian pelestarian ini. Peralatan yang diperlukan, serta bahan dan cara mengerjakan perbaikan ini harus dipelajari benar-benar oleh seorang pustakawan atau teknisi bagian pelestarian.
PENCEGAHAN KERUSAKAN BAHAN PUSTAKA
Mencegah Kerusakan Bahan Pustaka
Setiap pustakawan harus dapat mencegah terjadinya kerusakan bahan pustaka. Kerusakan itu dapat dicegah jika kita mengetahui faktor-faktor yang menjadi penyebabnya.
Faktor-faktor penyebab kerusakan bahan pustaka bermacam-macam bisa oleh manusia, oleh tikus, oleh serangga, dan lain-lain. Penggunaan sistem pengumpanan, peracunan buku, penuangan larutan racun ke dalam lubang rayap, memberikan lapisan plastik pada lantai dan menempatkan kapur barus di rak merupakan cara untuk dapat mencegah kerusakan bahan pustaka. Tentu saja pencegahan yang berhasil akan memberikan dampak ekonomi yang positif bagi perpustakaan.
Dalam kegiatan belajar 2 dibicarakan cara mencegah kerusakan bahan pustaka yang disebabkan oleh jamur,oleh banjir,oleh api, dan oleh debu. Dalam mencegah kerusakan bahan pustaka yang disebabkan oleh jamur disarankan agar kelembaban udara ruangan harus dijaga tidak lebih dari 60% RH.
Kapur sirih,arang ,silicagel atau mesin penyerap uap air yang bernama DEHUMIDIFIER dapat digunakan untuk menyerap uap air. Pemeriksaan kelembaban udara ruangan dan pembubuhan obat anti jamur pada buku merupakan salah satu cara mencegah kerusakan bahan pustaka.
Pencegahan kerusakan bahan pustaka karena banjir dapat dilakukan dengan cara membersihkan lumpur dan pengeringan bahan pustaka. Hendaknya bahaya banjir bisa diantisipasi. Kerusakan oleh api dapat dicegah dengan menghindari kebakaran di antaranya dengan memeriksa kondisi kabel listrik secara rutin, penyediaan alat pemadam kebakaran, serta adanya aturan yang ketat misalnya dilarang merokok.
FUMIGASI, DEASIDIFIKASI, DAN LAMINASI
Fumigasi
Agar bahan pustaka bebas dari penyakit, kuman, serangga, jamur, dan lainnya, bahan pustaka perlu diasapkan dengan bahan kimia tertentu yang disebut dengan fumigasi. Dalam mengadakan fumigasi pustakawan harus memperhitungkan jumlah bahan yang akan difumigasi dan luas ruang yang diperlukan. Dengan memperhatikan ruang yang ada maka dipilih pula fumigant yang akan dipergunakan, jenis-jenis fumigant, jumlah yang diperlukan serta lama fumigasi.
Pustakawan juga harus memperhatikan bahaya dari pemakai zat-zat kimia untuk fumigasi. Tidak satu pun bahan kimia dapat dipakai tanpa alat pengaman, atau tanpa supervisi oleh orang yang berpengalaman dalam bidang ini.
Menghilangkan Keasaman pada Kertas
Keasaman yang terkandung dalam kertas menyebabkan kertas itu cepat lapuk, terutama kalau kena polusi. Bahan pembuat kertas merupakan bahan organik yang mudah bersenyawa dengan udara luar. Agar pengaruh udara tersebut tidak berlanjut, maka bahan pustaka perlu dilaminasi. Agar laminasi efektif, sebelum dikerjakan, bahan pustaka dihilangkan atau diturunkan tingkat keasamannya. Ada dua cara menghilangkan keasaman pada bahan pustaka, yaitu cara kering dan cara basah. Sebelum ditentukan cara yang mana yang tepat, maka perlu diukur tingkat keasaman pada dokumen. Ada berbagai alat pengukur tingkat keasaman dokumen yang dibicarakan dalam bahan pustaka ini, sehingga pustakawan dapat memilih cara mana yang paling mungkin untuk dikerjakan sesuai dengan kondisinya.
Tinta yang dipergunakan untuk menulis bahan pustaka sangat menentukan apakah bahan pustaka akan dihilangkan keasamannya secara basah, atau secara kering. Kalau tinta bahan pustaka luntur, maka cara keringlah yang paling cocok. Kalau menggunakan cara basah, harus diperhatikan cara pengeringan bahan pustaka yang ternyata cukup sukar dan harus hati-hati. Kalau hanya sekedar mengurangi tingkat keasaman kertas dan tidak akan dilaminasi, kiranya cara kering lebih aman, sebab tidak ada kekhawatiran bahan pustaka robek. Cara kering ini dapat diulang setiap enam bulan, sampai bahan pustaka dimaksud sudah kurang keasamannya dan dijamin lebih awet.
Laminasi dan Enkapsulasi
Setelah kertas dihilangkan atau dikurangi sifat asamnya, maka untuk memperpanjang umur bahan pustaka perlu diadakan pelapisan atau laminasi, terutama bahan pustaka yang lapuk atau robek sehingga menjadi tampak kuat atau utuh kembali. Ada 2 cara laminasi yaitu laminasi dengan mesin dan dengan cara manual.
Pertimbangan yang perlu diambil dalam melaminasi suatu bahan adalah bahan tersebut harus bersih dan dikurangi tingkat keasamannya. Cara lain selain laminasi adalah enkapsulasi. Enkapsulasi adalah salah satu cara melindungi kertas dari kerusakan fisik misalnya rapuh karena umur. Yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan enkapsulasi adalah kertas harus bersih, kering dan bebas asam.
PENJILIDAN
Mengenal Bahan Jilidan
Buku bukan merupakan tumpukan kertas yang berdiri sendiri, tapi merupakan struktur yang satu sama lain saling terikat. Struktur buku terdiri atas: segi, foredge, kertas hujungan, badan buku, papan jilidan, ikatan timbul, groove, tulang pita kapital dan sebagainya. Agar struktur itu tidak lepas satu sama lainnya, maka buku perlu dijilid.
Perlengkapan penjilidan meliputi: pisau, palu, pelubang, gunting, tulang pelipat, penggaris besi, kuas, gergaji, jarum, benang, pengepres, pemidang jahit, mesin potong dan sebagainya.
Mutu kualitas jilid selain ditentukan oleh kemahiran dalam bekerja juga ditentukan oleh bahan yang digunakan.
Bahan penjilid meliputi kertas, kain linen, perekat, benang dan kawat jahit. Arah serat kertas merupakan hal yang penting bagi pekerjaan penjilidan. Arah serat yang salah akan mengakibatkan jilidan tidak rapi dan lemah.
Menyiapkan Penjilidan dan Jenis-jenis Penjilidan
Sebelum dijilid, buku perlu dipersiapkan secara baik. Kekeliruan atau kekurangan dalam persiapan, dapat berakibat fatal dan mengecewakan. Juga merupakan pemborosan jika harus dijilid ulang. Persiapan penjilidan meliputi dua hal yaitu: (1) penghimpunan kertas-kertas atau bahan pustaka, (2) penggabungan. Penghimpunan harus dikerjakan secara teliti, jangan salah mengurutkan nomor halaman. Kalau majalah, jangan salah mengurutkan nomor penerbitannya. Panjang-pendek, serta lebar kertas harus disamakan. Rapihkan sisi sebelah kiri agar pemotongan dan perapihan dapat dikerjakan untuk ketiga sisi yang lain. Petunjuk penjilidan harus disertakan, agar hasilnya sesuai dengan yang kita kehendaki.
Dalam melakukan penggabungan kita harus melihat jilidan macam apa yang dikendaki sesuai dengan slip petunjuk penjili dan.
Ada lima macam jilidan yang dapat dipilih: (1) jilid kaye, (2) signature binding, (3) jilid lem punggung, (4) jilid spiral, (5) jilid lakban.
PETA, SLIDE, FOTO KOPI DAN TINTA
Pelestarian Koleksi Peta
Peta merupakan salah satu sumber informasi untuk menunjang penelitian, pendidikan, maupun untuk keperluan bisnis. Karena itu ada bermacam-macam jenis peta, misalnya peta geografis, peta perdagangan, peta bahasa, peta navigasi, peta hasil bumi dan sebagainya.
Pelestarian koleksi peta merupakan pengetahuan yang harus dimiliki oleh petugas perpustakaan maupun oleh petugas bagian pelestrian. Peta adalah bahan pustaka yang unik, sebab bentuk dan ukuran, serta informasi yang terkandung di dalamnya begitu beraneka ragam. Dengan banyaknya bentuk dan ukuran tersebut maka diperlukan ruang penyimpanan yang beragam pula.
Berbagai jenis kerusakan pada peta antara lain kerusakan karena faktor kimiawi dan kerusakan karena faktor mekanis.
Slide
Slide merupakan salah satu jenis bahan audio-visual yang banyak dipergunakan di perpustakaan terutama untuk mendukung pengajaran dan penelitian.
Slide juga memerlukan pemeliharaan secara hati-hati. Tempat penyimpanan harus bebas dari cahaya langsung dari luar, debu serta kelembaban. Slide yang berserakan akan mudah rusak karena kena debu serta goresan.
Slide tidak dapat dibaca dengan mata telanjang. Untuk membaca slide, harus menggunakan alat yang disebut proyektor. Karena itu proyektor harus selalu dirawat agar slidenya dapat dimanfaatkan setiap saat.
Foto Kopi dan Tinta
Dewasa ini banyak perpustakaan menggunakan foto kopi terutama untuk melestarikan koleksinya yang sudah rusak dan langka, sehingga bisa dipinjamkan pada pemakai. Tetapi foto copi sebagai sarana pelestarian dokumen masih kontroversi.
Tinta ternyata merupakan komponen pembuat buku yang sangat penting dan beraneka ragam. Sejak 2.500 tahun Sebelum Masehi tinta sudah dikenal oleh bangsa Mesir dan bangsa Cina. Sampai ditemukannya mesin cetak pada pertengahan abad ke-15, tinta tulis memiliki peranan yang paling penting dalam produksi buku. Setelah mesin cetak diketemukan, bentuk tintanyapun menyesuaikan dengan keperluan percetakan. Tentu saja banyak variasi soal kualitas, warna dan harganya. Tiga macam jenis tinta ialah: 1) tinta tulis, 2) tinta ball point dan 3) tinta cetak.
Tinta juga dapat meningkatkan keasaman pada kertas, sehingga dengan jenis tinta tertentu misalnya iron gall dapat merusak kertas dengan cepat.
PELESTARIAN NILAI INFORMASI
Bentuk Mikro
Dalam mengatasi kekurangan tempat atau ruangan di perpustakaan dan juga melestarikan informasi dari buku-buku yang sudah lapuk, maka diperlukan alih bentuk dokumen. Alih bentuk yang terkenal ialah bentuk mikro atau lazim disebut mikrofilm. Kelebihan bentuk mikro adalah: hemat ruang, aman dari pencurian, mudah direproduksi dan murah, mudah diakses, akurat dan ekonomis.
Kekurangan bentuk mikro, misalnya harus memakai alat baca yang harganya cukup mahal, dan selalu berubah mutu serta semakin mahalnya alat baca menjadi kendala bagi perpustakaan. Membaca dengan alat baca yang kaku mengurangi kenyamanan pembacanya. Untuk mengatasi hal tersebut diberikan alternatif membuat hard copy yang dapat dibaca dan dibawa sekehendak pembacanya.
CD-ROM (Compact Disk-Read Only Memory)
Teknologi video disk, yang semula dicobakan untuk pelestarian di The Library of Congress tahun 1982, ternyata telah berkembang lebih maju untuk penyimpanan, pengolahan, dan penemuan informasi yang handal dewasa ini.
Sebagai pustakawan di zaman modern ini kiranya tidak salah kalau Anda mempunyai gambaran mengenai teknologi informasi yang memberikan banyak harapan bagi produksi, pengolahan, pemakaian dan pelestarian informasi. Kemudahan untuk menemukan kembali informasi yang telah disimpan dalam disk, misalnya dalam bentuk CD-ROM inilah yang memberikan prospek cerah bagi perkembangan layanan perpustakaan.
Sesuai dengan namanya, data atau informasi digital yang sudah direkam di dalam CD-ROM tidak dapat dihapus atau ditambah pemakai, tetapi hanya dapat dibaca saja oleh pemakai.
Beberapa keunggulan dari CD-ROM:
merupakan sarana penyimpanan informasi berkapasitas tinggi
memudahkan penelusuran literatur
tahan terhadap gangguan elektromagnetis
bagi perpustakaan CD-ROM memudahkan pembuatan katalog
mempercepat penerbitan
--------------------------------------------------------------------------------
PELESTARIAN BAHAN PUSTAKA DI BERBAGAI NEGARA
Keadaan Pelestarian Bahan Pustaka di Inggris
Tokoh kawakan Languell yang menerbitkan bukunya tahun 1957 memberikan gagasan tentang perlunya pelestarian bahan perpustakaan pada masa itu. Melalui diskusi dan pertemuan tahunan dari asosiasi perpustakaan di Inggris, mereka semakin yakin bahwa bagian pelestarian makin diperlukan. Dengan bukunya yang baru terbit tahun 1991 John Feather melukiskan bahwa kegiatan pelestarian bahan pustaka tidak dapat dipisahkan dengan kegiatan manajemen koleksi perpustakaan. Buku ini semakin memberikan kepercayaan bagi pustakawan di Inggris, bahwa bagian pelestarian sangat diperlukan. Berbagai masalah yang mereka hadapi, misalnya tentang mahalnya buku dan terbatasnya anggaran perpustakaan mengharuskan pustakawan untuk berpaling kepada pelestarian.
Faktor pendukung yang ada di Inggris, misalnya lengkapnya jenis bahan kimia untuk menghilangkan berbagai musuh bahan pustaka, tersedianya pengusaha komersial dalam bidang penjilidan atau dalam bidang pelestarian, memberikan kesempatan kepada para pustakawan untuk memilih cara terbaik dalam pelestarian bahan pustaka yang sesuai dengan kondisi di tempat mereka. Banyaknya perpustakaan rujukan yang telah berhasil melakukan program pelestarian seperti The British Library atau Universitas Cambridge, merupakan tempat yang baik bagi para pustakawan di Inggris untuk belajar langsung ke lapangan.
Keadaan Pelestarian di USA
Banyaknya faktor pendukung menyebabkan sistem pelestarian di Amerika Serikat sangat maju. Faktor pendukung tersebut di antaranya, para pakar yang dengan rajin memberikan konsultasi dan menuliskan pengalaman mereka pada majalah profesional maupun dalam bentuk buku yang jelas dan mudah diikuti. Persaingan sehat antara para pakar menimbulkan gairah kerja bagi mereka para pustakawan bagian pelestarian. Faktor pendukung yang lain ialah adanya penyangga dana dari yayasan atau pemerintah federal untuk proyek atau program pelestarian yang baik.
Faktor selanjutnya ialah adanya laboratorium yang dimiliki oleh perpustakaan besar, dan percobaan-percobaan yang mereka lakukan demi kemajuan bidang pelestarian. Adanya kepeloporan yang tangguh dalam menciptakan tenaga pelestarian terdidik, dari waktu ke waktu dan dari tingkat yang paling rendah sampai tingkat yang paling tinggi.
Faktor pendukung lainnya ialah kesediaan bekerja sama antara perpustakaan yang satu dengan yang lain baik dari suatu daerah lokal, regional, sampai tingkat nasional. Sistem komunikasi yang mudah dan murah mendukung terselenggaranya kerja sama dalam pelestarian tersebut.
Keadaan Pelestarian di Puerto Rico (Amerika Latin)
Iklim daerah tropis sangat tidak mendukung pelestarian bahan pustaka. Haydee Munoz Sola memberikan gambaran program pelestarian yang ada di kampus Medical Services University of Puerto Rico di Rico Piedras. Sebelum masuk kepada permasalahannya ia menceritakan sedikit tentang sejarah perpustakaan dan sejarah pelestarian. Iklim tropis dengan berbagai ciri-cirinya yang dapat merusakkan koleksi perpustakaan dan banyaknya kendala yang harus dihadapi oleh perpustakaan di daerah tropis termasuk kurangnya anggaran untuk menyelenggarakan program pelestarian. Kemudian ia menceritakan letak geografis Puerto Rico yang banyak bencana alam seperti badai, banjir, angin puyuh dan sebagainya.
Perpustakaan kesehatan Puerto Rico memiliki koleksi khusus yang disebut The Ashford Collection, yang memiliki 3000 dokumen yang berupa buku dan korespondensi. Dokumen ini sangat penting untuk penelitian penyakit di daerah tropis. Karena itu perlu diawetkan.
ORGANISASI, LEMBAGA RISET, DAN LEMBAGA PENDIDIKAN BIDANG PELESTARIAN
Organisasi Lokal, Nasional, dan Internasional
Organisasi Bidang Pengawetan sangat berjasa dalam mengembangkan bidang ini. Mereka menyelenggarakan seminar, workshop dan pertemuan atau diskusi lainnya. Banyak buku petunjuk dibuat untuk disebarluaskan oleh organisasi ini. Begitu pula latihan keterampilan banyak diberikan oleh para organisasi tersebut.
Ada tiga macam organisasi bidang pelestarian yaitu: (1) organisasi lokal, (2) organisasi nasional, (3) organisasi internasional.
Yang dimaksud dengan organisasi lokal ialah organisasi yang sifatnya hanya berlaku lokal, menurut daerah-daerah tertentu. Di Indonesia tidak ada organisasi semacam ini.
Organisasi pelestarian yang bersifat nasional di Indonesia juga belum ada.
Lembaga Riset, dan Pendidikan Teknisi/Profesional
Lembaga riset penting untuk mendukung kehidupan dan perkembangan suatu profesi. Karena itu, kita sering menemukan R & D yang artinya Research & Development, sepasang kata yang bergandengan sebagai suatu sebab akibat dari suatu kegiatan. Penelitian diadakan untuk mencapai suatu perkembangan. Begitu pula dalam profesi pelestarian dan pengawetan dokumen, perlu diadakan berbagai penelitian untuk memperoleh perkembangan dalam bidang tersebut. Saat ini di Indonesia belum memiliki lembaga riset bidang pelestarian.
Jurusan ilmu perpustakaan Fakultas Sastra UI memberikan pendidikan pelestarian sebagai satu mata kuliah saja berjudul: Pelestarian dan Pemeliharaan Bahan Perpustakaan untuk program S1, S2 dan S0 perpustakaan dan D III Kearsipan.
Ada tiga jenis tenaga dalam bidang pelestarian yaitu:
Pustakawan untuk pelestarian, yang mengepalai Bagian Pelestarian di perpustakaan.
Konservator, yaitu orang yang langsung bertanggung jawab untuk memperbaiki dokumen.
Teknisi Bidang Konservasi.
Rencana Pembentukan Bagian Pelestarian untuk Perpustakaan
Dalam menentukan kebijakan program pelestarian, kita harus selalu melihat kepada keadaan fisik bahan perpustakaan. Ini dipergunakan sebagai titik tolak perbaikan, menentukan lama, dan skala prioritas pelestarian. Bagian pelestarian tidak kalah penting dengan bagian-bagian lain di perpustakaan. Bagian ini memang sangat penting untuk dimiliki karena dapat meningkatkan mutu pelayanan perpustakaan. Dengan adanya
bagian ini diharapkan sewaktu-waktu buku diperlukan sudah tersedia di rak. Kalau ada kerusakan cepat dapat diperbaiki.
Selanjutnya faktor-faktor lain yang harus diperhatikan ialah keadaan koleksi perpustakaan, apakah koleksi tersebut sudah memenuhi kebutuhan pembaca, apakah koleksi tersebut banyak rusak atau koleksi tersebut tidak perlu dilestarikan. Faktor kedua adalah penggunaan koleksi secara padat atau tak pernah digunakan sama sekali. Faktor selanjutnya ialah tuntutan pemakai yang selalu menghendaki koleksi yang rapih. Faktor bangunan dan ruangan tempat menyimpan buku juga diperhatikan. Dalam melestarikan koleksi ada tiga hal yang diperhatikan yaitu: 1) Bahan apa saja yang perlu dilestarikan?, 2) Untuk berapa lama bahan dilestarikan?, 3) Alat-alat apa yang dipergunakan untuk melestarikan? Dalam melestarikan bahan pustaka kita harus melihat: 1) subjek, 2) format, 3) usia bahan, 4) penggunaan bahan.
Mengenai lama bahan dilestarikan itu tergantung dari keperluan perpustakaan. Pembentukan suatu program pelestarian di suatu perpustakaan dapat dimulai setelah semua fihak dari bagian-bagian lain perpustakaan menyetujuinya.
Sesudah semuanya jelas, maka dapat disusun pedoman tentang kebijakan pelestarian yang dapat dipakai oleh pihak pimpinan untuk membentuk program pelestarian di perpustakaan tersebut untuk kepentingan pelestarian.
Program pelestarian bahan perpustakaan di suatu perpustakaan tidak akan sama dengan program pelestarian yang dimiliki perpustakaan lain. Karena itu suatu model yang paling canggih pun tidak akan dapat memenuhi keperluan bagi semua perpustakaan
Sumber : http://massofa.wordpress.com/2008/02/03/pelestarian-macam-sifat-bahan-pustaka-dan-latar-belakang-sejarahnya/
Rabu, 06 Februari 2008
Bahan Rujukan bagi Perpustakaan
Ditulis pada Januari 18, 2008 oleh pakdesofa
Bahan Rujukan bagi Perpustakaan
Pengawasan Bibliografi
Keadaan ‘banjir informasi’ mengakibatkan melimpahnya informasi dalam bentuk tercetak maupun tidak tercetak dalam berbagai bidang ilmu pun perpustakaan yang mampu memiliki semua informasi itu, tidak ada satu orang pun yang mampu membaca ada, bahkan bidang sesempit apa pun. Untuk membantu orang dapat mencari dan memilih informasi yang paling sesuai yang dibutuhkan kiranya diperlukan pencatatan yang sistematis namun menyeluruh. Pencatatan ini yang dikenal dengan pengawasan bibliografi, yang tidak dapat dilakukan oleh satu orang, atau satu lembaga atau bahkan satu negara pun. Karena itu tiap negara perlu melakukan pencatatan baik tingkat nasional berupa Pengawasan Bibliografi Nasional. Jika tiap negara melakukan dengan baik, kemudian usaha ini dikoordinasikan secara bersama pada tingkat internasional maka lahirlah apa yang di sebut UBC (Universal Bibliographic Control). Adanya UBC akan bermanfaat banyak bagi umat manusia, khususnya yang perlu mencari dan memilih informasi yang cukup dan yang diperlukan.
Pengawasan Bibliografi Indonesia
Pengawasan bibliografi di Indonesia memang belum berjalan dengan baik. Hal ini karena perangkat atau persyaratan yang diperlukan belum lama dimiliki oleh bangsa Indonesia. Pada zaman kolonial Belanda memang sudah ada usaha-usaha ke arah kegiatan pengawasan bibliografi, namun belum berjalan dengan lancar karena kondisi yang kurang mendukung. Faktor lain, adalah karena kesadaran para penerbit dan penulis belum merata hingga ini kurang mendukung kelancaran kegiatan ini.
Tahun 1990 merupakan tahun penting dalam kaitan program pengawasan bibliografi di Indonesia, karena pada tahun itulah keluar undang-undang yang paling mutakhir mengenai serah simpan hasil karya penerbitan. Beberapa tahun sebelumnya diresmikan Perpustakaan Nasional RI. Lembaga ini merupakan persyaratan lain demi lancarnya kegiatan pengawasan bibliografi, yaitu sebagai pusat deposit atau penyimpanan dokumen yang berhasil dikumpulkan berdasarkan undang-undang tersebut.
