Sabtu, 05 Januari 2008

Perpustakaan Universitas Indonesia menuju ‘World Class University Library’

Perpustakaan Universitas Indonesia menuju ‘World Class University Library’
Oleh Salmubi
A. Pendahuluan
Universitas Indonesia (UI) sebagai salah satu universitas ternama dan terkemuka di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi salah satu universitas yang memiliki reputasi international (standar international). Sebagai universitas terkemuka, UI telah memiliki sejumlah syarat yang memungkinkannya go international. Syarat itu antara lain kualitas dan kuantitas sumber daya manusia yang sangat memadai. Tentu saja syarat itu belum cukup, dan masih dibutuhkan sejumlah syarat lainnya. UI harus didukung dengan ketersediaan kurikulum yang bertaraf international, laboratorium yang standar, perpustakaan yang representatif dan fasilitas pendidikan lainnya.
Perjalanan Universitas Indonesia pada masa yang akan datang dipengaruhi oleh paling tidak lima faktor teknologi yang mana faktor-faktor itu memiliki hubungan dengan perkembangan perpustakaan. Pertama, dominisasi penggunaan informasi yang berbasis on-line yang menggunakan World Wide Web (www)/internet. Universitas akan membutuhkan investasi tambahan untuk pengadaan infrastruktur informasi dan pengembangan staf. Kedua, teknologi berubah secara terus menerus, dan perubahan teknologi itu berlangsung cepat. Faktor ini pun membutuhkan dana yang tidak sedikit untuk mengikuti perkembangan dan mengatasi segala perubahan yang akan terjadi. Ketiga, kemampuan dan keterampilan mahasiswa makin meningkat dalam penggunaan komputer (computer literate), sehingga universitas harus menyediakan tenaga ahli (IT) dan sumber daya lainnya untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa. Keempat, sekarang semakin banyak proses pengajaran yang telah diintergrasikan dengan teknologi multimedia, sehingga mengharuskan universitas melibatkan staf TI untuk mendukung ketersediaan pengajaran yang berbasis teknologi itu. Terakhir, adanya peningkatan penggunaan electronic resources, sementara tidak terjadi penurunan pada penggunaan printed resources. Hal ini memaksa universitas untuk menyediakan tambahan anggaran
perpustakaan dalam rangka memenuhi kebutuhan pemakai dengan kehadiran electronic resources tersebut.
Relevan dengan kondisi itu, Perpustakaan UI harus belajar dari pengalaman universitas negera-negara maju seperti Australia, Inggris, Amerika, dan bahkan negari jiran seperti Malaysia, yang berhasil mengimplementasikan hasil perkembangan teknologi informasi dalam penyelenggaraan perpustakaan. Harus diakui bahwa perpustakaan universitas di negara-negara tersebut ditempatkan pada posisi yang cukup strategis dan “terhormat” dalam struktur organisasi universitas. Bargaining position perpustakaan di tingkat universitas begitu kuat sehingga perpustakaan dapat berkembang dan menjalankan fungsi dan peranannya dengan sangat efektif dan efisien. Alokasi anggaran untuk penyelenggaraan dan pengembangan perpustakaan, misalnya, telah dipatenkan universitas dan benar-benar diimplementasikan. Sehingga perpustakaan tidak terlalu direpotkan dan dipusingkan dengan urusan alokasi anggaran, tetapi perpustakaan akan lebih fokus pada penyediaan pelayanan yang berkualitas.
Sebaliknya, di kebanyakan univeristas Indonesia, keadaan atau praktek-praktek seperti itu sangat sulit didapatkan. Alokasi anggaran perpustakaan masih sangat minim, meskipun Direktorat Pendidikan Tinggi (Dikti) telah menetapkan ‘minimal 5%’ dari total anggaran universitas yang seharusnya dialokasikan ke perpustakaan. Tetapi, faktanya, hampir tak satu pun universitas di Indonesia yang ‘taat’ atau memprakktekkan ketentuan tersebut.
B. Syarat Fundamental
Uraian tersebut di atas tersirat bahwa paling tidak ada sejumlah syarat fundamental yang harus dipenuhi perpustakaan untuk mendukung Universitas Indonesia sehingga memiliki standar internasional. Kedua syarat itu adalah kedudukan atau posisi perpustakaan dalam struktur organisasi universitas dan ketersedian anggaran perpustakaan yang memadai.
Kedudukan (posisi) Perpustakaan Universitas Indonesia di dalam struktur orgnanisasi universitas harus dipatenkan. Bila perlu, Perpustakaan UI bertanggungjawab langsung
kepada rektor. Dalam konteks yang lebih strategis, wakil perpustakaan harus duduk di senat universitas. Di senat akan ada interaksi dan komunikasi wakil perpustakaan dengan wakil-wakil dari masing-masing fakultas (para dekan) dan atau para guru besar. Sebab komunikasi yang terjalin dengan pihak-pihak tersebut akan sangat bermanfaat dalam merancang dan menetapkan rencana jangka pendek dan jangka panjang (rencana starategis) perpustakaan yang relevan dan searah dengan kebijakan pengembangan universitas. Di samping itu, Perpustakaan UI akan lebih mudah menyediakan kebutuhan koleksi dan sumber-sumber informasi lainya untuk mendukung terlaksananya Tri Darma Perguruan Tinggi. Secara luas, keberadaan wakil perpustakaan di senat memungkinkan perpustakaan memahami arah pengembangan universitas secara lebih komprehensif dan akan memberikan kontribusi terhadap penetapan kebijakan (policy) pengembangan perpustakaan UI.
Skenario lain yang mungkin dapat dilakukan Perpustakaan UI adalah membentuk komite perpustakaan (library committee). Komite ini atau dapat juga disebut sebagai dewan perpustakaan yang dibentuk dalam rangka memberi nasihat, masukan, usulan, dan bahkan pelaporan kepada Rektor atau Pembantu Rektor yang terkait dengan penyelenggaraan Perpustakaan UI.
Syarat fundamental kedua adalah anggaran perpustakaan (library budgets). Universitas Indonesia harus mengalokasikan anggaran perpustakaan yang memadai untuk penyelenggaraan dan pengembangan perpustakaan. Minimal, Universitas Indonesia mengimplementasikan ketentuan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dengan mengalokasikan anggaran perpustakaan minimal 5 % dari total anggaran universitas. Anggaran memadai memungkinkan perpustakaan melakukan pengembangan secara lebih cepat sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama perkembangan Information and Communication Technologies (ICTs) yang berlangsung sangat cepat.
Selain kedua syarat tersebut di atas, kewajiban Universitas Indonesia adalah menetapkan kebijakan dan dana yang cukup untuk membangun dan mengembangkan perpustakaan
digital (digital library) sebagai sebuah trend global. Pengembangan perpustakaan digital tidak semestinya dibebankan semata-mata ke perpustakaan saja, tetapi harus ditetapkan sebagai sebuah kebijakan (policy) universitas. Karena, mungkin dengan membangun digital library memerlukan revisi atau peninjauan ulang dari struktur organisasi Perpustakaan UI yang ada sekarang ini. Perubahan struktur organisasi harus mampu mengintegrasikan kewenangan dan tanggungjawab dari pihak-pihak yang terlibat dalam struktur organisasi perpustakaan, seperti pustakawan, bagian akademik, pakar dan teknisi bidang IT, dan staf administrasi perpustakaan.