1. Bibliografi Indonesia
Menurut istilahnya ada perbedaan antara Bibliografi Nasional Indonesia dan Bibliografi Indonesiana. Pengertian Bibliografi Indonesiana mencakup bahan rujukan diterbitkan mengenai Indonesia, baik yang diterbitkan di Indonesia maupun di luar negeri.
Sudah banyak publikasi diterbitkan yqang dapat digolongkan ke dalam bibliografi Indonesiana. Mulai dari zaman kolonial Belanda hingga kita merdeka sampai sekarang ini. Makin lama makin banyak publikasi yang diterbitkan. Pada awalnya kebanyakan terbitan kita belum sempurna dalam cara penyusunan entri dan sarana temu-baliknya. Dalam hal ini yang dimaksud adalah cara pengindeksannya. Tetapi setelah banyak bibliografi Indonesiana diterbitkan di luar negeri, khususnya di Negeri Belanda, dengan teknik penyajian yang cukup baik, maka dewasa ini terbitan kita pun semakin baik, termasuk bibliografi yang diterbitkan oleh Perpustakaan Nasional.
2. Bibliografi Nasional Indonesia
Bibliografi Nasional Indonesia adalah daftar yang memuat judul-judul publikasi yang diterbitkan di Indonesia yang mengenai Indonesia. Sejak Indonesia merdeka semakin banyak diterbitkan bibliografi, bukan saja oleh Perpustakaan Nasional RI yang memang antara lain tugasnya menangani secara langsung pengawasan bibliografi nasional, tetapi juga oleh perpustakaan lain atau lembaga yang bergerak dalam bidang tertentu. Lembaga ini biasanya menerbitkan bibliografi subjek khusus sesuai dengan bidang gerak lembaga itu. Bahkan perorangan pun sudah banyak yang berani menyusun bibliografi, baik untuk tujuan komersial maupun untuk tujuan lain. Untuk mengumpulkan angka ke kredit bagi pustakawan fungsional misalnya.
Bibliografi pun tampil semakin beragam, baik dari segi fisik penampilan, kelengkapan informasi dan istilah atau nama yang digunakan. Perubahan ini tentunya sesuai dengan perkembangan atau kemajuan kebutuhan manusia akan informasi.
3. Indeks
Indeks diperlukan untuk mengetahui terbitan apa saja yang sudah ada. Perlunya indeks semakin terasa karena dewasa ini ada fenomena yang disebut sebagai ledakan informasi. Maksudnya adalah begitu banyak informasi literatur dihasilkan, sehingga tidak seorang pun yang dapat membaca semua terbitan, bahkan dalam bidang yang sempit sekalipun. Untuk itu diperlukan sarana pemilihan literatur. Agar orang dapat mengetahui terbitan dalam bidang tertentu, untuk kemudian menentukan literatur apa yang perlu dibaca dari sekian banyak literatur dan dimana didapatkan bahan rujukan indeks memberi petunjuk untuk itu. Ada dua jenis indeks. Ada yang terbit sebagai satu kesatuan berupa monograf. Ada pula yang berupa majalah indeks.
4. Abstrak
Dalam banyak hal abstrak sama dengan indeks. Jadi keduanya dapat berbentuk monograf ataupun majalah. Maka pada keduanya dikenal majalah abstrak dan indeks, atau yang berbentuk monograf. Di Indonesia terdapat beberapa masalah yang menghambat perkembangan penerbitan abstrak, khususnya majalah abstrak. Masalah ini adalah kelangkaan orang yang sekaligus menguasai teknik mengabstrak dan memahami subjek yang mau dibuat abstraknya. Masalah lain tentu dana untuk penerbitan. Selain itu memang kurang tersedia literatur dalam bahasa Indonesia yang mau dibuat abstraknya secara berkesinambungan
5. Kamus Umum Indonesia
Sejarah perkembangan kamus di Indonesia dimulai dengan masuknya Belanda ke Indonesia. Kebanyakan penyusun kamus adalah orang-orang Belanda. Pada mulanya tujuannya adalah agar mereka mudah berkomunikasi dengan penduduk pribumi. Hampir semua bahasa daerah di Nusantara dibuat kamus dua bahasanya dengan bahasa Belanda. Baru pada awal abad ke-20 putra Indonesia asli berhasil menyusun kamus Indonesia. Selanjutnya, perkembangan kamus berbahasa Nusantara mulai semarak. Terutama oleh penyusun-penyusun kamus yang terkenal seperti Poerwadarminta, Sutan Mohammad Zain, R. Satjadibrata, E. St. Harahap, Hasan Shadily, J.S. Badudu, dan sebagainya.
6. Jenis dan Contoh Kamus Indonesia
Sejarah perkembangan kanus umum dan kamus bahasa di Indonesia tidak berbeda dengan perkembangan kamus pada umumnya. Perbedaan pembahasan disini dilakukan hanya untuk memberi ruang yang cukup bagi uraian sejarah bagi kamus. Kamus umum dan kamus bahasa sesungguhnya sama saja. Perbedaannya di sini hanya diberikan pada penekanan perhatiannya saja. Kalau kamus umum berarti penekanan pada informasi dalam entri kamus itu. Sedangkan pada kamus bahasa yang kita perhatikan adalah bahasa dari kamus itu. Dalam hal ini akan bahas dalam bahasa apa kamus disajikan. Dengan kata lain, jenis kamusnya adalah jenis kamus alih bahasa. Karena menguraikan makna kata dari satu bahasa ke satu atau beberapa bahasa yang lain.
7. Ensiklopedi Indonesia
Ensiklopedi umum dan ensiklopedi khusus/subjek belum mempunyai sejarah yang lama di Indonesia. Meskipun bahan rujukan bentuk kamus, yang merupakan bahan rujukan yang tidak dapat dipisahkan dengan ensiklopedi, sudah lama terbit di Indonesia. Pada peralihan abad ke-19 ke abad ke-20, baru terbit suatu buku yang dapat dikategorikan sebagai ensiklopedi. Ensiklopedi nasional perlu diterbitkan oleh setiap negara. Hal ini karena perlunya masyarakat suatu bangsa membaca dan memperoleh informasi yang penting dan mendasar tentang berbagai hal, sesuai dengan ideologi dan sudut pandang negara itu. Seiring dengan perkembangan dan kemajuan, serta karena makin meningkatnya kebutuhan orang akan informasi, maka banyak terbit ensiklopedi dalam bentukan yang semakin menarik.
8, Grey Literatur dan Terbitan Pemerintah
Ada dua jenis rujukan yang sering orang lupakan dalam menjawab pertanyaan rujukan, yaitu jenis grey literature dan terbitan pemerintah. Mengapa hal ini sering terjadi ? Karena memang kedua jenis terbitan ini tidak mudah didapatkan secara bebas. Perpustakaan harus punya hubungan tertentu dengan produsen bahan pustaka tersebut untuk dapat memiliki jenis bahan ini. Memang ada jenis terbitan pemerintah yang dapat dijual di pasaran yaitu yang sudah diterbitkan ulang oleh pihak swasta. Tetapi jumlahnya tidak banyak. Hanya judul-judul tertentu saja. Sedangkan untuk jenis grey literature lebih sulit lagi, karena sering hanya terbit dalam jumlah yang sangat terbatas. Bahkan ada yang hanya dicetak beberapa eksemplar. Padahal isinya sering sangat penting. Bahkan adakalanya informasi yang dimuat tidak bisa didapatkan dalam terbitan lainnya.
Banyak lembaga di Indonesia yang menerbitkan dokumen. Sebenarnya ada Departemen Penerangan Republik Indonesia yang mempunyai tugas memberi informasi tentang kegiatan pemerintah. Salah satunya dalam bentuk penerbitan. Terbitan departemen ini jelas merupakan terbitan pemerintah. Bagian HUMAS dari setiap departemen pun banyak menerbitkan dokumen mengenai departemen mereka. Selain itu ada lembaga atau instansi khusus yang bergerak dalam bidang tertentu yang juga menerbitkan dokumen. Semua terbitan mereka tergolong terbitan pemerintah. Sayang sekali pencatatan mengenai jenis ini sangat minim, sehingga dapat dikatakan bahwa pengawasan bibliografi terbitan ini di Indonesia tidak sebaik jenis terbitan lain.
Pembuatan bibliografi untuk jenis terbitan pemerintah selain dilakukan oleh Perpustakaan Nasional juga dilakukan oleh Departemen Penerangan dan Kantor Sekretariat Negara. Daftar yang mereka keluarkan merupakan sarana pengawasan bibliografi untuk jenis terbitan ini.
9. Bahan Rujukan Indonesia Lain
Naskah dokumen kuno mengenai Indonesia sebenarnya cukup banyak. Di antaranya tersimpan dengan baik dan rapih di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Jakarta. Kebanyakan naskah itu diterbitkan di Negeri Belanda. Bahkan ditulis oleh orang Belanda. Namun sudah adapula beberapa yang disusun oleh orang pribumi, jadi oleh putera Indonesia. Bentuk naskah itu memang sangat beragam. Terbitan ini merupakan bukti sejarah bahwa sejak dahulu sudah ada usaha menyimpan dan menyebarkan informasi mengenai Indonesia. Usaha ini makin berkembang sejak Indonesia merdeka, sehingga semakin banyak dan beragam bentuk terbitan, termasuk terbitan yang dapat dikelompokkan sebagai bahan rujukan berupa buku petunjuk dan buku pedoman.
Di Indonesia banyak terdapAt organisasi, lembaga maupun institusi, baik milik pemerintah ataupun milik swasta atau masyarakat, yang pada setiap akhir tahun atau awal tahun berikut, menerbitkan suatu buku yang disebut laporan tahunan. Biasanya laporan seperti itu memuat berbagai aktivitas kegiatan lembaga serta hasil-hasilnya. Selain itu dalam buku tahuan di muat pula latar belakang organisasi, di mana letak kantor pusat dan kantor cabangnya, siapa pejabat-pejabatnya, bergerak dalam bidang apa lembaga itu; melakukan kerja sama dengan siapa, dan lain-lain informasi yang kiranya berkaitan dengan lembaga itu, termasuk angka-angka statistik. Maksud penerbitan buku seperti itu selain sebagai sarana publikasi dan promosi untuk menunjukkan apa yang telah dicapai lembaga itu. Buku seperti ini sangat bermanfaat bagi pengguna yang mencari informasi mengenai suatu lembaga atau suatu masalah. Selain itu dikenal bahan rujukan berupa direktori. Kandungan buku jenis ini hampir sama dengan laporan tahunan lembaga, namun penekannya pada informasi penunjukan alamat.
Sumber Buku Bahan Rujukan Indonesia Karya Mastini Hardjoprakoso
http://massofa.wordpress.com/2008/01/18/bahan-rujukan-bagi-perpustakaan/
Bahan Rujukan bagi Perpustakaan
Pengawasan Bibliografi
Keadaan ‘banjir informasi’ mengakibatkan melimpahnya informasi dalam bentuk tercetak maupun tidak tercetak dalam berbagai bidang ilmu pun perpustakaan yang mampu memiliki semua informasi itu, tidak ada satu orang pun yang mampu membaca ada, bahkan bidang sesempit apa pun. Untuk membantu orang dapat mencari dan memilih informasi yang paling sesuai yang dibutuhkan kiranya diperlukan pencatatan yang sistematis namun menyeluruh. Pencatatan ini yang dikenal dengan pengawasan bibliografi, yang tidak dapat dilakukan oleh satu orang, atau satu lembaga atau bahkan satu negara pun. Karena itu tiap negara perlu melakukan pencatatan baik tingkat nasional berupa Pengawasan Bibliografi Nasional. Jika tiap negara melakukan dengan baik, kemudian usaha ini dikoordinasikan secara bersama pada tingkat internasional maka lahirlah apa yang di sebut UBC (Universal Bibliographic Control). Adanya UBC akan bermanfaat banyak bagi umat manusia, khususnya yang perlu mencari dan memilih informasi yang cukup dan yang diperlukan.
Pengawasan Bibliografi Indonesia
Pengawasan bibliografi di Indonesia memang belum berjalan dengan baik. Hal ini karena perangkat atau persyaratan yang diperlukan belum lama dimiliki oleh bangsa Indonesia. Pada zaman kolonial Belanda memang sudah ada usaha-usaha ke arah kegiatan pengawasan bibliografi, namun belum berjalan dengan lancar karena kondisi yang kurang mendukung. Faktor lain, adalah karena kesadaran para penerbit dan penulis belum merata hingga ini kurang mendukung kelancaran kegiatan ini.
Tahun 1990 merupakan tahun penting dalam kaitan program pengawasan bibliografi di Indonesia, karena pada tahun itulah keluar undang-undang yang paling mutakhir mengenai serah simpan hasil karya penerbitan. Beberapa tahun sebelumnya diresmikan Perpustakaan Nasional RI. Lembaga ini merupakan persyaratan lain demi lancarnya kegiatan pengawasan bibliografi, yaitu sebagai pusat deposit atau penyimpanan dokumen yang berhasil dikumpulkan berdasarkan undang-undang tersebut.
1. Bibliografi Indonesia
Menurut istilahnya ada perbedaan antara Bibliografi Nasional Indonesia dan Bibliografi Indonesiana. Pengertian Bibliografi Indonesiana mencakup bahan rujukan diterbitkan mengenai Indonesia, baik yang diterbitkan di Indonesia maupun di luar negeri.
Sudah banyak publikasi diterbitkan yqang dapat digolongkan ke dalam bibliografi Indonesiana. Mulai dari zaman kolonial Belanda hingga kita merdeka sampai sekarang ini. Makin lama makin banyak publikasi yang diterbitkan. Pada awalnya kebanyakan terbitan kita belum sempurna dalam cara penyusunan entri dan sarana temu-baliknya. Dalam hal ini yang dimaksud adalah cara pengindeksannya. Tetapi setelah banyak bibliografi Indonesiana diterbitkan di luar negeri, khususnya di Negeri Belanda, dengan teknik penyajian yang cukup baik, maka dewasa ini terbitan kita pun semakin baik, termasuk bibliografi yang diterbitkan oleh Perpustakaan Nasional.
2. Bibliografi Nasional Indonesia
Bibliografi Nasional Indonesia adalah daftar yang memuat judul-judul publikasi yang diterbitkan di Indonesia yang mengenai Indonesia. Sejak Indonesia merdeka semakin banyak diterbitkan bibliografi, bukan saja oleh Perpustakaan Nasional RI yang memang antara lain tugasnya menangani secara langsung pengawasan bibliografi nasional, tetapi juga oleh perpustakaan lain atau lembaga yang bergerak dalam bidang tertentu. Lembaga ini biasanya menerbitkan bibliografi subjek khusus sesuai dengan bidang gerak lembaga itu. Bahkan perorangan pun sudah banyak yang berani menyusun bibliografi, baik untuk tujuan komersial maupun untuk tujuan lain. Untuk mengumpulkan angka ke kredit bagi pustakawan fungsional misalnya.
Bibliografi pun tampil semakin beragam, baik dari segi fisik penampilan, kelengkapan informasi dan istilah atau nama yang digunakan. Perubahan ini tentunya sesuai dengan perkembangan atau kemajuan kebutuhan manusia akan informasi.
3. Indeks
Indeks diperlukan untuk mengetahui terbitan apa saja yang sudah ada. Perlunya indeks semakin terasa karena dewasa ini ada fenomena yang disebut sebagai ledakan informasi. Maksudnya adalah begitu banyak informasi literatur dihasilkan, sehingga tidak seorang pun yang dapat membaca semua terbitan, bahkan dalam bidang yang sempit sekalipun. Untuk itu diperlukan sarana pemilihan literatur. Agar orang dapat mengetahui terbitan dalam bidang tertentu, untuk kemudian menentukan literatur apa yang perlu dibaca dari sekian banyak literatur dan dimana didapatkan bahan rujukan indeks memberi petunjuk untuk itu. Ada dua jenis indeks. Ada yang terbit sebagai satu kesatuan berupa monograf. Ada pula yang berupa majalah indeks.
4. Abstrak
Dalam banyak hal abstrak sama dengan indeks. Jadi keduanya dapat berbentuk monograf ataupun majalah. Maka pada keduanya dikenal majalah abstrak dan indeks, atau yang berbentuk monograf. Di Indonesia terdapat beberapa masalah yang menghambat perkembangan penerbitan abstrak, khususnya majalah abstrak. Masalah ini adalah kelangkaan orang yang sekaligus menguasai teknik mengabstrak dan memahami subjek yang mau dibuat abstraknya. Masalah lain tentu dana untuk penerbitan. Selain itu memang kurang tersedia literatur dalam bahasa Indonesia yang mau dibuat abstraknya secara berkesinambungan
5. Kamus Umum Indonesia
Sejarah perkembangan kamus di Indonesia dimulai dengan masuknya Belanda ke Indonesia. Kebanyakan penyusun kamus adalah orang-orang Belanda. Pada mulanya tujuannya adalah agar mereka mudah berkomunikasi dengan penduduk pribumi. Hampir semua bahasa daerah di Nusantara dibuat kamus dua bahasanya dengan bahasa Belanda. Baru pada awal abad ke-20 putra Indonesia asli berhasil menyusun kamus Indonesia. Selanjutnya, perkembangan kamus berbahasa Nusantara mulai semarak. Terutama oleh penyusun-penyusun kamus yang terkenal seperti Poerwadarminta, Sutan Mohammad Zain, R. Satjadibrata, E. St. Harahap, Hasan Shadily, J.S. Badudu, dan sebagainya.
6. Jenis dan Contoh Kamus Indonesia
Sejarah perkembangan kanus umum dan kamus bahasa di Indonesia tidak berbeda dengan perkembangan kamus pada umumnya. Perbedaan pembahasan disini dilakukan hanya untuk memberi ruang yang cukup bagi uraian sejarah bagi kamus. Kamus umum dan kamus bahasa sesungguhnya sama saja. Perbedaannya di sini hanya diberikan pada penekanan perhatiannya saja. Kalau kamus umum berarti penekanan pada informasi dalam entri kamus itu. Sedangkan pada kamus bahasa yang kita perhatikan adalah bahasa dari kamus itu. Dalam hal ini akan bahas dalam bahasa apa kamus disajikan. Dengan kata lain, jenis kamusnya adalah jenis kamus alih bahasa. Karena menguraikan makna kata dari satu bahasa ke satu atau beberapa bahasa yang lain.
7. Ensiklopedi Indonesia
Ensiklopedi umum dan ensiklopedi khusus/subjek belum mempunyai sejarah yang lama di Indonesia. Meskipun bahan rujukan bentuk kamus, yang merupakan bahan rujukan yang tidak dapat dipisahkan dengan ensiklopedi, sudah lama terbit di Indonesia. Pada peralihan abad ke-19 ke abad ke-20, baru terbit suatu buku yang dapat dikategorikan sebagai ensiklopedi. Ensiklopedi nasional perlu diterbitkan oleh setiap negara. Hal ini karena perlunya masyarakat suatu bangsa membaca dan memperoleh informasi yang penting dan mendasar tentang berbagai hal, sesuai dengan ideologi dan sudut pandang negara itu. Seiring dengan perkembangan dan kemajuan, serta karena makin meningkatnya kebutuhan orang akan informasi, maka banyak terbit ensiklopedi dalam bentukan yang semakin menarik.
8, Grey Literatur dan Terbitan Pemerintah
Ada dua jenis rujukan yang sering orang lupakan dalam menjawab pertanyaan rujukan, yaitu jenis grey literature dan terbitan pemerintah. Mengapa hal ini sering terjadi ? Karena memang kedua jenis terbitan ini tidak mudah didapatkan secara bebas. Perpustakaan harus punya hubungan tertentu dengan produsen bahan pustaka tersebut untuk dapat memiliki jenis bahan ini. Memang ada jenis terbitan pemerintah yang dapat dijual di pasaran yaitu yang sudah diterbitkan ulang oleh pihak swasta. Tetapi jumlahnya tidak banyak. Hanya judul-judul tertentu saja. Sedangkan untuk jenis grey literature lebih sulit lagi, karena sering hanya terbit dalam jumlah yang sangat terbatas. Bahkan ada yang hanya dicetak beberapa eksemplar. Padahal isinya sering sangat penting. Bahkan adakalanya informasi yang dimuat tidak bisa didapatkan dalam terbitan lainnya.
Banyak lembaga di Indonesia yang menerbitkan dokumen. Sebenarnya ada Departemen Penerangan Republik Indonesia yang mempunyai tugas memberi informasi tentang kegiatan pemerintah. Salah satunya dalam bentuk penerbitan. Terbitan departemen ini jelas merupakan terbitan pemerintah. Bagian HUMAS dari setiap departemen pun banyak menerbitkan dokumen mengenai departemen mereka. Selain itu ada lembaga atau instansi khusus yang bergerak dalam bidang tertentu yang juga menerbitkan dokumen. Semua terbitan mereka tergolong terbitan pemerintah. Sayang sekali pencatatan mengenai jenis ini sangat minim, sehingga dapat dikatakan bahwa pengawasan bibliografi terbitan ini di Indonesia tidak sebaik jenis terbitan lain.
Pembuatan bibliografi untuk jenis terbitan pemerintah selain dilakukan oleh Perpustakaan Nasional juga dilakukan oleh Departemen Penerangan dan Kantor Sekretariat Negara. Daftar yang mereka keluarkan merupakan sarana pengawasan bibliografi untuk jenis terbitan ini.
9. Bahan Rujukan Indonesia Lain
Naskah dokumen kuno mengenai Indonesia sebenarnya cukup banyak. Di antaranya tersimpan dengan baik dan rapih di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Jakarta. Kebanyakan naskah itu diterbitkan di Negeri Belanda. Bahkan ditulis oleh orang Belanda. Namun sudah adapula beberapa yang disusun oleh orang pribumi, jadi oleh putera Indonesia. Bentuk naskah itu memang sangat beragam. Terbitan ini merupakan bukti sejarah bahwa sejak dahulu sudah ada usaha menyimpan dan menyebarkan informasi mengenai Indonesia. Usaha ini makin berkembang sejak Indonesia merdeka, sehingga semakin banyak dan beragam bentuk terbitan, termasuk terbitan yang dapat dikelompokkan sebagai bahan rujukan berupa buku petunjuk dan buku pedoman.
Di Indonesia banyak terdapAt organisasi, lembaga maupun institusi, baik milik pemerintah ataupun milik swasta atau masyarakat, yang pada setiap akhir tahun atau awal tahun berikut, menerbitkan suatu buku yang disebut laporan tahunan. Biasanya laporan seperti itu memuat berbagai aktivitas kegiatan lembaga serta hasil-hasilnya. Selain itu dalam buku tahuan di muat pula latar belakang organisasi, di mana letak kantor pusat dan kantor cabangnya, siapa pejabat-pejabatnya, bergerak dalam bidang apa lembaga itu; melakukan kerja sama dengan siapa, dan lain-lain informasi yang kiranya berkaitan dengan lembaga itu, termasuk angka-angka statistik. Maksud penerbitan buku seperti itu selain sebagai sarana publikasi dan promosi untuk menunjukkan apa yang telah dicapai lembaga itu. Buku seperti ini sangat bermanfaat bagi pengguna yang mencari informasi mengenai suatu lembaga atau suatu masalah. Selain itu dikenal bahan rujukan berupa direktori. Kandungan buku jenis ini hampir sama dengan laporan tahunan lembaga, namun penekannya pada informasi penunjukan alamat.
Sumber Buku Bahan Rujukan Indonesia Karya Mastini Hardjoprakoso
http://massofa.wordpress.com/2008/01/18/bahan-rujukan-bagi-perpustakaan/
Pelayanan Bahan Pustaka bagian pertama
Ditulis pada Februari 3, 2008 oleh pakdesofa
Pelayanan Bahan Pustaka
Bag 1
Sistem Peminjaman Kuno
Sistem peminjaman yang paling awal ialah menggunakan buku catatan. Pencatatan buku-buku yang dipinjam dan nama peminjam ditulis dari hari ke hari dalam sebuah buku catatan. Sistem ini dikembangkan menjadi sistem ledger. Pencatatan buku yang dipinjam ada pada halaman di mana nama seorang peminjam berada. Ini juga masih menggunakan buku. Perkembangan selanjutnya ialah sistem dummy. Buku-buku yang dipinjam digantikan oleh dummy yang memberikan catatan nomor peminjam dan bilamana buku harus dikembalikan. Sistem ini dianggap kurang praktis, dan digantikan sistem slip. Sistem ini kemudian berkembang menjadi sistem kartu dan muncullah Sistem Peminjaman Browne. Walaupun penciptanya orang Amerika, tetapi disukai di Inggris.
Sistem Peminjaman Browne ditemukan oleh Nina E. Browne, pustakawan Library Bureau di Boston, Massachussette, awal abad ke-20. Sistem peminjaman ini digunakan oleh banyak perpustakaan di Inggris. Dalam sistem pelayanan hastawi (manual) sistem ini memiliki kecepatan yang tinggi dibandingkan sistem hastawi yang lain.
Sistem Peminjaman Browne terdesak oleh datangnya sistem peminjaman berkomputer, seperti VTLS (Virginia Tech Library System), daru USA, SISPUKOM (Sistem Perpustakaan Berkomputer) dari Malaysia.
Sistem Peminjaman (Nework Changing System)
Sistem Peminjaman Newark mulai dipakai pada tahun 1900 oleh Perpustakaan Umum Newark New Jersey, semasa dipimpin oleh John Cotton Dana. Sistem Peminjaman Newark memiliki beberapa keuntungan dan kekurangan.
Keuntungan sistem ini adalah:
masing-masing peminjam bisa mengetahi buku macam apa yang sering dipinjamnya,
setiap saat bisa diketahui buku ada di mana, siapa yang meminjam, dan bilamana harus dikembalikan,
jika ada perbedaan waktu peminjaman, bisa dicatat dengan mudah,
buku-buku yang dipesan bisa diketahui di mana adanya,
petugas nonprofesional bisa mengerjakan pekerjaan ini dengan baik,
dalam sebuah perpustakaan besar dengan banyak cabangnya, kartu peminjaman bisa, dipergunakan di cabang mana saja, dan
penyiangan bisa dikerjakan dengan baik.
Sedang kekurangan Sistem Peminjaman Newark adalah:
pekerjaan rutin lambat, memakan banyak waktu dan membosankan,
sangat mudah terjadi kesalahan dalam mencatat nomor panggil buku ke dalam kartu anggota,
pada jam-jam sibuk, meja peminjaman bisa berantakan, karena begitu banyak transaksi yang harus diselesaikan,
memerlukan dua jajaran pendaftaran. Satu, jajaran nama anggota perpustakaan yang disusun menurut abjad, lengkap dengan alamat mereka masing-masing. Kedua, jajaran nomor pendaftaran,
tiap buku memerlukan tiga kartu yang menuntut waktu dalam mengerjakannya, yaitu kartu buku, kantong kartu buku, dan batas waktu peminjaman, dan
lembaran batas waktu tanggal kembali ditempelkan di bagian belakang buku yang membuat buku menjadi kelihatan kotor.
Sistem Peminjaman Sendiri Detroit(Detroit Self-Charging System)
Sistem Peminjaman Sendiri Detroit ditemukan tahun 1929 oleh Ralph A. Ulveling, Pustakawan Perpustakaan Umum Detroit, Amerika Serikat. Sistem peminjaman ini menjadi sangat terkenal pada zamannya, sebagai sebuah sistem peminjaman yang bagus, efektif, dan disukai oleh peminjam perpustakaan sendiri.
Cara peminjaman ini berdasarkan kepada kerja sama yang baik antara pembaca dan petugas perpustakaan. Sistem ini hampir sama dengan sistem Peminjaman Browne.
Berbagai jenis alat diperlukan untuk penyelenggaraan Sistem Peminjaman Sendiri Detroit. Alat-alat itu adalah jajaran pendaftaran anggota, kartu jati diri peminjam, kartu buku, kartu tanggal kembali, kantong kartu buku, stempel dan bantalannya, kotak tempat menjajarkan kartu buku, slip denda, kertas statistik sirkulasi, kartu pos pemberitahuan, dan pensil.
Sistem Peminjaman Sendiri Detroit mengenal beberapa proses, yaitu peminjaman, pengembalian buku, perpanjangan waktu peminjaman, lewat waktu peminjaman, pemesan peminjaman buku, dan statistik sirkulasi. Sistem inipun mempunyai keuntungan dan kekurangannya.
Melalui berbagai kemajuan teknologi diperoleh berbagai sistem peminjaman yang bisa disebut sebagai sistem yang modern. Misalnya sistem peminjaman dengan kartu berlubang, sistem peminjaman dengan fotografi, sistem peminjaman dengan alat elektronik, dan sistem peminjaman dengan komputer.
Sistem Peminjaman Islington merupakan variasi dan penyempurnaan Sistem Peminjaman Browne. Sistem Browne hanya terbatas pada tiket yang diberikan, sementara pada sistem Islington dapat dibuatkan duplikasi tiket, sehingga bisa meminjam buku sebanyak-banyaknya.
Sistem peminjaman dengan komputer sebenarnya sudah agak lama dipergunakan di perpustakaan. Makin hari sistem peminjaman jenis ini semakin bertambah bagus dan hebat.
Sistem peminjaman modern yang cukup dikenal adalah Sistem Peminjaman Plessey Pen. Sistem ini mengenal sejumlah proses, seperti mendaftar peminjaman, cara pengembalian, perpanjangan peminjaman, lewat batas waktu pinjam, dan pesan peminjaman.
LAYANAN RUJUKAN
Sumber dan Berbagai Jenis Buku Rujukan
Tujuan bagian Rujukan atau Referensi ialah untuk mendapatkan, memelihara, dan menyediakan pengetahuan rekaman oleh manusia dan mempergunakan di perpustakaan.
Pelayanan Rujukan merupakan bagian yang cukup penting dalam suatu sistem perpustakaan. Bagus tidaknya suatu perpustakaan dapat diukur dari koleksi dan pelayanan rujukan pada perpustakaan tersebut.
Makin lengkap buku rujukan yang dimiliki oleh perpustakaan, makin mampulah pustakawan menjawab pertanyaan yang diajukan oleh pengunjung.
Ciri-ciri buku rujukan (”R”) adalah:
Buku “R” umumnya mahal
Tak perlu dibaca seluruhnya
Tak boleh keluar dari perpustakaan
Untuk layanan “R” diperlukan ruang baca dan mesin foto kopi.
Penulis terkenal buku rujukan adalah Bill Katz. Menurut William Katz buku rujukan dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu
Direction Type.
Source Type.
Government Documents & AV Material.
Jenis-jenis Buku Rujukan
Yang termasuk jenis-jenis Buku Rujukan adalah sebagai berikut:
Bibliografi
Kamus
Ensklopedi
Buku Tahunan
Buku Petunjuk
Sumber Biografi
Indeks
Terbitan Berseri
Buku pegangan
Direktori
Sumber Geografi
Terbitan Pemerintah
Sumber-sumber AV
Cara Menjawab Berbagai Pertanyaan Rujukan
Menjawab pertanyaan yang diajukan oleh penanya tidaklah mudah. Pustakawan rujukan harus memiliki banyak pengalaman, banyak membaca dan mengetahui isi setiap buku rujukan yang dimiliki
Selanjutnya kita dapat mempertimbangkan buku rujukan yang mana yang akan kita pakai dalam menjawab pertanyaan yang diajukan.
DIarsipkan di bawah: Pembinaan Perpustakaan
Sumber :
http://massofa.wordpress.com/2008/02/03/pelayanan-bahan-pustaka-bag-1/
Pelayanan Bahan Pustaka
Bag 1
Sistem Peminjaman Kuno
Sistem peminjaman yang paling awal ialah menggunakan buku catatan. Pencatatan buku-buku yang dipinjam dan nama peminjam ditulis dari hari ke hari dalam sebuah buku catatan. Sistem ini dikembangkan menjadi sistem ledger. Pencatatan buku yang dipinjam ada pada halaman di mana nama seorang peminjam berada. Ini juga masih menggunakan buku. Perkembangan selanjutnya ialah sistem dummy. Buku-buku yang dipinjam digantikan oleh dummy yang memberikan catatan nomor peminjam dan bilamana buku harus dikembalikan. Sistem ini dianggap kurang praktis, dan digantikan sistem slip. Sistem ini kemudian berkembang menjadi sistem kartu dan muncullah Sistem Peminjaman Browne. Walaupun penciptanya orang Amerika, tetapi disukai di Inggris.
Sistem Peminjaman Browne ditemukan oleh Nina E. Browne, pustakawan Library Bureau di Boston, Massachussette, awal abad ke-20. Sistem peminjaman ini digunakan oleh banyak perpustakaan di Inggris. Dalam sistem pelayanan hastawi (manual) sistem ini memiliki kecepatan yang tinggi dibandingkan sistem hastawi yang lain.
Sistem Peminjaman Browne terdesak oleh datangnya sistem peminjaman berkomputer, seperti VTLS (Virginia Tech Library System), daru USA, SISPUKOM (Sistem Perpustakaan Berkomputer) dari Malaysia.
Sistem Peminjaman (Nework Changing System)
Sistem Peminjaman Newark mulai dipakai pada tahun 1900 oleh Perpustakaan Umum Newark New Jersey, semasa dipimpin oleh John Cotton Dana. Sistem Peminjaman Newark memiliki beberapa keuntungan dan kekurangan.
Keuntungan sistem ini adalah:
masing-masing peminjam bisa mengetahi buku macam apa yang sering dipinjamnya,
setiap saat bisa diketahui buku ada di mana, siapa yang meminjam, dan bilamana harus dikembalikan,
jika ada perbedaan waktu peminjaman, bisa dicatat dengan mudah,
buku-buku yang dipesan bisa diketahui di mana adanya,
petugas nonprofesional bisa mengerjakan pekerjaan ini dengan baik,
dalam sebuah perpustakaan besar dengan banyak cabangnya, kartu peminjaman bisa, dipergunakan di cabang mana saja, dan
penyiangan bisa dikerjakan dengan baik.
Sedang kekurangan Sistem Peminjaman Newark adalah:
pekerjaan rutin lambat, memakan banyak waktu dan membosankan,
sangat mudah terjadi kesalahan dalam mencatat nomor panggil buku ke dalam kartu anggota,
pada jam-jam sibuk, meja peminjaman bisa berantakan, karena begitu banyak transaksi yang harus diselesaikan,
memerlukan dua jajaran pendaftaran. Satu, jajaran nama anggota perpustakaan yang disusun menurut abjad, lengkap dengan alamat mereka masing-masing. Kedua, jajaran nomor pendaftaran,
tiap buku memerlukan tiga kartu yang menuntut waktu dalam mengerjakannya, yaitu kartu buku, kantong kartu buku, dan batas waktu peminjaman, dan
lembaran batas waktu tanggal kembali ditempelkan di bagian belakang buku yang membuat buku menjadi kelihatan kotor.
Sistem Peminjaman Sendiri Detroit(Detroit Self-Charging System)
Sistem Peminjaman Sendiri Detroit ditemukan tahun 1929 oleh Ralph A. Ulveling, Pustakawan Perpustakaan Umum Detroit, Amerika Serikat. Sistem peminjaman ini menjadi sangat terkenal pada zamannya, sebagai sebuah sistem peminjaman yang bagus, efektif, dan disukai oleh peminjam perpustakaan sendiri.
Cara peminjaman ini berdasarkan kepada kerja sama yang baik antara pembaca dan petugas perpustakaan. Sistem ini hampir sama dengan sistem Peminjaman Browne.
Berbagai jenis alat diperlukan untuk penyelenggaraan Sistem Peminjaman Sendiri Detroit. Alat-alat itu adalah jajaran pendaftaran anggota, kartu jati diri peminjam, kartu buku, kartu tanggal kembali, kantong kartu buku, stempel dan bantalannya, kotak tempat menjajarkan kartu buku, slip denda, kertas statistik sirkulasi, kartu pos pemberitahuan, dan pensil.
Sistem Peminjaman Sendiri Detroit mengenal beberapa proses, yaitu peminjaman, pengembalian buku, perpanjangan waktu peminjaman, lewat waktu peminjaman, pemesan peminjaman buku, dan statistik sirkulasi. Sistem inipun mempunyai keuntungan dan kekurangannya.
Melalui berbagai kemajuan teknologi diperoleh berbagai sistem peminjaman yang bisa disebut sebagai sistem yang modern. Misalnya sistem peminjaman dengan kartu berlubang, sistem peminjaman dengan fotografi, sistem peminjaman dengan alat elektronik, dan sistem peminjaman dengan komputer.
Sistem Peminjaman Islington merupakan variasi dan penyempurnaan Sistem Peminjaman Browne. Sistem Browne hanya terbatas pada tiket yang diberikan, sementara pada sistem Islington dapat dibuatkan duplikasi tiket, sehingga bisa meminjam buku sebanyak-banyaknya.
Sistem peminjaman dengan komputer sebenarnya sudah agak lama dipergunakan di perpustakaan. Makin hari sistem peminjaman jenis ini semakin bertambah bagus dan hebat.
Sistem peminjaman modern yang cukup dikenal adalah Sistem Peminjaman Plessey Pen. Sistem ini mengenal sejumlah proses, seperti mendaftar peminjaman, cara pengembalian, perpanjangan peminjaman, lewat batas waktu pinjam, dan pesan peminjaman.
LAYANAN RUJUKAN
Sumber dan Berbagai Jenis Buku Rujukan
Tujuan bagian Rujukan atau Referensi ialah untuk mendapatkan, memelihara, dan menyediakan pengetahuan rekaman oleh manusia dan mempergunakan di perpustakaan.
Pelayanan Rujukan merupakan bagian yang cukup penting dalam suatu sistem perpustakaan. Bagus tidaknya suatu perpustakaan dapat diukur dari koleksi dan pelayanan rujukan pada perpustakaan tersebut.
Makin lengkap buku rujukan yang dimiliki oleh perpustakaan, makin mampulah pustakawan menjawab pertanyaan yang diajukan oleh pengunjung.
Ciri-ciri buku rujukan (”R”) adalah:
Buku “R” umumnya mahal
Tak perlu dibaca seluruhnya
Tak boleh keluar dari perpustakaan
Untuk layanan “R” diperlukan ruang baca dan mesin foto kopi.
Penulis terkenal buku rujukan adalah Bill Katz. Menurut William Katz buku rujukan dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu
Direction Type.
Source Type.
Government Documents & AV Material.
Jenis-jenis Buku Rujukan
Yang termasuk jenis-jenis Buku Rujukan adalah sebagai berikut:
Bibliografi
Kamus
Ensklopedi
Buku Tahunan
Buku Petunjuk
Sumber Biografi
Indeks
Terbitan Berseri
Buku pegangan
Direktori
Sumber Geografi
Terbitan Pemerintah
Sumber-sumber AV
Cara Menjawab Berbagai Pertanyaan Rujukan
Menjawab pertanyaan yang diajukan oleh penanya tidaklah mudah. Pustakawan rujukan harus memiliki banyak pengalaman, banyak membaca dan mengetahui isi setiap buku rujukan yang dimiliki
Selanjutnya kita dapat mempertimbangkan buku rujukan yang mana yang akan kita pakai dalam menjawab pertanyaan yang diajukan.
DIarsipkan di bawah: Pembinaan Perpustakaan
Sumber :
http://massofa.wordpress.com/2008/02/03/pelayanan-bahan-pustaka-bag-1/
Label:
Pembinaan Perpustakaan
Pelayanan Perpustakaan
Ditulis pada Januari 20, 2008 oleh pakdesofa
Pelayanan Perpustakaan
Bag 2
Layanan Literatur
Menurut Cabeceiras, tahun 2002 perpustakaan akan berfungsi sebagai mediator antara ilmuwan atau pembaca dengan pangkalan data. Karena itu pustakawan diharapkan paham cara menelusuri informasi dari pangkalan data. Dia harus mampu mengoperasikan komputer Boolean Logic and, or and not dalam memilih informasi yang tepat dan akurat. Lebih dari itu pengetahuan tentang tajuk subjek dan tesaurus harus mahir
Menurut Lancaster, pustakawan harus mengajari ilmuwan bagaimana mencari informasi dari sebuah pangkalan data. Ilmuwan bisa memilih informasi yang diperlukan sesuai minatnya. Pustakawan juga harus bisa memberi informasi yang berasal dari siaran. radio, televisi, faksimili, dan dari berbagai sumber informasi lainnya. Pustakawan harus berprestasi yang pasti agar memperoleh pengakuan dari masyarakat dan menjadi lahan yang basah. Perpustakaan sebagai tempat menyimpan dokumen. Informasi data bibliografi saja tidak cukup. Naskahnya harus tersedia agar peneliti bisa berbuat banyak. Tempat naskah-naskah tersebut adalah di perpustakaan. Agar perpustakaan memiliki kemampuan yang besar dalam menghadapi pangkalan data yang menyediakan data bibliografi tersebut maka diperlukan kerja sama antarperpustakaan. Naskah tidak perlu dari perpustakaan sendiri, tetapi dari perpustakaan orang lain. Kerja sama ini harus didukung oleh adanya alat komunikasi yang baik seperti telepon, pos, dan faksimili.
Komputer memiliki kemampuan yang digeluti oleh pustakawan yaitu mencari, menyimpan, dan menemukan kembali informasi. Karena itu pustakawan juga harus memanfaatkan komputer sebaik-baiknya. Pustakawan harus memahami teknologi CD-ROM (Compact Disk Read Only Memory) karena bahan terbitan banyak dalam bentuk ini.
Sistem pengolahan bahan pustaka melalui sistem yang dipraktikkan oleh OCLC akan lebih cepat. Begitu pula, pelayanan perpustakaan akan lebih berhasil jika dilaksanakan berkomputer.
Teknologi CD-ROM paling cocok untuk Indonesia karena alasan geografis. Teknologi ini tidak begitu sulit. Kita harus pula bisa memantau berbagai pangkalan data dan ilmu yang ditawarkannya agar para peneliti tetap bisa mengikuti perkembangan.
Jenis Literatur
Jenis Literatur:
Literatur Primer: bahan orisinal oleh pengelola perorangan atau kelompok berdasarkan penelitian atau pemikiran kreatif.
Majalah, surat kabar, laporan disertasi, paten, manuskrip
Sejarah lokal
Literatur Sekunder: modifikasi dari literatur primer dengan susunan baru untuk maksud tertentu:
Koleksi nonfiksi.
kebanyakan bahan “R” ensiklopedi, yearbook (buku tahunan), almanak, indeks, dan sebagainya
Literatur Tertier: Literatur yang sudah diubah 3x dari literatur primer.
Buku ajar (text book)
Diktat (text local)
Selain layanan referensi yang disebutkan di atas ada lagi jenis layanan:
Information referral (I & R) yaitu layanan perpustakaan yang diberikan kepada pengunjung, dengan menunjuk atau me-refer kepada lembaga lain. Hal ini dikerjakan karena perpustakaan tidak memiliki sarana untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Selective Dissemination of Information (SDI), yaitu penyebaran informasi kepada orang yang sudah terpilih oleh perpustakaan, karena bidang yang diminta sudah jelas.
Current Awareness Service (CAS), ialah layanan perpustakaan kepada pembaca mengenai informasi yang baru datang ke perpustakaan.
Current Contents (CC), ialah layanan informasi dari isi majalah terbaru, yang diberikan oleh majalah Current Contents (AS).
Layanan Minat Baca
Peningkatan minat baca adalah suatu hal yang sangat peting tetapi seolah dilupakan orang. Kita mempercayakan pembinaan ini kepada sekolah, tetapi ternyata sekolah tidak berhasil. Mutu sekolah dari berbagai tingkatan terus merosot. Orang tua sebenarnya juga harus ikut meningkatkan minat baca anak di rumah.
Bacaan anak lelaki tidak sama dengan anak perempuan, jangan kita paksa anak remaja membaca buku seperti yang kita inginkan. Membaca mendorong kita untuk berpikir. Selain itu kita juga memperoleh pengalaman yang tidak terhingga. Dengan bacaan kita bisa mengetahui bagaimana orang-orang Indian di AS dibantai, bagaimana Pangeran Dipenegoro menghadapi peluru tentara Belanda.
Cara meningkatkan minat baca bagi orang AS ialah dengan jalan menyediakan buku-buku di perpustakaan. Terutama di perpustakaan sekolah. Alternatif lain ialah perpustakaan umum. Kedua jenis perpustakaan ini hidup dengan baik karena pajak.
Dari perpustakaan kita bisa memperoleh banyak ide. Tetapi di negara kita, perpustakaan belum membudaya. Memang zaman Belanda sudah ada perpustakaan, tetapi itu untuk kepentingan mereka. Rakyat di pedesaan belum mengerti apakah perpustakaan itu.
Pendapat Para Ahli tentang Membaca
I Dewa Gde Alit Udayana mengemukakan bahwa kegemaran membaca pada anak-anak harus dikembangkan melalui orang tua atau guru. Orangtua dan guru diminta untuk memberikan contoh membaca. Bacaan anak hendaknya memiliki kualitas yang baik dan harganya terjangkau. Ternyata membaca ada berbagai tingkatan dan jenis. Hanya perpustakaanlah yang mampu menyediakan bacaan banyak dan berkualitas.
Eduard Kimman, seorang peneliti Barat mengelompokkan minat baca orang Indonesia menjadi empat dari tingkat rendah hingga tingkat tinggi.
Mantan Presiden Soeharto pernah mengatakan di Kongres IKAPI ke-25 di Istana Negara bahwa kebiasaan membaca harus dipupuk sebagai kebutuhan hidup kita sehingga mendarah daging, sekaligus merupakan kebutuhan sehari-hari seperti makan dan minum.
Pater Drost S. J mengatakan bahwa kebiasaan membaca orang tua akan menurun kepada anak-anaknya. Sayangnya masih banyak orang tua yang tidak membaca, apalagi di desa-desa.
Perpustakaan mendidik orang untuk bisa mandiri. Hasilnya terlihat pada tokoh Adam Malik, yang sempat menduduki kursi Wakil Presiden. Walaupun pendidikan formalnya rendah, tetapi ia terkenal sebagai kutu buku.
Belajar di sekolah dibatasi oleh waktu, sedangkan belajar di perpustakaan tidak. Kita bisa belajar sepanjang masa. Untuk menumbuhkan semangat sepanjang patriotisme perlu membaca buku sejarah.
Kemampuan dan Teknik Membaca
Teknik membaca, menentukan keberhasilan belajar. Ada lima teknik membaca yaitu:
membaca mencari arah,
membaca secara global,
membaca untuk mencari suatu hal yang penting,
membaca untuk belajar, dan
membaca dengan sikap.