Di samping itu, kebijakan tentang digital library harus didukung oleh adanya usaha-usaha yang lebih konkrit dari pihak-pihak terkait dalam rangka implementasinya. Kebijakan UI sangat diperlukan. Bukan karena digital library membutuhkan investasi dana yang tidak sedikit, melainkan juga karena adanya keterlibatan unit-unit terkait lainnya dari luar perpustakaan, seperti Unit Teknologi Informasi (TI), Unit Komputer, pihak Jurusan Komputer (pakar TI) dan mungkin juga Bagian Akademik (kurikulum).
Infrastruktur yang disiapkan UI harus mampu memfasilitasi akses sumber-sumber informasi (information resources) secara cepat dan akurat. Untuk itu paling tidak dibutuhkan tiga syarat infrastruktur informasi, yakni telecommunication capacity, computer processing capability, dan skills (pengelola/staf dan pemakai perpustakaan). Infrastruktur tersebut akan memungkinkan adanya integrasi (ada link) antara sumber-sumber informasi perpustakaan dan proses pembelajaran yang berbasis web (on-line learning). Pembelajaran berbasis web juga telah menjadi salah satu trend global dalam penyelenggaraan proses belajar mengajar di banyak universitas di seluruh dunia. Trend ini harus menjadi bagian integral dari sistem Perpustakaan UI.
Bila trend seperti itu dapat juga diimplementasikan di Universitas Indonesia, maka reputasi internasional pun akan mudah diraih. Sebab, pengelolaan universitas, termasuk perpustakaan yang berbasis teknologi akan menjadi salah satu daya tarik UI bagi calon mahasiswa dari dalam dan luar negeri. Artinya, UI akan membuka peluang untuk memiliki international student atau paling tidak memiliki kelas jarak jauh (distance
education) yang mahasiswanya tidak hanya dari seluruh Indonesia, tapi juga dari berbagai tempat di seluruh dunia. Keberadaan mahasiswa internasional di Universitas Indonesia menjadi pertanda bahwa UI telah memiliki reputasi internasional. Tentu saja itu hanya dimungkinkan bila UI didukung pula oleh adanya ‘world class university library’.
C. Faktor Internal Perpustakaan
Untuk meraih predikat perpustakaan dengan standar international, Perpustakaan Universitas Indonesia harus menjamin ketersediaan dan pelaksanaan beberapa faktor internal yang berhubungan dengan penyelenggaraan perpustakaan. Keseluruhan faktor internal itu harus terpenuhi sebagai syarat untuk menjadikan Perpustakaan UI sebagai ‘world class university library’. Faktor-faktor internal itu meliputi 1. Rencana Perpustakaan, 2. Penilaian Kinerja Perpustakaan, 3. Layanan Perpustakaan, 4. Pendidikan Pemakai Perpustakaan, 5. Sumber-sumber Informasi Perpustakaan, 6. Akses Sumber-sumber Informasi, 7. Staf Perpustakaan, 8. Fasilitas Perpustakaan, dan 9. Alur Komunikasi dan Pemasaran Perpustakaan.
1. Rencana Perpustakaan
Rencana pengembangan Perpustakaan UI harus dinyatakan secara jelas dan detail. Rencana tersebut menjadi dasar pijakan untuk melakukan seluruh kegiatan rutin perpustakaan. Salah satu ciri rencana yang baik adalah bila rencana itu dirumuskan di dalam visi dan misi Perpustakaan UI. Visi dan misi perpustakaan harus relevan dengan visi dan misi Universitas Indonesia. Tujuan, sasaran, dan strategi Perpustakaan UI pun harus dinyatakan secara jelas dan detail di dalam rencana strategis perpustakaan. Umumnya, perpustakaan perguruan tinggi di negera seperti Australia menyusun rencana strategisnya dalam sebuah dokumen yang berisi visi,
misi, tujuan, sasaran, strategi, dan hal lainya yang berhubungan dengan rencana strategis itu.
Selanjutnya, rencana perpustakaan yang baik harus mampu mencerminkan kebutuhan dari seluruh stakeholder Perpustakaan UI. Secara sederharna, stakeholder Perpustakaan UI dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok:
a. Individu atau kelompok yang mempengaruhi arah pengembangan perpustakaan (Manajemen Universitas dan Dewan Penyantun)
b. Individu atau kelompok yang melakukan pekerjaan atau tugas-tugas perpustakaan (Staf Perpustakaan, Vendor, dan Perpustakaan lain yang terlibat dalam kerja sama perpustakaan dengan Perpustakaan UI)
c. Individu atau kelompok yang menggunakan perpustakaan dan layanannya (Mahasiswa, staf, alumni, dan pemakai dari luar UI)
Kebutuhan seluruh stakeholder harus mampu diterjemahkan dalam rencana kerja perpustakaan, sehingga rencana kerja yang ada dilaksanakan sesuai dengan sasaran yang ditetapkan dan memenuhi kebutuhan dan keinginan para stakeholder.
Untuk mendukung terlaksananya rencana perpustakaan UI dengan baik, maka diperlukan sejumlah usaha berupa:
a. Mengembangkan rencana strategis perpustakaan sekali dalam empat tahun. Rencana strategis adalah proses yang berulang yang meliputi evaluasi, pembaharuan, dan verifikasi terhadap rencana strategis yang dibuat. Rencana strategis itu harus dikomunikasikan dengan seluruh staf perpustakaan dan menjamin akan adanya dukungan penuh dari mereka dalam implementasinya.
b. Menyiapkan dan menyusun rencana operasional tahunan perpustakaan serta mengkomunikasikan dengan staf perpustakaan. Penyusunan rencana operasional tahunan harus melibatkan seluruh staf Perpustakaan UI. Target
dan indikator kinerja (indicator performance) harus ditetapkan sebagai alat ukur untuk mengetahui tercapai atau tidaknya target yang telah ditetapkan
c. Menetapkan sejumlah kebijakan perpustakaan (library policy) dan standar pelaksanaan tugas-tugas perpustakaan dalam bentuk Standard Operating Procedure (SOP). Standar seperti ini akan menjamin terlaksananya tugas-tugas rutin perpustakaan dengan efektif dan efisien, serta dapat dilaksanakan oleh semua staf berdasarkan standar yang ada. Penyusunan SOP harus melibatkan staf secara aktif dalam perumusan dan penetapan SOP perpustakaan.
d. Memonitor dan mengevaluasi kinerja perpustakaan minimal sekali dalam tiga bulan
e. Membuka saluran komunikasi yang memungkinkan seluruh pengguna perpustakaan dapat memberikan masukan, komentar, saran, usulan, dan kritikan terhadap penyempurnaan program kerja perpustakaan. Feedback demikian akan meningkatkan kualitas layanan dan mengoptimalkan penggunaan peralatan, fasilitas dan ruangan (area) perpustakaan.