Membaca memberi arah adalah yang paling mudah. Teknik ini ialah membaca judul dan mencoba apakah kiranya isi buku tersebut. Untuk mendapat kesan umum dari sebuah buku, kita harus membaca secara global. Dengan membaca secara global, isi pokok dari buku tersebut dapat diketahui. Yang dimaksud membaca untuk mencari adalah membaca untuk menentukan kata-kata, angka-angka, nama-nama atau pemikiran penting yang terkandung dalam bahan bacaan. Teknik membaca untuk belajar harus dikuasai dengan baik oleh pembaca, terutama para pelajar dan mahasiswa yang sedang mempelajari sesuatu. Secara global buku dibaca, dan teknik membaca mencari arah kita kerjakan, kita dapat menentukan apakah suatu bahan-bahan perlu dipelajari secara mendalam. Teknik membaca yang paling sukar adalah teknik membaca dengan sikap kritis. Banyak orang tidak sampai kepada teknik membaca ini, berhenti kepada membaca untuk belajar, atau teknik membaca lain
Sumber : http://massofa.wordpress.com/2008/01/20/pelayanan-perpustakaan-bag-2/
Pelayanan Perpustakaan
Bag 2
Layanan Literatur
Menurut Cabeceiras, tahun 2002 perpustakaan akan berfungsi sebagai mediator antara ilmuwan atau pembaca dengan pangkalan data. Karena itu pustakawan diharapkan paham cara menelusuri informasi dari pangkalan data. Dia harus mampu mengoperasikan komputer Boolean Logic and, or and not dalam memilih informasi yang tepat dan akurat. Lebih dari itu pengetahuan tentang tajuk subjek dan tesaurus harus mahir
Menurut Lancaster, pustakawan harus mengajari ilmuwan bagaimana mencari informasi dari sebuah pangkalan data. Ilmuwan bisa memilih informasi yang diperlukan sesuai minatnya. Pustakawan juga harus bisa memberi informasi yang berasal dari siaran. radio, televisi, faksimili, dan dari berbagai sumber informasi lainnya. Pustakawan harus berprestasi yang pasti agar memperoleh pengakuan dari masyarakat dan menjadi lahan yang basah. Perpustakaan sebagai tempat menyimpan dokumen. Informasi data bibliografi saja tidak cukup. Naskahnya harus tersedia agar peneliti bisa berbuat banyak. Tempat naskah-naskah tersebut adalah di perpustakaan. Agar perpustakaan memiliki kemampuan yang besar dalam menghadapi pangkalan data yang menyediakan data bibliografi tersebut maka diperlukan kerja sama antarperpustakaan. Naskah tidak perlu dari perpustakaan sendiri, tetapi dari perpustakaan orang lain. Kerja sama ini harus didukung oleh adanya alat komunikasi yang baik seperti telepon, pos, dan faksimili.
Komputer memiliki kemampuan yang digeluti oleh pustakawan yaitu mencari, menyimpan, dan menemukan kembali informasi. Karena itu pustakawan juga harus memanfaatkan komputer sebaik-baiknya. Pustakawan harus memahami teknologi CD-ROM (Compact Disk Read Only Memory) karena bahan terbitan banyak dalam bentuk ini.
Sistem pengolahan bahan pustaka melalui sistem yang dipraktikkan oleh OCLC akan lebih cepat. Begitu pula, pelayanan perpustakaan akan lebih berhasil jika dilaksanakan berkomputer.
Teknologi CD-ROM paling cocok untuk Indonesia karena alasan geografis. Teknologi ini tidak begitu sulit. Kita harus pula bisa memantau berbagai pangkalan data dan ilmu yang ditawarkannya agar para peneliti tetap bisa mengikuti perkembangan.
Jenis Literatur
Jenis Literatur:
Literatur Primer: bahan orisinal oleh pengelola perorangan atau kelompok berdasarkan penelitian atau pemikiran kreatif.
Majalah, surat kabar, laporan disertasi, paten, manuskrip
Sejarah lokal
Literatur Sekunder: modifikasi dari literatur primer dengan susunan baru untuk maksud tertentu:
Koleksi nonfiksi.
kebanyakan bahan “R” ensiklopedi, yearbook (buku tahunan), almanak, indeks, dan sebagainya
Literatur Tertier: Literatur yang sudah diubah 3x dari literatur primer.
Buku ajar (text book)
Diktat (text local)
Selain layanan referensi yang disebutkan di atas ada lagi jenis layanan:
Information referral (I & R) yaitu layanan perpustakaan yang diberikan kepada pengunjung, dengan menunjuk atau me-refer kepada lembaga lain. Hal ini dikerjakan karena perpustakaan tidak memiliki sarana untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Selective Dissemination of Information (SDI), yaitu penyebaran informasi kepada orang yang sudah terpilih oleh perpustakaan, karena bidang yang diminta sudah jelas.
Current Awareness Service (CAS), ialah layanan perpustakaan kepada pembaca mengenai informasi yang baru datang ke perpustakaan.
Current Contents (CC), ialah layanan informasi dari isi majalah terbaru, yang diberikan oleh majalah Current Contents (AS).
Layanan Minat Baca
Peningkatan minat baca adalah suatu hal yang sangat peting tetapi seolah dilupakan orang. Kita mempercayakan pembinaan ini kepada sekolah, tetapi ternyata sekolah tidak berhasil. Mutu sekolah dari berbagai tingkatan terus merosot. Orang tua sebenarnya juga harus ikut meningkatkan minat baca anak di rumah.
Bacaan anak lelaki tidak sama dengan anak perempuan, jangan kita paksa anak remaja membaca buku seperti yang kita inginkan. Membaca mendorong kita untuk berpikir. Selain itu kita juga memperoleh pengalaman yang tidak terhingga. Dengan bacaan kita bisa mengetahui bagaimana orang-orang Indian di AS dibantai, bagaimana Pangeran Dipenegoro menghadapi peluru tentara Belanda.
Cara meningkatkan minat baca bagi orang AS ialah dengan jalan menyediakan buku-buku di perpustakaan. Terutama di perpustakaan sekolah. Alternatif lain ialah perpustakaan umum. Kedua jenis perpustakaan ini hidup dengan baik karena pajak.
Dari perpustakaan kita bisa memperoleh banyak ide. Tetapi di negara kita, perpustakaan belum membudaya. Memang zaman Belanda sudah ada perpustakaan, tetapi itu untuk kepentingan mereka. Rakyat di pedesaan belum mengerti apakah perpustakaan itu.
Pendapat Para Ahli tentang Membaca
I Dewa Gde Alit Udayana mengemukakan bahwa kegemaran membaca pada anak-anak harus dikembangkan melalui orang tua atau guru. Orangtua dan guru diminta untuk memberikan contoh membaca. Bacaan anak hendaknya memiliki kualitas yang baik dan harganya terjangkau. Ternyata membaca ada berbagai tingkatan dan jenis. Hanya perpustakaanlah yang mampu menyediakan bacaan banyak dan berkualitas.
Eduard Kimman, seorang peneliti Barat mengelompokkan minat baca orang Indonesia menjadi empat dari tingkat rendah hingga tingkat tinggi.
Mantan Presiden Soeharto pernah mengatakan di Kongres IKAPI ke-25 di Istana Negara bahwa kebiasaan membaca harus dipupuk sebagai kebutuhan hidup kita sehingga mendarah daging, sekaligus merupakan kebutuhan sehari-hari seperti makan dan minum.
Pater Drost S. J mengatakan bahwa kebiasaan membaca orang tua akan menurun kepada anak-anaknya. Sayangnya masih banyak orang tua yang tidak membaca, apalagi di desa-desa.
Perpustakaan mendidik orang untuk bisa mandiri. Hasilnya terlihat pada tokoh Adam Malik, yang sempat menduduki kursi Wakil Presiden. Walaupun pendidikan formalnya rendah, tetapi ia terkenal sebagai kutu buku.
Belajar di sekolah dibatasi oleh waktu, sedangkan belajar di perpustakaan tidak. Kita bisa belajar sepanjang masa. Untuk menumbuhkan semangat sepanjang patriotisme perlu membaca buku sejarah.
Kemampuan dan Teknik Membaca
Teknik membaca, menentukan keberhasilan belajar. Ada lima teknik membaca yaitu:
membaca mencari arah,
membaca secara global,
membaca untuk mencari suatu hal yang penting,
membaca untuk belajar, dan
membaca dengan sikap.
Membaca memberi arah adalah yang paling mudah. Teknik ini ialah membaca judul dan mencoba apakah kiranya isi buku tersebut. Untuk mendapat kesan umum dari sebuah buku, kita harus membaca secara global. Dengan membaca secara global, isi pokok dari buku tersebut dapat diketahui. Yang dimaksud membaca untuk mencari adalah membaca untuk menentukan kata-kata, angka-angka, nama-nama atau pemikiran penting yang terkandung dalam bahan bacaan. Teknik membaca untuk belajar harus dikuasai dengan baik oleh pembaca, terutama para pelajar dan mahasiswa yang sedang mempelajari sesuatu. Secara global buku dibaca, dan teknik membaca mencari arah kita kerjakan, kita dapat menentukan apakah suatu bahan-bahan perlu dipelajari secara mendalam. Teknik membaca yang paling sukar adalah teknik membaca dengan sikap kritis. Banyak orang tidak sampai kepada teknik membaca ini, berhenti kepada membaca untuk belajar, atau teknik membaca lain
Sumber : http://massofa.wordpress.com/2008/01/20/pelayanan-perpustakaan-bag-2/
Pengadaan Bahan Pustaka bagian ke dua
Ditulis pada Januari 20, 2008 oleh pakdesofa
Pengadaan Bahan Pustaka
Bag 2
Macam-macam Bahan Nonbuku dan Pemanfaatannya
Akibat adanya perkembangan teknologi, maka bahan pustaka tersedia dalam berbagai format, di antaranya bahan pandang dengar, bahan grafis, bahan kartografi, dan bahan elektronik yang terbacakan mesin. Dengan adanya berbagai macam bentuk format ini maka seyogianyalah perpustakaan juga bisa menganekaragamkan koleksinya untuk menunjang kebutuhan pemakainya. Untuk itu pustakawan hendaknya memiliki pengetahuan tentang bahan-bahan tersebut, serta dapat mengelolanya secara baik.
Di negara yang sudah maju penggunaan bahan nonbuku sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Hal ini disebabkan karena bahan ini memberi kemungkinan masyarakat untuk memperoleh informasi dengan cepat dan lengkap.
Di Indonesia bahan baku nonbuku belum dimanfaatkan secara maksimal, tetapi penggunaan bahan tersebut sudah mulai dicoba pemanfaatannya sebagai sarana pendidikan, misalnya melalui televisi maupun radio untuk program pendidikan bagi murid tingkat lanjutan, ataupun untuk tingkat pendidikan tinggi. Beberapa perpustakaan telah mulai menggunakan perangkat lunak seperti CD-ROM baik untuk penelusuran informasi ataupun pengelolaan manajemen perpustakaan. Di samping itu sudah dilakukan penelusuran secara on line dengan pangkalan data di luar negeri.
Selain bahan pustaka di atas penggunaan bentuk mikro sudah banyak dilakukan, karena sangat berguna dalam hal pelestarian atau untuk tujuan lain, misalnya menangani masalah ruangan, karena dengan ruangan yang kecil dapat menyimpan informasi yang banyak.
Dengan adanya berbagai bahan pustaka ini perlu dipikirkan pemeliharaan bahan pustaka tersebut, karena bahan pustaka tersebut sensitif dan pada umumnya mahal harganya.
Proses Pengadaan Bahan Non-Buku
Bahan nonbuku merupakan bahan pustaka yang perlu penanganan khusus dalam pengelolaannya mulai dari pemilihan, pengadaan, pengolahan, penyimpanan, maupun dalam pelayanannya.
Untuk melakukan pengadaan bahan nonbuku diperlukan seleksi terlebih dahulu. Dalam melakukan seleksi, bahan pustaka tersebut perlu dievaluasi mana yang baik isi maupun fisik bahan pustaka tersebut. Ada beberapa kriteria umum yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan seleksi bahan nonbuku yaitu :
kualitas isi,
kualitas teknis,
kualitas fisik, dan
distributor/produser.
Untuk melakukan seleksi diperlukan alat bantu seleksi baik yang berfungsi sebagai alat seleksi, di mana terdapat tinjauannya ataupun berfungsi sebagai alat verifikasi dan identifikasi.
Ada bermacam-macam alat bantu seleksi yang khusus digunakan untuk menyeleksi bahan tertentu misalnya kaset musik ataupun kaset nonmusik, film yang biasanya berguna, slide dan filmstrip, video, dan bahan pustaka lainnya.
Alat bantu seleksi yang dicontohkan pada umumnya berasal dari luar negeri yaitu Inggris dan Amerika. Hal ini disebabkan di Indonesia belum ada pengawasan bibliografi untuk bahan nonbuku.
Setelah kita melakukan seleksi berdasarkan kriteria yang telah ditentukan dengan alat bantu, maka langkah selanjutnya adalah melakukan pengadaan. Seperti halnya buku atau majalah pengadaan dapat dilakukan dengan cara pertukaran pembelian dan hadiah.
Pembelian bahan nonbuku pada umumnya melalui produsen ataupun distributor, karena belum banyak terdapat jobber atau penyalur seperti pada pembelian buku. Sistem pemesanan ada yang dilakukan dengan approval plan, blanket order, ataupun standing order.
Untuk pengadaan film impor harus ada izin terlebih dahulu dari Departemen Luar Negeri serta lulus sensor dari Badan Sensor Film.
Inventarisasi Koleksi Bahan Pustaka
Pemesanan dan penerimaan bahan pustaka merupakan kegiatan awal yang harus dilakukan dari serangkaian kegiatan di perpustakaan. Bahan pustaka terdiri dari bermacam-macam yaitu buku, reprint, laporan penelitian, majalah, slide, video, film skrip, mikrofish, mikrofilm.
Bahan pustaka yang diterima oleh perpustakaan dapat berasal dari pembelian, tukar-menukar maupun sebagai hadiah dari perpustakaan/lembaga atau organisasi lain.
Penerimaan merupakan kegiatan pemeriksaan terhadap fisik bahan pustaka yang diterima agar benar-benar sesuai dengan pesanan perpustakaan, baik mengenai judul, pengarang, jumlah buku, kondisi fisik, ada tidaknya yang sobek dan lain-lain.
Sedangkan inventarisasi adalah kegiatan pencatatan data-data fisik buku ke dalam sarana pencatatan, yang dapat berupa lembaran lepas, kartu maupun buku, dan sering disebut sebagai buku induk. Setiap eksemplar bahan pustaka mempunyai satu nomor induk. Adapun informasi lain yang perlu dicatat dalam buku induk, adalah judul, pengarang, asal perolehan, nomor induk, bahasa, jumlah eksemplar, dan judul, serta harga.
Pada modul ini, akan dipelajari tahapan penerimaan dan pencatatan untuk buku, majalah dan bahan bukan buku, yang sedikit banyak mempunyai perbedaan.
Inventarisasi Buku, Majalah dan Bahan Non-buku
Dalam kegiatan belajar dua ini kita melihat proses penerimaan dan pencatatannya dalam buku induk mempunyai perbedaan.
Buku induk untuk buku di antaranya berfungsi sebagai daftar inventaris koleksi perpustakaan, mengetahui jumlah koleksi buku pada tahun tertentu, membantu mengetahui buku-buku yang hilang. Pencatatan buku selalu berdasarkan kronologis, yaitu menurut tanggal penerimaan, dan setiap buku induk mempunyai satu nomor induk. Pembagian kolom-kolom buku induk disesuaikan dengan kebutuhan perpustakaan, hal ini berkaitan dengan informasi apa saja yang dibutuhkan perpustakaan yang dapat diperoleh dari buku induk.
Pencatatan majalah dalam daftar pencatatan mempunyai beberapa sistem, yaitu sistem register, buku besar, dua kartu, tiga kartu, kardeks dan sistem Ing-griya. Seperti buku induk adalah untuk mengetahui riwayat suatu majalah, memastikan nomor-nomor yang benar-benar datang, dan lain-lain.
Sedangkan tata cara pencatatan bahan nonbuku dalam buku induk pada prinsipnya sama dengan pencatatan buku, di sini hanya berbeda dalam pembentukan nomor induk. Dalam hal ini, nomor induk menjadi nomor tempat penempatan bagi bahan nonbuku. Nomor induk dibentuk dari huruf yang diambil dari huruf pertama bahannya, ditambah dengan nomor urut. Sebagai contoh untuk bahan slide diberi kode S dan seterusnya.
Jadi secara garis besar buku induk yang digunakan untuk mencatat buku, majalah dan bahan nonbuku, mempunyai informasi mengenai tanggal penerimaan, judul, pengarang, penerbit, bahasa, nomor induk, jumlah eksemplar, dan jilid.
Stock Opname
Stock opname secara harfiah merupakan suatu kegiatan penghitungan kembali koleksi bahan pustaka yang dimiliki perpustakaan. Secara lebih rinci, dari kegiatan ini dapat diketahui jumlah bahan pustaka menurut golongan ilmunya, dapat diketahui buku-buku yang hilang, dapat diperolehnya susunan buku yang rapi (tepat susunan penempatannya), juga diketahuinya kondisi fisik buku, apakah ada yang rusak/tidak lengkap.
Kegiatan ini sifatnya menyeluruh, dalam arti selain menyangkut fisik buku juga jajaran kartu katalognya. Dengan demikian diperlukan waktu yang cukup lama, agar tujuan di atas dapat dipenuhi. Sebelum melakukan kegiatan stock opname, perlu dipertimbangkan dahulu apakah pelayanan yang akan dibutuhkan dan kapan waktu yang tepat untuk melakukan stock opname, agar tidak mengganggu pelayanan yang disediakan oleh perpustakaan kepada penggunanya.
Dalam kegiatan belajar ini telah kita pelajari pula metode-metode yang digunakan untuk melakukan stock opname seperti daftar pengadaan (accession list), daftar/register uji, shelf list dan lain-lain.
PERAWATAN DAN PENYIANGAN BAHAN PUSTAKA
Perawatan Bahan Pustaka
Perawatan dan pelestarian bahan pustaka dilakukan dengan tujuan melestarikan kandungan informasi bahan pustaka. Pada dasarnya perawatan dan pelestarian itu bisa dilakukan dengan alih bentuk menggunakan media lain, atau melestarikan bentuk aslinya selengkap mungkin.
Perawatan dan pelestarian bahan pustaka meliputi kegiatan: reproduksi bahan pustaka, penjilidan dan laminasi, dan pencegahan faktor-faktor perusak koleksi. Setiap kegiatan perawatan dan pelestarian bahan pustaka itu diberlakukan pada suatu kondisi tertentu, tergantung pada keadaan bahan pustaka itu sendiri dan keadaan perpustakaan.
Organisasi Perawatan Bahan Pustaka dan Penyiangan
Dalam rangka melaksanakan kegiatan perawatan dan pelestarian bahan pustaka, maka diperlukan tenaga untuk merealisasikan kegiatan itu. Dalam kedinasan tentunya tenaga-tenaga itu harus berada dalam suatu struktur organisasi. Berdasarkan jenis dan besar kecilnya (ukuran) perpustakaan, maka dikemukakan beberapa model organisasi perawatan dan pelestarian bahan pustaka.
Perawatan dan pelestarian bahan pustaka di Indonesia masih mengalami berbagai kendala, seperti kurangnya tenaga pelestarian, belum adanya lembaga pendidikan yang mengkhususkan daripada bidang keahlian ini, belum jelasnya tingkat pendidikan yang dibutuhkan untuk keahlian ini. Di samping itu banyak pimpinan serta pemegang kebijakan belum memahami pentingnya pelestarian bahan pustaka, sehingga mengakibatkan kurangnya dana, perhatian, dan fasilitas yang tersedia.
Kebutuhan pengguna perpustakaan akan berubah dari waktu ke waktu. Di samping itu dengan makin berkembangnya ilmu dan teknologi, maka beberapa bahan pustaka menjadi usang isinya. Untuk menjaga agar koleksi perpustakaan dapat bermanfaat bagi penggunanya, maka selain koleksi itu perlu ditambah, koleksi itu perlu pula disiangi. Peraturan tertulis mengenai penyiangan perlu dimiliki oleh sebuah perpustaperpustakaan, agar pelaksanaan penyiangan konsisten dari waktu ke waktu.
DIarsipkan di bawah: Pembinaan Perpustakaan
sumber :http://massofa.wordpress.com/2008/01/20/pengadaan-bahan-pustaka-bag-2/
Pengadaan Bahan Pustaka
Bag 2
Macam-macam Bahan Nonbuku dan Pemanfaatannya
Akibat adanya perkembangan teknologi, maka bahan pustaka tersedia dalam berbagai format, di antaranya bahan pandang dengar, bahan grafis, bahan kartografi, dan bahan elektronik yang terbacakan mesin. Dengan adanya berbagai macam bentuk format ini maka seyogianyalah perpustakaan juga bisa menganekaragamkan koleksinya untuk menunjang kebutuhan pemakainya. Untuk itu pustakawan hendaknya memiliki pengetahuan tentang bahan-bahan tersebut, serta dapat mengelolanya secara baik.
Di negara yang sudah maju penggunaan bahan nonbuku sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Hal ini disebabkan karena bahan ini memberi kemungkinan masyarakat untuk memperoleh informasi dengan cepat dan lengkap.
Di Indonesia bahan baku nonbuku belum dimanfaatkan secara maksimal, tetapi penggunaan bahan tersebut sudah mulai dicoba pemanfaatannya sebagai sarana pendidikan, misalnya melalui televisi maupun radio untuk program pendidikan bagi murid tingkat lanjutan, ataupun untuk tingkat pendidikan tinggi. Beberapa perpustakaan telah mulai menggunakan perangkat lunak seperti CD-ROM baik untuk penelusuran informasi ataupun pengelolaan manajemen perpustakaan. Di samping itu sudah dilakukan penelusuran secara on line dengan pangkalan data di luar negeri.
Selain bahan pustaka di atas penggunaan bentuk mikro sudah banyak dilakukan, karena sangat berguna dalam hal pelestarian atau untuk tujuan lain, misalnya menangani masalah ruangan, karena dengan ruangan yang kecil dapat menyimpan informasi yang banyak.
Dengan adanya berbagai bahan pustaka ini perlu dipikirkan pemeliharaan bahan pustaka tersebut, karena bahan pustaka tersebut sensitif dan pada umumnya mahal harganya.
Proses Pengadaan Bahan Non-Buku
Bahan nonbuku merupakan bahan pustaka yang perlu penanganan khusus dalam pengelolaannya mulai dari pemilihan, pengadaan, pengolahan, penyimpanan, maupun dalam pelayanannya.
Untuk melakukan pengadaan bahan nonbuku diperlukan seleksi terlebih dahulu. Dalam melakukan seleksi, bahan pustaka tersebut perlu dievaluasi mana yang baik isi maupun fisik bahan pustaka tersebut. Ada beberapa kriteria umum yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan seleksi bahan nonbuku yaitu :
kualitas isi,
kualitas teknis,
kualitas fisik, dan
distributor/produser.
Untuk melakukan seleksi diperlukan alat bantu seleksi baik yang berfungsi sebagai alat seleksi, di mana terdapat tinjauannya ataupun berfungsi sebagai alat verifikasi dan identifikasi.
Ada bermacam-macam alat bantu seleksi yang khusus digunakan untuk menyeleksi bahan tertentu misalnya kaset musik ataupun kaset nonmusik, film yang biasanya berguna, slide dan filmstrip, video, dan bahan pustaka lainnya.
Alat bantu seleksi yang dicontohkan pada umumnya berasal dari luar negeri yaitu Inggris dan Amerika. Hal ini disebabkan di Indonesia belum ada pengawasan bibliografi untuk bahan nonbuku.
Setelah kita melakukan seleksi berdasarkan kriteria yang telah ditentukan dengan alat bantu, maka langkah selanjutnya adalah melakukan pengadaan. Seperti halnya buku atau majalah pengadaan dapat dilakukan dengan cara pertukaran pembelian dan hadiah.
Pembelian bahan nonbuku pada umumnya melalui produsen ataupun distributor, karena belum banyak terdapat jobber atau penyalur seperti pada pembelian buku. Sistem pemesanan ada yang dilakukan dengan approval plan, blanket order, ataupun standing order.
Untuk pengadaan film impor harus ada izin terlebih dahulu dari Departemen Luar Negeri serta lulus sensor dari Badan Sensor Film.
Inventarisasi Koleksi Bahan Pustaka
Pemesanan dan penerimaan bahan pustaka merupakan kegiatan awal yang harus dilakukan dari serangkaian kegiatan di perpustakaan. Bahan pustaka terdiri dari bermacam-macam yaitu buku, reprint, laporan penelitian, majalah, slide, video, film skrip, mikrofish, mikrofilm.
Bahan pustaka yang diterima oleh perpustakaan dapat berasal dari pembelian, tukar-menukar maupun sebagai hadiah dari perpustakaan/lembaga atau organisasi lain.
Penerimaan merupakan kegiatan pemeriksaan terhadap fisik bahan pustaka yang diterima agar benar-benar sesuai dengan pesanan perpustakaan, baik mengenai judul, pengarang, jumlah buku, kondisi fisik, ada tidaknya yang sobek dan lain-lain.
Sedangkan inventarisasi adalah kegiatan pencatatan data-data fisik buku ke dalam sarana pencatatan, yang dapat berupa lembaran lepas, kartu maupun buku, dan sering disebut sebagai buku induk. Setiap eksemplar bahan pustaka mempunyai satu nomor induk. Adapun informasi lain yang perlu dicatat dalam buku induk, adalah judul, pengarang, asal perolehan, nomor induk, bahasa, jumlah eksemplar, dan judul, serta harga.
Pada modul ini, akan dipelajari tahapan penerimaan dan pencatatan untuk buku, majalah dan bahan bukan buku, yang sedikit banyak mempunyai perbedaan.
Inventarisasi Buku, Majalah dan Bahan Non-buku
Dalam kegiatan belajar dua ini kita melihat proses penerimaan dan pencatatannya dalam buku induk mempunyai perbedaan.
Buku induk untuk buku di antaranya berfungsi sebagai daftar inventaris koleksi perpustakaan, mengetahui jumlah koleksi buku pada tahun tertentu, membantu mengetahui buku-buku yang hilang. Pencatatan buku selalu berdasarkan kronologis, yaitu menurut tanggal penerimaan, dan setiap buku induk mempunyai satu nomor induk. Pembagian kolom-kolom buku induk disesuaikan dengan kebutuhan perpustakaan, hal ini berkaitan dengan informasi apa saja yang dibutuhkan perpustakaan yang dapat diperoleh dari buku induk.
Pencatatan majalah dalam daftar pencatatan mempunyai beberapa sistem, yaitu sistem register, buku besar, dua kartu, tiga kartu, kardeks dan sistem Ing-griya. Seperti buku induk adalah untuk mengetahui riwayat suatu majalah, memastikan nomor-nomor yang benar-benar datang, dan lain-lain.
Sedangkan tata cara pencatatan bahan nonbuku dalam buku induk pada prinsipnya sama dengan pencatatan buku, di sini hanya berbeda dalam pembentukan nomor induk. Dalam hal ini, nomor induk menjadi nomor tempat penempatan bagi bahan nonbuku. Nomor induk dibentuk dari huruf yang diambil dari huruf pertama bahannya, ditambah dengan nomor urut. Sebagai contoh untuk bahan slide diberi kode S dan seterusnya.
Jadi secara garis besar buku induk yang digunakan untuk mencatat buku, majalah dan bahan nonbuku, mempunyai informasi mengenai tanggal penerimaan, judul, pengarang, penerbit, bahasa, nomor induk, jumlah eksemplar, dan jilid.
Stock Opname
Stock opname secara harfiah merupakan suatu kegiatan penghitungan kembali koleksi bahan pustaka yang dimiliki perpustakaan. Secara lebih rinci, dari kegiatan ini dapat diketahui jumlah bahan pustaka menurut golongan ilmunya, dapat diketahui buku-buku yang hilang, dapat diperolehnya susunan buku yang rapi (tepat susunan penempatannya), juga diketahuinya kondisi fisik buku, apakah ada yang rusak/tidak lengkap.
Kegiatan ini sifatnya menyeluruh, dalam arti selain menyangkut fisik buku juga jajaran kartu katalognya. Dengan demikian diperlukan waktu yang cukup lama, agar tujuan di atas dapat dipenuhi. Sebelum melakukan kegiatan stock opname, perlu dipertimbangkan dahulu apakah pelayanan yang akan dibutuhkan dan kapan waktu yang tepat untuk melakukan stock opname, agar tidak mengganggu pelayanan yang disediakan oleh perpustakaan kepada penggunanya.
Dalam kegiatan belajar ini telah kita pelajari pula metode-metode yang digunakan untuk melakukan stock opname seperti daftar pengadaan (accession list), daftar/register uji, shelf list dan lain-lain.
PERAWATAN DAN PENYIANGAN BAHAN PUSTAKA
Perawatan Bahan Pustaka
Perawatan dan pelestarian bahan pustaka dilakukan dengan tujuan melestarikan kandungan informasi bahan pustaka. Pada dasarnya perawatan dan pelestarian itu bisa dilakukan dengan alih bentuk menggunakan media lain, atau melestarikan bentuk aslinya selengkap mungkin.
Perawatan dan pelestarian bahan pustaka meliputi kegiatan: reproduksi bahan pustaka, penjilidan dan laminasi, dan pencegahan faktor-faktor perusak koleksi. Setiap kegiatan perawatan dan pelestarian bahan pustaka itu diberlakukan pada suatu kondisi tertentu, tergantung pada keadaan bahan pustaka itu sendiri dan keadaan perpustakaan.
Organisasi Perawatan Bahan Pustaka dan Penyiangan
Dalam rangka melaksanakan kegiatan perawatan dan pelestarian bahan pustaka, maka diperlukan tenaga untuk merealisasikan kegiatan itu. Dalam kedinasan tentunya tenaga-tenaga itu harus berada dalam suatu struktur organisasi. Berdasarkan jenis dan besar kecilnya (ukuran) perpustakaan, maka dikemukakan beberapa model organisasi perawatan dan pelestarian bahan pustaka.
Perawatan dan pelestarian bahan pustaka di Indonesia masih mengalami berbagai kendala, seperti kurangnya tenaga pelestarian, belum adanya lembaga pendidikan yang mengkhususkan daripada bidang keahlian ini, belum jelasnya tingkat pendidikan yang dibutuhkan untuk keahlian ini. Di samping itu banyak pimpinan serta pemegang kebijakan belum memahami pentingnya pelestarian bahan pustaka, sehingga mengakibatkan kurangnya dana, perhatian, dan fasilitas yang tersedia.
Kebutuhan pengguna perpustakaan akan berubah dari waktu ke waktu. Di samping itu dengan makin berkembangnya ilmu dan teknologi, maka beberapa bahan pustaka menjadi usang isinya. Untuk menjaga agar koleksi perpustakaan dapat bermanfaat bagi penggunanya, maka selain koleksi itu perlu ditambah, koleksi itu perlu pula disiangi. Peraturan tertulis mengenai penyiangan perlu dimiliki oleh sebuah perpustaperpustakaan, agar pelaksanaan penyiangan konsisten dari waktu ke waktu.
DIarsipkan di bawah: Pembinaan Perpustakaan
sumber :http://massofa.wordpress.com/2008/01/20/pengadaan-bahan-pustaka-bag-2/
Ditulis pada Januari 20, 2008 oleh pakdesofa
Pengadaan Bahan Pustaka
Bag 1
Mengenal Jenis Bahan Pustaka
Dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi maka makin berkembang pula jenis dan bahan pustaka, sehingga untuk membangun koleksi perpustakaan perlu dilakukan seleksi, karena tidak mungkin sebuah perpustakaan bagaimanapun besarnya akan menghimpun semua bahan pustaka yang ada.
Ada beberapa jenis bahan pustaka yang tercakup dalam koleksi perpustakaan yaitu (1) karya cetak, (2) karya noncetak; (3) bentuk mikro; dan (4) karya dalam bentuk elektronik.
Pada prinsipnya semua jenis bahan pustaka merupakan hasil karya seseorang atau sekelompok orang, ataupun sebuah instansi yang diterbitkan dan digandakan oleh penerbit serta disebarluaskan melalui berbagai saluran di antaranya adalah pedagang buku. Konsumen adalah pembeli ataupun pembaca yang hanya dapat meminjam saja di perpustakaan.
Salah satu cara yang dilakukan oleh perpustakaan untuk mendapatkan bahan pustaka tersebut adalah dengan cara pembelian baik melalui penerbit, toko buku ataupun agen yang dinamakan jobber.
Penerbit berusaha untuk memberitahukan kepada pustakawan tentang adanya terbitan baru atau terbitan yang akan terbit melalui berbagai cara, di antaranya dengan mengirimkan lembaran pemberitahuan atau yang berbentuk katalog tercetak.
Dengan semakin banyaknya jenis serta jumlah bahan pustaka maka menjadi suatu tantangan bagi pustakawan untuk bisa memilih bahan pustaka mana yang paling cocok untuk memenuhi kebutuhan pemakainya.
Pengembangan Koleksi
Tugas utama setiap perpustakaan adalah membangun koleksi yang kuat demi kepentingan pemakai perpustakaan. Dalam pengelolaan koleksi salah satu kegiatan yang penting adalah pengembangan koleksi yang mencakup semua kegiatan untuk memperluas koleksi yang ada di perpustakaan, terutama dalam aspek seleksi dan evaluasi.
Pustakawan yang diberi tugas di bidang pengembangan koleksi, harus tahu betul apa tujuan perpustakaan tempat mereka bekerja dan siapa pemakainya, serta apa kebutuhannya.
Pada dasarnya tujuan atau fungsi perpustakaan adalah:
menunjang program pendidikan, penelitian dan pendidikan orang dewasa,
memenuhi kebutuhan akan informasi,
memenuhi kebutuhan sosial,
memenuhi kebutuhan kultural dan spiritual masyarakat,
memenuhi kebutuhan akan rekreasi,
berfungsi sebagai repository atau perpustakaan deposit.
Tujuan atau fungsi suatu perpustakaan akan tergantung dari jenis perpustakaan, tetapi perpustakaan yang sejenis pun tidak selalu mempunyai tujuan pokok yang benar-benar sama. Ada beberapa tipe perpustakaan yaitu:
Perpustakaan Umum, masyarakat pemakainya sangat heterogen,
Perpustakaan Perguruan Tinggi, masyarakat pemakainya homogen,
Perpustakaan Sekolah, masyarakat pemakainya terbatas untuk sekolah yang bersangkutan,
Perpustakaan Khusus, masyarakat pemakainya terbatas di lingkungan lembaga induknya,
Perpustakaan Nasional, dan
Perpustakaan Daerah.
Setiap perpustakaan tersebut mempunyai tujuan yang berbeda, dan pemakainya berbeda pula, sehingga pustakawan harus mengenal lebih dalam masyarakat yang akan dilayaninya.
Kajian pemakai sangat diperlukan untuk mengetahui profil pemakai yang akan dilayani. Untuk mengadakan kajian tersebut harus membuat perencanaan yang matang, siapa yang akan melakukan kajian, apa yang akan diteliti, metode apa yang akan dipakai, untuk apa data digunakan?
Untuk mencapai sasaran, perpustakaan perlu meletakkan dasar-dasar kebijakan dalam pengembangan koleksi. Kebijakan pengembangan koleksi yang tertulis berfungsi sebagai:
pedoman bagi para selektor untuk bekerja lebih terarah.
sarana komunikasi untuk memberitahu pada para pemakai, administrator, dewan pembina dan fihak lain, apa cakupan dan ciri-ciri koleksi yang telah ada dan rencana untuk pengembangaan selanjutnya.
sarana perencanaan untuk membantu dalam proses alokasi dana.
Meskipun kita telah membuat sebuah perencanaan yang baik untuk kegiatan pengembangan koleksi, tetapi tetap menghadapi berbagai kendala, di antaranya terdapatnya prosedur pembelian bahan pustaka dari luar negeri yang sangat rumit dan juga sarana pengawasan bibliografi yang sangat kurang. Hal ini merupakan tantangan bagi pustakawan dalam memberikan layanan yang terbaik bagi pemakai perpustakaan yang bersangkutan.
Untuk melihat apakah tujuan perpustakaan sudah tercapai dan bagaimana kualitas koleksi yang telah dikembangkan tersebut sudah memenuhi standar, perlu diadakan suatu analisis dan evaluasi koleksi. Banyak cara untuk melakukan evaluasi koleksi, di antaranya dengan cara pendekatan terhadap koleksi perpustakaan dan pengguna perpustakaan.
Proses Seleksi
Proses seleksi tergantung dari tipe perpustakaan, dan organisasi intern perpustakaan yang bersangkutan. Pada dasarnya personil yang berhak melakukan seleksi adalah: pustakawan, spesialis subjek termasuk guru, toko buku, anggota komisi perpustakaan, dan sebagainya.
Ada beberapa pandangan terhadap prinsip dasar seleksi yaitu pandangan tradisional yang mengutamakan nilai intrinsik bahan pustaka, pandangan liberal yang mengutamakan popularitas, dan pandangan pluralistik yang berusaha menemukan keseimbangan antarkedua pandangan tersebut.
Pada dasarnya pustakawan yang bertugas di bidang pengembangan koleksi sudah memahami betul pedoman dasar untuk melakukan seleksi yaitu:
mengetahui berbagai jenis bahan pustaka yang ada di pasaran,
memahami tujuan dan fungsi perpustakaan tempat ia bekerja,
mengenal kebutuhan masyarakat yang dilayani,
mengenal prinsip-prinsip seleksi,
mengenal dan mampu menggunakan alat-alat bantu seleksi, dan
memahami berbagai kendala yang ada.
Di samping itu pustakawan perlu memahami perbedaaan antara seleksi dan evaluasi. Dalam melakukan seleksi berarti pustakawan menentukan apakah bahan pustaka tersebut sesuai dengan kebutuhan pemakai, sedangkan evaluasi adalah pertimbangan nilai intrinsik bahan pustakanya.
Untuk melakukan seleksi ada sarana yang dapat membantu dalam proses tersebut yaitu alat bantu seleksi. Ada dua jenis alat bantu seleksi yaitu alat bantu seleksi yang merupakan tinjauan dan alat bantu seleksi yang berbentuk daftar judul untuk tipe perpustakaan tertentu, subjek tertentu atau kelompok tertentu, dan ada alat identifikasi dan verifikasi seperti bibliografi, katalog penerbit dan sebagainya.
Pustakawan diharapkan dapat mengenal, mengetahui ciri-cirinya, serta dapat menggunakan alat bantu seleksi tersebut dengan tepat.
PENGADAAN BUKU
Pengadaan Buku melalui Pembelian
Pada kegiatan Belajar 1, dibahas mengenai pengadaan buku melalui pembelian. Pembelian buku dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu membeli langsung ke toko buku, dan penerbit maupun agen baik di dalam negeri atau luar negeri. Cara pembelian yang dipilih sangat bergantung pada berbagai hal, misalnya ketersediaan dan kesesuaian judul-judul subjek yang diperlukan, besarnya dana pembelian serta persyaratan yang menyertainya dan lain-lain. Dalam hal ini perpustakaan swasta, persyaratan pembelian dan penyediaan dana umumnya lebih lancar dibandingkan pada perpustakaan pemerintah.
Untuk negara berkembang seperti Indonesia, banyak dijumpai persoalan dalam hal pengadaan buku. Misalnya dalam hal pengadaan buku dari luar negeri mempunyai prosedur yang berbelit-belit, baik dalam pembayaran maupun pengiriman bukunya. Karena itu pustakawan yang menangani pengadaan buku ini harus memiliki pengetahuan yang luas mengenai bibliografi, bahasa, manajemen, penerbitan dan perdagangan buku.
Pengadaan Buku melalui Pertukaran dan Hadiah
Dalam kegiatan belajar dua ini kita sudah melihat bagaimana potensi pertukaran bahan pustaka, dalam mengembangkan koleksi suatu perpustakaan. Kegiatan pertukaran mempunyai potensi yang cukup besar, mengingat dana pengadaan yang terbatas, dan adanya terbitan yang tidak dapat dibeli di toko buku, serta pertukaran merupakan kegiatan yang dapat mengembangkan kerja sama yang baik antarperpustakaan. Selain itu dengan melakukan pertukaran akan memberi kesempatan perpustakaan mengeluarkan bahan-bahan duplikat yang tidak dibutuhkan.
Sebelum melakukan kesepakatan tukar-menukar bahan pustaka dengan perpustakaan lain, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan, yaitu apakah bahan pustaka yang ditawarkan oleh perpustakaan lain subjeknya sesuai dengan subjek yang dicakup oleh perpustakaan kita, serta perlu disiapkannya bahan pustaka yang akan digunakan sebagai penukarnya, karena pada umumnya perbandingan publikasi adalah 1:1 dengan tidak memandang berat, tebal/tipis publikasi, harga maupun bahasa. Bahan penukar yang perlu disiapkan dapat berasal dari bahan duplikat yang berlebih, atau merupakan terbitan sendiri. Selain dari itu perlu diidentifikasi lebih dahulu, perpustakaan atau lembaga mana saja yang dapat melakukan kerja sama dalam pertukaran bahan pustaka.
PENGADAAN TERBITAN BERSERI
Terbitan Berseri dan Seleksi Majalah
Ada 4 jenis utama terbitan berseri. Salah satunya yang berkembang dengan pesat adalah majalah. Diperkirakan pada saat ini ada 100.000 sampai 200.000 judul majalah diterbitkan di dunia. Karena sifat penerbitannya yang berkala, maka majalah memerlukan penanganan khusus.
Pengadaan terbitan berseri mencakup kegiatan seleksi atau pemilihan pengadaan melalui pembelian, tukar menukar, hadiah, dan penerbitan sendiri (oleh perpustakaan). Karena sifatnya yang khusus itu, maka masalah seleksi dan pengadaan melalui pembelian hanya dibahas untuk majalah. Seleksi dan pengadaan melalui pembelian untuk jenis terbitan berseri yang lain berlaku ketentuan dan proses yang sama dengan buku.
Pada Kegiatan Belajar 1 ini baru dibahas mengenai pihak yang berwenang melakukan seleksi, prinsip dan prosedur seleksi majalah, beberapa alat-bantu seleksi majalah dan prosedur seleksi majalah.
Pengadaan Majalah melalui Pembelian, Tukar-Menukar dan Hadiah
Kegiatan Belajar 2, merupakan kelanjutan dari Kegiatan Belajar l dalam mata rantai pengadaan terbitan berseri. Pada bagian ini dibahas mengenai pengadaan majalah melalui pembelian, pengadaan terbitan berseri melalui pertukaran, hadiah, dan penerbitan sendiri.
Pengadaan majalah melalui pembelian berlangganan dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti melanggan langsung pada penerbit di dalam dan luar negeri, melanggan melalui penyalur agen/penyalur setempat atau toko buku, dan sebagainya. Berbagai macam masalah dihadapi pustakawan dalam mengurus langganan majalah.
Pertukaran dengan instansi lain merupakan salah satu sumber dalam pengadaan terbitan berseri. Terbitan berkala merupakan sumber yang sangat potensial sebagai bahan pertukaran. Terbitan berseri dapat diperoleh pula sebagai hadiah dari instansi lain, baik atas permintaan maupun tidak atas permintaan. Perpustakaan sebagai pusat penyimpanan semua publikasi yang diterbitkan oleh lembaga induk, juga merupakan salah satu cara untuk menambah khasanah koleksi perpustakaan
DIarsipkan di bawah: Pembinaan Perpustakaan
Sumber : http://massofa.wordpress.com/2008/01/20/pengadaan-bahan-pustaka-bag-1/
Pengadaan Bahan Pustaka
Bag 1
Mengenal Jenis Bahan Pustaka
Dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi maka makin berkembang pula jenis dan bahan pustaka, sehingga untuk membangun koleksi perpustakaan perlu dilakukan seleksi, karena tidak mungkin sebuah perpustakaan bagaimanapun besarnya akan menghimpun semua bahan pustaka yang ada.
Ada beberapa jenis bahan pustaka yang tercakup dalam koleksi perpustakaan yaitu (1) karya cetak, (2) karya noncetak; (3) bentuk mikro; dan (4) karya dalam bentuk elektronik.
Pada prinsipnya semua jenis bahan pustaka merupakan hasil karya seseorang atau sekelompok orang, ataupun sebuah instansi yang diterbitkan dan digandakan oleh penerbit serta disebarluaskan melalui berbagai saluran di antaranya adalah pedagang buku. Konsumen adalah pembeli ataupun pembaca yang hanya dapat meminjam saja di perpustakaan.
Salah satu cara yang dilakukan oleh perpustakaan untuk mendapatkan bahan pustaka tersebut adalah dengan cara pembelian baik melalui penerbit, toko buku ataupun agen yang dinamakan jobber.
Penerbit berusaha untuk memberitahukan kepada pustakawan tentang adanya terbitan baru atau terbitan yang akan terbit melalui berbagai cara, di antaranya dengan mengirimkan lembaran pemberitahuan atau yang berbentuk katalog tercetak.
Dengan semakin banyaknya jenis serta jumlah bahan pustaka maka menjadi suatu tantangan bagi pustakawan untuk bisa memilih bahan pustaka mana yang paling cocok untuk memenuhi kebutuhan pemakainya.
Pengembangan Koleksi
Tugas utama setiap perpustakaan adalah membangun koleksi yang kuat demi kepentingan pemakai perpustakaan. Dalam pengelolaan koleksi salah satu kegiatan yang penting adalah pengembangan koleksi yang mencakup semua kegiatan untuk memperluas koleksi yang ada di perpustakaan, terutama dalam aspek seleksi dan evaluasi.
Pustakawan yang diberi tugas di bidang pengembangan koleksi, harus tahu betul apa tujuan perpustakaan tempat mereka bekerja dan siapa pemakainya, serta apa kebutuhannya.
Pada dasarnya tujuan atau fungsi perpustakaan adalah:
menunjang program pendidikan, penelitian dan pendidikan orang dewasa,
memenuhi kebutuhan akan informasi,
memenuhi kebutuhan sosial,
memenuhi kebutuhan kultural dan spiritual masyarakat,
memenuhi kebutuhan akan rekreasi,
berfungsi sebagai repository atau perpustakaan deposit.
Tujuan atau fungsi suatu perpustakaan akan tergantung dari jenis perpustakaan, tetapi perpustakaan yang sejenis pun tidak selalu mempunyai tujuan pokok yang benar-benar sama. Ada beberapa tipe perpustakaan yaitu:
Perpustakaan Umum, masyarakat pemakainya sangat heterogen,
Perpustakaan Perguruan Tinggi, masyarakat pemakainya homogen,
Perpustakaan Sekolah, masyarakat pemakainya terbatas untuk sekolah yang bersangkutan,
Perpustakaan Khusus, masyarakat pemakainya terbatas di lingkungan lembaga induknya,
Perpustakaan Nasional, dan
Perpustakaan Daerah.
Setiap perpustakaan tersebut mempunyai tujuan yang berbeda, dan pemakainya berbeda pula, sehingga pustakawan harus mengenal lebih dalam masyarakat yang akan dilayaninya.
Kajian pemakai sangat diperlukan untuk mengetahui profil pemakai yang akan dilayani. Untuk mengadakan kajian tersebut harus membuat perencanaan yang matang, siapa yang akan melakukan kajian, apa yang akan diteliti, metode apa yang akan dipakai, untuk apa data digunakan?