2. Penilaian Kinerja Perpustakaan
Penilaian kinerja Perpustakaan UI harus dilakukan secara berkesinambungan. Salah satu cara menilai kinerja perpustakaan adalah dengan melibatkan seluruh kelompok pemakai perpustakaan, termasuk pemakai dari luar UI. Seluruh pengguna perpustakaan UI harus diberikan kesempatan yang sama dan luas untuk berpartisipasi dalam kegiatan tersebut. Dengan adanya teknologi informasi, perpustakaan UI tidak hanya dapat memanfaatkan metode survey konvensional (dengan lembaran kuesioner). Tetapi, survey perpustakaan juga dapat dilaksanakan lewat akses elektronik (berbasis web) yang tersedia pada web site Perpustakaan UI.
Sebenarnya, survey dengan menggunakan media elektronik seperti di atas hanya merupakan salah satu bagian dari format-format yang berbasis web (web forms).
Bagian lainnya yang Perpustakaan UI dapat lakukan adalah dengan merancang format web yang memungkinkan permakai perpustakaan memberikan usulan/saran, komentar (untuk memajukan perpustakaan dan layanannya), permintaan (misalnya untuk mendapatkan judul-judul tertentu atau bahan pustaka lainnya) yang dilakukan secara elektronik. Dan, bahkan Perpustakaan UI dapat merancang web forms itu sehingga dapat menyediakan layanan electronic reference (e-reference), layanan interlibrary loan, dan layanan document delivery. Artinya, ketiga jenis layanan tersebut merupakan layanan yang banyak digunakan oleh perpustakaan yang bertaraf internasional.
Penggunaan instrumen lain untuk menilai kinerja perpustakaan dapat berupa penyediaan kotak saran (suggestion box), ujian, interview, dan instrumen evaluasi lainnya. Tanggapan atau penilain pemakai Perpustakaan UI dapat juga diperoleh dari penyelenggaraan program-program perpustakaan seperti library tour, user education, dan information literacy atau information skills
Di dalam survey paling tidak akan muncul sejumlah pertanyaan sekitar kinerja perpustakaan dalam hubungan dengan pencapaian visi dan misinya. Pertanyaan yang dialamatkan kepada pemakai adalah pertanyaan pada aspek-aspek atau hal-hal yang berhubungan dengan kualitas layanan, ketersediaan peralatan, fasilitas, dan ketersediaan ruang perpustakaan. Jenis dan model pertanyaan pun harus disesuaikan dengan kriteria-kriteria tertentu, misalnya jenis-jenis pertanyaan untuk mahasiswa baru. Perpustakaan harus mengeksplorasi pengetahuan mahasiswa baru tentang perpustakaan di awal perkuliahannya di UI. Survey dilanjutkan pada saat mereka berada pada periode pertengahan perkuliahan, misalnya pada semester keempat atau kelima. Berikutnya, menjelang akhir penyelesaian studi mahasiswa, mereka pun harus dilibatkan dalam survey perpustakaan.
Survey Perpustakaan UI dapat pula dilakukan dengan berdasarkan kelompok pemakai perpustakaan tertentu, misalnya kelompok pemakai dari mahasiswa,
staff, jurusan/fakultas, alumni atau masyarakat luar (community) yang menggunakan layanan Perpustakaan UI. Kelompok-kelompok tersebut dapat dimintai tanggapannya tentang pengalaman mereka menggunakan Perpustakaan UI dengan layanan perpustakaan yang tersedia.
Kendala yang biasanya ditemukan dalam melakukan survey perpustakaan adalah tingkat partisipasi pemakai yang sangat minim. Bila demikian kondisinya, maka tidak ada salahnya bila Perpustakaan UI memberikan hadiah (prize) lewat undian bagi user yang telah berpartisipasi dalam survey perpustakaan yang diselenggarakan.
Selain survey perpustakaan, akan sangat bermanfaat bilamana penilaian kinerja Perpustakaan UI diperoleh dari keterlibatan pustakawan (baik secara individu atau kelompok) dari beberapa perguruan tinggi yang ada di Indonesia. Perpustakaan UI harus memberikan kesempatan kepada mereka untuk memberikan komentar dan penilaian terhadap penyelenggaraan Perpustakaan UI. Komentar mereka dapat berupa keseluruhan unsur yang dibutuhkan dalam rangka menjadikan Perpustakaan UI lebih berkualitas dalam menyediakan layanan dan penyelenggaraan tugas-tugas rutin perpustakaan.
Di samping itu, Perpustakaan UI sangat disarankan untuk memilih ‘peer group’ dalam rangka membandingkan penyelenggaraan perpustakaan UI dengan perpustakaan yang menjadi peer groupnya. Keberadaan peer group itu memfasilitasi Perpustakaan UI untuk melakukan proses benchmarking. Dari situ, Perpustakaan UI akan memperoleh manfaat berupa identifikasi terhadap hal-hal atau faktor-faktor yang berkenaan dengan penyelenggaraan perpustakaan dari peer group itu tadi, misalnya: visi dan misi perpustakaan peer group, ruputasinya, jumlah anggaran, jumlah koleksi, jenis-jenis layanan, jumlah staf, penggunaan IT, program-program dan rencana kerja perpustakaan dan sebagainya.
Beberapa hal pokok yang perlu diperhatikan Perpustakaan UI dalam pelaksanaan penilaian kinerja perpustakaan adalah sebagai berikut:
a. Evaluasi kinerja perpustakan UI harus menjadi program yang sistematis dan berkesinambungan
b. Perpustakaan UI harus menetapkan apakah akan menggunakan data kualitatif dan atau kuantitatif untuk menilai atau mengevaluasi kinerjanya
c. Perpustakaan UI perlu membandingkan (compare) dengan Perpustakaan Perguruan Tinggi lainnya
Agar penilian perpustakaan memberikan hasil yang lebih baik dan terukur, maka disarankan agar Perpustakaan UI menggunakan analisa input, output, dan outcome terhadap seluruh aktivitas perpustakaan. Input (masukan) adalah segala yang berkenaan dengan bahan baku (raw material) dari program perpustakaan, misalnya dana, koleksi, gedung, peralatan, dan staf. Input merupakan aset untuk meningkatkan dan menjalankan program perpustakaan. Output (luaran) diartikan sebagai hal-hal yang dihasilkan dari suatu pekerjaan atau tugas yang telah dilakukan dengan memanfaatkan atau menggunakan input tadi, misalnya, jumlah buku yang terpinjam, jumlah pertanyaan referensi, dan lain sebagainnya. Sedangkan outcome (dampak) adalah hal-hal yang menjadikan pemakai perpustakaan berubah sebagai hasil dari interaksinya (pemanfaatan) dengan sumber daya (library resources) atau program perpustakaan (library services).
3. Layanan Perpustakaan
Keberhasilan layanan Perpustakaan UI dapat diukur dari sejauh mana layanan perpustakaan dapat mendukung tercapainya visi dan misi lembaga induknya. Sejumlah indikator yang biasa digunakan oleh perpustakaan universitas di negara maju seperti di Inggris dalam mengukur tingkat kesesuaian antara kebutuhan pengguna dan layanan yang disediakan perpustakaan. Salah satunya adalah Service Level Agreements (SLAs). Lakos (1998) mendifinisikan SLA sebagai “a set of agreements, or a working ‘contract’ that establishes the relationship between the service provider and its clients, quantifying the minimum acceptable
service to the customer”. Menurut hemat penulis, dunia perpustakaan Indonesia tidak banyak mengenal SLA tersebut. Dan, Perpustakaan UI sangat dianjurkan untuk mengkaji dari kemungkinan menggunakan metode tersebut.