Untuk mencapai sasaran, perpustakaan perlu meletakkan dasar-dasar kebijakan dalam pengembangan koleksi. Kebijakan pengembangan koleksi yang tertulis berfungsi sebagai:
pedoman bagi para selektor untuk bekerja lebih terarah.
sarana komunikasi untuk memberitahu pada para pemakai, administrator, dewan pembina dan fihak lain, apa cakupan dan ciri-ciri koleksi yang telah ada dan rencana untuk pengembangaan selanjutnya.
sarana perencanaan untuk membantu dalam proses alokasi dana.
Meskipun kita telah membuat sebuah perencanaan yang baik untuk kegiatan pengembangan koleksi, tetapi tetap menghadapi berbagai kendala, di antaranya terdapatnya prosedur pembelian bahan pustaka dari luar negeri yang sangat rumit dan juga sarana pengawasan bibliografi yang sangat kurang. Hal ini merupakan tantangan bagi pustakawan dalam memberikan layanan yang terbaik bagi pemakai perpustakaan yang bersangkutan.
Untuk melihat apakah tujuan perpustakaan sudah tercapai dan bagaimana kualitas koleksi yang telah dikembangkan tersebut sudah memenuhi standar, perlu diadakan suatu analisis dan evaluasi koleksi. Banyak cara untuk melakukan evaluasi koleksi, di antaranya dengan cara pendekatan terhadap koleksi perpustakaan dan pengguna perpustakaan.
Proses Seleksi
Proses seleksi tergantung dari tipe perpustakaan, dan organisasi intern perpustakaan yang bersangkutan. Pada dasarnya personil yang berhak melakukan seleksi adalah: pustakawan, spesialis subjek termasuk guru, toko buku, anggota komisi perpustakaan, dan sebagainya.
Ada beberapa pandangan terhadap prinsip dasar seleksi yaitu pandangan tradisional yang mengutamakan nilai intrinsik bahan pustaka, pandangan liberal yang mengutamakan popularitas, dan pandangan pluralistik yang berusaha menemukan keseimbangan antarkedua pandangan tersebut.
Pada dasarnya pustakawan yang bertugas di bidang pengembangan koleksi sudah memahami betul pedoman dasar untuk melakukan seleksi yaitu:
mengetahui berbagai jenis bahan pustaka yang ada di pasaran,
memahami tujuan dan fungsi perpustakaan tempat ia bekerja,
mengenal kebutuhan masyarakat yang dilayani,
mengenal prinsip-prinsip seleksi,
mengenal dan mampu menggunakan alat-alat bantu seleksi, dan
memahami berbagai kendala yang ada.
Di samping itu pustakawan perlu memahami perbedaaan antara seleksi dan evaluasi. Dalam melakukan seleksi berarti pustakawan menentukan apakah bahan pustaka tersebut sesuai dengan kebutuhan pemakai, sedangkan evaluasi adalah pertimbangan nilai intrinsik bahan pustakanya.
Untuk melakukan seleksi ada sarana yang dapat membantu dalam proses tersebut yaitu alat bantu seleksi. Ada dua jenis alat bantu seleksi yaitu alat bantu seleksi yang merupakan tinjauan dan alat bantu seleksi yang berbentuk daftar judul untuk tipe perpustakaan tertentu, subjek tertentu atau kelompok tertentu, dan ada alat identifikasi dan verifikasi seperti bibliografi, katalog penerbit dan sebagainya.
Pustakawan diharapkan dapat mengenal, mengetahui ciri-cirinya, serta dapat menggunakan alat bantu seleksi tersebut dengan tepat.
PENGADAAN BUKU
Pengadaan Buku melalui Pembelian
Pada kegiatan Belajar 1, dibahas mengenai pengadaan buku melalui pembelian. Pembelian buku dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu membeli langsung ke toko buku, dan penerbit maupun agen baik di dalam negeri atau luar negeri. Cara pembelian yang dipilih sangat bergantung pada berbagai hal, misalnya ketersediaan dan kesesuaian judul-judul subjek yang diperlukan, besarnya dana pembelian serta persyaratan yang menyertainya dan lain-lain. Dalam hal ini perpustakaan swasta, persyaratan pembelian dan penyediaan dana umumnya lebih lancar dibandingkan pada perpustakaan pemerintah.
Untuk negara berkembang seperti Indonesia, banyak dijumpai persoalan dalam hal pengadaan buku. Misalnya dalam hal pengadaan buku dari luar negeri mempunyai prosedur yang berbelit-belit, baik dalam pembayaran maupun pengiriman bukunya. Karena itu pustakawan yang menangani pengadaan buku ini harus memiliki pengetahuan yang luas mengenai bibliografi, bahasa, manajemen, penerbitan dan perdagangan buku.
Pengadaan Buku melalui Pertukaran dan Hadiah
Dalam kegiatan belajar dua ini kita sudah melihat bagaimana potensi pertukaran bahan pustaka, dalam mengembangkan koleksi suatu perpustakaan. Kegiatan pertukaran mempunyai potensi yang cukup besar, mengingat dana pengadaan yang terbatas, dan adanya terbitan yang tidak dapat dibeli di toko buku, serta pertukaran merupakan kegiatan yang dapat mengembangkan kerja sama yang baik antarperpustakaan. Selain itu dengan melakukan pertukaran akan memberi kesempatan perpustakaan mengeluarkan bahan-bahan duplikat yang tidak dibutuhkan.
Sebelum melakukan kesepakatan tukar-menukar bahan pustaka dengan perpustakaan lain, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan, yaitu apakah bahan pustaka yang ditawarkan oleh perpustakaan lain subjeknya sesuai dengan subjek yang dicakup oleh perpustakaan kita, serta perlu disiapkannya bahan pustaka yang akan digunakan sebagai penukarnya, karena pada umumnya perbandingan publikasi adalah 1:1 dengan tidak memandang berat, tebal/tipis publikasi, harga maupun bahasa. Bahan penukar yang perlu disiapkan dapat berasal dari bahan duplikat yang berlebih, atau merupakan terbitan sendiri. Selain dari itu perlu diidentifikasi lebih dahulu, perpustakaan atau lembaga mana saja yang dapat melakukan kerja sama dalam pertukaran bahan pustaka.
PENGADAAN TERBITAN BERSERI
Terbitan Berseri dan Seleksi Majalah
Ada 4 jenis utama terbitan berseri. Salah satunya yang berkembang dengan pesat adalah majalah. Diperkirakan pada saat ini ada 100.000 sampai 200.000 judul majalah diterbitkan di dunia. Karena sifat penerbitannya yang berkala, maka majalah memerlukan penanganan khusus.
Pengadaan terbitan berseri mencakup kegiatan seleksi atau pemilihan pengadaan melalui pembelian, tukar menukar, hadiah, dan penerbitan sendiri (oleh perpustakaan). Karena sifatnya yang khusus itu, maka masalah seleksi dan pengadaan melalui pembelian hanya dibahas untuk majalah. Seleksi dan pengadaan melalui pembelian untuk jenis terbitan berseri yang lain berlaku ketentuan dan proses yang sama dengan buku.
Pada Kegiatan Belajar 1 ini baru dibahas mengenai pihak yang berwenang melakukan seleksi, prinsip dan prosedur seleksi majalah, beberapa alat-bantu seleksi majalah dan prosedur seleksi majalah.
Pengadaan Majalah melalui Pembelian, Tukar-Menukar dan Hadiah
Kegiatan Belajar 2, merupakan kelanjutan dari Kegiatan Belajar l dalam mata rantai pengadaan terbitan berseri. Pada bagian ini dibahas mengenai pengadaan majalah melalui pembelian, pengadaan terbitan berseri melalui pertukaran, hadiah, dan penerbitan sendiri.
Pengadaan majalah melalui pembelian berlangganan dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti melanggan langsung pada penerbit di dalam dan luar negeri, melanggan melalui penyalur agen/penyalur setempat atau toko buku, dan sebagainya. Berbagai macam masalah dihadapi pustakawan dalam mengurus langganan majalah.
Pertukaran dengan instansi lain merupakan salah satu sumber dalam pengadaan terbitan berseri. Terbitan berkala merupakan sumber yang sangat potensial sebagai bahan pertukaran. Terbitan berseri dapat diperoleh pula sebagai hadiah dari instansi lain, baik atas permintaan maupun tidak atas permintaan. Perpustakaan sebagai pusat penyimpanan semua publikasi yang diterbitkan oleh lembaga induk, juga merupakan salah satu cara untuk menambah khasanah koleksi perpustakaan
DIarsipkan di bawah: Pembinaan Perpustakaan
Sumber : http://massofa.wordpress.com/2008/01/20/pengadaan-bahan-pustaka-bag-1/
Label:
Pembinaan Perpustakaan
Pengantar Psikologi Perpustakaan
Ditulis pada Februari 6, 2008 oleh pakdesofa
Pengantar Psikologi Perpustakaan
Pengertian Psikologi
Menurut asal katanya, psikologi berasal dari kata Yunani ‘psyche’ yang berarti jiwa dan ogos’ yang berarti ilmu. Jadi secara harfiah psikologi berarti ilmu jiwa. Namun pengertian jiwa tidak pernah ada kesepakatan dari sejak dahulu. Di antara pendapat para ahli, jiwa bisa berarti ide, karakter atau fungsi mengingat, persepsi akal atau kesadaran. Psikologi adalah ilmu yang sedang berkembang dan pada hakikatnya psikologi dapat diterapkan pada setiap bidang dan segi kehidupan. Oleh karena itu cabang cabang psikologi bertambah dengan pesat, sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan aktivitas kehidupan. Cabang cabang psikologi dapat digolongkan berdasarkan kekhususan bidang studinya, baik ilmu dasar (teoritis), maupun yang bersifat terapan (praktis). Penerapan psikologi berkembang ke berbagai aspek kehidupan manusia, demikian juga titik singgung dengan ilmu ilmu lain juga semakin banyak, misalnya dengan ilmu manajemen, ilmu ekonomi, ilmu perpustakaan, ilmu sosial dan sebagainya
Sejarah Perkembangan Psikologi
Di zaman Yunani Kuno para ahli falsafat mencoba mempelajari jiwa, seperti Plato menyebut jiwa sebagai ide, Aristoteles menyebut jiwa sebagai fungsi mengingat. Pada abad 17 filsuf Perancis Rene Descartes berpendapat bahwa jiwa adalah akal .atau kesadaran, sedangkan John Locke (dari Inggris) beranggapan bahwa jiwa adalah kumpulan idea yang disatukan melalui asosiasi. Sedangkan ilmuwan lain pada abad 18 mengaitkan jiwa dengan ilmu pengetahuan (faal), mereka berpendapat dengan jiwa yang dikaitkan dengan proses sensoris/motoris, yaitu pemrosesan rangsangan yang diterima oleh syaraf-syaraf indera (sensoris) di otak sampai terjadinya reaksi berupa gerak otot-otot (motorik).
MANUSIA DAN KEPRIBADIANNYA
Mengenal Manusia
Tidaklah mudah untuk memahami pengertian manusia. Dari aspek biologis manusia adalah makhluk mamalia yang tergolong dalam kelompok primata. Namun ternyata bahwa manusia bukan sekedar salah satu jenis hewan tertentu, melainkan mempunyai ciri-ciri khas manusia yang tidak dimiliki oleh hewan. Oleh karena itu kita akan salah kalau meninjau definisi manusia hanya dari aspek biologis saja. Hal ini mengharuskan pada kita untuk memahami manusia dari aspek agama. Salah satu pengertian manusia dari aspek agama, menyebutkan bahwa manusia adalah makhluk yang terpilih dan dilengkapi dengan akal dan kekuatan untuk membuat pilihan. Karena manusia memiliki kekuatan akal dan kekuatan untuk bisa menentukan pilihan, maka ia ditunjuk untuk patuh kepada kehendak-kehendak Allah serta patuh kepada hukum-hukum-Nya. Dengan akal yang merupakan hidayah Allah, manusia dapat memilih apakah ia akan terbuai dalam lumpur endapan yang terdapat dalam dirinya ataukah ia akan meningkatkan dirinya menuju ke kutub mulia yakni menyerahkan diri kepada Allah. Dalam menentukan kehendak itu, terjadilah pertarungan terus-menerus dalam diri manusia.
Memahami Kepribadian Manusia
Untuk dapat memahami kepribadian tidak mudah karena kepribadian merupakan masalah yang kompleks. Kepribadian itu sendiri bukan hanya melekat pada diri seseorang, tetapi lebih merupakan hasil suatu pertumbuhan yang lama dalam suatu lingkungan budaya. Para ahli menyebutkan bahwa kepribadian adalah kesan yang ditimbulkan oleh sifat-sifat lahiriah seseorang, seperti cara berpakaian, sifat jasmaniah, daya pikat dan sebagainya. Disebutkan juga bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis dalam individu sebagai makhluk yang bersifat psikofisik yang menentukan penyesuaian dirinya secara unik terhadap lingkungan. Ahli lain mengklasifikasikan seluruh ranah kepribadian dalam enam tipe yang sangat menonjol, yaitu tipe realistik, tipe penyelidik atau investigatif, tipe artistik, tipe sosial, tipe perintis atau enterpristing dan tipe konvensional. Kepribadian seseorang akan tumbuh dan berkembang sesuai dengan pengalaman pribadi masing-masing. Beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan kepribadian antara lain: perasaan bersalah, benci, cemas, kepercayaan yang diemban, harapan yang dicamkan dan kasih sayang yang diterima dari lingkungan. Dengan kita mencoba mengenal dan kemudian memahami istilah kepribadian, maka kemudian diharapkan akan mempermudah mengenal diri sendiri, baik kekuatan atau kelemahan yang ada. Dengan kita sudah mengenal diri sendiri akan sangat bermanfaat bagi diri pribadi dan lingkungan, terutama memperlancar tugas profesional kita.
PERSEPSI DAN INTERAKSI SOSIAL
Pemahaman Tentang Persepsi
Persepsi mempunyai dua pengertian, yaitu menunjuk kepada proses dan mengacu pada hasil proses itu sendiri. Persepsi bermula dari penginderaan, diolah ke alam pikiran dan berakhir dengan penafsiran. Persepsi dibedakan atas persepsi tentang benda dan persepsi sosial. Persepsi sosial banyak mengandung unsur-unsur subjektif. Persepsi diri berhubungan dengan konsepsi diri, harga diri, dan kepercayaan diri seseorang. Penilaian terhadap diri sendiri sangat menentukan sikap dan perilaku individu. Untuk membangun konsep diri yang positif dan harga diri yang kuat perlu pengenalan dan pengembangan diri.
Interaksi Sosial
Faktor penting yang menentukan terjadinya interaksi sosial adalah persepsi kita terhadap diri kita sendiri dan lingkungan. Daya tarik antarpribadi menjadi faktor yang menentukan juga untuk terwujudnya interaksi sosial. Yang mempengaruhi daya tarik antarpribadi, di antaranya ialah kesempatan untuk berinteraksi, baik yang berhubungan jarak fisik maupun jarak psikologis. Pendekatan untuk mengetahui daya tarik antar- pribadi, dapat dilakukan melalui pendekatan kognitif dan pendekatan formulasi pada hukum-hukum belajar.
MEMAHAMI MOTIVASI KERJA
Teori Kebutuhan dan Motivasi
Kebutuhan dan motivasi manusia sangat berpengaruh terhadap produktivitas manusia tersebut. Menurut Maslow kebutuhan manusia, diklasifikasikan ke dalam lima tingkat yang berbeda yaitu:
Fisiologis
Keamanan
Sosial
Ego/harga diri
Perwujudan diri
Dengan mengetahui tingkat-tingkat kebutuhan tersebut maka seorang pemimpin suatu lembaga dapat memotivasi bawahannya berdasarkan tingkat kebutuhan karyawan yang bersangkutan secara individual.
Motivasi sendiri mempunyai pengertian suatu dorongan psikologis dari dalam diri seseorang yang menyebabkan ia berperilaku secara tertentu terutama di dalam lingkungan ia bekerja.
Dikenal ada tiga model motivasi yaitu:
model tradisional
model hubungan manusia
model sumber daya manusia
Masalah Insentif
Insentif merupakan salah satu hal yang dapat menggerakkan karyawan. Insentif sendiri dapat berbentuk bermacam-macam, namun yang paling populer dan paling banyak digunakan adalah berbentuk uang atau materi.
Memimpin merupakan tugas yang cukup kompleks karena seorang pemimpin bertugas mempengaruhi para karyawan agar mereka mau melaksanakan tugas-tugas yang diberikan kepadanya secara efisien dan efektif sehingga tujuan organisasi dapat dicapai.
Salah satu faktor yang mempengaruhi maju mundurnya suatu organisasi atau lembaga adalah kualitas pemimpinnya. Pemimpin disini didefinisikan sebagai seorang yang mempergunakan wewenang dan kepemimpinannya mengarahkan bawahan untuk mengerjakan sebagian pekerjaannya dalam mencapai tujuan organisasi. Sedangkan kepemimpinan merupakan cara seorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahannya.
Ada tiga tipe kepemimpinan yaitu:
kepemimpinan otoriter
kepemimpinan partisipatif
kepemimpinan delegatif
Konflik biasanya muncul bila dua orang/kelompok atau lebih saling berinteraksi. Konflik biasanya muncul dari faktor individu, dari faktor interaksi itu sendiri, dan faktor kondisi organisasi.
Dalam menghadapi konflik maka ada tiga sikap yang dapat kita lakukan yaitu: bersikap pasif, bersikap menekan, dan mengatur atau memanajemeni konflik tersebut.
MEMAHAMI PERANAN KOMUNIKASI DALAM PERPUSTAKAAN
Dasar-dasar Komunikasi Untuk Perpustakaan
Komunikasi adalah suatu proses penyampaian dan penerimaan berita, pesan atau informasi dari seseorang ke orang lain. Suatu komunikasi yang tepat tidak bakal terjadi, kalau tidak ada sumber (penyampai atau komunikator) berita (pesan) menyampaikan secara tepat dan penerima berita (komunikan) menerimanya tidak dalam bentuk yang salah karena adanya gangguan. Namun demikian, komunikasi dalam kenyataannya tidak seperti yang dikatakan itu. Masih terdapat sejumlah kemungkinan penghalang, dan penyaring di dalam saluran komunikasi. Pengirim (komunikator) mencoba untuk mengkodekan berita, pesan atau buah pikirannya kedalam suatu bentuk yang dianggapnya paling tepat. Kemudian kode-kode tersebut dikirimkan, dan penerima (komunikan) berusaha memahami kode tersebut. Tetapi di dalam proses perjalanan berita tadi banyak terdapat serangkaian persepsi atau gangguan yang dapat mengurangi kejelasan dan ketepatan pesan atau berita. Halangan paling besar untuk mencapai komunikasi yang efektif adalah jika terjadi aneka macam persepsi atau gangguan. Misalnya, komunikator menyampaikan pesan dengan tidak jelas dan menggunakan saluran transmisi yang salah mungkin si komunikan sedang memikirkan hal lain pada saat ia harus menerima pesan tersebut. Dalam kondisi seperti itu ia hanya mendengar tetapi mungkin tidak tahu tentang isi pesannya.
Peranan Komunikasi dalam Perpustakaan
Termasuk dalam manusia berorganisasi seperti di lingkungan perpustakaan. Lewat komunikasi manusia dapat menyampaikan keinginan cita-cita, perencanaan pada orang lain. Makin jelas dan efektif berlangsungnya komunikasi makin banyak pula informasi yang dibutuhkan. Oleh karena itu keberadaan perpustakaan sebagai unit pengelola informasi sangat penting untuk mendukung terjadinya komunikasi yang efektif di masyarakat.
Komunikasi memainkan peranan yang sangat penting sebagai sarana hubungan antar- individu dan kelompok masyarakat untuk mengembangkan saling pengertian dan kerja sama antarmanusia yang lebih baik.
Kemajuan pada bidang informasi dan komunikasi tidak hanya disebabkan oleh adanya penemuan-penemuan teknologi baru, namun juga disebabkan oleh semakin tumbuhnya kesadaran orang atau individu dan bangsa akan adanya kesempatan dan kebutuhan sosial, ekonomi, politik dan kebudayaan, termasuk kebutuhan akan adanya informasi. Jadi dapat dikatakan bahwa informasi merupakan bagian dari komunikasi. Tanpa informasi proses komunikasi tidak akan bisa berjalan dengan baik. Dengan demikian maka kehadiran perpustakaan sebagai pengelola informasi menjadi pendukung dan pelancar proses komunikasi. Demikian pula sebaliknya bahwa perpustakaan sebagai organisasi membutuhkan bentuk komunikasi yang efektif dan efisien untuk berjalannya organisasi tersebut dengan baik.
MASYARAKAT INFORMASI DAN PROFESIONALITAS PUSTAKAWAN
Memahami Masyarakat Informasi
Kalau kita amati dengan cermat, maka untuk dapat hidup efektif, harus hidup dengan cukup informasi. Oleh karena itu komunikasi dan informasi merupakan bagian yang sangat penting bagi kehidupan manusia, karena manusia merupakan bagian dari masyarakat. Kenyataan seperti ini tidak dapat diingkari kebenarannya. Sebab hanya orang, masyarakat atau bangsa yang mempunyai banyak informasi yang dapat berkembang pesat. Dengan informasi orang dapat mengetahui apa yang telah, sedang, dan akan terjadi. Dan dengan informasi pula orang dapat mengetahui apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki hidupnya. Revolusi industri ditandai oleh adanya perkembangan yang pesat di bidang Iptek. Dan dengan teknologi manusia menciptakan sarana informasi yang sifatnya elektronis, seperti radio, televisi, film, video, penerbitan, dan teknologi informasi yang lain. Setelah lewat masa perkembangan era industri kemudian berkembang era pasca industri. Era pasca industri inilah yang dikenal dengan era informasi, atau era globlisasi informasi, yang ditandai dengan makin berperannya informasi di hampir semua sektor kehidupan masyarakat.
Sekarang ini banyak orang berbicara tentang globalisasi informasi ataupun ciri-ciri masyarakat informasi, baik dalam bentuk seminar atau diskusi yang membahas masalah ini. Globalisasi ini menunjukan pada pengertian pembauran atau kesamaan dalam hampir segala aspek kehidupan manusia yang meliputi bidang Iptek, ekonomi, politik, sosial, dan budaya.
Pendekatan Psikologis Dalam Peningkatan Pelayanan Perpustakaan
Menjadi seorang yang profesional bukanlah sesuatu yang mudah. Kita dilahirkan tidak dengan menyandang predikat profesional. Oleh karena itu kita semua ingin sukses dalam berkarier atau bekerja. Kita perlu ketekunan dan terus-menerus bekerja keras untuk dapat berhasil atau sukses dalam bekerja.
Untuk mengembangkan layanan perpustakaan dituntut adanya sikap profesional dari petugas perpustakaan atau pustakawan. Tanpa sikap profesional bagaimanapun modern, lengkap dan canggihnya perpustakaan tersebut akan kurang berarti. Sehingga perlu dikembangkan dengan baik upaya-upaya peningkatan profesionalitas pustakawan dalam rangka peningkatan layanan perpustakaan.
Sumber Buku Psikologi Perpustakaan Karya Toha Nursalam
http://massofa.wordpress.com/2008/02/06/pengantar-psikologi-perpustakaan/
Pengantar Psikologi Perpustakaan
Pengertian Psikologi
Menurut asal katanya, psikologi berasal dari kata Yunani ‘psyche’ yang berarti jiwa dan ogos’ yang berarti ilmu. Jadi secara harfiah psikologi berarti ilmu jiwa. Namun pengertian jiwa tidak pernah ada kesepakatan dari sejak dahulu. Di antara pendapat para ahli, jiwa bisa berarti ide, karakter atau fungsi mengingat, persepsi akal atau kesadaran. Psikologi adalah ilmu yang sedang berkembang dan pada hakikatnya psikologi dapat diterapkan pada setiap bidang dan segi kehidupan. Oleh karena itu cabang cabang psikologi bertambah dengan pesat, sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan aktivitas kehidupan. Cabang cabang psikologi dapat digolongkan berdasarkan kekhususan bidang studinya, baik ilmu dasar (teoritis), maupun yang bersifat terapan (praktis). Penerapan psikologi berkembang ke berbagai aspek kehidupan manusia, demikian juga titik singgung dengan ilmu ilmu lain juga semakin banyak, misalnya dengan ilmu manajemen, ilmu ekonomi, ilmu perpustakaan, ilmu sosial dan sebagainya
Sejarah Perkembangan Psikologi
Di zaman Yunani Kuno para ahli falsafat mencoba mempelajari jiwa, seperti Plato menyebut jiwa sebagai ide, Aristoteles menyebut jiwa sebagai fungsi mengingat. Pada abad 17 filsuf Perancis Rene Descartes berpendapat bahwa jiwa adalah akal .atau kesadaran, sedangkan John Locke (dari Inggris) beranggapan bahwa jiwa adalah kumpulan idea yang disatukan melalui asosiasi. Sedangkan ilmuwan lain pada abad 18 mengaitkan jiwa dengan ilmu pengetahuan (faal), mereka berpendapat dengan jiwa yang dikaitkan dengan proses sensoris/motoris, yaitu pemrosesan rangsangan yang diterima oleh syaraf-syaraf indera (sensoris) di otak sampai terjadinya reaksi berupa gerak otot-otot (motorik).
MANUSIA DAN KEPRIBADIANNYA
Mengenal Manusia
Tidaklah mudah untuk memahami pengertian manusia. Dari aspek biologis manusia adalah makhluk mamalia yang tergolong dalam kelompok primata. Namun ternyata bahwa manusia bukan sekedar salah satu jenis hewan tertentu, melainkan mempunyai ciri-ciri khas manusia yang tidak dimiliki oleh hewan. Oleh karena itu kita akan salah kalau meninjau definisi manusia hanya dari aspek biologis saja. Hal ini mengharuskan pada kita untuk memahami manusia dari aspek agama. Salah satu pengertian manusia dari aspek agama, menyebutkan bahwa manusia adalah makhluk yang terpilih dan dilengkapi dengan akal dan kekuatan untuk membuat pilihan. Karena manusia memiliki kekuatan akal dan kekuatan untuk bisa menentukan pilihan, maka ia ditunjuk untuk patuh kepada kehendak-kehendak Allah serta patuh kepada hukum-hukum-Nya. Dengan akal yang merupakan hidayah Allah, manusia dapat memilih apakah ia akan terbuai dalam lumpur endapan yang terdapat dalam dirinya ataukah ia akan meningkatkan dirinya menuju ke kutub mulia yakni menyerahkan diri kepada Allah. Dalam menentukan kehendak itu, terjadilah pertarungan terus-menerus dalam diri manusia.
Memahami Kepribadian Manusia
Untuk dapat memahami kepribadian tidak mudah karena kepribadian merupakan masalah yang kompleks. Kepribadian itu sendiri bukan hanya melekat pada diri seseorang, tetapi lebih merupakan hasil suatu pertumbuhan yang lama dalam suatu lingkungan budaya. Para ahli menyebutkan bahwa kepribadian adalah kesan yang ditimbulkan oleh sifat-sifat lahiriah seseorang, seperti cara berpakaian, sifat jasmaniah, daya pikat dan sebagainya. Disebutkan juga bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis dalam individu sebagai makhluk yang bersifat psikofisik yang menentukan penyesuaian dirinya secara unik terhadap lingkungan. Ahli lain mengklasifikasikan seluruh ranah kepribadian dalam enam tipe yang sangat menonjol, yaitu tipe realistik, tipe penyelidik atau investigatif, tipe artistik, tipe sosial, tipe perintis atau enterpristing dan tipe konvensional. Kepribadian seseorang akan tumbuh dan berkembang sesuai dengan pengalaman pribadi masing-masing. Beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan kepribadian antara lain: perasaan bersalah, benci, cemas, kepercayaan yang diemban, harapan yang dicamkan dan kasih sayang yang diterima dari lingkungan. Dengan kita mencoba mengenal dan kemudian memahami istilah kepribadian, maka kemudian diharapkan akan mempermudah mengenal diri sendiri, baik kekuatan atau kelemahan yang ada. Dengan kita sudah mengenal diri sendiri akan sangat bermanfaat bagi diri pribadi dan lingkungan, terutama memperlancar tugas profesional kita.
PERSEPSI DAN INTERAKSI SOSIAL
Pemahaman Tentang Persepsi
Persepsi mempunyai dua pengertian, yaitu menunjuk kepada proses dan mengacu pada hasil proses itu sendiri. Persepsi bermula dari penginderaan, diolah ke alam pikiran dan berakhir dengan penafsiran. Persepsi dibedakan atas persepsi tentang benda dan persepsi sosial. Persepsi sosial banyak mengandung unsur-unsur subjektif. Persepsi diri berhubungan dengan konsepsi diri, harga diri, dan kepercayaan diri seseorang. Penilaian terhadap diri sendiri sangat menentukan sikap dan perilaku individu. Untuk membangun konsep diri yang positif dan harga diri yang kuat perlu pengenalan dan pengembangan diri.
Interaksi Sosial
Faktor penting yang menentukan terjadinya interaksi sosial adalah persepsi kita terhadap diri kita sendiri dan lingkungan. Daya tarik antarpribadi menjadi faktor yang menentukan juga untuk terwujudnya interaksi sosial. Yang mempengaruhi daya tarik antarpribadi, di antaranya ialah kesempatan untuk berinteraksi, baik yang berhubungan jarak fisik maupun jarak psikologis. Pendekatan untuk mengetahui daya tarik antar- pribadi, dapat dilakukan melalui pendekatan kognitif dan pendekatan formulasi pada hukum-hukum belajar.
MEMAHAMI MOTIVASI KERJA
Teori Kebutuhan dan Motivasi
Kebutuhan dan motivasi manusia sangat berpengaruh terhadap produktivitas manusia tersebut. Menurut Maslow kebutuhan manusia, diklasifikasikan ke dalam lima tingkat yang berbeda yaitu:
Fisiologis
Keamanan
Sosial
Ego/harga diri
Perwujudan diri
Dengan mengetahui tingkat-tingkat kebutuhan tersebut maka seorang pemimpin suatu lembaga dapat memotivasi bawahannya berdasarkan tingkat kebutuhan karyawan yang bersangkutan secara individual.
Motivasi sendiri mempunyai pengertian suatu dorongan psikologis dari dalam diri seseorang yang menyebabkan ia berperilaku secara tertentu terutama di dalam lingkungan ia bekerja.
Dikenal ada tiga model motivasi yaitu:
model tradisional
model hubungan manusia
model sumber daya manusia
Masalah Insentif
Insentif merupakan salah satu hal yang dapat menggerakkan karyawan. Insentif sendiri dapat berbentuk bermacam-macam, namun yang paling populer dan paling banyak digunakan adalah berbentuk uang atau materi.
Memimpin merupakan tugas yang cukup kompleks karena seorang pemimpin bertugas mempengaruhi para karyawan agar mereka mau melaksanakan tugas-tugas yang diberikan kepadanya secara efisien dan efektif sehingga tujuan organisasi dapat dicapai.
Salah satu faktor yang mempengaruhi maju mundurnya suatu organisasi atau lembaga adalah kualitas pemimpinnya. Pemimpin disini didefinisikan sebagai seorang yang mempergunakan wewenang dan kepemimpinannya mengarahkan bawahan untuk mengerjakan sebagian pekerjaannya dalam mencapai tujuan organisasi. Sedangkan kepemimpinan merupakan cara seorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahannya.
Ada tiga tipe kepemimpinan yaitu:
kepemimpinan otoriter
kepemimpinan partisipatif
kepemimpinan delegatif
Konflik biasanya muncul bila dua orang/kelompok atau lebih saling berinteraksi. Konflik biasanya muncul dari faktor individu, dari faktor interaksi itu sendiri, dan faktor kondisi organisasi.
Dalam menghadapi konflik maka ada tiga sikap yang dapat kita lakukan yaitu: bersikap pasif, bersikap menekan, dan mengatur atau memanajemeni konflik tersebut.
MEMAHAMI PERANAN KOMUNIKASI DALAM PERPUSTAKAAN
Dasar-dasar Komunikasi Untuk Perpustakaan
Komunikasi adalah suatu proses penyampaian dan penerimaan berita, pesan atau informasi dari seseorang ke orang lain. Suatu komunikasi yang tepat tidak bakal terjadi, kalau tidak ada sumber (penyampai atau komunikator) berita (pesan) menyampaikan secara tepat dan penerima berita (komunikan) menerimanya tidak dalam bentuk yang salah karena adanya gangguan. Namun demikian, komunikasi dalam kenyataannya tidak seperti yang dikatakan itu. Masih terdapat sejumlah kemungkinan penghalang, dan penyaring di dalam saluran komunikasi. Pengirim (komunikator) mencoba untuk mengkodekan berita, pesan atau buah pikirannya kedalam suatu bentuk yang dianggapnya paling tepat. Kemudian kode-kode tersebut dikirimkan, dan penerima (komunikan) berusaha memahami kode tersebut. Tetapi di dalam proses perjalanan berita tadi banyak terdapat serangkaian persepsi atau gangguan yang dapat mengurangi kejelasan dan ketepatan pesan atau berita. Halangan paling besar untuk mencapai komunikasi yang efektif adalah jika terjadi aneka macam persepsi atau gangguan. Misalnya, komunikator menyampaikan pesan dengan tidak jelas dan menggunakan saluran transmisi yang salah mungkin si komunikan sedang memikirkan hal lain pada saat ia harus menerima pesan tersebut. Dalam kondisi seperti itu ia hanya mendengar tetapi mungkin tidak tahu tentang isi pesannya.
Peranan Komunikasi dalam Perpustakaan
Termasuk dalam manusia berorganisasi seperti di lingkungan perpustakaan. Lewat komunikasi manusia dapat menyampaikan keinginan cita-cita, perencanaan pada orang lain. Makin jelas dan efektif berlangsungnya komunikasi makin banyak pula informasi yang dibutuhkan. Oleh karena itu keberadaan perpustakaan sebagai unit pengelola informasi sangat penting untuk mendukung terjadinya komunikasi yang efektif di masyarakat.
Komunikasi memainkan peranan yang sangat penting sebagai sarana hubungan antar- individu dan kelompok masyarakat untuk mengembangkan saling pengertian dan kerja sama antarmanusia yang lebih baik.
Kemajuan pada bidang informasi dan komunikasi tidak hanya disebabkan oleh adanya penemuan-penemuan teknologi baru, namun juga disebabkan oleh semakin tumbuhnya kesadaran orang atau individu dan bangsa akan adanya kesempatan dan kebutuhan sosial, ekonomi, politik dan kebudayaan, termasuk kebutuhan akan adanya informasi. Jadi dapat dikatakan bahwa informasi merupakan bagian dari komunikasi. Tanpa informasi proses komunikasi tidak akan bisa berjalan dengan baik. Dengan demikian maka kehadiran perpustakaan sebagai pengelola informasi menjadi pendukung dan pelancar proses komunikasi. Demikian pula sebaliknya bahwa perpustakaan sebagai organisasi membutuhkan bentuk komunikasi yang efektif dan efisien untuk berjalannya organisasi tersebut dengan baik.
MASYARAKAT INFORMASI DAN PROFESIONALITAS PUSTAKAWAN
Memahami Masyarakat Informasi
Kalau kita amati dengan cermat, maka untuk dapat hidup efektif, harus hidup dengan cukup informasi. Oleh karena itu komunikasi dan informasi merupakan bagian yang sangat penting bagi kehidupan manusia, karena manusia merupakan bagian dari masyarakat. Kenyataan seperti ini tidak dapat diingkari kebenarannya. Sebab hanya orang, masyarakat atau bangsa yang mempunyai banyak informasi yang dapat berkembang pesat. Dengan informasi orang dapat mengetahui apa yang telah, sedang, dan akan terjadi. Dan dengan informasi pula orang dapat mengetahui apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki hidupnya. Revolusi industri ditandai oleh adanya perkembangan yang pesat di bidang Iptek. Dan dengan teknologi manusia menciptakan sarana informasi yang sifatnya elektronis, seperti radio, televisi, film, video, penerbitan, dan teknologi informasi yang lain. Setelah lewat masa perkembangan era industri kemudian berkembang era pasca industri. Era pasca industri inilah yang dikenal dengan era informasi, atau era globlisasi informasi, yang ditandai dengan makin berperannya informasi di hampir semua sektor kehidupan masyarakat.
Sekarang ini banyak orang berbicara tentang globalisasi informasi ataupun ciri-ciri masyarakat informasi, baik dalam bentuk seminar atau diskusi yang membahas masalah ini. Globalisasi ini menunjukan pada pengertian pembauran atau kesamaan dalam hampir segala aspek kehidupan manusia yang meliputi bidang Iptek, ekonomi, politik, sosial, dan budaya.
Pendekatan Psikologis Dalam Peningkatan Pelayanan Perpustakaan
Menjadi seorang yang profesional bukanlah sesuatu yang mudah. Kita dilahirkan tidak dengan menyandang predikat profesional. Oleh karena itu kita semua ingin sukses dalam berkarier atau bekerja. Kita perlu ketekunan dan terus-menerus bekerja keras untuk dapat berhasil atau sukses dalam bekerja.
Untuk mengembangkan layanan perpustakaan dituntut adanya sikap profesional dari petugas perpustakaan atau pustakawan. Tanpa sikap profesional bagaimanapun modern, lengkap dan canggihnya perpustakaan tersebut akan kurang berarti. Sehingga perlu dikembangkan dengan baik upaya-upaya peningkatan profesionalitas pustakawan dalam rangka peningkatan layanan perpustakaan.
Sumber Buku Psikologi Perpustakaan Karya Toha Nursalam
http://massofa.wordpress.com/2008/02/06/pengantar-psikologi-perpustakaan/
Label:
Pembinaan Perpustakaan
Pengantar Perpustakaan
Pengantar Perpustakaan
Bag 1
Definisi Perpustakaan
Pustaka atau buku atau kitab merupakan kumpulan kertas atau bahan sejenis berisi hasil tulisan atau cetakan, dijilid menjadi satu agar mudah membacanya serta berjumlah sedikitnya 48 halaman. Dari kata pustaka terbentuklah kata turunan antara lain perpustakaan, pustakawan, kepustakawanan, kepustakaan, dan ilmu perpustakaan.
Perpustakaan adalah kumpulan buku atau bangunan fisik tempat buku dikumpulkan, disusun menurut sistem tertentu untuk kepentingan pemakai.
Pustakawan adalah orang yang bekerja di perpustakaan dan memiliki pendidikan perpustakaan (minimal D2 dalam bidang Ilmu Perpustakaan).
Kepustakawanan adalah penerapan Ilmu Perpustakaan dalam hal pengadaan, pengolahan, pendayagunaan dan penyebaran bahan pustaka di perpustakaan.
Fungsi perpustakaan adalah: penyimpanan, pendidikan, penelitian, informasi, dan kultural.
Sedangkan kepustakaan adalah: bahan perpustakaan yang digunakan untuk menyusun karangan, makalah, artikel, laporan dan sejenisnya.
Hubungan Ilmu Perpustakaan, Dokumentasi dan Arsip
Dalam kegiatan belajar dua ini, kita melihat bahwa di samping kegiatan perpustakaan, ada pula kegiatan bidang lain yang mirip bahkan tumpang tindih dengan kegiatan perpustakaan. Kedua bidang itu adalah dokumentasi dan arsip.
Dokumentasi merupakan kegiatan yang semula tumbuh akibat tumbuhnya majalah ilmiah, sementara perpustakaan tidak dapat menangani informasi yang muncul dari majalah ilmiah. Hal ini nampak jelas di Eropa Barat sehingga di samping kegiatan perpustakaan, muncul pula kegiatan dokumentasi yang mengkhususkan diri pada pengolahan isi majalah. Salah satu negara Eropa Barat yang mengalami munculnya dokumentasi ialah Belanda. Karena Belanda pernah menjajah Indonesia, maka Belanda pun memperkenalkan sistem dokumentasi yang ada di negeri Belanda pada Indonesia. Karena di negeri Belanda kegiatan dokumentasi berbeda dengan kegiatan perpustakaan, maka hal tersebut nampak pula pengaruhnya di Indonesia. Hingga kini di Indonesia masih ada perbedaan antara dokumentasi dengan perpustakaan.
Perbedaan tersebut kurang nampak di AS karena penanganan isi majalah dilakukan oleh pustakawan yang bekerja di perpustakaan khusus sehingga di Amerika Serikat makna dokumentasi identik dengan kegiatan perpustakaan.
Dalam perkembangan selanjutnya definisi dokumentasi, seperti yang dinyatakan oleh Federasi Dokumentasi dan Informasi Nasional (FID), mencakup sedemikian rupa sehingga isinya luas sekali. Karena itu untuk memudahkan pembahasan, diberikan tabel perbedaan kegiatan dokumentasi dan perpustakaan.
Perkembangan perpustakaan dimulai dengan pengumpulan berbagai berkas niaga, pahatan, tulisan tangan dan sejenisnya. Dengan dikenalnya teknik pembuatan buku, maka perpustakaan mulai memusatkan diri pada kegiatan pengadaan, pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, temu balik, dan pendayagunaan buku. Sebagai sebuah pranata masyarakat, perpustakaan juga menghasilkan berbagai berkas, manuskrip, namun seringkali kedua bahan tersebut tidak dianggap sebagai cakupan perpustakaan. Maka di bagian tersebut muncullah kearsipan. Dibandingkan dengan kegiatan dokumentasi, maka kegiatan perpustakaan jelas berbeda dibandingkan dengan kegiatan arsip. Hal ini dibeberkan secara jelas pada tabel dalam modul.
Sejarah Perpustakaan di Dunia Barat
Kapan perpustakan mulai berdiri tidak pernah diketahui dengan pasti. Namun berdasarkan penelitian arkeologis, perpustakaan telah dikenal sejak peradaban Sumeria sekitar 5.000 tahun Sebelum Masehi. Perkembangan perpustakaan tersebut segera ditiru negara tetangganya seperti Babilonia. Pada waktu itu orang-orang purba menggunakan bahan tulis berupa tanah liat. Mula-mula tanah liat diempukkan, kemudian dibuat lempengan. Sewaktu masih lunak, tanah liat ditulisi, kemudian dikeringkan.
Kerajaan Pergamum berusaha mengembangkan perpustakaan sebagaimana halnya dengan raja-raja Mesir. Karena waktu itu belum ditemukan mesin cetak, maka pembuatan naskah dilakukan dengan cara menyalin. Usaha menyalin naskah dikembangkan oleh kerajaan Pergamum dengan menggunakan bahan tulis berupa papirus. Untuk mencegah agar perpustakaan Pergamum tidak menjadi saingan perpustakaan Iskandaria yang berada di Mesir, maka Mesir menghentikan ekspor papirus ke Pergamum.
Guna menggantikan papirus, Pergamum mengembangkan bahan tulis berupa kulit binatang yang dikeringkan, kemudian ditulis. Kulit yang digunakan terbuat dari kulit domba, sapi disebut parchmen. Parchmen yang baik disebut vellum merupakan bahan tulis hingga abad menengah.
Kegiatan menyalin naskah ini dilakukan pula di pertapaan, sampai pertapaan menyediakan tempat khusus untuk menulis dan menyalin naskah disebut scriptorium. Pertapaan bahkan mengembangkan naskah yang dihiasi dengan gambar miniatur, menggunakan huruf indah disertai dengan warna merah, biru dan emas. Lukisan pada naskah kuno dengan hiasan dan warna-warni itu disebut iluminasi.
Orang-orang Eropa menemukan mesin cetak sekitar abad ke-15. Pada awal penemuan mesin cetak, buku dicetak dengan teknik sederhana. Buku yang dicetak dengan teknik pencetakan sederhana, dicetak antara tahun 1450-1500, disebut incunabula, merupakan buku langka yang banyak dicari orang.
Sejarah Perpustakaan di Indonesia
Perkembangan Perpustakaan pada zaman Hindia Belanda:
Perpustakaan Gereja: Perpustakaan Gereja adalah jenis perpustakaan yang pertama kali berdiri pada zaman ini. Perpustakaan gereja yang pertama didirikan sekitar tahun 1643.
Perpustakaan Penelitian: Perpustakaan penelitian tumbuh seiring dengan dikeluarkannya kebijakan Tanam Paksa. Akibat dari Tanam Paksa ini banyak berdiri lembaga penelitian yang membutuhkan informasi tentang tanaman.
Perpustakaan Sekolah: Pada zaman penjajahan Belanda banyak sekolah-sekolah yang dilengkapi dengan perpustakaan. Pada masa ini pemakai perpustakaan sekolah tidak hanya siswa dan guru tetapi juga masyarakat umum.
Perpustakaan Umum: Perpustakaan umum pada masa ini hanya memberi perhatian pada bahasa daerah dengan menyediakan koleksi dalam bahasa daerah setempat. Sebelum pemerintah Hindia Belanda mendirikan Perpustakaan Umum, pihak swasta telah mendirikan ruang baca untuk umum. Masyarakat dapat membaca koleksi yang ada, secara cuma-cuma. Selain ruang baca umum pada masa ini juga berkembang Perpustakaan Sewa.
Perkembangan Perpustakaan pada Zaman Jepang
Pada masa ini perpustakaan di Indonesia mengalami kehancuran, karena Jepang melarang semua buku yang ditulis dalam bahasa Inggris, Perancis dan Belanda. Mereka juga menangkapi semua orang Belanda termasuk Perpustakaan Belanda.
Perkembangan Perpustakaan setelah Kemerdekaan
Perpustakaan Negara: Pada tahun 1948 pemerintah Republik Indonesia mendirikan Perpustakaan Negara yang pertama.
Perpustakaan Umum: Perpustakaan Umum pada masa ini dikenal dengan nama Taman Pustaka Rakyat.
Prinsip kepustakaan
Prinsip Kepustakaan adalah:
Perpustakaan diciptakan oleh masyarakat.
Berdasarkan penelitian sejarah, diketahui bahwa tujuan perpustakaan selalu berkaitan dengan tujuan masyarakat.
Perpustakaan selalu berusaha untuk menyimpan dan menyebarkan karya dan pengetahuan masyarakat.
Perpustakaan dilestarikan oleh masyarakat.
Karena perpustakaan diciptakan oleh masyarakat, maka masyarakat pulalah yang melestarikannya.
Perpustakaan bertujuan menyimpan dan menyebarluaskan pengetahuan. Selama ini perpustakaan selalu merupakan gudang ilmu pengetahuan tempat menyimpan hasil karya dari para cerdik pandai. Selain itu perpustakaan juga menyebarluaskan ilmu pengetahuan tersebut dengan cara meminjamkan buku-buku yang dimilikinya pada masyarakat umum.
Perpustakaan merupakan pusat kekuatan.
Perpustakaan terbuka bagi siapa saja.
Perpustakaan umum telah ada sejak abad 7 sebelum Masehi.
Perpustakaan harus tumbuh berkembang.
Perpustakaan selalu berkembang dari waktu ke waktu, tidak hanya dari segi bangunan saja, tetapi juga jumlah koleksi dan jenis pelayanannya.
Perpustakaan Nasional harus berisi semua literatur nasional, dengan tambahan literatur nasional negara lain.
Setiap buku selalu berguna.