Perpustakaan UI juga masih dimungkinkan mengetahui kualitas perpustakaan dengan mengimplementasikan Total Quality Management (TQM) Perpustakaan atau Quality Assurance Perpustakaan. Selanjutnya, Perpustakaan UI harus mencari informasi tentang implementasi International Standard Organizasion (ISO) di perpustakaan. Standar terakhir mungkin menjadi pedoman berharga bagi Perpustakaan UI untuk lebih banyak mengetahui tentang tahap-tahap atau faktor-faktor yang diperlukan (dilalui) untuk mencapai standar internasional perpustakaan.
Paradigma layanan perpustakaan telah berubah dengan kehadiran ICTs di perpustakaan. Layanan perpustakaan yang dulunya ‘off-line’ berubah menjadi ‘on-line’. Salah satu ciri perpustakaan online adalah penggunaan Formula 24/7. Formula layanan itu telah dimplementasikan secara luas di banyak perpustakaan universitas yang berstandar internasional. Formula itu dalam pandangan penulis menjadi salah satu syarat bagi perpustakaan untuk mendukung UI menjadi salah satu universtas bertaraf internasional. Artinya, Perpustakaan UI harus mampu merancang layanan perpustakan yang memungkinkan akses terhadap sumber-sumber informasi (information resources) dengan menggunakan formula 24/7 itu. Dengan demikian, pemakai perpustakaan UI akan memiliki akses informasi di perpustakaan 24 jam sehari dan tujuh hari dalam sepekan.
Hal itu juga mengisyaratkan bahwa pemanfaatan perpustakaan tidak lagi bergantung pada visitasi pemakai perpustakaan atau bertumpu pada kunjungan secara fisik semata, tetapi pemanfaatannya dapat dilakukan setiap saat dan dari berbagai tempat. Ketersediaan elektronic collections (electronic journals, electronic books, digital thesis, dll), dan layanan electronic reference di
perpustakaan adalah bentuk-bentuk layanan perpustakaan dengan menggunakan formula 24/7.
Layanan perpustakaan dengan system on-line seperti tersebut di atas akan memberikan kontribusi terhadap adanya kepuasan pemakai. Tingkat kepuasan pemakai perpustakaan akan banyak ditentukan oleh kualitas atau mutu layanan Perpustakaan UI. Kepuasan yang dirasakan atau dialami oleh pemakai perpustakaan tidak akan pernah stagnan atau berhenti di suatu titik, tetapi akan bergerak terus sesuai dengan tingkat kebutuhan pemakai perpustakaan yang berubah setiap saat. Untuk itu, menjadi keharusan bagi Perpustakaan UI untuk terus mengembangkan, mempromosikan, dan memelihara, serta mengevaluasi kualitas layanan disediakan oleh perpustakaan.
Sentuhan innovasi terhadap peningkatan kualitas layanan Perpustakaan UI teramat sangat diperlukan agar memberi daya tarik tersendiri bagi client perpustakaaan. Tentu upaya-upaya seperti tersebut di atas tetap diarahkan atau lebih difokuskan pada tercapainya visi dan misi UI, terutama untuk mendukung terlaksananya program akademik dan penelitian.
Untuk meningkatkan kepuasan pemakai (user satisfaction) terhadap layanan Perpustakaan UI, sejumlah aspek teknis yang tetap perlu mendapatkan perhatikan, antara lain:
a. Staf perpustakaan harus memberikan layanan prima kepada para pemakai. Sangat dibutuhkan kecakapan, ketangkasan (skill), sikap bersahabat dan menyenangkan (layanan dengan iringan senyum) dari staf dalam menyambut dan memberikan bantuan kepada client perpustakaan
b. Jumlah jam layanan perpustakaan yang memadai bagi pemakai
c. Layanan sirkulasi, reference dan jenis-jenis layanan lainnya harus didisain sedemikian rupa sehingga seluruh pemakai mendapatkan manfaat optimal dari sumber daya koleksi yang dimiliki Perpustakaan UI
d. Perpustakaan UI harus memikirkan metode yang paling efektif dan efisien dalam menyampaikan informasi kepada mahasiswa, dosen, pihak fakultas dan kelompok pemakai lainnya berkenaan dengan layanan perpustakaan yang disediakan
e. Perpustakaan UI harus tetap merujuk dan memanfaatkan secara optimal data yang diperoleh dari kegiatan survey perpustakaan atau penilaian kinerja perpustakaan untuk menetapkan program kerja dan kebijakan yang berkenaan dengan peningkatan mutu layanan perpustakaan
Semua hal yang berkenaan dengan layanan perpustakaan di atas diarahkan pada tercapainya suatu tujuan yaitu bahwa Perpustakaan UI harus menyediakan layanan perpustakaan yang dapat diakses oleh seluruh pengguna dengan menyenangkan, cepat, dan akurat.
4. Pendidikan Pemakai Perpustakaan
Pendidikan pemakai perpustakaan (user education) merupakan upaya untuk memberdayakan pemakai agar mereka dapat menggunakan perpustakaan secara efektif dan efisien. Sebagai salah satu bentuk kegiatan akademik, sepantasnya bila pendidikan pemakai itu menjadi bagian integral dari kurikulum UI. Pendidikan pemakai itu harus dilaksanakan secara konsisten dan berkesinambungan.
Secara teknis, Perpustakaan UI sebaiknya membangun kolaborasi atau kerja sama dengan pihak fakultas dalam merencanakan dan menjalankan program pendidikan tersebut. Partisipasi aktif pihak perpustakaan diharapkan terlibat mulai dari rencana kurikulum hingga penilaian terhadap outcome dari program pendidikan pemakai.
Program pendidikan pemakai dapat dilaksanakan dalam berbagai bentuk, seperti orientasi perpustakaan, tutor, kelas khusus, atau bentuk-bentuk lainnya yang disesuaikan dengan kebutuhan pemakai Perpustakaan UI.
Di samping pendidikan pemakai, program information literacy Perpustakaan UI diharapkan tetap dilaksanakan dan disempurnakan penyelenggaraannya. Sepanjang pengetahuan penulis, Perpustakaan UI merupakaan perpustakaan perguruan tinggi yang ‘leading’ dalam merancang dan melaksanakan program information literacy ini. Bahkan, desain kurikulumnya telah dirampungkan. Namun, yang harus mendapatkan perhatian dari pihak Perpustakaan UI bahwa program ini harus difokuskan pada peningkatan pengetahuan dan ketrampilan pengguna perpustakaan dalam mencari atau menelusur informasi. Pemakai harus pula memiliki kemampuan mengevaluasi dan mengkritisi informasi yang digunakannya.