Setiap pustakawan haruslah manusia yang berpendidikan.
Pustakawan sejak zaman dahulu adalah orang-orang cerdik.
Peranan seorang pustakawan hanya dapat menjadi penting bilamana peranan tersebut sepenuhnya diintegrasikan ke dalam sistem sosial dan politik yang berlaku.
Seorang pustakawan memerlukan pendidikan, pelatihan dan magang.
Tugas pustakawan untuk menambah koleksi perpustakaannya.
Sebuah perpustakaan harus disusun menurut aturan tertentu, dan harus dibuatkan daftar koleksinya.
Perpustakaan merupakan gudang pengetahuan, maka koleksi perpustakaan harus disusun menurut subjek.
Kemampuan praktis akan menentukan bagaimana subjek-subjek dikelompokkan di perpustakaan.
Perpustakaan harus memiliki katalog subjek.
Pustakawan Sebagai Tenaga Profesional
Profesi bermakna lain dengan pekerjaan. Profesi memerlukan syarat pendidikan dan pelatihan berdasarkan batang tubuh ilmu pengetahuan yang diakui oleh bidang yang bersangkutan.
Konsep profesi secara ilmiah mulai dibahas pada abad 17 bersamaan dengan terjadinya Revolusi Industri. Revolusi Industri yang terjadi di Inggris ternyata melahirkan berbagai profesi baru, tidak dikenal sebelumnya. Sebelum itu hanya ada empat profesi tradisional yaitu pendeta atau biarawan, dokter, pengacara dan perwira angkatan darat. Kini profesi semakin bertambah.
Untuk dapat memenuhi syarat sebuah profesi maka harus ada beberapa tolok ukur yang harus dipenuhi yaitu:
adanya asosiasi
pendidikan
isi intelektual
orientasi pada jasa
kode etik
tingkat kemandirian
status
Pustakawan memenuhi syarat sebagai tenaga profesional karena keenam unsur tersebut di atas dapat dipenuhi. Pustakawan mengenal organisasi profesi, mengenal tingkat pendidikan pada universitas mulai dari program sarjana, magister hingga doktor, di dalam pendidikan diberikan bermacam-macam pelajaran baik teori maupun praktik, sebahagian di antaranya berlandaskan teori yang semakin berkembang; orientasi pustakawan adalah memberikan jasa tanpa mengharapkan imbalan uang; ada tingkat kemandirian sebagai sebuah organisasi profesi dan statusnya sebagai tenaga fungsional telah diakui pemerintah RI.
Dalam pembagian pekerjaan, dikenal tugas profesional dan non-profesional. Tugas profesional dilakukan oleh pustakawan sedangkan tugas non-profesional dilakukan oleh mereka yang tidak memperoleh pendidikan khusus kepustakawanan.
Pemisahan tugas antara profesional dengan non-profesional terlihat dalam berbagai pekerjaan perpustakaan seperti pada administrasi umum, manajemen kepegawaian, hubungan masyarakat, pemilihan bahan perpustakaan, pengadaan bahan perpustakaan, penyiangan, pengkatalogan, klasifikasi, penerbitan, pelestarian, tugas informasi, bimbingan pembaca serta tugas peminjaman. Pada kesemua tugas tersebut terdapat perbedaan jelas antara tugas profesional dengan tugas non-profesional.
Organisasi Profesi
Organisasi pustakawan telah lama ada di Inggris maupun Amerika Serikat. Pada kedua negara itu organisasi pustakawan telah berdiri sejak tahun 1876. Karena usia yang cukup tua itu, maka kedua organisasi pustakawan berhasil memperjuangkan hak-hak pustakawan; termasuk pengakuan pustakawan sebagai tenaga profesional serta ketentuan tentang gaji. Kedua organisasi itu juga menerbitkan majalah yang dibagi-bagikan secara cuma-cuma untuk anggotanya.
Di samping organisasi pustakawan umum, ada pula organisasi pustakawan yang bekerja di perpustakaan khusus dan biro organisasi. Di Inggris, organisasi itu dikenal dengan nama ASLIB, singkatan dari Association of Special Libraries and Information Bureaux, sedangkan di AS bernama Special Library Association.
Di samping organisasi yang berskala nasional, ada pula organisasi berskala lokal, terutama di AS. Di negara tersebut, setiap negara bagian memiliki organisasi lokal. Hal demikian tidak terdapat di Inggris. Berbagai organisasi pustakawan membentuk federasi organisasi.
JENIS-JENIS PERPUSTAKAAN
Mengapa Terjadi Berbagai Jenis Perpustakaan
Adanya berbagai jenis perpustakaan terjadi karena timbulnya berbagai jenis media seperti media tercetak (buku, majalah, laporan, surat kabar) dan media grafis/elektronik seperti film, foto, mikrofilm, video, pertumbuhan literatur yang cepat dan banyak, pertumbuhan subjek dalam arti terjadi fusi berbagai subjek artinya satu subjek pecah menjadi beberapa subjek dan sebaliknya beberapa subjek melebur menjadi subjek baru. Alasan lain, karena kebutuhan pemakai yang berlainan, misalnya keperluan informasi seorang anak SD akan berbeda dengan seorang peneliti kawakan walaupun objeknya sama, misalnya tentang keruntuhan Majapahit.
Karena hal-hal tersebut di atas maka muncullah berbagai jenis perpustakaan seperti perpustakaan internasional, perpustakaan nasional, perpustakaan sekolah, perpustakaan perguruan tinggi, perpustakaan khusus dan perpustakaan umum. Masing-masing perpustakaan memiliki ciri tersendiri, khalayak ramai yang dilayaninya jelas berbeda, terkecuali perpustakaan umum. Karena itu perpustakaan umum memegang peranan penting dalam pemberian jasa bagi umum sehingga Unesco (sebuah badan PBB) perlu mengeluarkan Manifesto Perpustakaan Umum. Dalam manifesto tersebut dinyatakan bahwa perpustakaan umum terbuka bagi siapa saja tanpa membeda-bedakan ras, kedudukan, warna kulit, agama, kepercayaan, usia, jenis kelamin.
Badan Lain yang Bergerak dalam Bidang Informasi
Di samping perpustakaan, masih ada pranata lain yang bergerak dalam bidang pengadaan, pengolahan dan pemencaran informasi. Kegiatan lembaga tersebut tidak selalu terpisah dari perpustakaan, malahan bekerja sama memenuhi kebutuhan informasi pemakai.
Lembaga lain di samping perpustakaan yang bergerak dalam bidang informasi adalah pusat informasi, pusat analisis informasi; pusat dokumentasi, pusat referal, clearing house. Di samping itu masih ada pula focal point, national focal point dan bank data. Pada bank data, tekanan utama lebih banyak pada penyediaan data, bukannya informasi maupun dokumen. Sebagai contoh sebuah buku membahas tentang produksi padi Indonesia dari tahun 1969-1993. Keterangan tentang dokumen itu disebut informasi dokumen sedangkan data diambil dari dokumen itu. Jadi bank data menyajikan data tentang panen padi di Indonesia, namun tidak menyediakan informasi tentang dokumen yang memuat data tersebut.
--------------------------------------------------------------------------------
sumber :http://massofa.wordpress.com/2008/01/26/pengantar-perpustakaan-bag-1/
Bag 1
Definisi Perpustakaan
Pustaka atau buku atau kitab merupakan kumpulan kertas atau bahan sejenis berisi hasil tulisan atau cetakan, dijilid menjadi satu agar mudah membacanya serta berjumlah sedikitnya 48 halaman. Dari kata pustaka terbentuklah kata turunan antara lain perpustakaan, pustakawan, kepustakawanan, kepustakaan, dan ilmu perpustakaan.
Perpustakaan adalah kumpulan buku atau bangunan fisik tempat buku dikumpulkan, disusun menurut sistem tertentu untuk kepentingan pemakai.
Pustakawan adalah orang yang bekerja di perpustakaan dan memiliki pendidikan perpustakaan (minimal D2 dalam bidang Ilmu Perpustakaan).
Kepustakawanan adalah penerapan Ilmu Perpustakaan dalam hal pengadaan, pengolahan, pendayagunaan dan penyebaran bahan pustaka di perpustakaan.
Fungsi perpustakaan adalah: penyimpanan, pendidikan, penelitian, informasi, dan kultural.
Sedangkan kepustakaan adalah: bahan perpustakaan yang digunakan untuk menyusun karangan, makalah, artikel, laporan dan sejenisnya.
Hubungan Ilmu Perpustakaan, Dokumentasi dan Arsip
Dalam kegiatan belajar dua ini, kita melihat bahwa di samping kegiatan perpustakaan, ada pula kegiatan bidang lain yang mirip bahkan tumpang tindih dengan kegiatan perpustakaan. Kedua bidang itu adalah dokumentasi dan arsip.
Dokumentasi merupakan kegiatan yang semula tumbuh akibat tumbuhnya majalah ilmiah, sementara perpustakaan tidak dapat menangani informasi yang muncul dari majalah ilmiah. Hal ini nampak jelas di Eropa Barat sehingga di samping kegiatan perpustakaan, muncul pula kegiatan dokumentasi yang mengkhususkan diri pada pengolahan isi majalah. Salah satu negara Eropa Barat yang mengalami munculnya dokumentasi ialah Belanda. Karena Belanda pernah menjajah Indonesia, maka Belanda pun memperkenalkan sistem dokumentasi yang ada di negeri Belanda pada Indonesia. Karena di negeri Belanda kegiatan dokumentasi berbeda dengan kegiatan perpustakaan, maka hal tersebut nampak pula pengaruhnya di Indonesia. Hingga kini di Indonesia masih ada perbedaan antara dokumentasi dengan perpustakaan.
Perbedaan tersebut kurang nampak di AS karena penanganan isi majalah dilakukan oleh pustakawan yang bekerja di perpustakaan khusus sehingga di Amerika Serikat makna dokumentasi identik dengan kegiatan perpustakaan.
Dalam perkembangan selanjutnya definisi dokumentasi, seperti yang dinyatakan oleh Federasi Dokumentasi dan Informasi Nasional (FID), mencakup sedemikian rupa sehingga isinya luas sekali. Karena itu untuk memudahkan pembahasan, diberikan tabel perbedaan kegiatan dokumentasi dan perpustakaan.
Perkembangan perpustakaan dimulai dengan pengumpulan berbagai berkas niaga, pahatan, tulisan tangan dan sejenisnya. Dengan dikenalnya teknik pembuatan buku, maka perpustakaan mulai memusatkan diri pada kegiatan pengadaan, pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, temu balik, dan pendayagunaan buku. Sebagai sebuah pranata masyarakat, perpustakaan juga menghasilkan berbagai berkas, manuskrip, namun seringkali kedua bahan tersebut tidak dianggap sebagai cakupan perpustakaan. Maka di bagian tersebut muncullah kearsipan. Dibandingkan dengan kegiatan dokumentasi, maka kegiatan perpustakaan jelas berbeda dibandingkan dengan kegiatan arsip. Hal ini dibeberkan secara jelas pada tabel dalam modul.
Sejarah Perpustakaan di Dunia Barat
Kapan perpustakan mulai berdiri tidak pernah diketahui dengan pasti. Namun berdasarkan penelitian arkeologis, perpustakaan telah dikenal sejak peradaban Sumeria sekitar 5.000 tahun Sebelum Masehi. Perkembangan perpustakaan tersebut segera ditiru negara tetangganya seperti Babilonia. Pada waktu itu orang-orang purba menggunakan bahan tulis berupa tanah liat. Mula-mula tanah liat diempukkan, kemudian dibuat lempengan. Sewaktu masih lunak, tanah liat ditulisi, kemudian dikeringkan.
Kerajaan Pergamum berusaha mengembangkan perpustakaan sebagaimana halnya dengan raja-raja Mesir. Karena waktu itu belum ditemukan mesin cetak, maka pembuatan naskah dilakukan dengan cara menyalin. Usaha menyalin naskah dikembangkan oleh kerajaan Pergamum dengan menggunakan bahan tulis berupa papirus. Untuk mencegah agar perpustakaan Pergamum tidak menjadi saingan perpustakaan Iskandaria yang berada di Mesir, maka Mesir menghentikan ekspor papirus ke Pergamum.
Guna menggantikan papirus, Pergamum mengembangkan bahan tulis berupa kulit binatang yang dikeringkan, kemudian ditulis. Kulit yang digunakan terbuat dari kulit domba, sapi disebut parchmen. Parchmen yang baik disebut vellum merupakan bahan tulis hingga abad menengah.
Kegiatan menyalin naskah ini dilakukan pula di pertapaan, sampai pertapaan menyediakan tempat khusus untuk menulis dan menyalin naskah disebut scriptorium. Pertapaan bahkan mengembangkan naskah yang dihiasi dengan gambar miniatur, menggunakan huruf indah disertai dengan warna merah, biru dan emas. Lukisan pada naskah kuno dengan hiasan dan warna-warni itu disebut iluminasi.
Orang-orang Eropa menemukan mesin cetak sekitar abad ke-15. Pada awal penemuan mesin cetak, buku dicetak dengan teknik sederhana. Buku yang dicetak dengan teknik pencetakan sederhana, dicetak antara tahun 1450-1500, disebut incunabula, merupakan buku langka yang banyak dicari orang.
Sejarah Perpustakaan di Indonesia
Perkembangan Perpustakaan pada zaman Hindia Belanda:
Perpustakaan Gereja: Perpustakaan Gereja adalah jenis perpustakaan yang pertama kali berdiri pada zaman ini. Perpustakaan gereja yang pertama didirikan sekitar tahun 1643.
Perpustakaan Penelitian: Perpustakaan penelitian tumbuh seiring dengan dikeluarkannya kebijakan Tanam Paksa. Akibat dari Tanam Paksa ini banyak berdiri lembaga penelitian yang membutuhkan informasi tentang tanaman.
Perpustakaan Sekolah: Pada zaman penjajahan Belanda banyak sekolah-sekolah yang dilengkapi dengan perpustakaan. Pada masa ini pemakai perpustakaan sekolah tidak hanya siswa dan guru tetapi juga masyarakat umum.
Perpustakaan Umum: Perpustakaan umum pada masa ini hanya memberi perhatian pada bahasa daerah dengan menyediakan koleksi dalam bahasa daerah setempat. Sebelum pemerintah Hindia Belanda mendirikan Perpustakaan Umum, pihak swasta telah mendirikan ruang baca untuk umum. Masyarakat dapat membaca koleksi yang ada, secara cuma-cuma. Selain ruang baca umum pada masa ini juga berkembang Perpustakaan Sewa.
Perkembangan Perpustakaan pada Zaman Jepang
Pada masa ini perpustakaan di Indonesia mengalami kehancuran, karena Jepang melarang semua buku yang ditulis dalam bahasa Inggris, Perancis dan Belanda. Mereka juga menangkapi semua orang Belanda termasuk Perpustakaan Belanda.
Perkembangan Perpustakaan setelah Kemerdekaan
Perpustakaan Negara: Pada tahun 1948 pemerintah Republik Indonesia mendirikan Perpustakaan Negara yang pertama.
Perpustakaan Umum: Perpustakaan Umum pada masa ini dikenal dengan nama Taman Pustaka Rakyat.
Prinsip kepustakaan
Prinsip Kepustakaan adalah:
Perpustakaan diciptakan oleh masyarakat.
Berdasarkan penelitian sejarah, diketahui bahwa tujuan perpustakaan selalu berkaitan dengan tujuan masyarakat.
Perpustakaan selalu berusaha untuk menyimpan dan menyebarkan karya dan pengetahuan masyarakat.
Perpustakaan dilestarikan oleh masyarakat.
Karena perpustakaan diciptakan oleh masyarakat, maka masyarakat pulalah yang melestarikannya.
Perpustakaan bertujuan menyimpan dan menyebarluaskan pengetahuan. Selama ini perpustakaan selalu merupakan gudang ilmu pengetahuan tempat menyimpan hasil karya dari para cerdik pandai. Selain itu perpustakaan juga menyebarluaskan ilmu pengetahuan tersebut dengan cara meminjamkan buku-buku yang dimilikinya pada masyarakat umum.
Perpustakaan merupakan pusat kekuatan.
Perpustakaan terbuka bagi siapa saja.
Perpustakaan umum telah ada sejak abad 7 sebelum Masehi.
Perpustakaan harus tumbuh berkembang.
Perpustakaan selalu berkembang dari waktu ke waktu, tidak hanya dari segi bangunan saja, tetapi juga jumlah koleksi dan jenis pelayanannya.
Perpustakaan Nasional harus berisi semua literatur nasional, dengan tambahan literatur nasional negara lain.
Setiap buku selalu berguna.
Setiap pustakawan haruslah manusia yang berpendidikan.
Pustakawan sejak zaman dahulu adalah orang-orang cerdik.
Peranan seorang pustakawan hanya dapat menjadi penting bilamana peranan tersebut sepenuhnya diintegrasikan ke dalam sistem sosial dan politik yang berlaku.
Seorang pustakawan memerlukan pendidikan, pelatihan dan magang.
Tugas pustakawan untuk menambah koleksi perpustakaannya.
Sebuah perpustakaan harus disusun menurut aturan tertentu, dan harus dibuatkan daftar koleksinya.
Perpustakaan merupakan gudang pengetahuan, maka koleksi perpustakaan harus disusun menurut subjek.
Kemampuan praktis akan menentukan bagaimana subjek-subjek dikelompokkan di perpustakaan.
Perpustakaan harus memiliki katalog subjek.
Pustakawan Sebagai Tenaga Profesional
Profesi bermakna lain dengan pekerjaan. Profesi memerlukan syarat pendidikan dan pelatihan berdasarkan batang tubuh ilmu pengetahuan yang diakui oleh bidang yang bersangkutan.
Konsep profesi secara ilmiah mulai dibahas pada abad 17 bersamaan dengan terjadinya Revolusi Industri. Revolusi Industri yang terjadi di Inggris ternyata melahirkan berbagai profesi baru, tidak dikenal sebelumnya. Sebelum itu hanya ada empat profesi tradisional yaitu pendeta atau biarawan, dokter, pengacara dan perwira angkatan darat. Kini profesi semakin bertambah.
Untuk dapat memenuhi syarat sebuah profesi maka harus ada beberapa tolok ukur yang harus dipenuhi yaitu:
adanya asosiasi
pendidikan
isi intelektual
orientasi pada jasa
kode etik
tingkat kemandirian
status
Pustakawan memenuhi syarat sebagai tenaga profesional karena keenam unsur tersebut di atas dapat dipenuhi. Pustakawan mengenal organisasi profesi, mengenal tingkat pendidikan pada universitas mulai dari program sarjana, magister hingga doktor, di dalam pendidikan diberikan bermacam-macam pelajaran baik teori maupun praktik, sebahagian di antaranya berlandaskan teori yang semakin berkembang; orientasi pustakawan adalah memberikan jasa tanpa mengharapkan imbalan uang; ada tingkat kemandirian sebagai sebuah organisasi profesi dan statusnya sebagai tenaga fungsional telah diakui pemerintah RI.
Dalam pembagian pekerjaan, dikenal tugas profesional dan non-profesional. Tugas profesional dilakukan oleh pustakawan sedangkan tugas non-profesional dilakukan oleh mereka yang tidak memperoleh pendidikan khusus kepustakawanan.
Pemisahan tugas antara profesional dengan non-profesional terlihat dalam berbagai pekerjaan perpustakaan seperti pada administrasi umum, manajemen kepegawaian, hubungan masyarakat, pemilihan bahan perpustakaan, pengadaan bahan perpustakaan, penyiangan, pengkatalogan, klasifikasi, penerbitan, pelestarian, tugas informasi, bimbingan pembaca serta tugas peminjaman. Pada kesemua tugas tersebut terdapat perbedaan jelas antara tugas profesional dengan tugas non-profesional.
Organisasi Profesi
Organisasi pustakawan telah lama ada di Inggris maupun Amerika Serikat. Pada kedua negara itu organisasi pustakawan telah berdiri sejak tahun 1876. Karena usia yang cukup tua itu, maka kedua organisasi pustakawan berhasil memperjuangkan hak-hak pustakawan; termasuk pengakuan pustakawan sebagai tenaga profesional serta ketentuan tentang gaji. Kedua organisasi itu juga menerbitkan majalah yang dibagi-bagikan secara cuma-cuma untuk anggotanya.
Di samping organisasi pustakawan umum, ada pula organisasi pustakawan yang bekerja di perpustakaan khusus dan biro organisasi. Di Inggris, organisasi itu dikenal dengan nama ASLIB, singkatan dari Association of Special Libraries and Information Bureaux, sedangkan di AS bernama Special Library Association.
Di samping organisasi yang berskala nasional, ada pula organisasi berskala lokal, terutama di AS. Di negara tersebut, setiap negara bagian memiliki organisasi lokal. Hal demikian tidak terdapat di Inggris. Berbagai organisasi pustakawan membentuk federasi organisasi.
JENIS-JENIS PERPUSTAKAAN
Mengapa Terjadi Berbagai Jenis Perpustakaan
Adanya berbagai jenis perpustakaan terjadi karena timbulnya berbagai jenis media seperti media tercetak (buku, majalah, laporan, surat kabar) dan media grafis/elektronik seperti film, foto, mikrofilm, video, pertumbuhan literatur yang cepat dan banyak, pertumbuhan subjek dalam arti terjadi fusi berbagai subjek artinya satu subjek pecah menjadi beberapa subjek dan sebaliknya beberapa subjek melebur menjadi subjek baru. Alasan lain, karena kebutuhan pemakai yang berlainan, misalnya keperluan informasi seorang anak SD akan berbeda dengan seorang peneliti kawakan walaupun objeknya sama, misalnya tentang keruntuhan Majapahit.
Karena hal-hal tersebut di atas maka muncullah berbagai jenis perpustakaan seperti perpustakaan internasional, perpustakaan nasional, perpustakaan sekolah, perpustakaan perguruan tinggi, perpustakaan khusus dan perpustakaan umum. Masing-masing perpustakaan memiliki ciri tersendiri, khalayak ramai yang dilayaninya jelas berbeda, terkecuali perpustakaan umum. Karena itu perpustakaan umum memegang peranan penting dalam pemberian jasa bagi umum sehingga Unesco (sebuah badan PBB) perlu mengeluarkan Manifesto Perpustakaan Umum. Dalam manifesto tersebut dinyatakan bahwa perpustakaan umum terbuka bagi siapa saja tanpa membeda-bedakan ras, kedudukan, warna kulit, agama, kepercayaan, usia, jenis kelamin.
Badan Lain yang Bergerak dalam Bidang Informasi
Di samping perpustakaan, masih ada pranata lain yang bergerak dalam bidang pengadaan, pengolahan dan pemencaran informasi. Kegiatan lembaga tersebut tidak selalu terpisah dari perpustakaan, malahan bekerja sama memenuhi kebutuhan informasi pemakai.
Lembaga lain di samping perpustakaan yang bergerak dalam bidang informasi adalah pusat informasi, pusat analisis informasi; pusat dokumentasi, pusat referal, clearing house. Di samping itu masih ada pula focal point, national focal point dan bank data. Pada bank data, tekanan utama lebih banyak pada penyediaan data, bukannya informasi maupun dokumen. Sebagai contoh sebuah buku membahas tentang produksi padi Indonesia dari tahun 1969-1993. Keterangan tentang dokumen itu disebut informasi dokumen sedangkan data diambil dari dokumen itu. Jadi bank data menyajikan data tentang panen padi di Indonesia, namun tidak menyediakan informasi tentang dokumen yang memuat data tersebut.
--------------------------------------------------------------------------------
sumber :http://massofa.wordpress.com/2008/01/26/pengantar-perpustakaan-bag-1/
Langganan:
Postingan (Atom)