Keberhasilan Perpustakaan UI dalam melaksanakan kedua jenis program tersebut akan menjadi kontribusi berharga dalam mengantar mahasiswa meraih kesuksesan. Sejatinya, perpustakaan memiliki tanggung jawab memfasilitasi mahasiswa untuk sukses dan juga mendorong mereka untuk menjadi pembelajar sepanjang hayat (lifelong learner). Kesuksesan yang mereka dapatkan akan menjadi bekal berharga bagi mahasiswa untuk memasuki universitas kehidupan (university of life).
Pemberdayaan pemakai perpustakaan (user empowerment) tidak hanya dilakukan melalui pendidikan perpustakaan, tetapi juga dengan menyediakan petunjuk penggunaan atau pemanfaatan perpustakaan (library guides) dalam bentuk buku panduan atau selebaran (leaflet) atau bentuk-bentuk informasi lainya dalam bentuk printed atau electronic (web guides) yang tersedia di web site Perpustakaan UI. Informasi yang ada di web site Perpustakaan UI dapat saja merupakan duplikasi dari leaflet yang tercetak. Leaflet Perpustakaan UI dapat berupa petunjuk tentang layanan informasi dan referensi, peminjaman, penggunaan CD-ROM, jenis-jenis koleksi, penggunaan OPAC, fasilitas perpustakaan, teknik penulisan daftar pustakaan (bibliografi), dan informasi
lainnya yang membantu pemakai memanfaatkan Perpustakaan UI dengan efektif dan efisien.
Di samping itu, Perpustakaan UI dapat menyediakan media yang berbasis web sehingga pemakai dapat mengetahui perpustakaan dengan berbagai cara, misalnya dengan tersedianya ‘virtual library tours’. Fasilitas ini dapat menggantikan peta perpustakaan sekaligus menjadi petunjuk yang aktraktif bagi pemakai untuk mengetahui berbagai aspek mengenai fasilitas perpustakaan dan layanannya.
5. Sumber-sumber Informasi Perpustakaan
Sumber-sumber informasi (information resources) di perpustakaan adalah salah satu komponen utama yang diperlukan untuk menyediakan layanan perpustkaaan. Sumber-sumber informasi itu harus tersedia dalam berbagai format, printed, non-printed, electronic collections, dan media-media lainnya. Di samping itu, kredibilitas dan kemutakhiran (up-to-date) sumber-sumber informasi harus mendapat perhatian dari pihak Perpustakaan UI.
Keragaman koleksi dengan karakter yang demikian itu adalah dimaksudkan untuk mendukung dan menjamin bahwa Perpustakaan UI dapat memenuhi kebutuhan client perpustakaan dengan lebih baik. Harus tetap diingat bahwa meskipun keberadaan electronic collections menjadi trend sekarang ini, namun printed or hard copy tidak akan dapat sepenuhnya tergantikan oleh keberadaan jenis koleksi itu. Kondisi itu mengharuskan pihak perpustakaan UI untuk menetapkan kebijakan (policy) dalam pengembangan koleksi (collection development) yang berimbang (balance). Ini merupakan salah satu isu utama akan keberadaan electronic collection.
Sistem pengadaan koleksi setiap tahun di banyak perpustakaan perguruan tinggi di Indonesia yang dikemas dalam satu paket pembelian, misalnya lewat kegiatan proyek sebaiknya dapat ditinjau ulang pelaksanaannya. Hal ini dimaksudkan untuk
menjamin kemutakhiran koleksi perpustakaan. Sebab dengan pola pembelian koleksi seperti itu, koleksi terbaru yang tersedia di pasar (mungkin sangat dibutuhkan pemakai) tidak dapat diadakan karena dana yang tidak tersedia. Artinya, Perpustakaan UI harus membuka kemungkinan untuk mengadakan koleksi setiap saat (sepanjang tahun). Sehingga, dana pengadaan koleksi harus tersedia setiap saat di perpustakaan, baik yang bersumber dari dana pengembangan koleksi dari proyek, belanja rutin UI maupun dari sumber-sumber lainnya. Kemutakhiran koleksi adalah sangat diperlukan untuk meningkatkan relevansi kurikulum (proses belajar dan mengajar) dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sejumlah hal penting yang harus menjadi bagian dalam policy Perpustakaan UI yang berhubungan dengan keberadaan sumber-sumber informasi perpustakaan, yaitu antara lain:
a. Menetapkan kriteria atau ketentuan dalam pengadaan dan penggunaan sumber-sumber tercetak, elektronik, dan media lainya
b. Memberikan peranan yang signifikan kepada pihak fakultas untuk ikut serta dalam seleksi bahan pustaka dan kegiatan pengembangan koleksi lainnya, seperti terlibat langsung dalam proses evaluasi koleksi perpustakaan. Ini dilakukan dalam rangka menjadikan seluruh sumber daya koleksi perpustakaan dapat merefleksikan kebutuhan kurikulum dan penelitian
c. Menetapkan program kegiatan evaluasi sumber daya koleksi (print dan electronic) sebagai sebuah program yang bekesinambungan, baik yang menggunakan data kualitatif maupun kuantitatif
d. Menjamin seluruh pengguna perpustakaan memiliki lisensi akses (access licensee) terhadap electronic resources Perpustakaan UI baik di dalam maupun di luar kampus
e. Menetapkan penyiangan koleksi (weeding) sebagai program perpustakaan untuk menjamin kemutakhiran dan kesesuaian (relevansi) koleksi perpustakaan dengan kebutuhan user
6. Akses Sumber-sumber Informasasi
Ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi sehingga akses terhadap sumber-sumber informasi perpustakaan dikatakan ideal. Syarat itu adalah akurasi dari sistem katalog yang digunakan. Sistem katalog harus didasarkan pada standar baku (standar internasional) yang diimplementasikan pada Online Public Access Catalog (OPAC). Sistem katalog itu harus didukung dengan sistem pengaturan koleksi yang logis dan mudah dimengerti oleh pengguna perpustakaan.
OPAC sebagai bagian dari software sistem otomasi perpustakaan harus dapat diakses oleh user perpustakaan (meskipun user dalam jumlahnya besar) dan dilakukan secara simultan serta dengan kepentingan akses yang berbeda-beda. Artinya, software yang digunakan memang harus sangat kompatibel (compatible software) sehingga meminimalisir kemungkinan terjadinya crash pada software tersebut. Di samping itu, software yang digunakan dapat diintegrasikan (terhubung) dengan electronic resource lainnya, seperti e-journals.
Syarat kedua, ketersediaan ‘computer terminal’ dalam jumlah memadai di perpustakaan, di laboratorium komputer, di fakultas dan sarana belajar lainya di dalam lingkungan UI. Dengan kondisi seperti itu, pemakai perpustakaan dapat mengakses katalog dan sumber-sumber informasi electronic (electronic resources) lainya dari berbagai sudut kampus.
Selain yang tersebut di atas, syarat ideal lain yang diperlukan untuk akses informasi adalah Perpustakaan UI harus menyediakan akses terhadap sumber-sumber informasi yang berada di beberapa perpustakaan atau pusat-pusat informasi lain di luar Universitas Indonesia. Artinya, bila Perpustakaan UI tidak memiliki sumber-sumber informasi yang dibutuhkan pemakainya, maka perpustakaan harus memfasilitasi adanya akses di perpustakaan lain. Akses seperti ini hanya dapat difasilitasi dengan adanya kerja sama perpustakaan yang dijalin oleh Perpustakaan UI.
Pada prinsipnya, meskipun suatu perpustakaan memiliki koleksi paling lengkap, maka perpustakaan itu pun tak akan sanggup dan mampu memenuhi seluruh kebutuhan pemakainya, termasuk Perpustakaan UI. Karenanya, Perpustakaan UI perlu membentuk dan menjalin kerja sama (library cooperation) atau kolaborasi dengan perpustakaan lain, baik perpustakaan perguruan tinggi maupun perpustakaan khusus atau pusat-pusat informasi lainnya. Kerja sama itu tidak harus terbatas di dalam negeri saja, tetapi juga dimungkinkan untuk dilakukan dengan melibatkan perpustakaan yang ada di luar negeri.
Sejumlah bentuk kerja sama yang dimungkinkan lahir dari adanya library cooperation itu adalah berupa cooperative collection development, interlibrary loan/document delivery (ILL/DD), consortial borrowing agreement, resource sharing dan bentuk-bentuk kerja sama perpustakaan lainnya. Seluruh bentuk kerja sama itu akan memberikan kontribusi terhadap tersedianya akses dan atau penggunaan sumber-sumber informasi yang tidak dimiliki Perpustakaan UI, tapi terdapat di perpustakaan lain. Di samping itu, kerja sama yang dibangun akan meminimalkan anggaran yang dibutuhkan untuk pengembangan koleksi karena terhindar dari duplikasi koleksi yang tidak perlu.
Kerja sama perpustakaan dapat juga memberikan manfaat dalam hal pengembangan sumber daya manusia di Perpustakaan UI. Misalnya, ada pakar IT dari perpustakaan perguruan tinggi lain (yang terlibat dalam kerja sama) dapat didatangkan di UI untuk melatih staf perpustakaan sesuai dengan bidangnya. Artinya, Perpustakaan UI dapat menghemat biaya dengan adanya pemanfaatan pakar dari masing-masing perpustakaan perguruan tinggi yang terlibat dalam kerja sama perpustakaan. Sebaliknya, perpustakaan lain pun dapat memanfaatkan keberadaan pakar IT yang ada di Perpustakaan UI.
Terbuka kesempatan lebar bagi Perpustakaan UI untuk mewujudkan bentuk-bentuk kerja sama perpustakaan seperti tersebut di atas. Salah satu faktor
pendukungnya adalah UI berada di Ibu kota negara. Di samping itu, UI selama ini banyak terlibat dalam Forum Perpustakaan Perguruan Tinggi (FPPT), di mana forum itu dapat menjadi wadah yang efektif untuk menyusun sejumlah kesepakatan (agreement) terhadap terlaksananya kerja sama perpustakaan. Selanjutnya, forum itu dapat menjadi mitra utama bagi Perpustakaan Nasional untuk menyusun ketentuan yang mengatur model-model kerja sama yang dapat diimplementasikan di Indonesia, seperti Kinetica di Australia.
Bila suatu saat UI memiliki kelas jarak jauh, maka mahasiswa kelas jarak tersebut harus memiliki kesetaraan akses terhadap sumber-sumber informasi perpustakaan, sama halnya dengan pengguna yang mengakses informasi di lingkungan kampus. Untuk itu, dari aspek teknologi, kesetaraan akses yang optimal hanya dimungkinkan bila Perpustakaan UI menyediakan koneksi jaringan (network connection) dan transmisi elektronik (electronic transmission) yang realibel. Sedangkan, untuk pengiriman dokumen kepada pengguna sebagai mahasiswa kelas jarak jauh misalnya, maka hal itu harus didukung oleh sistem pos atau titipan kilat yang cepat dengan biaya yang relatif lebih murah.
Selanjutnya, kebijakan yang berkenaan dengan akses dan pemanfaatan sumber-sumber informasi harus disebarluaskan oleh Perpustakaan UI kepada seluruh pemakainya sebagai sebuah program yang berkelanjutan. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin penggunaan sumber-sumber informasi secara efektif dan efisien. Sebab, efisiensi dan efektivitas akses terhadap informasi akan berpengaruh pada peningkatan kualitas proses belajar mengajar, dan hasil-hasil penelitian, serta menjamin adanya peningkatan kesetaraan akses bagi seluruh kelompok pemakai Perpustakaan UI.
7. Staf Perpustakaan
Mewujudkan Perpustakaan UI sebagai world class university library harus didukung dengan jumlah staf yang memadai. Di samping itu, profesionalisme staf perpustakaan
harus diarahkan pada standar kompetensi yang dimiliki atau yang disyaratkan oleh perpustakaan universitas yang telah memiliki standar internasional. Semua itu dimaksudkan untuk mendukung dan menjamin terlaksananya seluruh program kerja perpustakaan dengan tepat sasaran sehingga visi dan misi Perpustakaan UI dapat tercapai.
Staf Perpustakaan UI harus diposisikan sebagai sumber daya perpustakaan yang paling utama bila dibandingkan dengan sumber daya perpustakaan lainnya. Karena, staf perpustakaan yang akan menyediakan dan melakukan tugas-tugas pelayanan dan menyediakan bahan pustaka untuk digunakan oleh pemakai perpustakaan. Program pengembangan staf Perpustakaan UI mampu mengantar staf memiliki pengetahuan dan ketrampilan dalam melakukan tugas-tugas perpustakaan secara efektif dan efisien. Program ini dapat dijadikan sebagai salah satu prioritas utama perpustakaan.
Paling tidak ada tiga bidang yang harus mendapat perhatian serius dari Perpustakaan UI untuk pengembangan sumber daya manusianya, yaitu keterampilan terhadap teknologi (technology skills), keterampilan antar-perseorangan (interpersonal skills), dan kepemimpinan (leadership).
Pendidikan dan pelatihan di bidang teknologi, khususnya teknologi informasi diperlukan untuk mengintegrasikan teknologi baru ke dalam aktivitas perpustakaan. Faktor sumber daya manusia merupakan faktor yang sangat penting agar teknologi yang ada dapat digunakan secara efektif. Pelatihan di bidang teknologi ini dimaksudkan untuk menjadikan staf yang dilatih atau dididik dapat menggunakan peralatan dan software dalam mendukung adanya peningkatan efektivitas staf dan organisasi. Sementara, pendidikan teknologi dimaknai sebagi suatu proses yang memungkinkan staf memahami kerangka konseptual dari pada teknologi yang ada dan dapat membuat keputusan secara cerdas, kapan dan bagaimana menggunakan teknologi yang tersedia.
Perkembangan yang ada sekarang sangat berpengaruh terhadap makin tingginya tingkat ketergantungan (interdependensi) dan keragaman (diversity) staf di perpustakaan. Hal tersebut membutuhkan adanya peningkatan ketrampilan dalam bidang hubungan antar-perseorangan. Secara sederhana, staf Perpustakaan UI diharapkan dapat memiliki kemampuan untuk membangun kebersamaan serta siap menghadapi dan menerima segala perbedaan. Juga, staf Perpustakaan UI diharapkan memiliki kemampuan untuk memanfaatkan kekuatan staf lain untuk pengambilan keputusan yang efektif dan menemukan pemecahan masalah dari setiap persoalan yang dihadapi.
Konsep kepemimpinan (leadership) juga telah mengalami banyak perubahan. Sebagai akibat adanya perubahan yang berlangsung cepat. Pimpinan Perpustakaan UI harus mampu mengarahkan segala kemampuannya untuk mendorong dan mendukung staf untuk melakukan peran signifikan dalam mengartikulasikan dan membangun optimisme staf untuk menjalankan agenda Perpustakaan UI pada masa yang akan datang. Diharapkan semua level kepemimpinan di Perpustakaan UI harus diposisikan sebagai pihak yang bukan lagi menjadi satu-satunya penentu kebijakan. Namun, kepemimpinan sekarang harus diarahkan pada terciptanya atau tumbuhnya tanggung jawab secara kolektif (kebersamaan).
Perpustakaan UI harus memiliki perhatian serius terhadap peningkatan profesionalisme staf. Untuk itu diperlukan komitmen kuat dari perpustakaan untuk menjadi unggul dan terbaik, mendorong tumbuhnya kreativitas dan fleksibilitas, menumbuhkembangkan praktek-praktek yang etis, menyediakan pendidikan dan pengembangan seluruh staf secara berkelanjutan. Profesionalisme dan ketrampilan staf Perpustakaan UI dapat ditingkatkan lewat berbagai program pendidikan dan pengembangan, seperti studi lanjut, pelatihan kepustakawanan (training), dan program magang (internship). Melibatkan pustakawan dalam kegiatan-kegiatan professional di bidang perpustakaan seperti tersebut di atas akan memberikan kontribusi yang besar dalam pengembangan karier pustakawan UI.
Kegiatan magang pustakawan UI akan sangat membantu mempercepat terwujudnya cita-cita Perpustakaan UI sebagai salah satu perpustakaan perguruan tinggi dengan standar internasional. Mengingat belum adanya perpustakaan perguruan tinggi di Indonesia yang memiliki standar internasional, maka akan lebih baik bila kegiatan magang staf Perpustakaan UI dilakukan di negara-negara yang sudah jauh lebih maju perpustakaan perguruan tingginya, seperti Singapura, Malaysia, atau Australia.
Untuk menjamin adanya peningkatan profesionalisme staf, maka hal itu harus ditetapkan sebagai sebuah program pengembangan staf yang berkelanjutan. Di samping itu, diperlukan juga adanya komitmen kuat dari pimpinan perpustakaan akan keberadaan program itu. Program pengembangan profesionalisme staf harus dinyatakan sebagai sebuah kebijakan tertulis. Kebijakan tersebut memuat aspek-aspek mengenai status, hak, kewajiban dan tanggung jawab staf perpustakaan.
Di samping profesionalisme staf, jumlah staf merupakan faktor yang sangat menentukan untuk meraih standar internasional bagi Perpustakaan UI. Tentu Perpustakaan UI terlebih dahulu harus menghitung jumlah pustakawan yang berkualifikasi S2, S1, atau D3. Adakah staf profesional lain yang tersedia (mungkin bidang IT) atau staf pendukung lainnya dengan keterampilan pada bidang tertentu. Kesemuanya itu dihitung untuk mengukur sejauh mana kemampuan perpustakaan melakukan peran dan fungsinya dengan jumlah staf yang tersedia. Artinya, jumlah staf perpustakaan yang ada harus proporsional dengan jumlah pemakai (mahasiswa, dosen, dan kelompok pemakai lainnya), jumlah dan jenis layanan perpustakaan (library services), program-program universitas, strata pendidikan yang tersedia, dan hal lain yang mengharuskan staf perpustakaan melakukan tugas pelayanan. Menurut hemat penulis tentu ada formula yang standar yang harus digunakan Perpustakaan UI untuk menghitung jumlah staf perpustakaan yang ideal yang harus tersedia.
Meskipun ada formula khusus yang harus digunakan untuk menetapkan jumlah staf perpustakaan yang ideal untuk melayani pemakai dan melaksanakan tugas-tugas rutin perpustakaan, namun dengan kehadiran teknologi akan mampu mereduksi jumlah staf
dari yang seharusnya tersedia. Misalnya, Perpustakaan UI menyediakan ‘lending machine’ yang dapat digunakan pemakai untuk melakukan peminjaman sendiri, tanpa melibatkan kehadiran staf. Di samping itu, ketersediaan brosur, leaflet, dan bentuk-bentuk informasi lainnya yang berisi petunjuk tentang penggunaan perpustakaan dan layanannya akan mengurangi beban staf perpustakaan.
8. Fasilitas Perpustakaan
Fasilitas perpustakaan UI harus dapat mendukung terciptanya suasana lingkungan perpustakaan yang kondusif dan menyenangkan. Karenanya, fasilitas perpustakaan harus dirancang berdasarkan perencanaan yang baik. Prinsip dasar yang harus dipedomani dalam penyediaan fasilitas Perpustakaan UI adalah bahwa fasilitas itu harus memadai dan cukup aman digunakan. Fasilitas yang ada cukup kondusif untuk melakukan kegiatan belajar dan penelitian. Fasilitas perpustakan pun harus menjamin terciptanya lingkungan yang kondusif untuk melakukan layanan, tugas-tugas staf, dan untuk menampung bahan pustaka. Peralatan Perpustakaan UI harus berfungsi dengan baik.
Faktor-faktor seperti temperatur dan kelembaban harus berada pada level yang direkomendasikan. Area Perpustakaan UI harus mampu mengakomodasi jumlah tempat duduk pemakai untuk berbagai kegiatan pemakai, seperti untuk melakukan belajar mandiri, belajar kelompok, diskusi, penggunaan media audio visual dan kegiatan-kegiatan pengguna lainnya. Di samping itu, area perpustakaan memungkinkan untuk menampung koleksi yang ada sekarang dan sekaligus mampu menampung pertumbuhan (penambahan) koleksi tercetak pada masa datang.
9. Alur Komunikasi dan Pemasaran Perpustakakaan
Alur komunikasi yang jelas adalah hal sangat dibutuhkan untuk menjamin seluruh kegiatan perpustakaan UI berjalan lancar. Komunikasi harus berlangsung dari semua level di perpustakaan, dari Kepala Perpustakaan kepada seluruh staf, dari staf ke
Kepala Perpustakaan. Secara eksternal komunikasi antara Perpustakaan UI dengan pihak fakultas harus berlangsung lancar, dan sebaliknya pihak fakultas dengan perpustakaan. Perpustakaan UI pun harus mampu menciptakaan mekanisme yang jelas dalam melakukan komunikasi dengan para stakeholdernya.
Kolaborasi dan kerjasama staf Perpustakaan dengan seluruh fakultas yang ada di UI harus diciptakan. Demikian juga halnya dengan komunikasi dengan staf IT. Sebab, pada kondisi tertentu ada aspek-aspek teknologi informasi di perpustakaan yang harus mendapat penanganan segera dari para pakar teknologi. Atau, mungkin pihak IT merencanakan penggunaan teknologi terbaru di perpustakaan. Kondisi seperti itu harus mampu dikomunikasikan secara terus-menerus agar sistem perpustakaan dapat lebih sempurna dan berjalan sesuai dengan skenario yang ditetapkan.
Untuk menarik lebih banyak client menggunakan layananan Perpustakaan UI dan untuk membangun image tentang perpustakaan di antara para stakeholdernya, maka Perpustakaan UI harus merumuskan dan melaksanakan kegiatan pemasaran (marketing). Riset pasar terhadap mahasiswa mungkin akan memberikan informasi berharga bagi Perpustakaan UI, terutama untuk mengetahui apakah layanan perpustakaan memiliki nilai atau manfaat bagi mahasiswa. Di samping itu, Perpustakaan UI harus berpartisipasi aktif dalam kegiatan universitas, seperti pada Peringatan Hari Ulang Tahun UI atau kegiatan-kegiatan lain di lingkungan universitas.
D. Kesimpulan
Mewujudkan Perpustakaan Universitas Indonesia menjadi sebuah ‘world class university library’ diperlukan sejumlah faktor pendukung. Faktor-faktor itu berupa rencana kerja yang komprehensif, evaluasi kinerja perpustakaan, kualitas layanan, pemberdayaan pemakai perpustakaan, koleksi atau sumber-sumber informasi dan akses terhadap sumber-sumber informasi tersebut, sumber daya manusia, fasilitas, serta alur komunikasi dan pemasaran. Untuk menjamin faktor-faktor itu dapat dilaksanakan secara optimal,
maka dukungan dana untuk operasional perpustakaan dan penerapan Information and Communication Technologies (ICTs) di perpustakaan adalah sangat diperlukan. Di samping itu, kebijakan universitas tentang status atau kedudukan perpustakaan dalam struktur organisasi Universitas Indonesia dan usaha-usaha konkrit universitas dalam mendukung seluruh program kerja perpustakaan teramat sangat dibutuhkan dalam rangka mewujudkan Perpustakaan UI sebagai ‘world class university library’.
Sementara, kehadiran ICTs di Perpustakaan Universitas Indonesia menjadi syarat mutlak untuk mewujudkan penyelenggaraan perpustakaan yang efektif dan efisien, baik bagi pemakai maupun staf perpustakaan. Selanjutnya, optimalisasi akses dan penggunaan sumber-sumber informasi perpustakaan akan dapat diraih dengan kehadiran teknologi tersebut.
Daftar Bacaan
Archibald, D. (et all). (2003). How the West was One: Using VDX to Redevelop Cooperative Document Delivery Services in Western Australia. 8th Interlending and Documement Supply International Conference Canberra 28th-31st October 2003.
Biskup, P. (1994). Libraries in Australia. Wagga Wagga, New South Wales: Centre for Information Studies Charles Sturt University.
Buku Pedoman Penyelenggaraan Perpustakaan Perguruan Tinggi. (1994). Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Cassels, K. A. (1999). Developing Reference Collections and Services in Electronic Age: How to do it Manual for Libraries. New York: Neal-Shuman Publishers, Inc.
Chandler, Y.J. (2001). Reference in Library and Information Science Education. Library Trends 50 (2).
Council of Australian University Libararies and the National Library of Australia. (1996). Australian Scholarly Information Infrastructure: Issues in Resource Sharing and Development by Australian Universities. Camberra.
Creth, S. & Duda, F. (Editor). (1989). Personal Administration in Libraries. 2nd. Ed. New York: Neal-Shuman Publishers, Inc.
Dailey, M.T. Digital Library: from Feasibility to Funding. (Online). (http://studentsorgs.utexas.edu/heaspa/library/it1.htm. Diakses 10 Oktober 2005).
Diamond, R. ; Dragich, M. (2001). Professionlism in Librarianship: Shifting the Focus from Malpactice to Good Practice. Library Trends. 49 (3).
Ferguson, S. ; Hebels, R. (1998). Computer for Librarians: an Introduction to systems and Application. Wagga Wagga, New South Wales: Centre for Information Studies Charles Sturt University.
Katz, B. (2001). Long Live Old Reference Services and New Technologies. Library Trends. 50 (2).
Katz, W.A. (2002). Introduction to Reference Work: Basic Information Service. 8th ed. Vol. I. Boston: McGraw-Hill.
Katz, W.A. (2002). Introduction to Reference Work: Reference Services and Reference Process. 8th ed. Vol. II. Boston: McGraw-Hill
Kennedy, J. & Gorman, G.E. (19994). Collection Develovement for Australian Libraries. 2nd Ed. Wagga Wagga, New South Wales: Centre for Information Studies Charles Sturt University.
Lakos, A. The State of Performance Measurement in Libraries: a Report from the 2nd Northumbria International Conference. (Online), (http://www.arl.org/newsltr/197/perform.html. Diakses 20 Maret 2006)
Marcum, D. (2003). Requirements for the Future Digital Library. The Journal of Academic Librarianship. 29 (5)
Nimon, M. (2002). The Role of Academic Libraries in the Develompment of the Information Literate Students: the Interface between Librarian, Academic and other Stakeholders. AARL 33(3).
Parker, D. (2004). Library Strategic Plan 2002-2004 Victoria University of Technology. Melboune: Victoria University Library.
Pinfield, S. Managing Electronic Library Services: Current Issues in UK Higher Education Institutions. (Online) (http://www.ariadne.ac.uk/issue29/panfield/. Diakses 5 April 2006).
Salmubi (2003). The Current State of Australian Interlibrary Loan/Document Delivery: Lesson for Indonesia.(Thesis). Perth: Curtin University of Technology.
Salmubi (2005). Membangun Kerja Sama Antar Perpustakaan Politeknik. (Makalah) Disampaikan pada Forum Direktur Politeknik se-Indonesia, 15-17 Desember 2005. Makassar: Politeknik Negeri Ujung Pandang.
Smith, K.R. (2000). New Roles and Responsibilities for the University Library: Advancing Student Learning throught Outcomes Assessment. Tucson, Arizona: The University of Arizona.
Steele, C. (2000). Library and Information Infrastructure: International Strategic Initiatives: a discussion paper prepared for the Coalition for Innovation in Scholarly Communication.
Strategic Plan 1999-2005 & Action for 1999. (1999). (Online). (http://www.anu.edu.au/caul-doc/strpln99final.html, Diakses 21 Maret 2006).
Sullivan, M. (1992). Developing Library Staff for the 21st Century. New York: The Howard Press, Inc.
Thomas, C.F. (editor). (2002). Libraries, the Internet, and Scholarship: Tools and Trends Converging. New York: Marcel Dekker, Inc.
University Libraries and other General Research Libraries Section: Strategic Plan 2006-2007. (2006). (Online) (http://www.ifla.org/VII/s2/annual/sp02.html. Diakses 21 Maret 2006)
Web-Based Library Services Trends & Innovations (1999). (Online) (http://unr.edu/homepage/araby/webservices.html. Diakses 22 Maret 2006).

Tidak ada komentar: